Pengertian Perjanjian Jual – Beli Saat Terjadinya Perjanjian Jual – Beli

perjanjian jual beli tanah dikarenakan penipuan data di hadapan notaris. Bab V Kesimpulan dan Saran Bab ini merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, kemudian dilengkapi dengan daftar pustaka. BAB II GAMBARAN UMUM PERJANJIAN JUAL – BELI MENURUT KUHP

A. Pengertian Perjanjian Jual – Beli

Pasal 1457 KUHP menyatakan jual beli adalah suatu persetujuan yang mana apabila dikaitkan dengan Pasal 1313 KUHPerdata suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana salah satu satu orang atau lebih mengaitkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dengan mana pihak yang satu mengaitkan Universitas Sumatera Utara perjanjian jual beli tanah dikarenakan penipuan data di hadapan notaris. Bab V Kesimpulan dan Saran Bab ini merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, kemudian dilengkapi dengan daftar pustaka. BAB II GAMBARAN UMUM PERJANJIAN JUAL – BELI MENURUT KUHP

A. Pengertian Perjanjian Jual – Beli

Pasal 1457 KUHP menyatakan jual beli adalah suatu persetujuan yang mana apabila dikaitkan dengan Pasal 1313 KUHPerdata suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana salah satu satu orang atau lebih mengaitkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dengan mana pihak yang satu mengaitkan Universitas Sumatera Utara dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Menurut M.Yahya Harahap terhadap perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaanharta benda antara dua oranglebih yang memberikan kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pihak lain menunaikan prestasi § . Dari rumusan diatas, dapat dilihat bahwa perikatan merupakan hubungan hukum antara dua orang pihak atau lebih dalam kehidupan manusia dalam bermasyarakat, dimana hukum itu meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban di masing-masing pihak. Pada dasarnya terdapat perbedaan antara perjanjian dan kontrak. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts. Pengertian perjanjian atau kontrak diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi: ”Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Definisi perjanjian dalam Pasal 1313 ini adalah 1. tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian, 2. tidak tampak asas konsensualisme,dan 3. bersifat dualisme Tidak jelasnya definisi ini disebabkan dalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja. Maka yang bukan perbuatan hukum pun disebut dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu maka harus dicari dalam § M.Yahya Harahap, Sesi – Sesi Perjanjian, Alumni : Bandung, 1986 hal.6. Universitas Sumatera Utara doktrin. Jadi, menurut doktrin teori lama yang disebut perjanjian adalah ”Perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.” Definisi ini, telah tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum tumbuhlenyapnya hak dan kewajiban. Unsur-unsur perjanjian, menurut teori lama adalah sebagai berikut: 1. adanya perbuatan hukum 2. persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang 3. persesuaian kehendak harus dipublikasikandinyatakan 4. perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih 5. pernyataan kehendak wilsverklaring yang sesuai harus saling bergantung satu sama lain 6. kehendak ditunjukkan untuk menimbulkan akibat hukum 7. akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik, dan 8. persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan perundang-undangan. Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian adalah ”Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.” Teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat Salim, SH MS, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 26. Universitas Sumatera Utara perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian, menurut teori baru, yaitu: 1. tahap pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan; 2. tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak; 3. tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian. Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal mengatakan contract is: An agreement between two or more persons not marely a share belief, but common understanding as to something that is to be done in the future by one or both of them Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal 1993:2. Artinya kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang ataulebih tidak hanya memberikan kepercayaan, tetapi secara bersama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masamendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka. †† Pendapat ini tidak hanya mengkaji definisi kontrak, tetapi ia juga menentukan unsur-unsur yang harus dipenuhi supaya suatu transaksi dapat disebut kontrak ada tiga unsur kontrak, yaitu: 1. The agreement fact between the parties adanya kesepakatan tentang fakta antara kedua belah pihak 2. The agreement as writen persetujuan dibuat secara tertulis †† Salim, SH MS, loc. Cit. hal 26 Universitas Sumatera Utara 3. The set of rights and duties created by 1 and 2, adanya orang yang berhak dan berkewajiban untuk membuat: 1 kesepakatan dan 2 persetujuan tertulis Di dalam Black’s Law Dictionary, yang diartikan dengan contract is an agreemant between two or more person which creates an obligation to do or not to do particular thing. Artinya, kontak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, di mana menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian. Black’s Law Dictionary, 1979:291 Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu dapat dibuat secara lisan dan andai kata dibuat ditulis maka perjanjian itu bersifat sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan.Yang mana untuk sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata, haruslah memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subyektif, karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian. Sedangkan kedua syarat terakhir disebut syarat objektif karena mengenai objek dari pengikatan.

