21
2 Lingkungan
Menurut kamus
Besar Bahasa
Indonesia 2011,
Lingkungan adalah daerah atau kawasan yang didalamnya semua yang memengaruhi pertumbuhan manusia atau hewan. Lingkungan
dapat digambarkan sebagai lingkungan dimana individu berasa seperti lingkungan sosial, pendidikan atau budaya. Lingkungan
sosial secara fisik dapat digambarkan sebagai tempat tinggal berupa asrama, panti asuhan, apartemen, kos-kosan atau rumah
tinggal pada umumnya. Lingkungan pendidikan berupa sekolah atau kampus dan lain sebagainya, sedangkan lingkungan budaya
merupakan sekumpulan masyarakat yang memiliki kesamaan cara pandang, dimana budaya itu sendiri dapat diartikan sebagai sesuatu
yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah Badudu dan Zein, 1994 dalam Pujiani.
3. Bentuk-bentuk Dampak Sosio-Psikologis Akibat Kekerasan
Berikut ini adalah beberapa bentuk dampak psikologis akibat kekerasan etnis di masyarakat menurut para akademisi. Kekerasan Etnis
yang terjadi di masyarakat sangat berpengaruh pada kesehatan mental anak-anak dan remaja Farver, Xu, Eppe, Fernandez, Schwartz, 2005;
Finkelhor, Ormrod, Turner, Hamby, 2005. Dampak dari kekerasan pada remaja dapat mengarah pada kecemasan, depresi dan stress pasca
22
trauma Kliewer, Lepore, Oskin, Johnson, 1998. Selain dampak- dampak di atas, remaja korban kekerasan juga mengalami penyalahgunaan
zat, dan agresi Bingenheimer, Brennan, Earls, 2005; Goldstein, Walton, Cunningham, Trowbridge, Maio, 2007; Rosenthal, 2000.
Menurut Coser dalam Budiyono, 2009, dampak psikologis akibat konflik dan kekerasan adalah perasaan tertekan sehingga menjadi siksaan
terhadap mentalnya, stress, kehilangan rasa percaya diri, rasa frustasi, cemas, dan takut. Hal ini dapat terjadi pada pribadi-pribadi individu yang
tidak tahan menghadapi situasi konflik. Selain itu, mematikan semangat kompetisi dalam masyarakat karena pribadi yang mendapat tekanan
psikologis akibat konflik cenderung pasrah dan putus asa. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih detail mengenai dampak psikologi pada korban
akibat kekerasan di masyarakat: a. Harga Diri Rendah
Menurut Maslow dalam Goble, 1971, setiap orang memiliki kebutuhan akan penghargaan dari diri sendiri maupun dari orang lain.
Lebih spesifik Maslow mengemukakan bahwa harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan,
prestasi, ketidaktergantungan dan kebebasan. Sementara penghargaan dari orang lain meliputi, prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian,
kedudukan, nama baik serta penghargaan. Jika seseorang memiliki kebutuhan harga diri yang cukup terpenuhi maka, maka orang tersebut
23
akan lebih percaya diri, lebih mampu dan lebih produktif. Sebaliknya jika kebutuhan akan harga diri kurang maka, seseorang akan diliputi
rasa rendah diri, dan perasaan tidak berdaya. b. Kecemasan
Anxiety
atau kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak
menyenangkan, dan perasaan aprehensif bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi Nevid dkk, 2005. Freud dalam Corey, 2005
mengartikan kecemasan sebagai keadaan tegang yang memotivasi seseorang berbuat sesuatu. Dalam hal ini fungsinya adalah
memperingatkan seseorang akan adanya bahaya. Sulaiman 1995 berpendapat bahwa kecemasan merupakan reaksi psikologis yang
disebabkan karena adanya rasa kawatir terus-menerus yang ditimbulkan oleh adanya
inner conflik
. Kecemasan merupakan manivestasi dari berbagai proses emosi
yang bercampur baur dan terjadi ketika orang mengalami tekanan perasaan karena adanya pertentangan Daradjat dalam Jessica, 2007.
Sementara pendapat Kenyou dalam Jessica, 2007, kecemasan adalah rasa takut yang pasti terhadap sesuatu yang mengerikan akan terjadi,
namun apa yang menjadi penyebab rasa takut ini tidak diketahui. Adapun gejala-gejala kecemasan oleh Buklew dalam Purnamaningsih,
2003, dibagi menjadi dua tingkatan yaitu:
24
1 Tingkatan Fisiologis. Kecemasan ini sudah mempengaruhi atau berwujud pada gejala fisik terutama pada fngsi syaraf diantaranya
tidak dapat tidur, perut mual, dan keringat dingin berlebihan. 2 Tingkat psikologis. Kecemasan semacam ini sudah berupa gejala
kejiwaan seperti rasa khawatir, bingung, sulit konsentrasi, tegang, dan sebagainya.
