5
Pada masa sekarang, kimono lebih sering digunakan wanita pada waktu- waktu yang istimewa. Wanita yang belum menikah mengenakan sejenis kimono
yang dinamakan furisode. Ciri khas dari furisode ini sendiri adalah lengan yang lebarnya hampir menyentuh lantai. Pria mengenakan kimono pada pesta atau
perayaan formal seperti pada pesta pernikahan, upacara minum teh, dan acara formal lainnya. Pada anak-anak, kimono biasa dipakai ketika mengikuti perayaan
Shichi-Go-San. Untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang fungsi dan spesifikasi kimono
pada masyarakat Jepang penulis memfokuskan tulisan ini tentang Fungsi dan Jenis-Jenis Kimono pada Masyarakat Jepang sebagai skripsi.
Dengan demikian penulis membuat judul skripsi ini “ Fungsi dan Jenis- Jenis Kimono pada Masyarakat Jepang”.
1.2 Rumusan Masalah
Kimono merupakan pakaian tradisional Jepang dimana ketika globalisasi barat mulai memperluas keberadaannya, kimono tetap menjadi pakaian yang
mempunyai karakter dan ciri khas tersendiri bagi masyarakat Jepang. Kimono mempunyai banyak jenis dan masing-masing mempunyai fungsinya tersendiri.
Tentang kapan, untuk apa dan apa saja jenis-jenis kimono. Serta hal-hal yang melengkapi kimono itu sendiri. Saat ini, kimono kebanyakan dipakai hanya pada
saat acara atau perayaan besar dan formal. Misalnya seperti acara pesta pernikahan, acara upacara minum teh, dan acara formal yang mengharuskan
memakai kimono. Kimono juga punya ketentuan dalam urutan pemakaian dan
Universitas Sumatera Utara
6
penggunaannya. Dari hal tersebut dan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, ada 2 masalah yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah :
1. Fungsi kimono bagi masyarakat Jepang
2. Jenis-jenis kimono pada masyarakat Jepang
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Untuk menghindari batasan yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka penulis mencoba membatasi ruang lingkup penelitian pada kajian
mengenai Fungsi dan Spesifikasi Kimono pada Masyarakat Jepang. Penulis sebelum memaparkan uraian pembahasan pada bab III akan menjelaskan terlebih
dahulu tentang sejarah kimono, fungsi kimono, dan jenis-jenis kimono pada masyarakat Jepang.
1.4. Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka
Kebudayaan adalah identitas bagi suatu bangsa yang dimiliki setiap orang dan diwarisi dari generasi ke generasi. Menurut Kroeber dan Kluckhohn
1952 mengumpulkan berpuluh-puluh defenisi yang dibuat ahli-ahli antropologi dan membaginya atas 6 golongan, yaitu : 1 depskriptif, yang menekankan unsur-
unsur kebudayaan, 2 Historis, yang menekankan bahwa kebudayaan itu diwarisi secara kemasyarakatan, 3 Normatif, yang menekankan hakekat kebudayaan
sebagai aturan hidup dan tingkah laku, 4 Psikologis, yang menekankan kegunaaan kebudayaan dalam penyesuaian diri kepada lingkungan, pemecahan
persoalan, dan belajar hidup, 5 Struktural, yang menekan sifat kebudayaan
Universitas Sumatera Utara
7
sebagai suatu system yang berpola dan teratur, 6 Genetika, yang menekankan terjadinya kebudayaan sebagai hasil karya manusia P.W.J.Nababan,1984 : 49.
Herskovits dan Malinowski http:id.wikipedia.orgwikiBudaya.html
Menurut Eppink mengemukakan, bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan
oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah ini disebut dengan Cultural-Determinism. Herskovist memandang kebudayaan sebagai
sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganik.
http:id.wikipedia.orgwikiBudaya.html
Sepanjang sejarahnya, Jepang banyak mengadaptasi budaya dari negara- negara lain seperti teknologi, adat istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan
kebudayaan. Jepang telah banyak mengembangkan budayanya yang unik mengintegrasikan masukan-masukan dari luar. Dewasa ini, gaya hidup orang
Jepang sudah memadukan budaya tradisional di bawah pengaruh Asia dan budaya modern daerah Barat.
, Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan adat istiadat, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Dari berbagai defenisi tersebut, dapat diperoleh pengertian bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata.
