Skin lotion Pengembangan proses produksi Alkil Poliglikosida (APG) dari glukosa dan pati sagu

40 kondisioner dan pewarna rambut, produk makeup, pencuci mulut, penyegar napas, lotion setelah bercukur, krim cukur, krim, lotion¸ dan lulur Smolinske 1992. Bahan higroskopis tertentu yang dikenal sebagai humektan, dapat menyeimbangkan air pada lapisan tanduk dan menjaganya matriks lemak interseluler. Air ini dapat dating dari air pada formulasi akhir dan lapisan epidermis bagian bawah bukannya dari lingkungan luar Butler 2000. Air murni merupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam pembuatan skin lotion. Air murni hanya mengandung molekul air saja dan dideskripsikan sebagai cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, memiliki pH 5.0 dan 7.0, dan berfungsi sebagai pelarut Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1993. Air yang digunakan harus didestilasi atau dihilangkan garam- garamnya dengan ion exchanger. Sisa-sisa besi dan tembaga sangat berbahaya karena mempercepat ketengikan. Karena kandungan minyak tumbuhan yang tinggi, preparat pelembab ini mudah menjadi tengik. Kosmetika pelembab harus dilindungi dari mikroorganisme dan jamur dengan penambahan bahan pengawet Tranggono dan Latifah 2007. Manfaat air dalam produk kosmetika adalah membantu penyebaran produk dan pencampuran bahan-bahan lainnya dalam larutan kosmetika. Air dapat pula mengembalikan kelembaban kulit, ini merupakan hal yang penting, mengingat air adalah bagian mayoritas dalam sel kulit manusia Edgar 2008. Metil paraben atau nipagin digunakan sebagai pengawet dalam kosmetika, produk makanan, dan formula farmasi. Metil paraben dapat digunakan sendiri ataupun dengan kombinasi paraben lainnya, atau zat antimikroba lain. Bentuk metil paraben adalah kristal tak berwarna, serbuk kristal putih, dan tidak berbau. Metil paraben merupakan metil ester dari asam p-hidroksibenzoat. Metil paraben mempunyai aktivitas antimikroba pada pH 4-8. Efek pengawetan akan menurun sebanding dengan meningkatnya pH. Metil paraben memiliki keaktifan paling lemah dari seluruh paraben. Aktivitasnya akan meningkat dengan bertambahnya panjang rantai dari alkil. Aktivitas dapat diperbaki dengan mengombinasikan dengan paraben lain. Metil paraben larut dalam etanol, eter, propilen glikol dan metanol, tidak larut dalam paraffin cair dan air, larut dalam air hangat, aktivitas t t B C 41 antimikroba dari metil paraben menurun dengan keberadaan surfaktan nonionik seperti polisorbat 80 Wade dan Weller 1994. Sangat penting untuk menggunakan parfum yang stabil untuk tidak mengiritasi pada kondisi alkali dan tidak mudah teroksidasi atau menguap. Konsentrasi parfum yang digunakan pada produk beragam, tapi apabila konsentrasinya terlalu rendah, akan menyebabkan aromanya tidak nampak. Di sisi lainnya, bila konsentrasi terlalu tinggi, akan menghasilkan bau yang terlalu menyengat dan dapat menyebabkan gumpalan-gumpalan, terutama pada sediaan bedak. Dapat pula menyebabkan iritasi pada kulit. Biasanya konsentrasi parfum kisaran 0,2 dan 1 masih dapat diterima Singh 2010.

