2. Jual beli dengan sistem panjar Pasal 1464 KUHPerdata
3. Jual beli dengan contoh
4. Jual beli hak membeli kembali Pasal 1519 KUHPerdata
5. Jual beli dengan cicilan Pasal 1576 KUHPerdata
6. Sewa beli
Dalam Code Civil Perancis malahan jual-beli yang sifatnya konsensual itu sudah pula memindahkan hak milik atas barang yang diperjual-belikan, sehingga
yang disitu dinamakan penyerahan delivrance hanyalah merupakan penyerahan kekuasaan belaka atas barang yang hak miliknya sudah berpindah sewaktu
perjanjiannya jual-beli ditutup.
C. Kewajiban Yang Timbul Dalam Perjanjian Jual – Beli
Dalam pelaksanaan perjanjian jual beli didalamnya terdapat subjek dan objek jual beli yang harus juga diperhatikan dalam pelaksanaan perjanjian jual
beli. Pada dasarnya semua orang dapat atau badan hukum BH dapat menjadi
subjek dalam perjanjian jual beli, yaitu bertindak sebagai penjual dan pembeli, dengan syarat bersangkutan telah dewasa dan atau sudah menikah. Namun secara
jurisdiksi ada beberapa orang yang tidak diperkenankan untuk melakukan perjanjian sebagaimana dikemukakan berikut ini:
†††
†††
Salim, SH MS, loc. cit., hal. 50.
Universitas Sumatera Utara
a. Jual beli suami istri Pertimbangan hukum tidak diperkenankan karena jual beli antara suami
istri adalah karena sejak terjadinya perkawinan, maka sejak saat itulah terjadi percampuran harta, yang disebut harta bersama, kecuali ada
perjanjian kawin. b. Jual beli oleh para hakim, jaksa, advokatpengacara, juru sita dan notaris.
Para pejabat ini tidak diperkenankan melakukan jual beli hanya terbatas pada benda-benda atau barang-barang dalam sengketa. Apabila hal itu
tetap dilakukan maka jual belli itu dapat dibatalkan serta dibebankan untuk pengantian biaya, rugi dan bunga.
c. Pegawai yang mengaku jabatan umum yang dimaksud di sini adalah membeli
untuk kepentingan sendiri terhadap barang yang dilelang.
Dalam pelaksanaan perjanjian jual beli yang dapat menjadi objek dalam jual beli adalah semua benda bergerak dan tidak bergerak, baik menurut tumpukan
surat, ukuran, dan timbangannya sedangkan yang tidak diperkenankan untuk diperjual belikan adalah:
‡‡‡
a. Benda barang orang lain
b. Barang yang tidak dioerkenankan oleh Undang-Undang seperti obat
terlarang c.
Bertentangan dengan ketertiban umum d.
Kesusilaan yang baik
‡‡‡
Ibid, hal. 51.
Universitas Sumatera Utara
Dari ketentuan di atas mengenai subjek dan objek dari terlaksananya transaksi perjanjian jual beli maka di dalamnya juga terkandung kewajiban dari para pihak
yang terkait dalam pembuatan perjanjian jual beli, yaitu: 1. Kewajiban-kewajiban si Penjual
Bagi pihak penjual secara prinsip ada tiga kewajiban yaitu : a
Memelihara dan merawat kebendaan yang akan diserahkan kepada pembeli hingga saat penyerahannya;
b Menyerahkan kebendaan yang dijual pada saat yang
telahditentukan, atau jika tidak telah ditentukan saatnya, atas permintaan pembeli;
c Menanggung kebendaan yang dijual tersebut.
§§§
Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang
diperjual-belikan itu dari si penjual kepada si pembeli. Oleh karena KUHPerdata mengenal tiga macam barang, yaitu: barang
bergerak, barang tetap dan barang “tak bertubuh” dengan mana dimaksudkan piutang, penagihan atau ”claim”.
Untuk barang tetap tak bergerak dengan perbuatan yang dinamakan “balik-nama” “overschrijving” dimuka Pegawai Penyimpan hipotik, yaitu
menurut Pasal 616 KUHPerdata dihubungkan dengan Pasal 620 KUHPerdata. Selanjutnya Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961, yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Pokok Agraria, dalam Pasal 19
§§§
Gunawan Widjaja, dan Kartini Muljadi, op. cit., hal. 127.