1. Syarat Subjektif

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dengan diberlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka bahwa kedua belah pihak haruslah Universitas Sumatera Utara mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat suatu tekanan yang mengakibatkan adanya ”cacat” bagi perwujudan kehendak tersebut. Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui antara para pihak. a. Selalu dipertanyakan saat-saat terjadinya perjanjian antara pihak. Mengenai hal ini ada beberapa ajaran yaitu: 1 Teori kehendak wilstheorie mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menulias surat. 2 Teori pengiriman verzedtheorie mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirimoleh pihak yang menerima tawaran. 3 Teori pengetahuan verzendtheorie mengajarkan bahwa pihak yang menawarkanseharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima. 4 Teori kepercayaan vertrouwenstheorie mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan b. Cacat Syarat Subjektif Pasal 1321 KUHPerdata: ”Tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.” Pasal 1322 KUHPerdata: Universitas Sumatera Utara ”Kekhilafan” tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan selainnyaapabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan.” ”Kekhilafan” tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu persetujuan, kecuali jika persetujuan itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut.” 1 Kekhilafan kesesatan a error in persona Kekhilafan dibedakan dalam kekhilafan mengenai orangnya dinamakan error ini persona, dan kesesatan mengenai hakikat barangnya dinamakan error in substantia. Contoh dari error in persona, ialah perjanjian yang dibuat oleh seseorang dengan seseorang biduanita terkenal, ternyata kemudian dibuatnya dengan biduanita tidak terkenal, tetapi namanya sama. b error in substansia Maksudnya ialah bahwa kesesatan itu adalah mengenai sifat benda, yang merupakan alasan yang sesuangguhnya bagi kedua belah pihak, untuk mengadakan perjanjian misalnya, seseorang yang beranggapan bahwa ia membeli lukisan Basuki Abdullah, kemudian mengetahui bahwa lukisan yang dibelinya itu adalah sebuah tiruan. 2 Paksaan Universitas Sumatera Utara Ketentuan mengenai paksaan diatur dalam Pasal 1323-1327 KUHPerdata, yang dimaksud dengan paksaan adalahbukan paksaan dalam arti absolut, sebab dalam hal yang demikian itu perjanjian sama sekali tidak terjadi, misalnya jika seseorang yang lebih kuat memegang tangan seseorang yang lemah dan membuatia mencantumkan tanda tangan di bawah sebuah perjanjian 3 Penipuan Pasal 1328 KUHPerdata: ”Penipuan merupakan suatu alasan untukpembatalan persetujuan, apabila tipu-muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidaktelah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu-muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.” c. Cakap melakukan perbuatan hukum Dalam Pasal 1329 KUHPerdata dinyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perikatan, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang, yang mana dalam Pasal 1330 ditentukan batasan-batasan mengenai orang yang dinyatakan tidak cakap untuk membuat suatu persetujuan-persetujuan, yaitu: 1 Orang-orang yang belum dewasa belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 dua puluh satu tahun dan atau sebelumnya belum kawin 2 Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan 3 Orang-orangperempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang- undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang, membuat persetujuan-persetujuan tertentu. Universitas Sumatera Utara

