Wilayah Karst di Gunungkidul Tambang Kapur dan Jenis Tanah

Proses natural terbentuknya batuan karst terjadi selama ratusan ribu tahun. Formasi karst terjadi dengan meliputi interaksi antara batuan karbonat dan perairan yang sedikit asam. Asam karbonat adalah asam ringan yang terbentuk oleh air hujan dan reaksi karbon dioksida. Pada saat air hujan melalui tanah, air menyerap lebih banyak karbon dioksida dan menjadi lebih asam. Batuan karbonat yang dialiri oleh air hujan yang telah menjadi asam akan membentuk rekahan dan air merembes ke lapisan lebih rendah. Semakin sering dan banyak air yang melalui rekahan itu, maka rekahan itu pun akan menjadi semakin besar. Dengan cara seperti itulah goa-goa dan saluran-saluran air di batuan karst terbentuk William, 2001.

2. Wilayah Karst di Gunungkidul

Wilayah Karst di Gunungkidul tersmasyur di dunia dengan sebutan Karst Gunung Sewu yang diperkenalkan pertama kali oleh Danes 1910 dan Lehmann 1936 dalam Adji, 2009. Karst ini dicirikan dengan berkembangnya kubah karstt kegelkarstt , yaitu bentukan positif yang tumpul, tidak terjal atau sering diistilahkan kubah sinusoidal . Kegelkarstt ini dikategorikan sebagai bagian dari tipe karst tropis. Sebagai salah satu kawasan karst di Indonesia, Gunung Sewu dapat dikategorikan sebagai karst jenis terbuka barenackters karst yang dicirikan oleh bentukan karst yang merupakan fenomena termashyur dari tipografi karst yang sangat khas berupa conical hills yang tidak dijumpai pada kawasan karstt lain di seluruh dunia Adji, 2009. Gunung Sewu merupakan bagian dari zona pegunungan selatan Jawa yang terbentuk dari pengangkatan batuan karbonat berumur Miosen 25 Juta tahun lalu yang kemudian larut membentuk bentang alam karst. Luas kawasan Gunung Sewu terbentang dari Barat sampai ke Timur, dimulai dari pantai Parangtritis hingga Teluk Pacitan. Luasnya mencapai 126.000 hektar dan mencakup 3 provinsi yakni Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah dan Kabupaten Pacitan Jawa Timur. Kabupaten Gunungkidul memiliki luas wilayah 1.485,36 km2 atau 46, 63 dari luas wilayah Yogyakarta dan terdiri dari 18 kecamatan serta 144 desa. Kawasan Geopark Gunung Sewu terdiri dari 33 situs, yang terdiri dari 30 situs geologi dan 3 situs non geologi. Wilayah Gunungkidul memiliki banyak potensi, di antaranya sebagai obyek ekowisata hutan dan alam pegunungan, agrowisata pertanian, wisata pantai, goa, variasi flora dan fauna, keunikan bidaya dan kehidupan masyarakat lokal serta budayanya Abida dkk , 2015.

3. Tambang Kapur dan Jenis Tanah

Menurut undang-undang Direktorat Jendral Mineral dan Batubara, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral no.4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagaian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Berdasarkan undang-undang yang sama juga dikatakan bahwa asas dan tujuan pertambangan mineral danatau batubara dikelola berasaskan: a. manfaat, keadilan, dan kesimbangan; b. keberpihakan kepada kepentingan bangsa; c. partisipatif, transparasnsi, dan akuntabilitas; d. berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Berdasarkan jenisnya, pertambangan dapat dibagi menjadi dua bagian; 1. tambang terbuka: Semua kegiatan dilakukan di permukaan tanah. Pada kegiatan ini, khususnya untuk bahan galian industri dinamakan quarry mining. 2. Tambang bawah tanah: Tambang bawah tanah disebut juga dengan istilah lubang tikus Geophering . Pertambangan ini diterapkan untuk endapan bahan galian industri atau urat bijih dengan bentuk dan ukuran tidak teratur serta tersebar tidak merata. Arah penambangannya mengikuti arah bentuk endapan atau urat bijih yang ditambang. Berdasarkan dua jenis tambang di atas, tambang batuan kapur merupakan jenis tambang terbuka. Batuan kapur memiliki dua ciri yaitu; 1. non klastik : yang terdiri dari koloni binatang laut “gamping koral” penyusun utama adalah koral. 2. klastik : hasil rombakan batu gamping akibat erosi, trasporasi, sortasi dan sedimentasi. 3.1 Sifat Batu Kapur Berikut ini adalah beberapa sifat batu gamping: a. Secara kimia terdiri dari kalsium karbonat dan magnesium atau gamping dolomitan b. Berat jenis = 2 c. Keras, pejal dan porous d. Warna putih susu, abu-abu muda, coklat, merah, hitam. e. Batu gamping metamorfosa menjadi marmer f. Ditemukan di gua-gua gamping 3.2 Manfaat Batu Kapur a. Campuran bahan bangunan pembuatan pondasi, plester, jalan b. Penetral keasaman tanah c. Bahan baku semen Portland d. Bahan pemutih, penggosok, keramik, tahan api e. Bahan penjernih air. 3.3 Jenis Tanah di Sekitar Wilayah Berkapur Jenis tanah dapat dikenali pertama-tama dengan mengetahui sifat fisik tanah itu sendiri. Secara keseluruhan sifat fisik tanah ditentukan oleh: 1. Ukuran komposisi partikel-partikel hasil pelapukan bahan penyusun tanah, 2. Jenis dan proporsi komponen-komponen penyusun partikel-partikelnya; 3. Keseimbangan antara suplai air, energi dan bahan dengan kehilanganya, 4. Intensitas reaksi kimiawi dan biologis yang telah atau sedang berlangsung Kemas, 2005. Berdasarkan sifat-sifat fisik tanah di atas, terdapat tiga macam jenis tanah yang terdapat di sekitar wilayah batuan kapur, yaitu tanah grumusol, tanah kapur, dan tanah litosol. Tanah grumusol terbentuk dari pelapukan batuan kapur dan tuffa vulkanik. Kandungan organik di dalamnya lebih rendah karena dari batuan kapur, jadi dapat disimpulkan tanah ini tidak subur dan tidak cocok untuk ditanami tanaman. Tekstur tanah ini kering dan mudah pecah, terutama saat musim kemarau dan memiliki warna hitam. pH yang dimiliki netral hingga alkalis. Tanah ini biasanya berada di permukaan yang tidak lebih dari 300 meter dari permukaan laut dan memiliki bentuk topografi datar hingga bergelombang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Perubahan suhu pada daerah yang terdapat tanah grumusol sangat nyata ketika panas dan hujan. Sementara itu, tanah kapur adalah tanah yang berasal dari batuan kapur yang mengalami pelapukan. Karena terbentuk dari tanah kapur maka bisa disimpulkan bahwa tanah ini tidak subur dan tidak bisa ditanami tanaman yang membutuhkan banyak air. Namun jika ditanami oleh pohon yang kuat dan tahan lama seperti pohon jati dan pohon keras lainnya. Selanjutnya, tanah litosol merupakan tanah yang baru mengalami perkembangan dan merupakan tanah yang masih muda. Terbentuk dari adanya perubahan iklim, topografi dan adanya vulkanisme. Untuk mengembangkan tanah ini harus dilakukan dengan cara menanam pohon supaya mendapatkan mineral dan unsur hara yang cukup. Tekstur tanah litosol bermacam-macam ada yang lembut, bebatuan bahkan berpasir Yulia, 2015.

D. Penelitian yang Relevan