28 populasi di perdesaan rendah, biaya untuk meningkatkan produktivitas pertanian akan lebih
besar dibanding manfaatnya bagi rumah tangga.
2.5. Studi Terdahulu Tentang Pembangunan Ekonomi Sektoral
Bautista 2001 menggunakan analisis multiplier SAM untuk mengkaji pengaruh pertumbuhan produktivitas terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dan
dampaknya terhadap pemerataan pendapatan rumah tangga di Vietnam Tengah. Penggunaan analisis multiplier SAM dilatarbelakangi oleh fakta bahwa dalam beberapa
tahun terakhir
pertumbuhan ekonomi
Vietnam mengalami
penurunan sehingga
pertumbuhan GDP menurun, indeks kualitas hidup menurun yang dibarengi dengan meningkatnya kesenjangan pendapatan penduduk perdesaan dan perkotaan. Melalui
strategi pembangunan Agriculture-Based Development ABD, pertumbuhan ekonomi akan dapat ditingkatkan dan sekaligus mengurangi perbedaan pendapatan antar populasi. Dalam
kajian tersebut Bautista mengelompokkan unsur perekonomian ke dalam 25 aktivitas atau sektor produksi, 5 kelompok faktor produksi tenaga kerja serta mengelompokkan institusi
ke dalam 4 golongan rumah tangga desa-kota berdasarkan kelompok pendapatan, 2 kelompok perusahaan BUMN dan non BUMN, pemerintah dan neraca kapital serta Rest
of the World ROW. Klasifikasi aktivitas produksi tersebut akan menunjukkan bagaimana
keterkaitan antar sektor sedangkan aspek pemerataan pendapatan akan dicerminkan melalui penggolongan rumah tangga berdasarkan perbedaan pendapatan dan wilayah desa-kota.
Data yang dianalisis adalah data SAM regional Vietnam Tengah yang dibangun berdasarkan data SAM Vietnam dan data-data dari sumber lain.
Dari hasil analisis multiplier tersebut menunjukkan bahwa multiplier GDP sektor pertanian lebih besar
dibandingkan dengan sektor pertambangan dan industri serta jasa. Komoditas ubikayu, ubi jalar dan ternak, yang sebagian besar ditujukan untuk pasar lokal justru memiliki multiplier
terbesar, sebaliknya beras dan komoditas lain yang berorientasi ekspor memiliki multiplier
29 terkecil. Sektor industri, khususnya industri-industri skala besar yang padat modal dan
kandungan impor tinggi memiliki multiplier yang relatif kecil dan sebaliknya untuk sektor industri pengolahan hasil pertanian.
Aspek pemerataan dihitung dengan melakukan standarisasi multiplier, yaitu dengan membagi multiplier pendapatan masing-masing golongan rumah tangga dengan
share pendapatan masing-masing golongan terhadap total pendapatan rumah tangga.
Standarisasi ini dilakukan karena terdapat perbedaan pendapatan yang sangat nyata antar golongan rumah tangga. Hasil multiplier menunjukkan bahwa sektor pertanian dan sektor
industri pengolahan hasil pertanian menghasilkan multiplier yang lebih tinggi bagi golongan rumah tangga
berpendapatan rendah di perkotaan maupun perdesaan
dibandingkan dengan dua golongan rumah tangga lainnya. Sebaliknya sektor pertambangan dan sektor-sektor industri lain menghasilkan multiplier pendapatan yang relatif lebih besar
bagi golongan rumah tangga di perkotaan. Dengan demikian meningkatnya pendapatan di sektor pertambangan akan menimbulkan kesenjangan pendapatan yang semakin besar antar
golongan rumah tangga perkotaan dan perdesaan. Dalam kerangka SAM tersebut Bautista menggunakan faktor eksogen berupa
injeksi pendapatan terhadap masing-masing golongan rumah tangga yang selanjutnya dilihat dampaknya secara langsung maupun tidak langsung terhadap output dan GDP
agregat maupun sektoral. Dari analisis tersebut diperoleh hasil bahwa dengan memberikan injeksi pendapatan terhadap keempat golongan rumah tangga tersebut maka kedua
golongan rumah tangga perdesaan memberikan multiplier output maupun GDP yang lebih besar dibanding injeksi pendapatan yang diberikan kepada golongan rumah tangga
perkotaan. Wagner 1996 menggunakan kerangka SAM untuk menganalisis peran ekonomi
pariwisata terhadap perekonomian di Area de Protecao Ambiental APA de
Guaraquecaba, Brazil. Sektor industri pariwisata bagi Wagner menarik untuk dikaji karena
30 di wilayah tersebut sektor industri pariwisata memiliki pertumbuhan yang tercepat
dibanding sektor lain. Secara lebih rinci tujuan penelitian adalah mengkaji dampak industri pariwisata terhadap produksi, kompensasi terhadap tenaga kerja upah, nilai tambah dan
distribusi pendapatan. Dalam kajian tersebut Wagner mengelompokkan unsur-unsur ekonomi ke dalam empat neraca yaitu neraca aktivitas, faktor produksi primer, institusi dan
imporekspor. Neraca aktivitas terdiri dari delapan sub neraca, yaitu: 1 usahatani primer di perdesaan, 2 pengusaha di desa, 3 usaha bangunan, 4 usaha pabrik manufacturing,
5 perdagangan, 6 jasa, 7 transportasi, dan 8 perusahaan pemerintah. Usahatani primer dan pengusahaan di desa adalah proses produksi yang terkait dengan usaha
pertanian, perikanan, kehutanan dan peternakan. Subneraca usahatani primer di perdesaan mewakili semua aktivitas ekonomi informal yang berbasis pertanian, sedangkan aktivitas
ekonomi pertanian yang bersifat formal dicakup dalam subneraca pengusahaan di desa, baik yang bersifat usaha keluarga maupun perusahaan secara umum. Neraca permintaan
akhir adalah belanja barang dan jasa oleh institusi, dimana neraca institusi dikelompokkan menjadi : 1 rumah tangga, 2 investor, 3 perusahaan, dan 4 pemerintah. Institusi
rumah tangga dirinci berdasarkan tingkat pendapatan, yaitu; 1 subsisten, 2 pendapatan rendah, 3 pendapatan sedang, dan 4 pendapatan tinggi.
Sedangkan pemerintah dibedakan atas: 1 municipal, 2 state, dan 3 federal.
Data yang digunakan adalah data SAM periode tahun 1989 sampai tahun 1994. Efek pengganda dianalisis baik untuk pengganda langsung maupun tidak langsung. Dalam
hal ini pengganda output dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1 pengganda output tipe I yaitu gabungan antara pengganda langsung dan tidak langsung, dan 2 pengganda output
type II yaitu pengganda output yang khusus disebabkan oleh konsumsi atau belanja rumah tangga yang berasal dari pendapatan upah atau gaji. Wagner juga melakukan analisis
sensitivitas untuk mengetahui subneraca mana yang memiliki efek terbesar terhadap pengganda output apabila terjadi peningkatan pada masing-masing subneraca sebesar 10
31 persen. Hasil kajian menunjukkan bahwa aktivitas usahatani primer di perdesaan memiliki
pengganda output type I terbesar dan terbesar kedua untuk pengganda output type II. Oleh karena itu apabila dapat ditumbuhkan keterkaitan antara aktivitas tersebut dengan aktivitas
lainnya, maka perubahan struktural tersebut akan dapat meningkatkan keuntungan ekonomi yang berasal dari ekonomi pariwisata, misalnya melalui penjualan sayuran, buah-buahan
dan souvenir untuk turis atau melalui jasa restauran dan sebagainya. Salem 2005 menggunakan kerangka SAM untuk mengkaji karakteristik
makroekonomi di Tunisia, yang dinamakan sebagai SAMmac. Data dasar yang digunakan adalah data SAM Tunisia tahun 1996. Dalam analisisnya Salem mengelompokkan
SAMmac Tunisia tersebut ke dalam sembilan neraca, yaitu neraca aktivitas, produksi, dua neraca faktor produksi, yaitu tenaga kerja dan kapital, empat neraca institusi rumah
tangga, perusahaan, negara dan Rest of the World ROW dan satu neraca tabungan- investasi saving-investment. Mengingat data yang ingin dianalisis adalah data periode
1996-2000, sementara data dasar I-O yang
tersedia adalah data tahun 1996, maka digunakan tambahan data dari berbagai sumber. Data yang dikumpulkan dari berbagai
sumber tersebut akan menyebabkan ketidaksamaan inequality penjumlahan antara lajur baris dan lajur kolom pada kerangka data SAM. Untuk itu Salem melakukan pendekatan
Cross-Entropy untuk mengatasi masalah inequality tersebut.
Heriawan 2004 mengkaji pentingnya sektor pariwisata terhadap perekonomian Indonesia. Dengan menggunakan model I-O dan SAM, Heriawan memfokuskan nilai
transaksi ekonomi pariwisata dalam Nesparnas Neraca Satelit Pariwisata Nasional sebagai variabel eksogen dalam mengukur peran dan dampaknya pada perekonomian, yang
meliputi pengeluaran belanja wisman, pengeluaran belanja wisnus, pengeluaran belanja wisnas, investasi, pengeluaran pemerintah untuk promosi pariwisata dan pengeluaran dunia
usaha untuk promosi pariwisata. Melalui matriks pengganda I-O dapat diketahui dampak permintaan akhir tersebut terhadap ekonomi sektoral dan makroekonomi Indonesia.
