Faktor Abiotik dan Biotik yang Mempengaruhi Pertumbuhan Koro Hijau

tertentu, jika aplikasi jenis tanaman ini dan asosiasinya dengan CMA dilakukan secara terus-menerus sangat dimungkinkan kesuburan tanah di lahan bekas tambang dapat ditingkatkan, bahkan menjadi subur. Menurut Khasa 2009, simbiosis antara CMA dan tanaman justru dapat meningkatkan kesuburan tanah. CMA secara umum selalu dapat berkorelasi dengan aneka jenis tanah dan mikroorganisme yang ada di dalamnya. Saat bersimbiosis dengan akar tanaman, yang terjadi bukan hanya simbiosis antara akar tanaman dengan CMA namun juga melibatkan macam-macam mikroorganisme lain. Dalam asosiasinya dengan tanaman, CMA secara “tidak sengaja“ membantu tanaman berfotosintesis, mengikat unsur C dan mendistribusikanya ke tanah. Unsur C adalah unsur kimiawi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme. Dengan jenis-jenis tanaman kacan-kacangan, CMA membantu dalam melakukan fiksasi unsur N yang juga dibutuhkan oleh tanah dan meningkatkan tingkat kesuburan tanah. Kemungkinan besar, pengikatan unsur C dan fiksasi unsur N juga terjadi dalam simbiosis mutualistik antara Koro hijau dengan CMA. Hanya saja, penelitian ini tidak melakukan pengamatan terhadap hal tersebut. Dengan kata lain, jika hal itu terjadi, proses tersebut sangatlah berguna bagi peningkatan kesuburan tanah lahan bekas tambang kapur.

