Studi Pustaka Sintesis Alkil Poliglikosida

24 menunjukkan bahwa bertambahnya panjang rantai alkil, stabilitas dari emulsi yang terbentuk meningkat. Ware et al. 2007 telah memproduksi APG dengan menggunakan glukosa dan alkohol lemak dengan lima pajang rantai berbeda, yaitu C 8 , C 10 , C 12 , C 16 dan C 18 . Mereka juga mempelajari pengaruh panjang rantai alkil APG terhadap karakteristik dasar seperti tegangan permukaan, tegangan antarmuka, daya dispersi sabun, detergensi, pembusaan, dan pembasahan. Alkil poliglikosida yang disiapkan dari oktanol C 8 , dekanol C 10 , dan dodekanol C 12 larut dalam air dan memperlihatkan sifat-sifat aktif permukaan yang baik sedangkan APG yang disiapkan dari alkohol lemak rantai panjang tidak larut dalam air, sehingga mereka tidak menghitung sifat-sifat aktif permukaannya. Ada hubungan yang signifikan dari sifat-sifat surfaktan dengan panjang rantai alkil. Didapatkan bahwa detergensi, daya emulsifikasi, dan penurunan tegangan permukaan bertambah dengan meningkatnya panjang rantai alkil. Pengaruh penambahan APG pada sabun menunjukkan bahwa APG dapat menggantikan bagian dasar sabun natrium dengan memperbaiki sifat-sifat pembusaan. Böge dan Tietze 1998 menggunakan alkohol lemak dodekanol, C 12 dan glukosa pada skala laboratorium untuk mensintesis APG. Pengaruh konsentrasi dan jenis asam sulfonat, yaitu methanesulfonic acid MsOH dan trifluoromethane-sulfonic acid TfOH, yang digunakan sebagai katalis terhadap laju reaksi dan komposisi produk ditentukan dan dikorelasikan dengan konstanta Taff . Didapatkan bahwa laju reaksi yang diamati pada dua tipe katalis merupakan pengaruh yang utama dari keasamannya. Karena karakter heterogen reaksi plot laju-konsentrasi menghasilkan kurva saturasi. Pengaruh ukuran partikel kristalin glukosa terhadap laju reaksi dan komposisi produk juga diteliti. Corma et al. 1998 telah mendapatkan alkil glukosida rantai panjang dengan transasetalisasi butil glikosida dengan dua rantai alkohol lemak dan juga dengan glikosidasi langsung menggunakan zeolit H-beta sebagai katalis. Alkohol lemak yang digunakan adalah C 8 1-oktanol dan C 12 1-dodekanol. Pengaruh variabel proses seperti suhu, rasio molar reaktan, dan panjang rantai alkohol lemak juga dikaji. Mereka mendapatkan bahwa laju pengurangan mula-mula butil glukosida sangat kuat dipengaruhi oleh komposisi umpan, dan makin tinggi 25 jumlah butil glukofuranosida meningkatkan laju reaksi dan memperbesar total konversi dengan reaksi lebih cepat. Corma et al. 1996 juga telah menyiapkan alkil glukosida yang ramah lingkungan dengan glikosidasi Fischer glukosa dan n-butanol menggunakan berbagai zeolit asam sebagai katalis. Baik butil glukofuranosida dan piranosida terbentuk selama reaksi. Mereka mendapatkan bahwa zeolit dengan pori tridireksional besar dengan rasio SiAl tinggi seperti faujasite dan beta merupakan katalis yang paling sesuai. Pengaruh rasio molar alkohol dan glukosa terhadap selektivitas alkil monosakarida juga dipelajari. Ringkasan sintesis APG secara kimia dapat dilihat pada Tabel 4 dan ringkasan sintesis alkil glukosida rantai pendek butil glikosida secara kimia dapat dilihat pada Tabel 5. T = 105 C; t = 1 jam T = 110 C MsOH dan 4 Ringkasan hasil studi pustaka sintesis APG secara kimia Sumber Glukosa Alkohol lemak C 8 , C 9 , Dua tahap: El-Sukkary et C 10 , C 12 , dan C 14 Glukosa Alkohol lemak C 8 , C 10 , C 12 , C 16 , dan C 18 - Butanolisis - Transasetalisasi Dua tahap: - Butanolisis - Transasetalisasi PTSA PTSA PTSA PTSA o T = 115 120 o C; P = vakum 300 mm Hg T = 90 o C; t = 3 jam T = 115 o C; t = 3 jam 32 dynecm 2,97 x 10 -4 molL 36,3 dynecm 0,3 gL 2008 Ware et al. 200 Glukosa Dodekanol C 12 Satu tahap: - Asetalisasi - MsOH - TfOH o 90 o C TfOH - Böge Tietze 1998 P = 20 mbar; t = 4 jam dan 8 jam Glukosa Alkohol lemak C 8 dan C 12 Satu tahap: - Asetalisasi Zeolit H-beta T = 120 o C; t = 4,5 jam - Dua tahap: Corma et al. 1998 - Butanolisis - transasetalisasi Zeolit H-beta Zeolit H-beta T =120 o C; t = 4 jam T = 120 o C; P = vakum - 400 Torr Tapioka Alkohol lemak C 12 Dua tahap: - Butanolisis PTSA T = 140-150 o C; 28,7 dynecm Februadi 2011 t = 30 menit 0,8 - Transasetalisasi PTSA T = 120 o C; t = 2 jam; P= 15 mm Hg gan: PTSA = p-toluene sulfonic acid; MsOH = methanesulfonic acid; TfOH = trifluoromethanesulfonic acid tegangan permukaan yang diperoleh untuk alkohol lemak C 12 . 5 Ringkasan hasil studi pustaka sintesis alkil glukosida rantai pendek butil glukosida secara kimia Sumber hidrofilik Alkohol Proses Katalis Kondisi proses Yield Referens Glukosa n-butanol Asetalisasi Zeolit HY dengan 8 rasio SiAl Glukosa n-butanol Asetalisasi MCM 41 dengan 5 rasio SiAl Glukosa n-butanol Asetalisasi Zeolit H-beta dengan 4 rasio SiAl Glukosa n-butanol Asetalisasi - Zeolit HY-100 - Zeolit HY-2 - Zeolit H-ZSM-5 - Zeolit H-beta - Zeolit H-mordenite - MCM-22 T = 110 o C t=- N = 1000 rpm T = 120 o C t = 4 jam N = 600 rpm T = 120 o C t = 4 jam N = 600 rpm T = 110 o C t = 4 jam N = 600 rpm 40 95 Chapat et al. 1999 39 61 Climent et al. 1999 48 72 Camblor et al. 1997 33 52 Corma et al. 1996 Pati jagung n-butanol - H 2 SO 4 T = 165 o C t = 40 mnt versi Lueders 1989 d d 1 1 2 2 28

