43
4 Kontravensi rahasia, antara lain dilakukan dengan pengkhianatan dan mengumumkan rahasia pihak lain.
5 Kontravensi taktis, antara lain dilakukan dengan mengejutkan lawan dan mengganggu pihak lain.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang dapat memicu terjadinya kekerasan etnis antara lain,
perbadaan antar invidu, perbedaan budaya, bentrokan kepentingan, perubahan sosial yang terlalu cepat di masyarakat, kompetisi dan
kontravensi. Faktor-faktor tersebut dapat memicu terbentuknya prasangka yang pada akhirnya dapat mengakibatkan konflik dan
kekerasan sosial.
2. Bentuk-bentuk Kekerasan antar Etnis
Buss 1989 menyatakan bahwa tingkah laku agresi dapat digolongkan menjadi tiga dimensi, yaitu fisik-verbal, aktif-pasif, dan
langsung tidak langsung. Perbedaan dimensi fisik-verbal terletak pada perbedaan antara menyakiti fisik tubuh orang lain dan menyerang dengan
kata-kata. Perbedaan dimensi aktif-pasif adalah pada perbedaan antara tindakan nyata dan kegagalan untuk bertindak. Sementara agresi langsung
berarti kontak
face-to-face
dengan orang yang diserang, dan agresi tidak langsung terjadi tanpa kontak dengan orang yang diserang.
44
Menurut Poerwandari 2004, bentuk-bentuk kekerasan yang lebih umum adalah :
a. Kekerasan Fisik
Merupakan kekerasan yang dilakukan dengan menyerang organ-organ fisik pada manusia sehingga membuat korbannya menderita.
b. Kekerasan Psikis
Kekerasan Psikis biasanya bersifat emosional seperti kekerasan verbal, ancaman dan lain sebagainya
c. Kekerasan Seksual
Merupakan kekerasan yang dilakukan pada organ intim manusia dan biasanya kekerasan seksual terjadi secara fisik dan psikologi.
d. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan yang dilakukan dengan tindakan-tindakan yang menjarah, merampas, hingga membuat korbannya bergantung secara materi.
Dari penjelasan mengenai bentuk-bentuk agresi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk Kekerasan secara umum adalah
kekerasan fisik, psikis, seksual, dan ekonomi.
45
3. Akibat Sosio-Psikologis dari Kekerasan
Menurut penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli sebelumnya, akibat dari kekerasan cukup bervariatif namun pada
umumnya hampir sama. Menurut Rosenthal pada tahun 2006 dalam Deborah Burdett, 2009, kekerasan berpotensi memberi dampak
traumatik pada para korbannya. Sementara itu, Jenkins dalam Annette Mahoney 2002 mengemukakan bahwa orang yang menyaksikan
kekerasan, memiliki kerabat yang menjadi korban kekerasan, maupun tinggal di lingkungan kekerasan dapat mengakibatkan stress traumatik,
termasuk gangguan klinis dan reaksi klinis. Masalah-masalah kesehatan mental seperti kecemasan, perasaan malu, depresi, tertekan,
dan kepanikan sangat mungkin terjadi pada korban-korbannya Freedy dan Hobfol 1995, dalam Annette Mahoney 2002. Selain itu meenurut
Bingenheimer dkk 2005, kekerasan tidak hanya berdampak pada masalah internal seperti kecemasan, trauma, maupun depresi,
melainkan juga dapat berdampak pada masalah-masalah eksternal seperti agresi dan tindakan kriminal. Secara fisiologis, dampak
kekerasan dapat memberi pengaruh pada perubahan tingkat kortisol dan dapat memicu asma Wright Steinback, 2001. Dampak dari
konflik adalah menimbulkan dampak psikologis yang negatif, seperti perasaan tertekan sehingga menjadi siksaan terhadap mentalnya, stress,
46
kehilangan rasa percaya diri, rasa frustasi, cemas, dan takut Coser dalam Budiyono, 2009.
Jadi dapat disimpukan bahwa kekerasan yang terjadi dapat menimbulkan masalah pada fisiologis seperti meningkatnya kortisol
dalam tubuh sehingga dapat memicu penyakit asma, selain itu berdampak pada kesehatan mental seperti kecemasan, stress pasca
traumatik, depresi, kepanikan, perasaan malu, tertekan, dan juga dapat berdampak pada masalah-masalah sosial seperti agresi dan melakukan
tindakan kriminal.
D. Prasangka