4. Faktor Abiotik dan Biotik yang Mempengaruhi Pertumbuhan Koro Hijau

Indriani dkk 2011 dalam Ristiyanti dkk 2014 menjelaskan bahwa perkembangan CMA dipengaruhi oleh kepekaan tanaman inang terhadap infeksi, intensistas cahaya, kadar air tanah, pH tanah, bahan organik, residu akar, ketersediaan hara logam berat dan fungisida. Dalam percobaan ini, pertumbuhan koro hijau yang bersimbiosis dengan CMA juga dipengaruhi oleh beberapa faktor abiotik seperti pH tanah, cahaya matahari, suhu, kelembaban udara sebagaimana disebutkan di atas. Berdasarkan data hasil pengamatan diperoleh pH rata-rata perlakuan dan kontrol serta suhu dan kelembaban udara rata-rata sebagai berikut: Tabel 4.4: pH rata-rata Perlakuan dan Kontrol, Suhu dan Kelembaban Udara No pH Rata-rata Perlakuan dan Kontrol Suhu C Kelembapan Udara 1 M1-M3 K 2 6.49 6.11 27.6 66.9 Menurut Hanafiah 2014 pH dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah. Ia juga mengatakan bahwa setiap tanaman memerlukan jumlah hara dalam komposisi yang berbeda-beda, pengetahuan tentang pengaruh pH terhadap pola ketersediaan hara tanah dapat digunakan sebagai acuan dalam pemilihan tanaman yang sesuai pada suatu jenis tanah. Berdasarkan rata-rata pH di atas, tanaman yang menerima perlakuan dan kontrol negatif berada pada kisaran pH yang sesuai dengan ukuran pH yang baik bagi pertumbuhan koro hijau, yaitu 6.49 dan 6.11. Menurut Sadavis dan Kondiram 2012, koro hijau dapat tumbuh dengan baik pada pH 5.5-8. Berdasarkan komposisi tanah pada media yang digunakan, seharusnya media tanah kapur pada perlakuan dan kontrol negatif cenderung memiliki tingkat ke- basa-an yang tinggi. Namun, pada kenyataanya, pH yang terukur cenderung asam dan masih berada pada kondisi normal bagi pertumbuhan koro hijau. Keadaan tersebut dapat dipengaruhi oleh karena curah hujan yang tinggi selama masa percobaan. Menurut Salisbury dan Ross 1992, curah hujan tinggi mengakibatkan pencucian kalsium dan pembentukan tanah asam. Data faktor abiotik lain seperti jumlah cahaya matahari, suhu dan kelembaban udara saling berkaitan. Berdasarkan data suhu rata-rata selama masa percobaan, data suhu masih menunjukkan angka toleran bagi pertumbuhan normal koro hijau. Menurut Sadavis dan Kondiram 2012, koro hijau dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 18-27 C. Bhartiya dkk 2015 menyebutkan kisaran suhu 25-32 C untuk pertumbuhan koro hijau. Artinya, suhu rata-rata 27.6 C pada data pengamatan masih tergolong normal. Sementara itu, kelembaban udara udara selama masa percobaan tergolong tinggi, yaitu 66.9. Kelembaban udara ini dipengaruhi oleh curah hujan yang tergolong tinggi pula. Selama 46 hari penelitian terjadi hujan sebanyak 10 kali. Kelembaban udara dan curah hujan berpengaruh terhadap proses fotosintesis tanaman, sebab jumlah penetrasi cahaya matahari yang dibutuhkan berkurang. Tanaman koro hijau memiliki toleransi yang rendah terhadap kondisi tanah yang basah Sadavis dan Kondiram, 2012 Faktor biotik yang berpengaruh bagi pertumbuhan koro hijau di antaranya adalah serangan hama, penyakit tanaman dan gulma. Terdapat dua jenis hama yang paling banyak menyerang tanaman koro hijau, yaitu Aphis cracivora Koch dan Stomopterix subsecivella . A cracivora adalah kutu kecil bersayap. Serangga ini berkembang dengan cepat karena serangga betina mampu menghasilkan nimfa hingga 124. Siklus hidup hama ini berlangsung selama1-2 hari. A cracivora menghisap cairan sel tumbuhan sehingga pertumbuhan taman terganggu dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menjadi kerdil. Di samping menghisap cairan sel, A cracivora juga memasukkan toksin ke dalam daun sehingga daun menguning dan permukaanya berkerut. Hama ini sekaligus juga merupakan vektor bagi virus Waluyo dan Kuswanto, 2007. Serangan A cracivora terhadap tanaman koro hijau sudah terjadi sejak awal percobaan dilakukan, yaitu pada hari ke empat sejak percobaan dimulai hingga masa akhir percobaan. A cracivora mulai muncul dan menyerang bagian tanaman yang masih muda seperti pada ujung daun, batang, bunga dan buah. Selain menjadi kerdil, tanaman yang diserang oleh A cracivora juga mengalami malformasi pada daun dan batangnya. Akibatnya, proses fotosintesis dan pertumbuhan normal tanaman pun terganggu. Seluruh tanaman percobaan tidak luput dari serangan A cracivora ini. Gambar 4.3: Aphis cracivora Koch Jenis hama kedua yang menyerang tanaman koro hijau adalah ulat penggerek daun Stomopterix subsecivella . Gejala kerusakan yang diakibatkan oleh hama ini adalah pinggiran helaian daun merekat. Larva tinggal di dalam daun yang merekat tersebut dan merusak jaringan sepanjang tulang daun Pitojo, 2005. Selain menggulung daun tanaman koro hijau, S subsecivella juga memakan daun PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI tanaman yang ada di sekitarnya. Akibatnya, sebagian besar permukaan daun mengalami kerusakan dan menghalangi proses pertumbuhan dan selanjutnya berpengaruh terhadap proses terjadinya fotosintesis. Kerusakan yang diakibatkan oleh S subsecivella ini bersifat permanen. Berikut ini adalah morfologi daun dan ulat yang menyerang tanaman koro hijau: Gambar 4. 