54
mengutarakan persepsinya mengenai perkembangan emosi anak hiperaktif sesuai dalam pernyataannya yaitu,
“Agak berbeda ya. Ho.oh. Bedanya ya itu terkadang dia masih meledak-ledak, setau yang pernah saya lihat di kelas 2 ini pernah
ngamuk itu dia. Iya sampai teman-temannya dikejar- kejar”.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang beliau utarakan tersebut dapat disimpulkan bahwa Marka memang mengalami hiperaktif. Marka memang susah
dikendalikan dan memang susah untuk duduk diam di kelas. Menurut Bu Tamtam, Marka memang memiliki perkembangan emosi yang berbeda dengan
teman-temannya yang lain karena Marka masih meledak-ledak emosinya saat dia marah.
4.1.2.3 Partisipan III guru Olahraga Latar Belakang Partisipan III
Peneliti melakukan wawancara dengan partisipan III sebanyak satu kali yang dilakukan pada 21 November 2015 pukul 10.06-10.39 dengan guru mata
pelajaran olahraga di perpustakaan sekolah. Guru olahraga SD Kasih ini adalah seorang perempuan yang bernama Y.E.S yang biasa dipanggil dengan nama Bu
Enen. Bu Enen mengajar di SD Kasih sudah selama 7 tahun dan Bu Enen adalah guru mata pelajaran olahraga yang mengajar dari kelas I-VI di SD Kasih sehingga
beliau juga memiliki pengalaman mengajar Marka. Sebelum mengajar di SD Kasih ini, Bu Enen mengajar di sebuah SMP yang tempatnya tidak jauh dengan
SD Kasih. Sama seperti Bu Tamtam, Bu Enen juga sudah mengenal Marka sejak dia
masih kelas I meskipun tidak setiap hari Bu Enen mengajar karena beliau hanya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
mengajar pada mata pelajaran olahraga saja di SD Kasih. Bu Enen juga mempunyai pengalaman yang cukup karena sudah 7 tahun beliau mengajar di SD
Kasih sehingga ada bermacam-macam karakter siswa yang telah beliau lihat seperti pendiam hingga yang selalu memiliki aktivitas. Hasil wawancara yang
telah peneliti lakukan adalah memang diperlukan sebuah penanganan khusus untuk menghadapi Marka karena setiap guru tidak mungkin akan terfokus hanya
pada salah satu siswa saja agar siswa yang lain tidak tertinggal dalam menerima pembelajaran.
Problematika Anak yang Mengalami Hiperaktif
Sudah selama 7 tahun, Bu Enen mengajar sebagai guru olahraga di SD Kasih. Beliau cukup memahami karakteristik Marka setiap kali mengajar
olahraga. Saat peneliti bertanya mengenai apakah Marka mengalami hiperaktif beliau berpendapat,
“Untuk Marka itu ya memang ada kecenderungan hiperaktif karna dia tidak bisa diam. Upacara pun, pada saat upacara hari senin itu juga
dia itu nggak bisa sikapnya sikap siap itu nggak bisa jadi dia ngganggoni teman- temannya ada yang njewer, ada yang itu sampek-sampek itu yang jaga di
belakang, kakak kelas yang jaga di belakang itu sampek lapor ke gur u “itu Marka
nggak bisa diam” sampek-sampek aku juga apa memberi apa ancaman, ya bukan ancaman ya tapi untuk biar tidak banyak gerak itu “nanti tak, kakinya tak taleni
lho” sampek saya bilang gitu “kalo kamu nggak bisa diam” gitu. Dia ya bilang “ Ya ya” tapi nanti kalo sudah ditinggal udah anu lagi”. Jadi menurut Bu Enen
Marka memang memiliki kecenderungan hiperaktif karena diam bahkan saat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
upacara bendera berlangsung. Marka tidak pernah menurut saat Bu Enen memberikan teguran kepada anak tersebut.
Bu Enen mengatakan Marka mengalami hiperaktif juga terlihat dari jawaban beliau yaitu,
“Yaa kalo untuk keyakinan itu ya sedikit memang anak itu eee kalo dilihat dari ciri-ciri atau gejalanya memang ada kayak kecenderungan
ke hiperaktif”. Ciri-ciri anak hiperaktif yang dimaksudkan beliau adalah, “Menurut saya banyak bergerak, kemudian susah diatur, kemudian tidak bisa
konsentrasi dalam hal apa saja misalnya dalam belajar, kemudian sering menggangu ketenangan orang lain, setiap kali berbuat masalah misalnya apa
megang temennya nggak disengaja tetapi itu hal yang mungkin dari temennya itu seperti apa ya? Anak itu nggak bisa diem” dan mengganggu ketenangan yang
dimaksudkan adalah, “Ee mengganggu ketenangan misalnya dalam hal olahraga
ya ini karena saya mengajar olahraga. Anak-anak semuanya sudah ee berbaris, sudah mau mulai ee pendahuluan materi, sudah mau berdoa tapi anak tersebut
masih lari-lari. Setelah lari kemudian apa, tau-tau temennya itu digoda dengan cara meninju atau dengan cara kakinya ditendang.”
