dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang jika tidak dipenuhi, perjanjian tersebut akan batal demi hukum dengan pengertian bahwa perjanjian
tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya. Dalam perjanjian formil, adanya formalitas pembuatan perjanjian
secara tertulis merupakan suatu keharusan, bahkan kadang kala harus dituangkan dalam bentuk akta yang autentik. Kesepakatan yang sudah tercapai diantara para
pihak saja, tanpa keberadaan syarat formalitas tersebut, tidak cukup kuat untuk melahirkan perikatan di antara para pihak yang bersepakat secara lisan tersebut.
BAB III TINJAUAN TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM
DAN PENIPUAN DARI SUDUT HUKUM PERDATA
A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum
Berbicara mengenai tindakan melawan hukum tidak akan jelas, kalau kita tidak melihatnya dengan latar belakang perjuangan yang selalu ada di dalam
hukum, yaitu perjuangan atau pertentangan atau lebih tepat tarik-menarik antara 2 dua kutub dalam hukum, yaitu individu dan masyarakat, yang kadang-kadang
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang jika tidak dipenuhi, perjanjian tersebut akan batal demi hukum dengan pengertian bahwa perjanjian
tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya. Dalam perjanjian formil, adanya formalitas pembuatan perjanjian
secara tertulis merupakan suatu keharusan, bahkan kadang kala harus dituangkan dalam bentuk akta yang autentik. Kesepakatan yang sudah tercapai diantara para
pihak saja, tanpa keberadaan syarat formalitas tersebut, tidak cukup kuat untuk melahirkan perikatan di antara para pihak yang bersepakat secara lisan tersebut.
BAB III TINJAUAN TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM
DAN PENIPUAN DARI SUDUT HUKUM PERDATA
A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum
Berbicara mengenai tindakan melawan hukum tidak akan jelas, kalau kita tidak melihatnya dengan latar belakang perjuangan yang selalu ada di dalam
hukum, yaitu perjuangan atau pertentangan atau lebih tepat tarik-menarik antara 2 dua kutub dalam hukum, yaitu individu dan masyarakat, yang kadang-kadang
Universitas Sumatera Utara
mengambil rupa pertentangan antara keadilan dan kepastian hukum antara hak- hak subjektif dan hukum objektif.
Perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia yang melanggar hukum, yang
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengaturan mengenai perbuatan melawan hukum ini secara garis besarnya dapat kita lihat dari Pasal
1365 KUHPerdata. Dalam KUHPerdata ada dimuat didalam Pasal 1365 mengatakan bahwa:
”Setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian.”
Dapat dikatakan bahwa suatu perbuatan melawan hukum berisikan suatu perikatan untuk tidak berbuat atau untuk tidak melakukan sesuatu, karena dengan
melakukan tindakan tersebut seseorang telah salah dalam hukum. Ketidakbolehan untuk melakukan atau untuk berbuat sesuatu tersebut adalah
sesuatu yang diperintahkan oleh hukum, yang jika perbuatan yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan atau untuk dibuat tersebut dilakukan, dan ternyata
menimbulkan kerugian pada orang lain, maka ia berkewajiban untuk memberikan ganti kerugian terhadap pihak yang telah dirugikan tersebut.
Karena Pembuat undang-undang sendiri tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai apa itu yang dinamakan ”tindakan melawan hukum” maka
timbulah penafsiran oleh para sarjana dan pihak pengadilan. Pada mulanya sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan pengaruh kodifikasi orang menapsirkan tindakan melawan hukum secara sempit, namun dikemudian hari yng dianut adalah penapsiran yang luas. Yang
dimaksud dengan penapsiran sempit adalah bahwa kita baru mengatakan ada onrechtmatige daad, kalau:
b. ada pelanggaran terhadap hak subjektif seseorang.
c. tindakan tersebut bertentanggan dengan kewajiban hukum si pelaku
‡‡‡‡
Yang dimaksud dengan hak subjektif adalah hak subjektif seseorang yang diberikan undang-undang. Jadi untuk menggugat berdasarkan tindakan melawan
hukum orang harus dapat menunjukkan ketentuan undang-undang yang menjadi dasar gugatannya.