2. Syarat Objektif

a. Syarat Tentang Barang Suatu perjanjian haruslah memiliki objek tertentu. Sekurang-kurangnya dapat ditentukan bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang ada dan nanti akan ada, ketentuan mengenai barang yang menjadi objek perjanjian adalah sebagai berikut : 1. Barang itu ada dan dapat diperdagangkan 2. Barang yang digunakan untuk keperluan umum antara lain seperti jalan umum, pelabuhan, gedung-gedung umum, tidaklah dapat dijadikan objek perjanjian. 3. Dapat ditentukan jenisnya 1333 KUHPerdata 4. Barang yang akan datangbarang yang akan ada 1334 KUHPerdata b. Syarat Tentang Suatu Sebab yang Halal Berdasarkan Pasal 1335 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1337 KUHPerdata menentukan bahwa setiap perjanjian yang dibuat tanpa sebab palsuterlarang serta bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum. Di dalam Hukum Perdata ada dikenal beberapa asas yang harus diperhatikan oleh para pihak dalam membuat perikatan perjanjian jual beli. Asas hukum adalah suatu pikiran yang bersifat umum dan abstrak yang melatar Universitas Sumatera Utara belakangi hukum positif.. Pengertian tersebut dapat ditarik dan pendapat Sudikno Mertokusumo yang memberi penjelasan sebagai berikut: ”Pengertian asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkrit yang terdapat dalamdan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang- undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat dikemukakan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut.” ‡‡ Adapun asas-asas hukum yang terdapat dalam hukum perjanjian antara lain: 1. Asas Konsensualisme Konsensualisme berasal dari perkataan lain ”Consensus” yang berarti sepakat. Jadi asas konsensualisme berarti bahwa suatu perjanjian pada dasarnya telah dilahirkan sejak tercapainya kesepakatan. Asas ini dapat disimpulkan dari KUHPerdata Pasal 1320. Dalam pasal tersebut tidak disebutkan adanya formalitas tertentu di samping kesepakatan yang telah tercapai, sehingga dapat disimpukan bahwa perjanjian sudah sah apabila telah ada kesepakatan para pihak mengenai hal-hal yang pokok. Terhadap asas konsensulisme ini terdapat pengecualian yaitu beberapa macam perjanjian, yang mana undang-undang menyatakan adanya formalitas tertentu. Hal ini berarti selain kesepakatan yang telah dicapai oleh para pihak, perjanjian harus pula diwujudkan dalam bentuk tertulis atau akta. Perjanjian semacam ini misalnya perjanjian penghibahan perjanjian kerja, ‡‡ Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1986, hal 33. Universitas Sumatera Utara perjanjian perdamaian, perjanjian asuransi, perjanjian mendirikan perusahaan, dan sebagainya. 2. Asas Kebebasan Berkontrak Menurut asas ini, hukum perjanjian memberikan kebebasan pada setiap orang untuk membuat perjanjian apapun, dengan ketentuan tidak bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum. Asas ini diberikan oleh KUHPerdata Pasal 1338 ayat 1 yang menyatakan bahwa semua semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari perkataan semua yang terdapat dalam ketentuan oleh KUHPerdata pasal 1338 ayat 1 dapat disimpulkan bahwa setiap orang atau masyarakat bebas untuk mengadakan suatu perjanjian yang berisi apa saja, baik mengenai bentuknya maupun objek dan jenis dari perjanjian tersebut. Asas kebebasan berkontrak ini merupakan konsep dari dianutnya sistem terbuka dalam hukum perjanjian, yang berarti setiap orang bebas membuat perjanjian apapun baik yang telah diatur secara khusus dalam KUHPerdata maupun yang belum diatur dalam KUHPerdata atau peraturan lainnya. Asas kebebasan berkontrak ini dapat juga dikatakan sebagai perjanjian mempunyai sifat hukum pelengkap yang mana dapat mengesampingkan ketentuan dalam KUHPerdata buku III. 3. Asas Kepercayaan vertrouwensbeginsel Universitas Sumatera Utara Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka perjanjianitu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini, kedua belah pihak mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang- undang.

