Tahapan Penelitian Pengembangan proses produksi Alkil Poliglikosida (APG) dari glukosa dan pati sagu
Run Peubah sebenarnya
b
ii i2
b
i i
X X
b
i j i
j
X X
b
11 12
b
22 22
b b
1 1
X b
2 2
X X
X b
12 1 2
X X
50
Tabel 10 Peubah bebas dan respon untuk sintesis APG dari pati sagu dengan rancangan komposit terpusat
Peubah yang disandikan x
1
x
2
X
1
X
2
Yield 1.
1:2,5 130
-1 -1
2. 1:6
130 1
-1 3.
1:2,5 150
-1 1
4. 1:6
150 1
1 5.
1:1,78 140
-1,414 6.
1:6,72 140
1,414 7.
1:4,25 125,86
-1,414 8.
1:4,25 154,14
1,414 9.
1:4,25 140
10. 1:4,25
140
Pemodelan Matematika
Respon tunggal yang dimodelkan dengan menggunakan response surface
methodology RSM berhubungan dengan peubah-peubah bebas. Dengan RSM, persamaan polinomial kuadratik dikembangkan untuk memprediksi respon
sebagai fungsi peubah-peubah bebas yang meliputi interaksi-interaksinya Montgomery 2001. Pada umumnya, respon untuk polinomial kuadratik dapat
dinyatakan seperti dalam Pers. 19 Y
i
b 19
i ii
i j
dimana Y adalah respon yang diprediksi, b
adalah koefisien intersep, b
i
adalah koefisien dari suku linier,
b
ii
adalah koefisien dari suku kudratik, b
ij
adalah koefisien dari suku interaksi, dan
X
i
dan X
j
adalah peubah bebas yang disandikan. Dalam kajian ini, persamaan polinomial order dua didapatkan dengan
menggunakan peubah bebas yang disandikan sebagai berikut Y
20 Harga koefisien-koefisien dari Pers. 20 ditentukan dengan menggunakan
teknik analisis regresi ganda yang termasuk dalam RSM. Pengujian koefisien-
51
koefisien tersebut dilakukan dengan sidik ragam ANOVA, sedangkan kualitas pencocokan
dari model
dinilai dari
koefisien korelasi
dan koefisien
determinasinya. Rancangan percobaan dalam penelitian ini diselesaikan dengan menggunakan paket program Design Expert versi 6.0.6. Kondisi proses optimum
yang diperoleh kemudian divalidasi lagi.
Proses produksi alkil poliglikosida APG dengan metode satu tahap
Proses produksi APG dari glukosa dan dodekanol dilakukan dengan metode satu tahap. Diagram alirnya dapat dilihat pada Gambar 11. Variabel proses pada
sintesis satu tahap ini adalah rasio mol glukosa-dodekanol dan suhu asetalisasi, sedangkan pada tahap netralisasi, distilasi, dan pemucatan tidak diubah-ubah.
Proses asetalisasi dilakukan dengan mencampurkan dodekanol dan glukosa dengan perbandingan 3:1 sampai dengan perbandingan 6:1 dengan bantuan katalis
asam p-toluene sulfonat. Kondisi reaksi diatur pada suhu 100 120°C selama 3 4 jam pada tekanan
15 25 mmHg. Setelah itu, campuran bahan dilakukan netralisasi sampai pH 8 10 dengan menggunakan NaOH 50 pada suhu 80°C. Setelah tahap tersebut akan
terbentuk APG kasar yang masih bercampur dengan residu air+dodekanol yang tidak bereaksi sehingga dilakukan pemisahan dengan menggunakan distilasi
vakum untuk mengeluarkan residu. Pemisahan dodekanol dilakukan pada suhu 160 200°C dan tekanan 15 mmHg. Tahap akhir adalah pemucatan untuk
memperoleh APG murni pada suhu 50 100°C kurang lebih selama 2 jam.
T = 100 120 C
Distilasi
T = 160 180
o
C 52
Dodekanol Glukosa
+ p-toluene sulfonic acid
o
t = 230 menit P = 15 25 mmHg
+ NaOH 50 hingga pH 8
-10
Residu air+dodekanol
Asetalisasi
Netralisasi
Didinginkan hingga T = 80
o
C
P = vakum
APG Kasar
+ Air + H
2
O
2
+ NaOH Bleaching
50 Alkil Poliglikosida APG
Gambar 11 Diagram alir sintesis alkil poliglikosida satu tahap.