4 : Stomopterix subsecivella Penanggulangan terhadap serangan hama ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya adalah dengan pengamatan dini untuk menentukan penanggulangan insektisida yang tepat, pemusnahan kelompok telur dan larva yang ditemukan. Dalam percobaan ini sendiri, pengendalian hama dilakukan dengan melakukan penyemprotan insektisida alami dengan menggunakan ekstrak bawang putih, diterjen dan minyak goreng setiap dua hari sekali Dafrosa, 2016. Selain mengalami serangan hama, tanaman koro hijau juga mengalami serangan penyakit tanaman berupa virus. Berdasarkan pengamatan dan gejala yang ditumbulkannya, terdapat dua macam jenis virus yang menyerang tanaman koro hijau, yaitu virus belang dan virus mosaik kuning. Penyakit virus belang disebabkan oleh Peanut Mottle Virus PMoV Saleh, 2013. Virus ini bersifat mikorskopis berukuran 700-812 nm. Virus ini ditularkan oleh Aphis craccivora , PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Aphis gossypii, Myzus persicae, Hyperomyzus la ctuae dan Rhopalosiphum maydis , atau dari biji yang terserang virus belang. Gejala serangan awal yaitu warna daun tidak merata dan terdapat belang hijau kekuning-kuningan, benbentuk hampir bulat. Pada serangan yang lebih lanjut, belang tersebut berubah menjadi kekuningan dan kaku dengan pinggiran daun melengkung. Keadaan ini berakibat langsung terhadap kemampuan fotosintesis tanaman. Pada pengamatan percobaan, virus belang ini juga mengakibatkan malformasi pada daun koro hijau, bentuk daun menjadi tidak teratur dan cenderung melengkung ke bawah dan bagian pinggir daun mengering. Gambar 4.5 : akibat serangan Peanut Mottle Virus Sementara itu, virus mosaik kuning disebabkan oleh Bean Yellow Mosaik Virus BYNV. Gejala awal serangan virus ini yang tampak adalah daun berwarna kuning, berkerut dan kerdil. Serangan selanjutnya mengakibatkan daun berwarna kuning kecoklatan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 4.6: akibat serangan Bean Yellow Mosaik Virus Penanganan terhadap serangan virus belang dan virus mosaik kuning tidaklah mudah. Virus yang telah menginfeksi sel-sel daun tidak mudah diberantas. Usaha-usaha pengendalian yang memungkinkan adalah dengan memberantas kutu aphis yang berperan sebagai vektor virus dan untuk tanaman yang telah terinfeksi virus dicabut dan dimusnahkan agar tidak menular ke tanaman lainnya. Faktor ketiga yang mempengaruhi hasil percobaan ini adalah adanya gulma tanaman berupa rumput-rumputan, di antaranya adalah rumput belulang Eleusine indica dan rumput teki Cyperus rotundus L Azamy, 2016. Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi. Kehadiran rumput tulang dan rumput teki pada media penanaman koro hijau secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman koro hijau itu sendiri, sebab untuk menopang pertumbuhannya, kedua jenis gulma tersebut membutuhkan unsur hara, air, ruang tumbuh, CO 2 dan cahaya. Unsur-unsur tersebut adalah unsur-unsur PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI yang sama dibutuhkan oleh tanaman koro hijau. Selain itu, gulma juga dapat menjadi inang hama dan penyakit pengganggu tanaman. Meski jumlahnya tidak terlalu banyak, karena media tanam berada di polybag , kehadiran gulma di sekitar tanaman koro hijau tetap berpengaruh terhadap pertumbuhan koro hijau tersebut. Penanganan yang kemdian dapat dilakukan adalah dengan penyiangan. Penyiangan dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak perakaran tanaman utama. Gambar 4.7: Eleusine indica dan Cyperus rotundus L PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, pengamatan dan pengolahan data yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Waktu pemberian CMA terbukti berpengaruh terhadap simbiosis antara CMA dengan tanaman inang. 2. Pemberian CMA pada minggu pertama M1 terbukti paling baik dalam proses simbiosis mutualistik dengan tanaman koro hijau dibandingkan dengan perlakuan yang sama pada minggu kedua dan ketiga. Pemberian CMA berpengaruh tetapi tidak berbeda nyata terhadap panjang batang koro hijau. Pemberian CMA berpengaruh dan berbeda nyata terhadap jumlah daun dan diameter batang. 3. Pemberian CMA berpengaruh lebih besar bagi pertumbuhan tanaman koro hijau dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman kontrol tanpa pemberian CMA.

B. Saran

Bagi Peneneliti selanjutnya a. Waktu pengukuran indikator pertumbuhan disesuaikan dengan beda perlakuan waktu pemberian CMA terhadap tanaman. b. Tanah yang digunakan sebagai media tanam menggunakan jenis tanah asli yang berasal dari lahan bekas tambang tanpa menambahkan jenis tanah