Sampai saat ini Bu Enen belum pernah memberikan penanganan secara khusus untuk Marka akan tetapi saat Marka sedang mengalami masalah, beliau
mencoba memberikan penanganan dengan cara menegurnya. Penanganan yang beliau sampaikan terlihat dalam hasil wawancara yang peneliti lakukan yaitu,
“Ya, pernah misalnya contohnya Marka itu berkelahi, berkelahi dengan temannya kemudian saya apa panggil anak tersebut itupun kalo dinasehati anak
tersebut itu maunya menangnya sendiri jadi nggak mau apa ini masukan, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
“kenapa kamu harus berkelahi? Alesane opo?” bilang gitu, dia cuman “ha aku cuman main-
main kok buk” jawab si Marka. Lha itu lho kayaknya itu jawabannya itu nggak, nggak apa ya. Nggak cuman dibuat-
buat itu”. Dalam melakukan wawancara ini peneliti juga menanyakan mengenai
perkembangan emosi Marka menurut Bu Enen. Menurut beliau Marka belum dapat dikatakan emosinya berkembang dan pernyataan ini terlihat dalam hasil
wawancara yang telah peneliti lakukan yaitu, “Kalau menurut saya, dia masih
belum bisa dikatakan berkembang karena masih belum ada perubahan. Ya maksudnya masih itu tadi, maunya sendiri tetapi kemungkinan kalo apa. . .eee kan
juga proses to mas itu untuk perkembangan emosi itu, itu ya stiap kali dia diberi opo. . .tanggung jawab agar supaya dia bisa tau dan kalo diberi tanggung jawab
maka dia akan bisa mengontrol emosinya misalnya contohnya saja sebagai pemimpin upacara dalam upacara di sekolah itu dia diberi tanggung jawab
seperti itu mungkin dia merasa “wah aku kok diberi tugas, saya harus bisa dan harus tanggung j
awab” lha ini dengan cara seperti ini anak dari sedikit ya memang proses mas nggak sekali jadi itu ber. . .ulang-
ulang”. Bu Enen berpendapat bahwa perkembangan emosi antara anak hiperaktif
dengan anak-anak lain memang berbeda karena menurutnya, “Nggak sama, lebih
cepat berkembang yang anak- anak biasa dibandingkan yang Marka itu”. Bu
Enen juga mengutarakan persepsinya mengenai perkembangan emosi anak hiperaktif sesuai dalam pernyataannya yaitu,
“Menurut saya persepsi dalam perkembangan emosi pada siswa yang mengalami hiperaktif itu jelas emosinya
tidak stabil, kemudian selalu mau menangnya sendiri, kalau berbicara selalu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
ngotot dan keras. Misalkan dengan contoh ya eee pas waktu pemanasan, dalam pemanasan Marka tersebut tidak melakukan gerakan yang dilakukan yang sama
dilakukan dengan teman-temannya tetapi dia sendiri justru malah bermain sendiri lha kan ditegur sama gurunya “Marka kenapa kamu tidak melakukan
gerakan?”, “aaaa nggak mau, capek” seperti itu kalo ditegur”. Selain itu persepsi Bu Enen mengenai perkembangan emosi anak
hiperaktif juga terlihat dalam pernyataan sebelumnya yaitu, “Ya yang jelas yang
anak biasa itu siswa, bisa mengontrol emosinya sendiri dan bisa berteman, tetapi kalo yang emosinya opo tidak bisa dikontrol ya itu tadi sering marah-marah yang
nggak ada opo. . .nggak ada sebabnya tau-tau dia marah padahal eee kalo anak itu sudah marah biasanya sulit untuk emosi tersebut dikontrol. Karena emosi itu
tidak stabil to, iyaa dan biasanya anak itu selalu ngotot kalau berbicara dan keras, dan ma
u menangnya sendiri”. Melalui pernyataan yang diutarakan oleh Bu Enen tersebut, dapat disimpulkan bahwa perkembangan emosi Marka dengan
anak yang lain berbeda karena emosinya masih belum dapat terkontrol dan masih sering marah-marah tanpa sebab.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah peneliti lakukan dengan partisipan IV dapat disimpulkan bahwa Marka memang cenderung mengalami
hiperaktif karena dia banyak bergerak, susah diatur, susah konsentrasi, sering mengganggu ketenangan, dan setiap kali berbuat masalah dengan temannya.
Perkembangan emosi Marka juga belum dapat dikatakan berkembang. Emosi Marka masih susah untuk dikontrol dan mengakibatkan seringnya marah-marah.
59
4.1.2.4 Partisipan IV Orangtua siswa Latar Belakang Partisipan IV