53
Proses produksi APG dari pati sagu dan dodekanol
Proses produksi APG dari pati sagu dan dodekanol dilakukan dengan metode dua tahap, yaitu butanolisis dan transasetalisasi. Diagram alirnya dapat
dilihat pada Gambar 12, sedangkan skema peralatan proses pembuatan APG dalam reaktor
batch dapat dilihat pada Gambar 13. Pada sintesis dua tahap ini variabel prosesnya adalah rasio mol pati sagu-
dodekanol dan suhu butanolisis, sedangkan pada tahap transasetalisasi, netralisasi, distilasi, dan pemucatan tidak diubah-ubah. Pada tahap butanolisis pati sagu, air
dan butanol direaksikan dengan adanya katalis p-toluene sulfonic acid PTSA
pada tekanan tinggi untuk membentuk butil glikosida. Reaksi ini berlangsung selama 30 menit pada suhu 130 150
o
C, tekanan 3 5 bar dan kecepatan pengaduk 200 rpm.
Pada tahap transasetalisasi, butil glikosida hasil dari butanolisis direaksikan dengan alkohol lemak C
12
dodekanol dengan bantuan katalis PTSA pada kondisi vakum. Reaksi ini berlangsung pada suhu 110 120
o
C dan tekanan vakum selama 120 menit. Pada tahap ini dihasilkan alkil poliglikosida yang masih bercampur
dengan dodekanol, sedangkan butanol berlebih yang tidak bereaksi dan air dikeluarkan.
Setelah proses transasetalisasi dilakukan netralisasi untuk menghentikan reaksi pada suhu 80
o
C dengan menggunakan NaOH hingga mencapai pH 8 10 Wuest
et al. 1992. Kemudian campuran produk tersebut didistilasi untuk memisahkan alkohol lemak berlebih yang tidak bereaksi pada suhu 160 180
o
C dan tekanan vakum. Produk APG yang diperoleh dilarutkan dalam air hingga
konsentrasi yang diinginkan. Setelah itu dilakukan proses pemucatan pada suhu 80 90
o
C. Proses pemucatan dilakukan dengan menambahkan larutan H
2
O
2
dan MgO serta NaOH hingga diperoleh produk dengan pH 8 10.
T = 110 120 C 54
Pati Sagu Butanol
Air
+ p-toluene sulfonic acid
T = 130 150
o
C
Butanolisis
Butil glikosida
t = 30 menit P = 3
5 bar Alkohol lemak
+ p-toluene sulfonic acid
o
t = 120 menit
Transasetalisasi Air + butanol
P = vakum + NaOH sd pH 8 10
Netralisasi
Distilasi
APG Kasar
Pelarutan Air
T = 160 180
o
C P = vakum
Alkohol lemak
Pemucatan Bleaching
H
2
O
2
Alkil Poliglikosida APG
Gambar 12 Metode sintesis APG dua tahap.
55 2
3 1
4
Keterangan: 5
6
5
7
1 = reaktor berjaket
2 = motor pengaduk
3 = kondensor
5 = separator 6 = tangki silika gel
7 = pompa vakum 4
= jaket pemanas Gambar 13 Skema peralatan proses produksi APG dalam reaktor
batch.
Konfirmasi struktur dan evaluasi sifat-sifat aktif permukaan APG
Alkil poliglikosida APG yang dihasilkan dikonfirmasi struktur kimianya dengan menggunakan
tool analisis Fourier transform infrared spectroscopy FTIR dan dievaluasi sifat-sifat aktif permukaannya. Evaluasi sifat-sifat aktif
permukaan ini meliputi tegangan permukaan, tegangan antarmuka, HLB, dan kestabilan emulsi. Karakteristik APG yang dihasilkan dibandingkan dengan APG
komersial Cognis sebagai acuan. Adapun metode analisisnya disajikan pada Lampiran 1.
Kajian fenomena adsorpsi APG pada antarmuka fluida-fluida
Surfaktan nonionik APG ini larut dalam air, karena itu adsorpsi dipelajari pada permukaan air-udara untuk tegangan permukaan dan air-xilena untuk
tegangan antarmuka. Persamaan keadaan permukaan yang digunakan untuk menduga tegangan permukaan diturunkan dari persamaan adsorpsi Gibbs dan
model isotherm Langmuir. Untuk konsentrasi surfaktan rendah, konsentrasi permukaan
pada antarmuka dapat diperkirakan dari slope pengeplotan
vs ln c pada suhu konstan,
56
berdasarkan persamaan adsorpsi Gibbs dengan anggapan larutan encer ideal Chang dan Franses, 1995:
1 d
RT d ln c 21
dimana c adalah konsentrasi solut di dalam fase cair, tegangan permukaan atau
tegangan antarmuka, R adalah tetapan gas, dan T adalah temperatur absolut.
