Syarat Objektif Pengertian Perjanjian Jual – Beli

2. Syarat Objektif

a. Syarat Tentang Barang Suatu perjanjian haruslah memiliki objek tertentu. Sekurang-kurangnya dapat ditentukan bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang ada dan nanti akan ada, ketentuan mengenai barang yang menjadi objek perjanjian adalah sebagai berikut : 1. Barang itu ada dan dapat diperdagangkan 2. Barang yang digunakan untuk keperluan umum antara lain seperti jalan umum, pelabuhan, gedung-gedung umum, tidaklah dapat dijadikan objek perjanjian. 3. Dapat ditentukan jenisnya 1333 KUHPerdata 4. Barang yang akan datangbarang yang akan ada 1334 KUHPerdata b. Syarat Tentang Suatu Sebab yang Halal Berdasarkan Pasal 1335 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1337 KUHPerdata menentukan bahwa setiap perjanjian yang dibuat tanpa sebab palsuterlarang serta bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum. Di dalam Hukum Perdata ada dikenal beberapa asas yang harus diperhatikan oleh para pihak dalam membuat perikatan perjanjian jual beli. Asas hukum adalah suatu pikiran yang bersifat umum dan abstrak yang melatar Universitas Sumatera Utara belakangi hukum positif.. Pengertian tersebut dapat ditarik dan pendapat Sudikno Mertokusumo yang memberi penjelasan sebagai berikut: ”Pengertian asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkrit yang terdapat dalamdan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang- undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat dikemukakan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut.” ‡‡ Adapun asas-asas hukum yang terdapat dalam hukum perjanjian antara lain: 1. Asas Konsensualisme Konsensualisme berasal dari perkataan lain ”Consensus” yang berarti sepakat. Jadi asas konsensualisme berarti bahwa suatu perjanjian pada dasarnya telah dilahirkan sejak tercapainya kesepakatan. Asas ini dapat disimpulkan dari KUHPerdata Pasal 1320. Dalam pasal tersebut tidak disebutkan adanya formalitas tertentu di samping kesepakatan yang telah tercapai, sehingga dapat disimpukan bahwa perjanjian sudah sah apabila telah ada kesepakatan para pihak mengenai hal-hal yang pokok. Terhadap asas konsensulisme ini terdapat pengecualian yaitu beberapa macam perjanjian, yang mana undang-undang menyatakan adanya formalitas tertentu. Hal ini berarti selain kesepakatan yang telah dicapai oleh para pihak, perjanjian harus pula diwujudkan dalam bentuk tertulis atau akta. Perjanjian semacam ini misalnya perjanjian penghibahan perjanjian kerja, ‡‡ Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1986, hal 33. Universitas Sumatera Utara perjanjian perdamaian, perjanjian asuransi, perjanjian mendirikan perusahaan, dan sebagainya. 2. Asas Kebebasan Berkontrak Menurut asas ini, hukum perjanjian memberikan kebebasan pada setiap orang untuk membuat perjanjian apapun, dengan ketentuan tidak bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum. Asas ini diberikan oleh KUHPerdata Pasal 1338 ayat 1 yang menyatakan bahwa semua semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari perkataan semua yang terdapat dalam ketentuan oleh KUHPerdata pasal 1338 ayat 1 dapat disimpulkan bahwa setiap orang atau masyarakat bebas untuk mengadakan suatu perjanjian yang berisi apa saja, baik mengenai bentuknya maupun objek dan jenis dari perjanjian tersebut. Asas kebebasan berkontrak ini merupakan konsep dari dianutnya sistem terbuka dalam hukum perjanjian, yang berarti setiap orang bebas membuat perjanjian apapun baik yang telah diatur secara khusus dalam KUHPerdata maupun yang belum diatur dalam KUHPerdata atau peraturan lainnya. Asas kebebasan berkontrak ini dapat juga dikatakan sebagai perjanjian mempunyai sifat hukum pelengkap yang mana dapat mengesampingkan ketentuan dalam KUHPerdata buku III. 3. Asas Kepercayaan vertrouwensbeginsel Universitas Sumatera Utara Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka perjanjianitu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini, kedua belah pihak mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang- undang.

B. Saat Terjadinya Perjanjian Jual – Beli