Jenis dan Rancangan Penelitian Tata Cara Analisis Hasil

26

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. terhadap aktivitas serum ALT dan AST pada tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variabel bebas pada penelitian ini adalah tingkatan atau variasi dosis fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. pemberian jangka pendek pada tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. b. Variabel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah efek hepatoprotektif jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. yang ditandai dengan penurunan serum ALT dan AST UL tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali pada penelitin ini adalah kondisi hewan uji, yaitu tikus putih jantan galur Wistar dengan jenis kelamin jantan, berat badan ±150-250 g, umur 2-3 bulan, frekuensi pemberian secara per oral fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L., bahan uji berupa herba Sonchus arvensis L. yang diperoleh dari Kaliurang, Yogyakarta, serta cara penyimpanan serbuk herba Sonchus arvensis L. b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi patologis dan fisiologis dari tikus jantan yang digunakan.

3. Definisi operasional

a. Herba Sonchus arvensis L. Adalah semua bagian tumbuhan di atas tanah yang meliputi batang, daun, bunga, dan buah Sonchus arvensis L b. Fraksi air herba Sonchus arvensis L. Adalah ekstrak kental Sonchus arvensis L yang disari dengan metode maserasi menggunakan penyari etanol 70, dilanjutkan dengan pengeringan diatas waterbath hingga diperoleh bobot tetap, yang kemudian dipartisi menggunakan pelarut etil asetat. c. Efek hepatoprotektif. Adalah kemampuan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. pada dosis tertentu dapat melindungi hepar dari hepatotoksin yang ditunjukan dengan adanya penurunan aktivtas serum AST dan ALT pada tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. d. Pemberian jangka pendek. Merupakan selang waktu 6 jam pemberian praperlakuan fraksi air ektrak etanolik herba Sonchus arvensis L. kepada hewan uji. e. Dosis fraksi air akstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. Adalah sejumlah gram fraksi air akstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. tiap satuan kg berat badan dari subjek uji. f. Dosis efektif. Dosis terkecil dari fraksi air akstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. yang dapat menurunkan aktivitas ALT-AST pada serum tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida.

C. Bahan Penelitian 1.

Bahan utama a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus jantan, umur 2-3 bulan dengan berat badan berkisar antara 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imuno Fakultas Farmasi Universitas Sanata Darrma Yogyakarta. b. Bahan uji berupa herba Sonchus arvensis L. yang diperoleh dari Kaliurang, Daerah Istimewa Yogyakarta yang diambil pada bulan Juli- Agustus 2014.

2. Bahan kimia

a. Hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. b. Pelarut untuk ekstraksi herba Tempuyung Sonchus arvensis L. yang digunakan adalah etanol 70 dan aquadest yang diperoleh dari toko bahan kimia CV. Progo Mulyo Yogyakarta. c. Larutan untuk Fraksinasi ekstrak etanolik herba tempuyung Sonchus arvensis L. yang digunakan adalah aquadest dan etil asetat yang diperoleh dari PT. Alfa Kimia, Yogyakarta. d. Kontrol negatif dan pelarut karbon tetraklorida yang digunakan adalah olive oil, diperoleh dari PT. Brataco Chemika, Yogyakarta. e. Pelarut fraksi air ektrak etanolik herba Tempuyung Sonchus arvensis L. digunakan CMC-Na berbentuk serbuk yang diperoleh dari Laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. f. Blanko pengukuran aktivitas serum ALT dan AST yang digunakan adalah aqua bidestilata, diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. g. Reagen serum ALT yang digunakan adalah reagen DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT adalah sebagai berikut: Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT R1 TRIS pH 7,15 140 mmolL L-alanine 700 mmolL LDH Lactate dehydrogenase ≥ 2300 UL R2 2-oxogultarate 85 mmolL NADH 1 mmolL Pyridoxal-5 phospate FS: Good’s buffer pH 9,6 100 mmolL Pyridoxal-5-phospate 13 mmolL h. Reagen serum AST yang digunakan adalah reagen DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST adalah sebagai berikut: Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen AST R1 TRIS pH 7,65 110 mmolL L-alanine 320 mmolL MDH Malate dehydrogenase ≥ 800 UL LDH Lactate dehydrogenase ≥ 1200 UL R2 2-oxogultarate 65 mmolL NADH 1 mmolL Pyridoxal-5 phospate FS: Good’s buffer pH 9,6 100 mmolL Pyridoxal-5-phospate 13 mmolL

D. Alat Penelitian

1. Alat ekstraksi dan fraksinasi

Alat-alat yang digunakan antara lain mesin penyerbuk dan ayakan, oven. Seperangkat alat gelas berupa Beaker glass, Erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan porselen, corong Buchner, pipet tetes, batang pengaduk, corong pisah Pyrex Iwaki Glass ® , ayakan nomor 40 Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab ® , timbangan analitik Mettler Toledo ® , orbital shaker Optima ® , rotary vacuum evaporator IKAVAC ® , oven Memmert ® .

2. Alat uji hepatoprotektif

Seperangkat alat gelas berupa Beaker glass, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk Pyrex Iwaki Glass ® , timbangan analitik Mettle Toledo ® , centrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit per oral 3 mL dan 5 mL, pipa kapiler, tabung Eppendorf, syringe 3 cc Terumo ® , Vitalab mikro Microlab-200, Merck®, micropipette, blue tip, stopwatch.

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi herba Sonchus arvensis L.

Determinasi herba Sonchus arvensis L. dilakukan dengan melihat dan mencocokkan ciri-ciri dari herba Sonchus arvensis L. yang diperoleh dari daerah Kaliurang, Yogyakarta dengan tanaman Tempuyung Sonchus arvensis L. yang telah dideterminasi menggunakan buku acuan determinasi. Determinasi dilakukan oleh petugas dari Bagian Biologi Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah herba Sonchus arvensis L. yang masih segar, terhindar dari penyakit, memiliki bagian tumbuhan lengkap di atas tanah batang, daun, bunga dan buah dan berwarna hijau herba Sonchus arvensis L. dipanen dari daerah Kaliurang, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Sleman pada bulan Juli-Agustus 2014.

3. Pembuatan serbuk herba tempuyung Sonchus arvensis L.

Herba Sonchus arvensis L. dicuci bersih dibawah air mengalir. Setelah bersih daun diangin-anginkan hingga herba tidak tampak basah kemudian dilakukan pengeringan menggunakan oven pada suhu 50° C selama 24 jam. Setelah herba kering kemudian dibuat menjadi serbuk dan diayak menggunakan ayakan nomor 50 dengan tujuan agar kandungan fitokimia yang terkandung dalam herba Sonchus arvensis L. lebih mudah terekstraksi karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin besar.

4. Pembuatan ektrak etanol - air herba Sonchus arvensis L.

Sebanyak 50 g serbuk kering herba Sonchus arvensis L. diekstraksi secara maserasi dengan melarutkan serbuk dalam 250 ml pelarut etanol 70 : 250 ml aquadest pada suhu kamar selama 24 jam dengan kecepatan 220 rpm. Tujuan dilarutkan dalam pelarut etanol agar senyawa kimia yang terkandung dalam herba Sonchus arvensis L. dapat larut dalam pelarut. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Larutan hasil saringan dipindahkan dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya, agar mempermudah perhitungan randemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan porselen yang berisi larutan hasil maserasi diuapkan di atas waterbath selama 10 jam dengan suhu 70°C untuk mendapatkan ekstrak etanol-air herba Sonchus arvensis L. yang kental.

5. Penetapan kadar air pada serbuk kering herba tempuyung Sonchus

arvensis L. Serbuk herba tempuyung Sonchus arvensis L. yang telah diayak sebanyak ± 5 g digunakan sebagai bahan untuk pengecekkan kadar air. Langkah pertama pengujian, yakni timbang kurs kosong bobot A, kemudian timbang serbuk kering, dan masukkan dalam kurs porselen bobot B. Setelah itu panaskan dalam oven dengan suhu 105 o C selama 3 jam hingga berat konstan. Lalu masukkan ke dalam esikator, dan timbang serbuk kering herba tempuyung Sonchus arvensis L. yang sudah dipanaskan sebagai bobot setelah pemanasan bobot C. Kemudian dilakukan perhitungan kadar air dengan rumus sebagai berikut: Kadar air = bobot A + bobot B − bobot C bobot B x 100

6. Penetapan rendemen ekstrak

Menghitung rata-rata rendemen enam replikasi ekstrak etanol : air herba Sonchus arvensis L. kental yang telah dibuat. Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong ���� − ���� � = � �1 + � �2 + � �3 + � �4 + � �5 + � �6 6