2.5 Adsorpsi Pada Suatu Permukaan

Ada dua kondisi penting yang harus dipenuhi agar adsorpsi terjadi secara spontan pada suatu antarmuka. Pertama, dua badan fase yang tidak dapat bercampur harus berkontak langsung dengan satu sama lainnya agar terjadi perpindahan. Kedua, satu atau kedua fase harus mengandung lebih dari satu komponen. Proses perpindahan komponen adsorbat dari badan larutan ke antarmuka akan berlangsung terus hingga keadaan kesetimbangan adsorpsi dicapai. Dalam sistem cair adsorpsi tergantung pada komposisi larutan dan baik komponen solut maupun solven dalam badan medium berkompetisi dengan satu sama lainnya agar akumulasi berlebih pada daerah antarmuka Chattoraj dan Birdi 1984. Thermodinamika akumulasi ekses permukaan untuk berbagai tipe fenomena adsorpsi pada antarmuka fluida dijelaskan dengan konsep universal dari “ekses permukaan Gibbs”.

2.5.1 Termodinamika Adsorpsi: Persamaan Gibbs

Dalam publikasi klasiknya Gibbs telah menurunkan persamaan umum untuk adsorpsi pada antarmuka yang kemudian dikenal dengan persamaan adsorpsi Gibbs. Dia telah meninjau suatu kolom cairan yang mengandung dua badan fase dan yang terpisah dari satu sama lainnya dengan suatu daerah permukaan Gambar 6 Chattoraj dan Birdi 1984. Karena daerah permukaan aktual tidak homogen dan oleh karena itu sulit untuk didefinisikan, Gibbs telah menyederhanakan sistem tersebut dengan menganggap suatu kolom cairan ideal dimana dua fase dan tidak dipisahkan oleh suatu fase antarmuka aktual tetapi dengan suatu bidang pemisah sembarang Gambar 7. Bidang ini dipilih sedemikian rupa sehingga komposisi dari kedua fase tidak berubah hingga permukaan pemisah. Penyederhanaan ini memungkinkan Gibbs untuk mendefinisikan besaran- besaran ekses permukaan pada antarmuka. Dengan menggunakan perlakuan thermodinamik dia mampu menurunkan persamaan berikut untuk sistem biner pada temperatur konstan Adamson dan Gast 1997: d 1 29 Gambar 6 Kolom dalam sistem riil Gambar 7 Kolom dalam sistem ideal Chattoraj dan Birdi 1984. Chattoraj dan Birdi 1984. dimana adalah tegangan permukaan, 1 dan 2 berturut-turut adalah konsentrasi ekses permukaan dari solven dan solut, dan 1 dan 2 masing-masing adalah potensial kimia dari solven dan solut. Karena 1 dan 2 didefinisikan relatif terhadap permukaan pemisah yang dipilih sembarang, pada dasarnya kemungkinan ini terhadap posisi permukaan sedemikian rupa 1 0 , sehingga d 2 d 2 2 Dengan menggunakan asumsi larutan encer ideal, kita dapat menset koefisien aktivitas mendekati satu dan menghubungkan fraksi mol dengan konsentrasi. Persamaan 2 menjadi: 2 1 d RT d ln c 2 3 dimana c 2 adalah konsentrasi solut di dalam fase cair, R adalah tetapan gas, dan T adalah temperatur absolut. Persamaan 3 merupakan bentuk paling sederhana dari persamaan adsorpsi Gibbs yang menghubungkan perubahan tegangan permukaan terhadap akumulasi ekses konsentrasi permukaan atau adsorpsi. Bila turunan dalam Pers. 3 adalah negatif maka 2 adalah positif dan ada suatu konsentrasi ekses permukaan dari solut. Jika turunannya adalah positif maka ada suatu 30 kekurangan permukaan dari solut. Jika solut diadsorp secara positif ini akan menghasilkan penurunan tegangan permukaan.