E. Utrecht, SH berpendapat bahwa: ”Penapsiran dalam Pasal 1365 KUHPerdata dalam Yurisprudensi Belanda
Yurisprudensi Indonesia mengikuti Yurisprudensi Belanda.Dalam abad ke-19 ketika legisme masih kuat, yang menjadi perbuatan melawan hukum
hanya suatu perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang saja.Perbuatan yang bertentangan dengan kebiasaan bukanlah perbuatan
yang melanggar hukum. Pada akhir abad ke 19 berpendapataliran legisme ini mendapat tantangan dari berbagai pihak. Kita teah emengetahui bahwa
penapsiran yang sempit itu tidak lagi dapat dipertahankan dan diteruskan.”
§§§§
Dalam sebuah karangan yang ditempatkan dalam majalah ”Rechsgeleerd Megazine” Tahun 1887 oleh Molengraf dikemukakan bahwa pengertian
Perbuatan Melawan Hukum seperti yang disebut dalam Pasal 1365 KUHPerdata tidak hanya suatu perbuatan yang bertentangan dengan suatu peraturan
‡‡‡‡
J. Satrio, SH, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku 1, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal 141
§§§§
E. Utrecht, SH, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1961, hal 294.
Universitas Sumatera Utara
perundang-undangan melainkan juga meliputi perbuatan yang bertentangan dengan segala sesuatu yang ada diluar undang-undang yang memuat keadaan
sosial.” Anggapan ilmu hukum ini diterima dalamYurisprudensi Tahun 1919. .
Adapun asas yang tercantum dalam Pasal 1365 KUHP yang menegaskan bahwa tiap perbuatan yang bertentanggan dengan hukum melawan hukum, yang
merugikan orang lain, mewajibkan pihak yang merugikan yang melakukan menganti kerugian yang di derita oleh pihak yang dirugikan, selanjutnya beliau
mengatakan dalam sejarah hukum perbuatan melawan hukum disebutkan dalam Pasal 1365 KUHPerdata telah diperluas pengertiannya menjadi membuat sesuatu
dan tidak berbuat sesuatu melalaikan sesuatu yaitu: 1.
Melanggar hak orang lain 2.
Bertentangan dengan kewajiban hukum dari yang melakukan perbuatan itu.
3. Bertentangan dengan kesusilaan, maupun
asas-asas pergaulan kemasyarakatan mengenai keselamatanorang lainatau barangorang
lain.
†††††
Seseorangyang melakukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian, ada hal-hal tertentu yang membebaskan orang tersebut dari kewajiban
membayar ganti kerugian. Hukum adat yang tidak mengenal penyusunan dalam suatu perundang-undangan tertulis, maka dalam melaksanakan hukum adat
tentang hal ini seseorang hakim dapat lebih leluasa untuk meninjau hakikat hukum tersebut dari sudut manapun dan menurut keyakinannya tentang rasa keadilan
E. Utrecht, SH, loc. cit.
†††††
Ibid, hal. 296.
Universitas Sumatera Utara
yang benar-benar hidup di masyarakat. Dalam KUHPerdata hal perbuatan melawan hukum disistematikan dalam 2 bagian, yaitu:
1 Yang merupakan ketentuan umum
Adalah Pasal 1365 KUHPerdata yang mengatur ketentuan atas syarat- syarat umum dan berlaku untuk semua perbuatan melawan hukum
yang diatur dalam KUHP dan Pasal 1366 KUHPerdata 2 yang merupakan ketentuan khusus
Ketentuan-ketentuan khusus inimengatur lebih lanjut tentang: a.
Pertanggung jawaban atas timbulnya perbuatan melawan hukum yaitu:
a1 Tanggung jawab orang tuawali, guru atau perbuatan yang dilakukan oleh orang yang berada dibawah pengampuannya,
diatur dalam Pasal 1367 KUHPerdata. a2 Tanggung jawab pemilik binatang atas binatang
peliharaannya, diatur dalam Pasal 1368 KUHPerdata a3 Tanggung jawab pemilik gedung atau banggunan yang dalam
pemeliharaannya, diatur dalam Pasal 1369 KUHPerdata. b.
Beberapa perbuatan melawan hukum seperti Pasal 1370 KUHPerdata tentang pembunuhan, Pasal 1371 KUHPerdata
tentang penganiayaan dan Pasal 1380 KUHPerdata tentang penghinaan.
B. Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum