Uji Kesahihan dan Keandalan
67
3. Kebergantungan
Dalam penelitian kuantitatif kebergantungan diartikan sebagai reliabilitas dimana jika diadakan dua atau tiga kali pengujian memiliki
hasil yang sama maka penelitian tersebut dinyatakan reliabel. Namun dalam penelitian kualitatif, tidak hanya sekedar reliabilitas, faktor-faktor
lain yang berkaitan juga ditambahkan. 4.
Kepastian Dalam penelitian kuantitatif, kepastian diistilahkan sebagai
keobjektifitasan. Menurut Scriven dalam Moelong 2007; 326, jika sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan.
Menurut Moelong 2007; 326-343 uji kesahihan dan keandalan dalam suatu penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan cara perpanjang
keikutsertaan, ketekunan pengamatan, metode triangulasi, pemeriksaan sejawat melalui diskusi, analisis kasus negatif, kecukupan referensi,
pengecekan anggota, uraian rinci, dan auditing. Pada penelitian ini, uji kesahihan dan keandalan dilakukan dengan
teknik-teknik sebagai berikut : 1.
Triangulasi Triangulasi merupakan teknik yang digunakan untuk
pemeriksaan keabsahan data, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Ada tiga bentuk teknik
triangulasi yaitu:
68
a. Triangulasi Sumber
Dilakukan dengan cara mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui alat dan waktu yang
berbeda Patton dalam Moleong, 2007. Dalam penelitian ini, peneliti mengecek balik derajat kepercayaan dengan melakukan
observasi dan partisipan. Peneliti mengamati aktivitas yang dilakukan oleh para subjek dan mengecek sesuai dengan indikator-
indikator dampak psikologi yang dirasakan para subjek. Indikator rendahnya harga diri adalah tidak percaya diri,
tidak bebas, dan tidak berdaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Maslow bahwa, indikator yang menunjukan rendahnya harga diri
meliputi rasa tidak percaya diri, tidak mampu berkompetisi, tidak berdaya, dan tidak bebas. Pada subjek pertama AT, rendahnya
harga diri ditunjukan saat mencari kontrakan baru. Subjek tampak lesu saat mencari kos-
kosan baru. Subjek berkata “apa memang kami ini pantas diperlakukan seperti ini?.”
Pada subjek kedua YD, peneliti mengobservasi saat subjek berkomunikasi dengan teman-teman dan pemilik kos-kosan.
Subjek menunjukan indikator rendah diri dan tidak berdaya. Saat pemilik kos dan teman-temannya pergi, subjek mengatakan kepada
peneliti bahwa, “saya tidak enak saat berkomunikasi dengan orang
Jawa karena, kadang logat dan nada berbicara saya keras, jadinya
69
saya agak minder saat berkomunikasi dengan mereka.” Subjek berkeringat dan menunduk saat berkomunikasi dengan orang Jawa
karena, logat dan nada berbicara subjek dikurangi. Hal ini sesuai dengan indikator yang Maslow kemukakan yaitu rendah diri dan
tidak berdaya. Observasi pada subjek ketiga terjadi saat peneliti dan
subjek AS makan bersama di sebuah warung. Saat itu subjek dibicarakan oleh pedagang yang menggunakan bahasa Jawa.
Subjek yang mengerti, secara spontan menundukan kepala dan mengerutkan dahinya saat mendengar pembicaraan pedagang
makanan yang menyudutkan subjek. Spontan subjek menyatakan bahwa “saya merasa tidak enak karena nama orang Timur jelek.
Mungkin memang orang Timur pantas mendapat perlakuan buruk.” Pada subjek keempat MR, harga diri rendah tampak saat
di komunitas subjek menunjukan bekas luka akibat bacokan. Subjek menunjukan ekspresi sedih dan mata berkaca-kaca saat
berkata “Ini luka akibat keteledoran saya, dan sikap buruk dari beberapa teman-
teman yang berasal dari Indonesia Timur”. Subjek melanjutkan pernyataannya “sekarang saya sudah tidak dapat
beraktivitas dengan leluasa karena kondisi fisik yang saya alami”. Pernyataan subjek menujukan bahwa subjek tidak berdaya, tidak
percaya diri, tidak dapat berkompetisi, dan tidak dapat berprestasi.
70
Indikator cemas dialami oleh setiap subjek. Keempat subjek menunjukan indikator yang sama yaitu, adanya perasaan tegang,
terancam dari suatu bahaya. Pada subjek pertama AT, rasa cemas ditunjukan saat subjek mengendarai sepeda motor dimana subjek
sangat lengkap mengenakan helm, sarung tangan, dan sebelum mengendarai sepeda motor, subjek selalu memeriksa lampu, rem,
dan kaca spion. Subjek mengatakan bahwa “ini demi keselamatan bukan hanya dari kecelakaan tapi dari amukan warga yang tidak
senang dengan orang Timur ”. Hal ini sesuai dengan indikator
kecemasan yang dikemukakan Nevid 2005, yaitu subjek merasa tegang, dan terancam oleh adanya bahaya. Sementara itu, rasa
cemas dialami subjek kedua YD saat diajak peneliti untuk menanda-tangani
surat keabsahan.
