9
adat di toraja, dan memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan mereka, bahkan rumah adat tongkonan masih terjaga sampai saat ini .
2.2 Kebudayaan Toraja
Kepercayaan Aluk Todolo sangat berpengaruh, bahkan menjadi faktor penentu dalam arsitektur Toraja. Jean Koubi dalam bukunya berjudul Rambu
Solo 1982, menguraikan banyak sekali aspek antropologis yang juga mengungkap pandangan makro kosmos masarakat Toraja, yang sangat
menentukan dalam pemunculan arsitektural sebagai wadah fisik dalam
kehidupan dari pemeluknya Koubi Jeannie, 1982. Tana Toraja sebuah nama
daerah dengan status Daerah Tingkat II di awasan Provinsi Sulawesi Selatan, terbentang mulai dari Kilometer 280 ampai dengan Kilometer 355 dari
sebelah utara ibukota Provinsi Sulawesi elatan Makassar. Tepatnya pada 2° - 3° LS dan 199° - 120° BT, dengan uas sekitar 3.205,77 Km2 atau
sekitar 5 dari luas Provinsi Sulawesi Selatan.
Mayoritas penduduk terdiri dari etnis Toraja, walaupun ada juga etnis lain yang berada didaerah ini karena berbagai alasan baik karena hubungan
pernikahan, pekerjaan, kegiatan perdagangan dan lain-lain. Populasi etnis Toraja sendiri diperkirakan mencapai satu juta jiwa, namun yang bermukim
di daerah ini hanya sekitar 450.000 jiwa, sedangkan sebagian besar lainnya tersebar diseluruh Nusantara maupun belahan dunia lain.
Tana Toraja yang mempunyai satu kepercayaan Aluk Todolo, setelah melalui proses akulturasi maupun asimilasi budaya, di Tana Toraja dapat
dijumpai beberapa agama, antara lain: Kristen Protestan 276.342 jiwa 69,15, Katolik 67.817 jiwa 16,97 , Islam 31.570 jiwa 5,986 dan
Hindu Toraja 23.898 Jiwa 5.986 L. I. Tangdilintin, 2007. 50-55. Yang saat ini masih di dominasi oleh nasrani sebagai peleluk agama terbesar di
Toraja.
2.2.1 Rumah adat Toraja
Rumah Adat Toraja biasa disebut Baruang Tongkonan, tongkonan sendiri mempunyai arti tongkon “duduk“, tempat “an” bisa dikatakan tempat duduk,
tetapi bukan tempat duduk arti yang sebenarnya melainkan, tempat orang di
10
desa untuk berkumpul, bermusyawarah, dan menyelesaikan masalah-masalah adat. Hampir semua rumah orang Toraja menghadap ke arah utara,
menghadap ke arah Puang Matua sebetuan orang toraja bagi tuhan yang maha Esa
Dr Bararuallo Frans, 2010:55. Selain itu untuk menghormati leluhur
mereka dan dipercaya akan mendapatkan keberkahan di dunia ini. Daerah Tana Toraja umumnya merupakan tanah pegunungan kapur dan batu
alam dengan ladang dan hutan yang masih luas, dilembahnya terdapat hamparan persawahan. Tongkonan sendiri bentuknya adalah rumah panggung
yang dibangun dari kombinasi batang kayu dan lembaran papan. Kalau diamati, denahnya berbentuk persegi panjang mengikuti bentuk praktis dari
material kayu. Material kayu dari kayu uru, sejenis kayu lokal yang berasal dari Sulawesi. Kualltas kayunya cukup baik dan banyak ditemui di hutan-
hutan di daerah Toraja. Kayu di biarkan asli tanpa di pelitur atau pernis.
Gambar 2.1 rumah adat toraja google tumah tongkonan
Rumah Toraja Tongkonan ini dibagi menjadi 3 bagian: yang pertama kolong Sulluk Banua, kedua ruangan rumah Kale Banua dan ketiga atap
Ratiang Banua. Pada bagian atap, bentuknya melengkung mirip tanduk kerbau. Di sisi barat dan timur bangunan terdapat jendela kecil, tempat
masuknya sinar matahari dan aliran angin. Menurut Arsitektur Yulianto Sumalyo bahwa menilik latar belakang rumah tradisional Toraja menyangkut
falsafah kehidupan yang merupakan landasan dari kebudayaan orang Toraja itu sendiri. Rumutnya pembangunan tongkonanpun bukan jadi satu alasan
11
untuk tidak membikin sebuah rumah atau peistirahatan tapi arti dari kerumitan ini menjadikan filosofi tersendiri bagi warga toraja.
2.2.2 Tarian Adat Toraja
Dalam sebuah tarian antara tubuh, gerak komposisi tari tidak dapat dipisahkan. Dalam sebuah tarian terdapat unsur-unsur yang membangunnya
yakni unsur gerak, tenaga dan waktu
Gambar 2.2 tarian toraja “Pangngan Ma’” data pribadi 14.12.12
Tarian ini dilakukan oleh gadis-gadis cantik memakai baju hitam atau gelap dan, tentu saja, ornamen khas Toraja seperti kandaure tersebut.
Pangngan Ma adalah menari saat menerima tamu-tamu terhormat yang menyambut dengan kata-kata. Kata-kata dan penawaran sirih menunjukkan
nilai ditempatkan pada kunjungan dan menegaskan bahwa para tamu telah diterima dan sekarang dianggap sebagai bagian dari masyarakat Toraja.
Penawaran ini secara simbolis diungkapkan oleh masing-masing penari memegang sirih yang didalam perjalanan tarian, dengan menempatkan dalam
kantong di depan mereka. Kantong tersebut dikenakan oleh wanita lansia kebanyakan mengunyah sirih pinang, yang akan meninggalkan noda pada
gigi dan bibir yang berwarna jingga sampai warna merah tua Dr Bararuallo
Frans, 2010:175. Serta sampai saat ini tas ini lebih populer hingga kalangan mudapun ikut memakainya.
12
2.3. Studi Media Buku