B. Saat Terjadinya Perjanjian Jual – Beli

Unsur-unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga dimana antara si penjual dan si pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda digabung menjadi objek jual beli . Hukum perjanjian dalam KUHPerdata mengandung asas konsensualisme, artinya bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensis. Pada detik tersebut, perjanjian sudah jadi dan mengikat, bukan pada detik-detik lain yang kemudian atau yang sebelumnya. Asas tersebut dapat disimpulkan dari Pasal 1320 KUHPerdata. Kesepakatan berarti persesuaian kehendak. Namun kehendak atau keinginan ini harus dinyatakan. Kehendak atau keinginan yang disimpan di dalam hati, tidak mungkin diketahui pihak lain dan karenanya tidak mungkin melahirkan sepakat yang diperlukan untuk melahirkan suatu perjanjian. Menyatakan kehendak ini tidak terbatas pada mengucapkan perkataan-perkataan, ia dapat Universitas Sumatera Utara dicapai pula dengan memberikan tanda-tanda apa saja yang dapat menterjemahkan kehendak itu, baik oleh pihak yang mengambil prakarsa yaitu pihak yang ”menawarkan” melakukan ”offerte” maupun oleh pihak yang menerima penawaran tersebut. Dengan demikian maka yang akan menjadi alat pengukur tentang tercapainya persesuaian kehendak tersebut adalah pernyataan-pernyataan yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak. Undang-undang berpangkal pada asas konsensualisme, namun untuk menilai apakah telah tercapai konsensus dan ini adalah maha penting karena merupakan saat lahirnya perjanjian yang mengikat laksana suatu undang–undang, terpaksa berpijak pada pernyataan-pernyataan yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak. Dan ini pula merupakan suatu tuntunan kepastian hukum. Bukankah dari ketentuan bahwa harus berpijak pada apa yang telah dinyatakan itu timbul perasaan aman pada setiap orang yang telah membuat suatu perjanjian bahwa ia tidak mungkin dituntut memenuhi kehendak- kehendak pihak lawan yang tidak pernah dinyatakan kepadanya. Dan apabila timbul perselisihan tentang apakah terdapat konsensus atau tidak yang berarti apakah telah dilahirkan suatu perjanjian atau tidak maka Hakim atau Pengadilanlah yang akan menetapkannya. Asas konsensualisme yang terkandung dalam Pasal 1320 KUHPerdata kalau dikehendaki: Pasal 1320 KUHPerdata dihubungkan dengan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, tampak jelas pula dari perumusan–perumusan berbagai macam perjanjian. Kalau diambil perjanjian yang utama, yaitu jual–beli, maka Universitas Sumatera Utara konsensualisme itu menonjol sekali dari perumusannya dalam Pasal 1548 KUHPerdata yang berbunyi : ”Jual- beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang – orang ini mencapai sepakat tentang barang tersebut dan harganya, meskipun barang itu belum diserahkan, maupun harga hak miliknya belum dibayar”. Namun perlu diperhatikan bahwa dengan persetujuan ini si pembeli belumlah menjadi pemilik eigenaar karena persetujuan ini hanya bersifat obligatur. Untuk menjadi pemilik harus diadakan penyerahan lavening lebih dulu. Yang mana penyerahan yang mempunyai akibat pemindahan kebendaan. Penyerahan ini mempunyai akibat perpindahan kebendaan. Penyerahan ini tergantung pada jenis bendanya apakah bergerak, tidak bergerak maupun benda tak bertubuh. Hal ini ditegaskan juga dalam ketentuan 1945 KUHPerdata yakni hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpihak kepada si pembeli selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613, 616 KUHPerdata. §§ Bagi si pembeli, untuk mandapatkan kepastian bahwa ia benar akan menjadi pemilik benda yang bersangkutan, maka dapat diberikan semacam uang panjar arti dari pada penyerahan ini ditegaskan dalam Pasal 1475 KUHP. Jual beli dapat dikategorikan dalam beberapa macam: 1. Jual beli dengan percobaan Pasal 1463 KUHPerdata §§ Prof. R. Subekti, SH. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2001. Achmad Ichsan, Hukum Perdata IB Jakarta, Pembimbing Masa, Jakarta , 1969, hlm. 102. Universitas Sumatera Utara 2. Jual beli dengan sistem panjar Pasal 1464 KUHPerdata 3. Jual beli dengan contoh 4. Jual beli hak membeli kembali Pasal 1519 KUHPerdata 5. Jual beli dengan cicilan Pasal 1576 KUHPerdata 6. Sewa beli Dalam Code Civil Perancis malahan jual-beli yang sifatnya konsensual itu sudah pula memindahkan hak milik atas barang yang diperjual-belikan, sehingga yang disitu dinamakan penyerahan delivrance hanyalah merupakan penyerahan kekuasaan belaka atas barang yang hak miliknya sudah berpindah sewaktu perjanjiannya jual-beli ditutup.

C. Kewajiban Yang Timbul Dalam Perjanjian Jual – Beli