Isotherm non-linier yang paling umum digunakan adalah isotherm Langmuir:
K
L
C 1
K
L
C 22
dimana adalah konsentrasi permukaan maksimum dan
K
L
adalah konstanta adsorpsi kesetimbangan Langmuir. Dengan menyisipkan Pers. 22 ke dalam Pers.
17 didapatkan RT
ln1 K
L
C 23
Persamaan 23 adalah persamaan keadaan permukaan. Persamaan ini
mempunyai dua parameter yang tidak diketahui, yaitu dan
K
L
. Perhitungan harga parameter
K
L
dan dilakukan dengan cara optimasi non linear multi
peubah, yaitu dengan meminimumkan jumlah kuadrat kesalahan antara data tegangan permukaan yang diukur atau percobaan dan harga prediksi atau model.
Metode optimasi non linier multi peubah yang digunakan adalah metode Nelder- Mead dengan bantuan paket perangkat lunak Matlab.
Kinetika emulsifikasi dan uji stabilitas emulsi
Skin lotion termasuk golongan kosmetik pelembab kulit yang terdiri dari berbagai minyak nabati, hewani, maupun sintesis yang dapat berfungsi sebagai
lemak buatan pada permukaan kulit. Kosmetik pelembab kulit umumnya berbentuk sediaan cairan minyak atau campuran minyak dalam air yang dapat
ditambahi atau dikurangi zat tertentu untuk tujuan khusus Wasitaatmadja 1997.
57
Untuk kajian kinetika emulsifikasi, emulsi disiapkan dengan melarutkan 2 berat APG dalam 92 air pada suhu
60
o
C, kemudian ditambahkan 6 mineral oil. Campuran ini diaduk dengan homogenizer pada kecepatan 1500 rpm,
2000 rpm dan 2500 rpm. Pengukuran distribusi ukuran globula dilakukan setiap interval waktu 5 menit hingga 25 menit dengan mikroskop.
Proses pembuatan skin lotion dilakukan dengan memanaskan 1,85 berat
asam stearat, 1,85 setil alkohol, 5,5 mineral oil, 0,1 metil paraben, dan 0,1
propil paraben pada suhu 60
o
C disertai pengadukan hingga terbentuk Sediaan A. Diagram alir pembuatan Sediaan A dapat dilihat pada Gambar 14. Kemudian
85,6 berat air, 3 APG dan 1,8 alkohol dilarutkan disertai pemanasan dan pengadukan pada suhu
60
o
C sehingga terbentuk Sediaan B. Diagram alir pembuatan Sediaan B dapat dilihat pada Gambar 15. Sediaan A yang telah
terbentuk dimasukkan ke dalam Sediaan B sambil terus diaduk sehingga terbentuk skin lotion dan ditambahkan TEA dan parfum Gambar 16.
Sediaan A
Mineral oil Setil alkohol
Metil paraben Popil paraben
Asam stearat
Pemanasan 60
o
C disertai pengadukan
Sediaan A
Gambar 14 Diagram alir pembuatan sediaan A.
58
Sediaan B
Alkohol Air
APG
Pengadukan dan pemanasasan 60
o
C
Sediaan B
Gambar 15 Diagram alir pembuatan sediaan B.
Sediaan C
Sediaan A Sediaan B
Parfum TEA
Pengadukan
Skin lotion
Gambar 16 Diagram alir proses pembuatan skin lotion.
Skin lotion yang dihasilkan diuji sifat-sifat fisiknya meliputi: pengujian pH, viskositas dan penampakan. Penetapan stabilitas emulsi dari
skin lotion dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara pengukuran berdasarkan pemisahan
dengan asumsi bahwa sistem emulsi yang sempurna bernilai 100. Emulsi
59
dimasukkan ke dalam tabung reaksi setinggi 10 cm. Persentase air atau minyak yang terpisah pada periode waktu yang ditetapkan dicatat. Selain itu pengujian
stabilitas emulsi juga dilakukan dengan cara dipercepat, yaitu dengan cara sentrifugasi. Sentrifugasi pada putaran 3750 rpm dalam tabung sentrifugasi
setinggi 10 cm selama 5 jam dapat dikatakan ekivalen dengan pengaruh gravitasi selama
1 tahun Lachman et al. 1994.