Universitas Sumatera Utara
menentukan bahwa jual-beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akte yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akte Tanah disingkat: P.P.A.T , sedangkan
menurut maksud peraturan tersebut hak milik atas tanah juaga berpindah pada saaat dibuatnya akte dimuka pejabat tersebut.
demikian disimpulkan Boedi Harsono S.H. dalam bukunya “Undang- undang Pokok Agraria” halaman 172 –
178. Dalam pada itu, mengenai “levering” tersebut oleh B.W dianutnya apa
yang dinamakan “sistem casual” yaitu sistem yang menggantungkan sahnya levering itu pada dua syarat :
a. Sahnya titel yang menjadi dasar dilakukannya levering, b. Levering tersebut dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas
”beschikkingsbevoegd” terhadap barng-barang yang dilevering itu. Dengan ”titel” dimaksudkan perjanjian obligatoir yang menjadi dasar
levering itu, dengan perkataan lain: jual-belinya, tukar-menukarnya, atau penghibahannya tiga perjanjian ini merupakan titel-titel untuk pemindahan hak
milik. Adapun orang yang ”berhak berbuat bebas” adalah pemilik barang sendiri atau orang yang dikuasakan olehnya.
Dengan demikian maka apabila titel tersebut tidak sah batal atau kemudian dibatalkan oleh Hakim karena adanya paksaan, kekhilafan atau
penipuan, maka leveringnya menjadi batal juga, yang berarti bahwa pemindahan hak milik dianggap tidak pernah terjadi. Begitu pula halnya apabila orang yang
Boedi Harsono S.H. “Undang- undang Pokok Agraria” halaman 172 – 178.
Universitas Sumatera Utara
memindahkan hak milik itu ternyata tidak berhak melakukannya karena ia bukan pemilik maupun orang yang secara khusus dikuasakan olehnya.
2. Kewajiban-kewajiban si Pembeli Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian pada waktu
dan ditempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian Pasal 1513 KUHPerdata.
”Harga” tersebut harus berupa sejumlah uang. Meskipun mengenai hal ini tidak ditetapkan dalam sesuatu pasal undang-undang, namun sudah dengan
sendirinya termasuk di dalam pengertian jual-beli, oleh karena bila tidak, umpamanya harga itu berupa barang, maka itu akan merubah perjanjiannya
menjadi ”tukar – menukar”, atau kalau harga itu berupa suatu jasa, perjanjiannya akan menjadi suatu perjanjian kerja, dan begitu seterusnya. Dalam pengertian
”jual-beli” sudah termaktub pengertian bahwa di satu pihak ada barang dan di lain pihak ada uang. Tentang macamnya uang, dapat diterangkan bahwa, meskipun
jual-beli itu terjadi di Indonesia, tidak diharuskan bahwa harga itu ditetapkan dalam mata uang rupiah, namun diperbolehkan kepada pihak untuk
menetapkannya dalam mata uang apa saja. Harga itu harus ditetapkan oleh kedua belah pihak, namun adalah
diperkenankan untuk menyerahkan kepada perkiraan atau penentuan seseorang pihak ketiga. Dalam hal yang demikian maka jika ketiga ini tidak suka atau tidak
mampu membuat perkiraan tersebut atau menentukannya,maka tidaklah terjadi suatu pembelian. Hal ini berarti bahwa perjanjian jual-beli yang harganya harus
Universitas Sumatera Utara
ditetapkan oleh pihak ketiga itu pada hakekatnya adalah suatu perjanjian dalam suatu ”syarat tangguh”, karena perjanjiannya baru akan jadi kalau harga itu sudah
ditetapkan oleh ketiga tersebut. Jika pada waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tentang tempat dan
waktu pembayaran, maka si pembeli harus membayar ditempat dan pada waktu dimana penyerahan levering barangnya harus dilakukan Pasal 1514
KUHPerdata. Jika si pembeli, dalam penguasaannya atas barang yang dibelinya,
diganggu oleh suatu tuntutan hukum yang berdasarkan hipotik atau suatu tuntutan untuk meminta kembali barangnya atau jika si pembeli mempunyai alasan yang
patut untuk berkhawatir bahwa ia akan diganggu, maka dapatlah ia menangguhkan pembayaran harga pembelian hingga si penjual telah
menghentikan gangguan tersebut, kecuali jika si penjual memilih memberikan jaminan, atau jika telah diperjanjikan bahwa si pembeli diwajibkan membayar
biarpun segala gangguan.
D. Risiko Dalam Perjanjian Jual – Beli