7. Pembuatan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L.

Pembuatan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi cair-cair Liquid-liquid extraction. Ekstrak kental etanolik herba Sonchus arvensis L. yang diperoleh ditambah air hangat 125 ml dan dipartisi dengan pelarut etil asetat dalam corong pisah dengan perbandingan volume etil asetat dengan air 1:1 vv. Ekstrak kental etanolik herba Sonchus arvensis L. dipartisi dengan etil asetat sebanyak tiga kali, dengan penggojokan lemah hingga tidak ada gas yang keluar. Proses fraksinasi pada penelitian ini dilakukan dengan 3 kali pemisahan yaitu masing-masing 125 ml untuk setiap kali melakukan fraksinasi, hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil fraksinasi yang optimal karena menurut hukum Nernst koefisien distribusi KD yang berbunyi perbandingan antara zat terlarut di dalam kedua pelarut yang tidak saling campur nantinya akan berpindah karena terjadi kejenuhan dan berdistribusi ke salah satu pelarut karena perbedaan kepolarannya, sehingga untuk mendapatkan hasil yang baik diperlukan beberapa kali proses fraksinasi Day and Underwood, 1998. Kemudian didiamkan sampai terpisah sempurna. Fase air akan berada pada bagian bawah karena memiliki berat jenis 0,996, sedangkan fraksi etil asetat akan berada pada bagian atas karena memiliki berat jenis 0,898 Depkes RI, 1995. Dari hasil partisi diperoleh dua fraksi, yaitu fraksi air polar dan fraksi etil asetat non polar. Fraksi air kemudian dievaporasi menggunakan vakum evaporator dengan suhu 70 selama 4 jam untuk untuk menguapkan air dan menghilangkan tapak-tapak etil asetat yang mungkin masih terkandung di dalam fraksi air. Fraksi air kemudian dipindahkan ke dalam cawan porselen yang selanjutnya dipekatkan di atas waterbath selama ± 6 jam sampai didapat ekstrak kental fraksi air. Fraksi air ekstrak kental yang diperoleh kemudian disimpan di dalam desikator dengan ditutup alumunium foil dengan tujuan supaya terhindar dari cahaya matahari secara langsung yang dikhawatirkan dapat merusak senyawa di dalam fraksi air ekstrak etanolik kental yang diperoleh.

8. Penetapan konsentrasi pekat fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus

arvensis L. Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat, dimana pada konsentrasi tersebut fraksi dapat dimasukkan dan dikeluarkan dari spuit oral. Konsentrasi pekat dibuat dengan melarutkan 0,75 hasil orientasi fraksi di dalam labu ukur terkecil 5 mL dengan pelarut yang sesuai CMC Na 1, sehingga konsentrasi fraksi yang diperoleh sebesar 15 bv atau 0,15 gmL atau 150 mgmL.

9. Penetapan dosis fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L.

Dasar penetapan peringkat dosis fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. adalah dihitung berdasarkan bobot tertinggi tikus 250 g, separuh dari volume pemberian maksimal pada tikus, yaitu 2,5 ml, dan konsentrasi maksimal yang diperoleh dari orientasi pembuatan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. 15. Penetapan dosis tertinggi fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. adalah sebagai berikut. D x BB = C x V D x 0,25 kgBB = 15 g 100 mL x 2,5 ml D = 1,5 gkg BB Dosis maksimum Peringkat dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan dari dosis maksimum menggunakan faktor kelipatan 2, sehingga dosis fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,375; 0,75; 1,5 gkgBB.

10. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50

Pembuatan larutan karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50 dengan perbandingan volume pelarut dan karbon tetraklorida 1:1 Janakat and Al- Merie, 2002. Karbon tetraklorida dilarutkan ke dalam olive oil dengan volume yang sama.

11. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1

Pembuatan suspending agent dibuat dengan mendispersikan lebih kurang 1,0 g CMC-Na yang telah ditimbang sesama dan digerus, kemudian dimasukan ke dalam labu takar 100 mL dan di add dengan aquadest sampai tanda batas. CMC-Na yang dibuat digunakan untuk melarutkan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L.

12. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida. Pemilihan dosis karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida bisa menyebabkan kerusakan hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST paling tinggi tetapi tidak menimbulkan kematian. Menurut penelitian Janakat and Al-Merie, 2002, karbon tetraklorida dengan dosis 2 mlkg BB terbukti dapat meningkatkan aktivitas serum ALT-AST pada tikus jika diberikan secara intraperitoneal. b. Penetapan waktu pencuplikan darah. Penetapan waktu cuplikan darah dilakukan lebih dari satu kali cuplikan dengan tujuan untuk melihat aktivitas dari serum ALT-AST. Waktu pencuplikan darah diperoleh dengan melakukan orientasi. Pada penelitian ini dilakukan orientasi dengan waktu cuplikan dari jam 0, 24, dan 48 jam setelah pemejanan karbon tetraklorida.

13. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Hewan percobaan yang dibutuhkan sebanyak 30 ekor tikus jantan galur Wistar dibagi secara acak dalam enam kelompok, masing-masing lima ekor tikus. Kelompok I kontrol hepatotoksin diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mLkgBB secara intraperitoneal. Kelompok II kontrol negatif diberikan olive oil dengan dosis 2 mLkgBB secara intraperitoneal. Kelompok III kontrol perlakuan diberikan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L dengan dosis 1,5 gkgBB secara per oral. Kelompok IV-VI kelompok perlakuan masing- masing diberikan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dengan dosis 0,375; 0,75; 1,5 gkgBB secara per oral, kemudian 6 jam setelah pemberian fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L., diberikan karbon tetraklorida dengan dosis 2 mLkgBB secara intraperitoneal. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata tikus untuk diukur aktivitas ALT dan AST serum.

14. Pembuatan serum

Darah diambil melalui bagian sinus orbitalis mata tikus kemudian ditampung dalam tabung Eppendorf yang telah ditetesi heparin. Darah didiamkan kurang lebih 15 menit. Darah disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm dan bagian supernatannya diambil.

15. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST

Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST UL dilakukan di Laboratorium Anatomi Fisiologi Manusia Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta dengan menggunakan Vitalab mikro Mikrolab-200. Panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur aktivitas serum adalah 340 nm. Analisis serum ALT dilakukan dengan menc ampur 100 μL serum dengan 1000 μL reagen I, kemudian dicampurkan 250 μL reagen II dan dibaca resapan setelah satu menit. Sedangkan analisis serum AST serum dilakukan dengan cara mencampur 100 μL serum dengan 1000 μL reagen I, kemudian dicampurkan 250 μL reagen II dan dibaca serapan setelah satu menit.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas serum ALT-AST diuji menggunakan uji Shapiro-Wilk sebagai uji kenormalan untuk melihat distribusi data dan analisis varian. Jika data terdistribusi normal, dilanjutkan dengan uji ANOVA one way dengan taraf kepercayaan 95 untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji ScheffeLSD untuk melihat perbedaan antara kelompok bermakna p0,05 atau tidak bermakna p0,05. Bila distribusi tidak normal atau varian tidak homogen, dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT-AST serum antar kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan Mann Whitney untuk perbedaan tiap kelompok bermakna signifikan p0,05 atau tidak bermakna tidak signifikan p0,05. Perhitungan persen hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus : 1- Purata ALT perlakuan-Purata ALT kontrol negatif Purata ALT kontrol karbon tetraklorida-Purata ALT kontrol negatif x 100 1- Purata AST perlakuan-Purata AST kontrol negatif Purata AST kontrol karbon tetraklorida-Purata AST kontrol negatif x 100 Wakchaure, Jain, Singhai, and Somani, 2011. 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif serta dosis efektif dari fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. terhadap tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida. Efek hepatoprotektif dari fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dapat dilihat dari daya hambatnya terhadap kenaikan aktivitas serum ALT-AST pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok hepatotoksin. Uji aktivitas ALT-AST digunakan sebagai tolak ukur kuantitatif dalam penelitian ini untuk melihat seberapa besar efek hepatoprotektif yang dihasilkan.

A. Penyiapan Bahan

1. Determinasi tanaman

Determinasi herba tempuyung Sonchus arvensis L. yang diperoleh dari daerah Kaliurang bertujuan untuk menjamin kebenaran herba tempuyung Sonchus arvensis L. yang digunakan pada penelitian ini. Determinasi dilakukan oleh petugas dari bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Determinasi tanaman tempuyung Sonchus arvensis L. dilakukan dengan cara mencocokkan kesamaan herba tempuyung Sonchus arvensis L. yang digunakan pada penelitian ini dengan acuan yang digunakan. Bagian tanaman yang dideterminasi antara lain batang, daun, bunga, dan biji kecuali akar. Hasil determinasi lampiran 12 membuktikan bahwa herba tempuyung Sonchus arvensis L. adalah benar berasal dari tanaman tempuyung Sonchus arvensis L. dan berasal dari keluarga Asteraceae.

Dokumen yang terkait

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek dekok herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tertraklorida.

1 1 112

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang dekok herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

1 2 99

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

1 4 113

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang dekokta Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap aktivitas AST-ALT pada tikus jantan Galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

3 7 127

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol 70% Herba Sonchus arvensis Linn. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 110

Pengaruh waktu pemberian infusa herba Bidens pilosa L. jangka pendek sebagai hepatoprotektif terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

3 13 115

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

1 1 94

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak Etanol 50% HERBA Sonchus arvensis Linn. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida.

1 6 112

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. terhadap aktivitas AST-ALT pada tikus jantan Galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 5 100

Efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air biji persea americana mill. terhadap aktivitas alt-ast serum pada tikus jantan wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 155