Tahap 2. Pengembangan proses produksi APG dari pati sagu
Pada pengembangan proses ini, bahan baku yang digunakan dalam sintesis APG adalah pati sagu dan dodekanol. Pati sagu memiliki kelebihan dibandingkan
glukosa karena pati sagu banyak tersedia dan harganya relatif murah dibandingkan glukosa. Selain itu pati sagu tidak mudah terjadi pembentukan
warna gelap dari APG. Proses yang digunakan dalam sintesis APG adalah proses Fischer dua tahap. Kondisi proses yang digunakan adalah kondisi proses optimum
dari tahapan sebelumnya. Hasil sintesis APG dari pati sagu pada tahap sebelumnya dijadikan dasar untuk mengembangkan proses pada skala yang lebih
besar menurut metode linier. Perhitungan neraca massa pada tiap-tiap tahapan proses dilakukan pada keadaan tunak. Kemudian dihitung ukuran peralatan utama
dalam mensintesis APG dan prakiraan biaya produksi APG berdasarkan harga peralatan. Pada Tahap ini juga dilakukan uji produksi APG dalam reaktor 10 L
berdasarkan kondisi proses optimum yang diperoleh pada tahap sebelumnya sintesis APG dari pati sagu. Dalam reaktor ini diusahakan pengadukannya dapat
dikendalikan dengan menggunakan impeller anchor dan motor pengaduk. Bahan baku yang digunakan dalam uji coba ini adalah pati sagu. Parameter-parameter
yang diamati sama seperti pada tahap sebelumnya, yaitu konfirmasi struktur kimia APG dan sifat-sifat aktif permukaan dari APG.
Tahap 3. Kajian kelayakan finansial industri alkil poliglikosida APG
Kajian kelayakan finansial ini dilakukan untuk menduga kelayakan dari rancangan proses produksi APG dari pati sagu dan alkohol lemak C
12
pada skala industri. Untuk itu disusun analisis biaya untuk keperluan produksi surfaktan alkil
poliglikosida. Analisis finansial untuk proses produksi surfaktan APG terdiri dari
60
dua bagian, modal investasi dan modal kerja. Modal investasi dapat dibagi dalam
dua kategori yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung meliputi biaya peralatan, biaya instalasi peralatan, instrumentasi dan kontrol,
pemipaan piping, instalasi listrik, bangunan, fasilitas layanan, dan lahan. Biaya
tidak langsung meliputi engineering dan pengawasan, biaya konstruksi, dan
kontijensi. Modal kerja dapat dibagi dalam dua kategori yaitu biaya produksi operasional dan biaya umum. Biaya produksi berkaitan dengan semua biaya
yang berhubungan langsung dengan operasi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku di pabrik. Biaya-biaya ini dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu
biaya produksi langsung, biaya tetap, dan biaya overhead pabrik.
Penilaian kelayakan dilakukan dengan menggunakan kriteria kelayakan investasi, yaitu:
1 NPV Net Present Value. Jika NPV sama dengan nol atau lebih besar dari
nol, maka suatu industri dinyatakan layak karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil dari pada nilai keuntungan atau hasil yang diperoleh. Sedangkan bila
NPV lebih kecil dari nol, suatu industri dinyatakan tidak layak karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pada nilai keuntungan atau hasil yang
diperoleh. 2 IRR
Internal Rate of Return. IRR dari suatu proyek yang layak adalah jika discount rate proyek lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku.
3 Net BC Net Benefit-Cost. Proyek dikatakan layak jika net BC lebih besar
dari satu. 4 BEP
Break Even Point. Kondisi dimana perusahaan berproduksi pada tingkat produksi tertentu yang menyebabkan pengeluaran biaya sama dengan
pemasukan penerimaan atau laba = 0 atau nilai NPV 0. 5 PBP
Pay Back Period. Lamanya waktu agar dana yang telah diinvestasikan dapat dikembalikan seluruhnya.
Tahap akhir dilakukan analisis sensitivitas. Sensitivitas kelayakan usaha ini dilakukan pada dua komponen, yaitu komponen pendapatan dan komponen harga
bahan baku.
BAB I V HASI L DAN PEMBAHASAN