32 Dampak terhadap ekonomi sektoral meliputi produksi barang dan jasa, PDB, kesempatan
kerja, upah dan gaji serta pajak tidak langsung, sedangkan dampak terhadap makroekonomi Indonesia dilihat dari output nasional, PDB nasional, jumlah tenaga kerja nasional, total
upah nasional dan total pajak nasional. Selanjutnya melalui matriks pengganda pendapatan, dapat diketahui pula dampaknya terhadap distribusi pendapatan menurut faktor produksi,
distribusi kesejahteraan menurut institusi serta distribusi pendapatan menurut desa-kota. Dalam hal ini Heriawan mengklasifikasikan institusi menjadi tiga golongan, yaitu
pemerintah, rumah tangga dan perusahaan, sedangkan faktor produksi dikelompokkan menjadi buruh pertanian dan pemilik tanahmodal. Beberapa skenario kebijakan dilakukan
untuk mengetahui dampaknya terhadap pengembangan sektor pariwisata, yaitu: 1 peningkatan anggaran sektor pariwisata dalam APBN dan APBD, 2 peningkatan investasi
swasta, 3 perluasan pasar pariwisata, 4 regulasi bidang visa, 5 penghapusan biaya viskal ke ASEAN, dan 6 penataan kelembagaan dan peraturan. Dari hasil analisis
diketahui bahwa sektor pariwisata potensial dalam menciptakan PDB dan lapangan kerja tetapi kurang mampu dalam membuat distribusi yang lebih baik. Dari skenario kebijakan
menunjukkan, kebijakan penataan kelembagaan dan peraturan secara nyata mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi pariwisata dan penciptaan lapangan kerja.
Dasril 1993 menganalisis pertumbuhan dan perubahan struktur produksi sektor pertanian dalam industrialisasi di Indonesia dengan menggunakan model I-O. Selain
melakukan estimasi koefisien I-O tahun 1990 dengan menggunakan metode RAS, kajian ini juga menggunakan metoda dekomposisi pengganda untuk mengukur kontribusi sumber-
sumber pertumbuhan yang terdiri dari permintaan dalam negeri, perkembangan ekspor, substitusi impor dan perubahan teknologi. Permintaan dalam negeri dirinci menjadi
konsumsi swasta, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap dan perubahan stok. Dasril membagi periode industrialisasi di Indonesia menjadi empat, yaitu periode 1971-
1975, 1975-1980, 1980-1985 dan 1985-1990. Periode 1971-1985 dianggap merupakan periode substitusi impor sedangkan periode 1985-1990 adalah periode orientasi ekspor.
33 Selain itu juga dikaji keterkaitan sektor pertanian dengan sektor lainnya, yang meliputi
keterkaitan output, nilai tambah dan tenaga kerja, baik keterkaitan ke depan maupun ke belakang.
Daryanto dan Morison 1992 menggunakan analisis I-O untuk menganalisis sifat dan tingkat perubahan struktural dan keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor-
sektor lain dalam perekonomian Indonesia selama periode tahun 1971 hingga tahun 1985. Analisis keterkaitan antar sektor menggunakan konsep pengganda dan kriteria ganda
Rasmussen. Hasil analisis menyimpulkan bahwa sektor pertanian memiliki keterkaitan output yang relatif lemah dengan sektor-sektor lainnya
selama periode studi. Hal ini didasarkan pada angka pengganda output dan kriteria ganda Rasmussen yang relatif
rendah. Namun jika ditinjau dari sisi pendapatan dan tenaga kerja sektor pertanian memiliki keterkaitan kuat dengan sektor-sektor lain.
Syafaat 2000 menggunakan pendekatan I-O untuk mengevaluasi strategi pembangunan ekonomi dengan pendekatan analisis imbas investasi untuk membandingkan
kemampuan sektor pertanian dan agroindustri dengan sektor industri yang berorientasi ekspor dalam mengatasi permasalahan ekonomi nasional. Hasil penelitian tersebut
membuktikan bahwa sektor pertanian dan agroindustri memiliki kemampuan lebih baik dibandingkan sektor industri. Hal ini didasarkan pada kemampuannya menciptakan nilai
tambah dan kesempatan kerja lebih besar, mampu mengurangi kesenjangan nilai tambah dan produktivitas antara sektor pertanian dan non pertanian dan mampu menciptakan
surplus perdagangan. Sitanggang 2002 meneliti peran sektor agroindustri terhadap perekonomian di
Sumatera Utara dengan menggunakan model I-O. Dilihat dari indikator keterkaiatn antar sektor, sektor yang memiliki keterkaitan paling tinggi adalah penggilingan beras dan biji-
bijian dan tepung. Sektor tersebut juga memilki koefisien penyebaran dan nilai pengganda terhadap pendapatan yang paling tinggi.
34 Seperti halnya Sitanggang, Hartadi 1999 menggunakan model I-O untuk meneliti
peran sektor agroindustri terhadap perekonomian di Jawa Timur. Hasil analisis menunjukkan, sektor yang layak dikembangkan adalah industri pengolahan dan
pengawetan daging, susu, sayur-sayuran dan buah-buahan, industri minyak dan lemak, industri penggilingan padi-padian, industri tepung segala jenis, industri makanan dari
tepung, industri gula, industri makanan lainnya dan industri tembakau.
2.6. Studi Terdahulu Tentang Pembangunan Sektoral dengan Landasan Strategi