Latar Belakang Pembatalan Perjanjian Jual Beli Tanah Akibat Adanya Penipuan Data Di Hadapan Notaris Berdasarkan Putusan Perdata No. 161/Pdt.G/2007 PN Mdn

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Berdasarkan pada rumusan yang diberikan dapat dilihat bahwa jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu. Jual beli merupakan suatu perjanjian yang bersifat konsensuil. † Dengan pengertian bahwa perjanjian jual beli telah lahir dan mengikat para pihak yaitu penjual dan pembeli segera setelah mereka mencapai kata sepakat mengenai kebendaan yang diperjual belikan dan dengan harga yang harus dibayar. Dengan kesepakatan tersebut, pembeli terikat untuk menyerahkan kebendaan yang dijual tersebut. Dalam kaitan dan hubungannya dengan † Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 48. Universitas Sumatera Utara permasalahan penyerahan hak milik ini perlu diperhatikan ketentuan Pasal 584 KUHPerdata yang mengatakan bahwa: “Hak milik atas suatu benda tidak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan pendakuan, karena perikatan, karena kadaluarsa, karena pewarisan, baik menurut Undang-Undang maupun menurut surat wasiat dan dengan penunjukan atau penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk pemindahan hak milik yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat bebas terhadap barang itu” Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 584 KUHPerdata tersebut adalah bersifat mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar oleh siapapun juga dan bersifat memaksa yang harus ditaati oleh siapa saja. Dan yang termasuk dalam objek jual beli salah satunya adalah benda tak bergerak yaitu tanah yang akan dibahas secara lebih luas. Masalah hak atas tanah di Indonesia bukanlah masalah yang sederhana untuk diselesaikan karena masalah hak atas tanah dapat dikategorikan sebagai permasalahan yang rumit dan komplek. Hal ini dikarenakan sumber daya tanah tidak mungkin lagi bertambah sementara manusia yang membutuhkan tanah semakin bertambah. Masalah tanah berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan manusia seperti aspek sosial budaya, aspek ekonomi, aspek hukum, aspek politik bahkan aspek pertahanan dan keamanan negara. Disamping itu berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 telah menghadirkan peraturan-peraturan mengenai tanah yang selama ini masih dapat dikatakan bersifat dualisme antara tanah-tanah yang tunduk pada hukum barat dan hukum adat dan menjadi pedoman bagi pemerintah dan Universitas Sumatera Utara masyarakat, khususnya bagi pejabat pembuat akta tanah, notaris dan pejabat lain yang berwenang dalam melaksanakan tugasnya yang berkaitan dengan tanah. Karena terkait dengan aspek sosial dan budaya masyarakat, maka nilai sumber daya tanah ini tidak dapat dilepaskan dari nilai adat yang tumbuh dan berkembang dalam dimensi kehidupan masyarakat. Nilai kultural tanah yang kadang kala tidak dapat dinilai dengan materi, menempatkan tanah sebagai hak yang magis religius yang harus dipertahankan kelompok masyarakat secara turun menurun. Selain itu tanah sebagai aset ekonomi merupakan bagian kehidupan yang tidak dipisahkan dari tatanannya terutama saat era globalisasi dan era globalisasi yang telah ada dan akan bergulir dewasa ini. Yang mana pada posisi seperti ini nilai tanah bukan lagi dihitung sebagai aset tetapi telah bergeser menjadi komoditi yang dapat diperjualbelikan sesuai mekanisme pasar dan bahkan menjadi modal yang kuat untuk bergerak memutar roda perekonomian bangsa. Oleh karena itu menghindari tumpang tindih antara penggunaan hukum barat dengan hukum adat maka diadakanlah suatu Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 yang menghapus hak-hak atas tanah tersebut baik yang tunduk pada hukum barat maupun pada hukum adat tetapi yang dikenal hanyalah hak milik menurut Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Di dalam peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Pasal 19 Lembaran Negara No. 18 menjelaskan: ”Setiap perjanjian bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh mentri Universitas Sumatera Utara agraria selanjutnya dalam peraturan pemerintah ini disebut pejabat, akta tersebut seutuhnya ditetapkan oleh menteri agraria.” Hubungan antara seseorang dengan seseorang lain menimbulkan perhubungan hukum, perhubungan hukum mana mempunyai kriteria masing- masing dan itu akan menimbulkan persetujuan-persetujuan dan perjanjian- perjanjian diantara mereka. Perjanjian mana dalam perjanjian lisan, perjanjian di bawah tangan ataupun akta notaris agar otentik dan dapat dijadikan bukti bila terjadi masalah. Walaupun ada dikenal asas kebebasan berkontrak tetapi setiap perjanjian atau perikatan itu harus selalu mengacu kepada peraturan yang telah ditentukan untuk itu. Apabila hubungan hukum itu terjadi karena adanya persetujuan antara seseorang dengan seorang lain mengenai tanah atau rumah atau lainnya, selain dikaitkan dengan peraturan jabatan notaris bila tanah atau rumah yang menjadi objek dalam perjanjian itu telah mempunyai status yang jelas dan pasti, seperti sertifikat hak milik, hak guna bangunan dan sebagainya, maka perjanjian itu harus dibuat dihadapan pejabat yang ditunjuk ialah pejabat pembuat akte tanah PPAT. Aturan seperti ini telah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria, peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan telah dicabut dan disempurnakan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. Jadi setiap perjanjian diantara seorang dan seorang yang lainnya atau antara seorang dengan badan hukum atau sebaliknya, telah tersedia perangkat hukum yang mengaturnya agar tidak terjadi penyimpangan dari apa yang telah ditetapkan oleh undang- undang. Universitas Sumatera Utara Namun dalam hal terjadi penyimpangan harus dapat dibuktikan bahwa penyimpangan itu dapat dibenarkan karena tidak merugikan para pihak dan telah terjadi secara berkesinambungan dari generasi ke generasi dan telah baku dan diterima oleh masyarakat tanpa menimbulkan dampak yang negatif dalam masyarakat maupun pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Masalah inilah yang ingin diangkat kepermukaan dimana seseorang yang mengalihkan hak tanahnya yang telah bersertifikat kepada orang lain tetapi tidak memakai jalur yang ditetapkan oleh peraturan yang ada tetapi penyerahan tanah tersebut dengan memakai akta notaris dengan judul perikatan jual beli yang dibuat oleh notaris. Secara hukum dalam pelaksanaan tugasnya PPAT notaris pada dasarnya bertumpu pada kegiatan pembuatan akta yang serba formal-prosedural, meski disamping tugas tersebut ia dapat juga memberi nasihat hukum. Dikatakan demikian karena kewajibannya hanya melayani pengusahaan perbuatan hukum dan pihak-pihak yang memakai jasanya. Itulah sebabnya perjanjian dan ketetapan yang dibuat oleh PPAT dalam bentuk akta merupakan perbuatan dari para pihak yang meminta jasanya untuk membuat pengesahan formal. ‡ Di dalam perkara perdata No. 161Pdt.G2007 PN Mdn antara Sariah, Samini dan Raikem melawan Jose Rizal, BSc, Andreas Ngikut Meliala, SH, Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan terdapat permasalahan yang menarik mengenai permohonan pembatalan perjanjian jual beli tanah akibat adanya penipuan data di hadapan notaris. Bahwa Pengadilan Negara Medan dalam putusannya tanggal 27 September 2007 mengabulkan permasalahan tersebut dan ‡ G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1991, hal. 235. Universitas Sumatera Utara menjadi menarik karena menurut pasal 1328 KUHPerdata yang dimaksud dengan penipuan adalah apabila di dalam pembuatan suatu perjanjian terdapat adanya tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak, sehingga pihak lainnya secara sedemikian rupa dan nyata tidak akan membuat dan atau menyetujui dan melakukan perikatan tersebut jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Permohonan-permohonan tersebut justru dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri, hal mana tindakan Majelis tersebut mengabulkan permohonan pembatalan perjanjian jual beli tanah akibat adanya penipuan

B. Perumusan Masalah