Universitas Sumatera Utara
8
Seperti halnya banyak kebudayaan Jepang yang populer di negara-negara luar, pakaian tradisional Jepang juga salah satu daya tarik negara asing terhadap
Jepang. Meskipun Jepang perlahan mengadaptasi sedikit budaya luar, tetapi Jepang tidak meninggalkan budaya asli itu sendiri.
Sebagian besar dari kebudayaan Jepang juga merupakan percampuran unsure-unsur dari luar. Masyarakat Jepang sangat memberi perhatian pada
kebudayaan, baik kebudayaan tradisional maupun kebudayaan baru. Beberapa diantaranya yaitu:
• Upacara minum teh • Hari anak-anak
• Festival Hina • Menikmati bunga sakura
Dari banyaknya festival di atas, masyarakat Jepang biasanya mengenakan pakaian tradisional yaitu “kimono”. Penggunaan kimono pada masing-masing
acara biasanya berbeda. Karena dalam penggunaan kimono memperhatikan beberapa hal diantaranya, usia, musim dan peristiwa itu sendiri.
Sehubungan dengan perkembangan zaman, maka kimono juga mengalami perkembangan dari segi bentuk, jenis, dan fungsinya.
1.4.2. Kerangka Teori
Menurut Nawawi 2001:39-40 setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya.
Universitas Sumatera Utara
9
Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disorot. Tidak mungkin
melakukan penelitian tanpa teori dan tidak mungkin mengembangkan suatu teori tanpa adanya penelitian.
Teori menyediakan konsep-konsep yang relevan, asumsi-asumsi dasar yang bisa digunakan, membantu dalam mengarahkan pertanyaan penelitian yang
dapat diajukan dan membantu dalam memberikan makna terhadap data. Mengacu terhadap judul yang diangkat ada 2 teori yang akanu digunakan penulis yaitu teori
Fungsionalisme Struktural dan teori Semiotik Pragmatik Arsitektur. Didalam pendekatan ini kita dapat melakukan penguraian data-data yang diperoleh secara
kronologis. Teori Fungsionalisme Struktural yang mengutarakan bahwa masyarakat
merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian dan struktur-struktur yang saling berkaitan dan saling membutuhkan keseimbangan, fungsionalisme
struktural lebih mengacu pada keseimbangan Robert K. Merton, 1937 http:id.wikipedia.orgwikiFungsionalisme_struktural
.
html
Suatu benda kebudayaan tercipta tidak lepas dari kondisi sosial atau kehidupan di masyarakat. Demikian pula dengan adanya Kimono diantara
. Teori ini menilai bahwa semua sistem yang ada di dalam masyarakat pada hakikatnya mempunyai
fungsi tersendiri. Suatu struktur akan berfungsi dan berpengaruh terhadap struktur yang lain. Maka dari itu peristiwa mempunyai fungsi tersendiri yang dapat
dihasilkan melalui suatu sebab dan akibat yang pada dasarnya dibutuhkan dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
10
masyarakat Jepang yang kini menjadi salah satu identitas bagi negara Jepang sendiri yang erat kaitannya dengan masyarakat Jepang. Kimono sendiri
mengalami perubahaan pemakaian oleh setiap orang tergantung zamannya dikarenakan politik, atau bahkan kebutuhan bagi masyarakat Jepang itu sendiri
maka penelitian fungsi Kimono dapat dilakukan dengan teori Fungsionalisme Struktural.
Semiotik pragmatik arsitektur menguraikan tentang asal usul tanda, kegunaan tanda oleh yang menerapkannya, dan efek tanda bagi yang
menginterpretasikan, dalam batas perilaku subyek. Dalam arsitektur, semiotik prakmatik merupakan tinjauan tentang pengaruh arsitektur sebagai sistem tanda
terhadap manusia dalam menggunakan bangunan. Semiotik Pragmatik Arsitektur berpengaruh terhadap indera manusia dan perasaan pribadi kesinambungan,
posisi tubuh, otot dan persendian. Hasil karya arsitektur akan dimaknai sebagai suatu hasil persepsi oleh pengamatnya, hasil persepsi tersebut kemudian dapat
mempengaruhi pengamat sebagai pemakai dalam menggunakan hasil karya arsitektur. Dengan kata lain, hasil karya arsitektur merupakan wujud yang dapat
mempengaruhi pemakainya. Semiotik pragmatik arsitektur oleh Peirce dalam T.Christommy
2001:119 mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni sign tanda, object objek, dan interpretant
pengguna tanda. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk
merepresentasikan hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol tanda yang muncul dari kesepakatan, Ikon tanda yang muncul dari
Universitas Sumatera Utara
11
perwakilan fisik dan Indeks tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat. Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks
sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda
dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.
Benda hasil kebudayaan disamping dari segi fungsi tentu mempunyai makna bagi masyarakat. Kimono merupakan pakaian tradisional Jepang yang
menjadi simbol bagi bangsa Jepang sendiri juga merupakan identitas bahwa salah satu budaya yang terdapat juga di dalam pakaian tradisional yang dikenakan
masyarakat Jepang. Dari berbagai macam makna yang berevolusi tersebut maka penelitian akan jenis-jenis kimono dapat dilakukan menggunakan teori Semiotik
Pragmatik Arsitektur. Untuk menganalisa masalah yang diangkat dalam skripsi ini dengan
melihat fungsi dan jenis-jenis kimono pada masyarakat Jepang maka penulis menggunakan pendekatan Fungsionalisme Struktural dan Semiotik Pragmatik
Arsitektur.
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan fungsi kimono pada masyarakat Jepang 2. Untuk mengetahui spesifikasi kimono pada masyarakat Jepang
Universitas Sumatera Utara
12
1.5.2. Manfaat Penelitian
1. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi referensi ataupun memberikan informasi bagi masyarakat secara umum maupun mahasiswa yang berminat
terhadap kimono 2. Dengan adanya penulisan ini diharapkan Kimono dapat semakin dikenal
oleh masyarakat luas sehingga membuat masyarakat luas tersebut tertarik mengetahui dan mempelajari hasil budaya Jepang khususnya tentang Kimono.
1.6. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan alat, prosedur, dan teknik yang dipilih dalam melaksanakan penelitian dalam menggunakan data. Metode memiliki peran yang
sangat penting, metode merupakan syarat atau langkah-langkah yang dilakukan dalam sebuah penelitian Djajasudarma, 1993:3.
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian fungsi dan spesifikasi kimono pada masyarakat Jepang adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriptif, bertujuan memperjelas secara tepat sifat-sifat individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk
menentukan frekwensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala lain dalam masyarakat. Dalam hal ini sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang
bersangkutan Koentjraningrat,1991:29. Sedangkan menurut Hadari dan Mimi Martini 1994:176, penelitian yang
bersifat kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses menjaring data atau informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi
Universitas Sumatera Utara
13
aspekbidang kehidupan tertentu pada objeknya. Penelitian ini tidak mempersoalkan sampel dan populasi sebagaimana dalam penelitian Kuantitatif.
Universitas Sumatera Utara
14
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KIMONO PADA MASYARAKAT
JEPANG
2.1. Sejarah Kimono di Jepang
Dulunya kimono adalah salah satu dari 2 jubah formal yang biasa digunakan di pengadilan Cina. Kemudian berevolusi dan diadopsi oleh Jepang
pada abad ke-7. Di Jepang, jubah itu disebut agekubi berleher tinggi dan tarikubi penutup leher depan, sebagaimana di Cina, jubah tersebut dipakai secara khusus
oleh kaum bangsawan. Pada awalnya, pria menggunakan jubah dengan bentuk agekubi, dimana wanita mengenakan jubah tarikubi. Lambat laun, jubah agekubi
tersebut hanya menjadi pakaian resmi pada acara tertentu, digunakan oleh pria untuk kepentingan formal berkaitan dengan pengadilan pemerintahan. Dan itu
masih digunakan oleh anggota pengadilan sampai hari ini. Adapun sejarah kimono pada masyarakat Jepang adalah sebagai berikut:
2.1.1. Zaman Jomon dan Zaman Yayoi
Di Jepang, tidak jelas sampai kapan zaman primitif itu berlangsung. Namun dihipotesakan bahwa zaman Jomon dan zaman Yayoi adalah zaman
primitif. Seperti yang diketahui dari catatan Cina, dari hubungan dengan kebudayaan Yayoi bahwa masyarakat Jepang faktanya mengenakan pakaian,
sebagaimana dengan jelas dicatat oleh Cina. Masyarakat pada periode zaman Yayoi telah belajar bagaimana caranya menenun, seperti teks-teks dari Cina pada
abad ke-3 Masehi bahwa pria dan wanita mengenakan kain Wa bukan dari kulit
Universitas Sumatera Utara