2.5.2 I soterm Adsorpsi Kesetimbangan

Tujuan suatu isotherm adsorpsi adalah untuk menghubungkan konsentrasi surfaktan dalam badan larutan dan jumlah yang diadsorb pada antarmuka Eastoe dan Dalton 2000. Sejumlah isotherm adsorpsi yang paling umum digunakan akan dibahas di sini. Untuk sistem komponen tunggal, isotherm yang paling sederhana adalah isotherm Henry atau isotherm hukum Henry yang merupakan suatu hubungan linier antara ekses permukaan dan konsentrasi badan surfaktan: K H C 4 dimana adalah konsentrasi ekses permukaan dari surfaktan, K H adalah konstanta adsorpsi kesetimbangan Henry, dan C adalah konsentrasi surfaktan dalam badan fase cair. Konstanta adsorpsi kesetimbangan merupakan suatu ukuran empiris dari aktivitas permukaan surfaktan dan karena itu, merupakan parameter kritis dalam setiap isotherm Eastoe dan Dalton 2000; Chang dan Franses 1995. Isotherm Henry berlaku untuk konsentrasi permukaan rendah dimana interaksi antara spesies pada antarmuka tidak signifikan. Kekurangan dari isotherm ini adalah bahwa tidak ada batasan harga maksimum . Isotherm non-linier yang paling umum digunakan adalah isotherm Langmuir: K L C 1 K L C 5 dimana adalah konsentrasi permukaan maksimum dan K L adalah konstanta adsorpsi kesetimbangn Langmuir. Parameter adalah batas teoritis dari konsentrasi permukaan yang tipikali tidak dapat dicapai karena batasan constraint C, seperti kelarutan atau konsentrasi misel kritis cmc. Isotherm Langmuir didasarkan pada model tipe-lattis dimana setiap situs adsorpsi pada lattis ekuivalen. Juga, kemungkinan adsorpsi pada situs kosong adalah tidak tergantung dari pemilikan situs-situs yang berdekatan dan tidak ada interaksi atau A 31 gaya-gaya intermolekular yang bekerja antara spesies dalam lattis Eastoe dan Dalton 2000. Titik akhir ini juga merupakan batasan utama dari isotherm Langmuir. Banyak spesies memperlihatkan interaksi intermolekular pada interface, yang mana dapat memasukkan gaya-gaya van der Waals yang relatif lemah, atau interaksi yang lebih kuat karena pengaruh elektrostatik atau ikatan hidrogen. Jadi, laju adsorpsi dan desorpsi dapat dipengaruhi secara positif atau negatif dengan meningkatnya coverage permukaan. Isotherm Frumkin dibangun berdasarkan persamaan Langmuir dengan mencoba memperhitungkan interaksi solut-solven pada permukaan non-ideal Chang dan Franses 1995. Hal ini paling sesuai untuk surfaktan nonionik dan biasanya disajikan dalam bentuk berikut: C K F exp 6 dimana K F adalah konstanta adsorpsi kesetimbangan Frumkin, dan A merupakan suatu ukuran non-idealitas lapisan permukaan. Parameter A pada dasarnya berfungsi sebagai perkiraan pengaruh atraksi molekular atau tolakan antar molekul-molekul surfaktan pada antarmuka pada konsentrasi permukaan. Jika A=0, lapisan permukaan dianggap ideal, dan persamaan tereduksi menjadi isotherm Langmuir. Meskipun sebagian besar isoterm paling cocok untuk surfaktan non-ionik, Borwankar dan Wasan memperpanjang isoterm Frumkin untuk memperhitungkan efek dari lapisan ganda listrik untuk surfaktan ionik Borwankar dan Wasan 1986. Konsentrasi di bawah permukaan subsurface dikoreksi untuk efek-efek lapisan ganda listrik menggunakan faktor Boltzmann dan formulasi ini dapat digunakan untuk kedua surfaktan kationik dan anionik. Baru-baru ini, Lin et al. telah menggunakan pendekatan hambatan energi aktivasi untuk memperhitungkan peningkatan interaksi antarmolekul pada cakupan permukaan meningkat Lin et al. 1995; Lin et al. 1991; Lin et al. 1997. Energi aktivasi diasumsikan mengikuti ketergantungan hukum power power law pada cakupan permukaan Γ. Kehadiran gaya-gaya kohesif antarmolekul, yang meningkat dengan cakupan permukaan, menurunkan tingkat desorpsi relatif terhadap laju adsorpsi.