c. Depresi Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia
yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertaannya, termasuk perubahan pada pola tidur, nafsu makan,
psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta gagasan bunuh diri Kaplam, 1998. Gejala yang paling
sering ditemukan pada pasien depresi adalah penurunan mood yang berkepanjangan Katona dkk, 2012. Katona dan koleganya lebih
lanjut menjelaskan bahwa, ICD-10 mengklasifikasikan gangguan depresi berdasarkan tingkat keparahan dan mengidentifikasi tiga gejala
utama yaitu, mood yang buruk, anhedonia kehilangan rasa senang pada kegiatan yang sebelumnya terasa menyenangkan, dan penurunan
energi peningkatan rasa mudah lelah. Depresi Gejala ringan dapat berlaku jika dua dari tiga gejala
utama dialami oleh individu Katona dkk, 2012. Selain itu, individu yang mengalami depresi ringan dapat dikatakan depresi jika memiliki
25
dua gejala diantara gejala-gejala berikut seperti: penurunan konsentrasi dan perhatian; penurunan rasa percaya diri dan harga diri; perasaan
bersalah dan tidak berharga; merasa putus asa mengenai masa depan; pikiran untuk melukai diri sendiri, gangguan tidur, dan peningkatan
atau penurunan nafsu makan. Depresi Gejala sedang terdapat enam gejala termasuk setidaknya dua dari gejala utama. Sedangkan depresi
berat, setidaknya memiliki delapan gejala, termasuk seluruh tiga gejala utama yang mengakibatkan tekanan yang bermakna dan mengganggu
kehidupan sehari-hari Katona dkk, 2012. d. Stres Pasca Trauma
Menurut DSM-IV, gangguan stress pasca trauma merupakan paparan terhadap kejadian traumatik dimana saat itu orang merasakan
ketakutan, ketakberdayaan, atau kengerian. Setelah itu orang merasa mengalami kembali kejadian tersebut melalui kenangan dan mimpi
buruknya Mark Barlow, 2006. Dengan kata lain stress pasca trauma, adalah gangguan emosional yang menyebabkan distress, yang
bersifat menetap, yang terjadi setelah menghadapi ancaman keadaan yang membuat individu merasa benar-benar tidak berdaya atau
ketakutan Mark Barlow, 2006. Gangguan stess pasca trauma dibagi menjadi dua yaitu, stess
pasca trauma akut dan stess pasca trauma kronis Mark Barlow, 2006. Stess pasca trauma akut dapat didiagnosa dalam kurun waktu 1
26
sampai 3 bulan. Jika stess pasca trauma lebih lama dari 3 bulan maka dianggap kronis. Pada kondisi kronis, individu cenderung menunjukan
gejala menghindar Davidson, dkk dalam Mark Barlow, 2006. Menurut Crider dkk 1983, gejala-gejala stress antara lain :
1 Gangguan emosional : tegang, khawatir, marah, tertekan oleh perasaan bersalah. Stress yang paling sering timbul adalah
kecemasan, biasanya dialami individu dalam mengantisipasi situasi yang penuh stress.
2 Gangguan kognitif : berpikir irrasional, tidak logis dan tidak fleksibel akibat kekhawatiran dan evaluasi diri yang negatif. Sering
lupa dan bingung akibat terhambatnya kemampuan memisahkan dan menggabungkan ingatan-ingatan jangka pendek dengan
ingatan jangka panjang. 3 Gangguan fisiologis : nyeri otot, cepat lelah, dan mual
Stress akan menimbulkan berbagai reaksi dalam diri individu yang mengalaminya, yaitu :
a Reaksi emosional
: cepat marah, perubahan nafsu makan, perubahan berat badan, dan kecemasan yang terus
menerus. b
Reaksi intelektual : konsentrasi menurun
c Reaksi fisiologis
: sakit kepala, gatal-gatal dan diare, perasaan perut tidak menentu, dan mual.
27
d Reaksi sosial
: tidak betah seorang diri, marah tanpa alasan, kehilangan minat terhadap banyak hal, merasa
tidak aman, dan sulit bersantai. e. Rasa Malu
Lewis dikutip Tangney, 1995 mengungkapkan bahwa rasa malu merupakan suatu reaksi emosi yang berfokus pada kekalahan
atau pelanggaran moral, membungkus kekurangan diri dan memuat suatu kondisi pasif atau tidak berdaya. Pendapat lain datang dari
Weekes 1991, yang memandang rasa malu sebagai campuran dari kesombongan dan ketakutan akan omongan si sekitar kita.
Hurlock 1993 mengemukakan rasa malu adalah reaksi emosional yang tidak menyenangkan diri dari individu terhadap
penilaiaan orang lain, baik yang merupakan dugaan maupun yang benar-benar terjadi, yang mengakibatkan individu mencela diri sendiri
berhadapan dengan kelompok. Sementara Goffman dalam Harre Lamb, 1996 mengemukakan bahwa apa yang dihasilkan rasa malu
ialah pengakuan bahwa diri yang disokong dalam sebuah interaksi sosial telah terganggu oleh sesuatu yang dilakukan atau oleh suatu
kenyataan pribadi yang terlepas. Ditambahkan pula ungkapan kekuatan rasa malu berasal dari pentingnya interaksi-interaksi sosial.
28
f. Tertekan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tertekan berarti,
keadaan tidak menyenangkan yang umumnya merupakan beban batin seperti merasa rendah diri, dan tidak bebas.
g. Penyalahgunaan Zat h. Agresi
Dari beberapa penjelasan tentang dampak sosio-psikologis di atas, maka disimpulkan bahwa kekerasan etnis yang terjadi di masyarakat,
dapat menimbulkan dampak psikologis seperti : kecemasan, depresi, stress pasca trauma, perasaan malu, tertekan, penyalahgunaan zat dan tindakan
agresi.
B. Tinjauan Konseptual tentang Mahasiswa-Mahasiwi Remaja Korban
Kekerasan yang Berasal dari Indonesia Timur 1. Remaja
a. Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-
perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional Santrock, 2007. Transisi antara anak-anak dan dewasa, membuat masa remaja menjadi
masa yang penuh dengan gejolak dan pergolakan. Hal ini yang diungkapkan G. Stanley Hall 1904 dalam Santrock 2003 bahwa masa