Saat ditanyai,
subjek menyatakan tidak ingin dijumpai saat malam hari karena subjek
merasa cemas keluar malam dan menjadi korban amukan warga. Begitu pula pada subjek ketiga AS, subjek mengurangi jam
keluar malam, ataupun tidak mau sering-sering keluar kos. Sehingga peneliti datang langsung menjumpai subjek di kos-kosan,
saat meminta tanda-tangan surat keabsahan. Sedangkan subjek keempat MR, merasa cemas jika pembacokan terulang kembali
pada dirinya. Subjek berbicara terbatah-batah saat menceritakan peristiwa pembacokan. Dan berharap peristiwa tersebut tidak
71
terulang kembali pada dirinya. Hal ini sesuai dengan indikator cemas yaitu perasaan tegang, dan terancam dari suatu bahaya.
Perasaan tertekan dirasakan subjek pertama AT, saat itu subjek ingin mencari tempat tinggal yang nyaman agar bisa tenang
dan belajar dengan baik. Subjek menujukan indikator tertekan yaitu perasaan tidak bebas, dan tidak tenang dalam beraktivitas. Selain
itu pada subjek kedua YD, indikator rasa tertekan yaitu saat subjek menelpon para saudaranya untuk tidak melanjutkan kuliah
di Yogyakarta karena pengalaman subjek cukup tertekan di Yogyakarta. Subjek kedua tampak tidak bebas, dan merasakan
beban batin tinggal di Yogya. Pada subjek ketiga AS, subjek tidak melanjutkan kuliahnya dan lebih memilih tinggal di rumah
komunitas San Egidio karena tertekan di kos-kosan. Pengalaman yang dirasakan subjek sesuai dengan indikator perasaan tidak
bebas dan tidak tenang dalam beraktivitas. Pada subjek keempat MR, subjek menunjukan sikap tertekan, dimana indikator
tertekan yaitu tidak nyaman dalam beraktivitas. Subjek belum melakukan pendaftaran ulang karena cuti kuliah. Keempat subjek
menunjukan adanya indikator perasaan tidak bebas. Stress pasca trauma dirasakan oleh keempat subjek, dimana
keempat subjek merasa ketakutan, ketidakberdayaan, kengerian yang selalu terbayang dipikiran mereka DSM-IV. Keempat
72
subjek tidak dapat melangsungkan hidup dengan baik, karena ada perasaan cemas, tertekan, dan trauma akan kekerasan yang pernah
dialami secara langsung maupun tidak langsung. Depresi dialami oleh subjek keempat MR dimana subjek
merasa sedih, merasa putus asa, tidak berdaya, dan tidak dapat berkonsentrasi
.
Depresi ini muncul karena subjek tidak dapat menyalurkan hobi bermain sepakbola dan berorganisasi. Subjek
menunjukan kondisi tubuh subjek yang tampak tidak normal lagi. Selain itu, subjek putus asa akan keberlangsungan hidupnya.
Perasaan malu ditunjukan oleh para subjek saat mereka berkomunikasi dengan orang Jawa. Keempat subjek menujukan
sikap tidak berdaya atas pelanggaran kekerasan. Para subjek juga mengatakan “kami malu karena beberapa pelaku kekerasan adalah
mahasiswa asal Indonesia Timur”.
b. Triangulasi menggunakan Metode
Triangulasi metode yaitu memeriksa derajat kepercayaan dengan beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat
kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Untuk mengecek keajegan data, peneliti membandingkan antara
data hasil wawancara, dan hasil observasi yang telah dilakukan. Hasil pengecekan ini, menunjukan adanya kesamaan yang terjadi
73
antara pernyataan hasil wawancara subjek dan kenyataan hasil observasi.
c. Triangulasi menggunakan Teori
Pada triangulasi teori, peneliti mencoba membandingkan data hasil temuan dengan teori-teori yang berkaitan dengan
kekerasan yang berakibat pada dampak psikologis para korbannya. Peneliti juga membandingkannya dengan penelitian-penelitian
sebelumnya berkaitan dengan agresi yang terjadi di masyarakat, maupun dampak psikologis yang diakibatkan dari akibat sikap
agresi. Sebagai contoh teori Coser dalam Budiyono, 2009 yang menjelaskan bahwa dampak dari kekerasan adalah menimbulkan
dampak psikologis yang negatif, seperti perasaan tertekan sehingga menjadi siksaan terhadap mentalnya, stress, kehilangan rasa
percaya diri, rasa frustasi, cemas, dan takut. Selain itu peneliti membandingkan dengan penelitian Mahoney di kepulauaan
Carribian yang melihat dampak psikologis pada para remaja akibat kekerasan.
2. Pemeriksa Dosen Melalui Diskusi
Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan dosen
pembimbing dan dosen pengajar kualitatif.
74