2.8 Analisis Kelayakan Finansial

Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial suatu proyek yaitu dengan menghitung biaya investasi dan biaya produksi biaya tetap dan biaya variabel, yang kemudian dinilai kelayakan investasinya berdasarkan kriteria kelayakan investasi, yaitu Net Present Value NPV, Internal Rate of Return IRR, Net Benefi-Cost Ratio net BC, Break Even Point BEP, dan Pay Back Period PBP. Net Present Value adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh kegiatan investasi. Jika NPV sama dengan nol atau lebih besar dari nol, maka suatu industri dinyatakan layak karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil dari pada nilai keuntungan atau hasil yang diperoleh. Sedangkan bila NPV lebih kecil dari nol, suatu industri dinyatakan tidak layak karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pada nilai keuntungan atau hasil yang diperoleh. Formulasi yang digunakan untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut: n NPV 14 t 1 1 i t dimana: B t = benefit bruto pada tahun ke-t Rp C t = biaya bruto pada tahun ke-t Rp n = umur ekonomis proyek tahun i = tingkat suku bunga i 2 42 t = tingkat investasi t = 1, 2, 3, ..., n Internal Rate of Return menggambarkan persentase keuntungan yang diperoleh tiap tahun atau merupakan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga bank. Hal ini berarti IRR sama dengan tingkat suku bunga pada waktu NPV 0. Perhitungan besarnya IRR dapat dilakukan dengan cara interpolasi antara tingkat suku bunga pada saat NPV positif dan tingkat suku bunga pada saat NPV negatif. Pada dasarnya IRR suatu proyek yang layak adalah jika discount rate proyek lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, dan secara matematis IRR dapat dirumuskan sebagai berikut: NPV 1 IRR i 1 i 1 NPV 1 NPV 2 15 dimana: NPV 1 = nilai NPV yang positif Rp NPV 2 = nilai NPV yang negatif Rp i 1 = tingkat suku bunga pada NPV positif i 2 = tingkat suku bunga pada NPV negatif Net Benefit-Cost Ratio adalah perbandingan antara manfaat yang diperoleh dari suatu proyek dengan biaya yang harus dikeluarkan Gittinger, 1986. Proyek dikatakan layak jika net BC lebih besar dari satu. Jika net BC sama dengan satu maka proyek tersebut akan mencapai titik impas saja dan jika net BC kurang dari satu maka proyek tersebut tidak layak. Net BC n t 1 n t 1 B t C t 1 i t B t C t 1 i t ; untuk B t ; untuk B t C t C t 16 Break Even Point adalah suatu kondisi dimana perusahaan berproduksi pada tingkat produksi tertentu yang menyebabkan pengeluaran biaya sama dengan pemasukan penerimaan atau laba = 0 atau nilai NPV 0. 43 BEP 1 Total Biaya Tetap Total Biaya Variabel Total Penerimaan Pay Back Period adalah waktu yang diperlukan oleh suatu proyek untuk dapat menutup kembali pengeluaran investasi awal yang direpresentasikan dalam horizon waktu. PBP menggambarkan lamanya waktu agar dana yang telah diinvestasikan dapat dikembalikan seluruhnya. Pengembalian modal ini dipandang sebagai kas masuk Cash in flow. PBB dapat dirumuskan sebagai berikut: PBP B n M 1 C n 1 1 dimana: B n = benefit bruto pada tahun ke- n Rp C n = biaya bruto pada tahun ke- n Rp M = nilai kumulatif B t C t negatif yang terakhir Rp n = periode investasi pada saat nilai kumulatif B t C t negatif yang terakhir tahun.

2.9 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji sejauh mana perubahan-perubahan unsur dalam aspek ekonomi dan finansial berpengaruh terhadap keputusan yang diambil. Gray et al. 1992 menyatakan bahwa perhitungan kembali perlu dilakukan mengingat asumsi-asumsi yang ada banyak mengandung unsur ketidakpastian tentang apa yang terjadi dimasa yang akan datang. Pada umumnya analisis sensitivitas dilakukan pada kisaran 10 50 dari nilai yang berlaku saat ini. Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi berkenaan dengan analisis sensitivitas adalah 1 kenaikan dalam biaya konstruksi akibat perhitungan yang terlalu rendah, yang kemudian ternyata pada saat pelaksanaan proyek biaya meningkat karena harga peralatan, mesin, dan bahan-bahan bangunan meningkat, 2 perubahan harga bahan baku dan produk, dan 3 terjadi pelaksanaan pekerjaan tambahan. BAB I I I METODOLOGI PENELI TI AN

3.1 Kerangka Pemikiran

Penelitian proses sintesis alkil poliglikosida APG dari pati sagu diawali dengan adanya gagasan bahwa tanaman sagu banyak terdapat di Indonesia dan masih belum dimanfaatkan secara optimal. Pati sagu dapat menjadi sumber bahan baku dalam pembuatan surfaktan nonionik APG. Saat ini kebutuhan surfaktan nonionik di Indonesia masih dipenuhi dari impor. Proses pembuatan APG dengan sintesis Fischer dapat dilakukan dengan dua varian proses, tergantung pada jenis karbohidrat yang digunakan, yaitu sintesis langsung proses satu tahap dan sintesis tidak langsung proses dua tahap. Pada proses satu tahap bahan bakunya adalah glukosa, sedangkan pada proses dua tahap bahan bakunya bisa glukosa ataupun pati. Proses produksi APG melalui proses asetalisasi satu tahap dilakukan dengan mereaksikan glukosa dan alkohol lemak dengan perbandingan tertentu dan dengan bantuan katalis asam p-toluena sulfonat pTSA untuk menghasilkan alkil poliglikosida. Penggunaan glukosa sebagai bahan baku lebih mudah menyebabkan produk berwarna gelap karena gula-gula sederhana sangat mudah mengalami degradasi akibat penggunaan suhu tinggi dan keadaan asam. Proses degradasi inilah yang menghasilkan by-product yang tidak diinginkan selama proses sintesis APG. Proses sintesis langsung dengan menggunakan bahan baku glukosa dilakukan sebagai pembanding dalam sintesis APG. Dikarenakan kelarutan glukosa dalam alkohol lemak sangat rendah, beberapa peneliti mereaksikan terlebih dahulu glukosa dengan butanol, yaitu melalui reaksi butanolisis. Proses sintesis APG dengan bahan baku pati harus melalui dua tahapan proses, yaitu butanolisis dan transasetalisasi. Bila bahan baku glukosa juga harus melalui proses butanolisis, maka pemilihan pati sagu sebagai bahan baku dalam sintesis APG sangat tepat. Kelebihan penggunaan pati sagu pada proses sintesis APG diantaranya adalah ketersediaan pati sagu yang banyak di Indonesia dan harganya relatif murah dibandingkan glukosa serta pati tidak mudah menyebabkan produk berwarna gelap.