90
akar. Giovannetti et al. 1994 menyatakan bahwa CMA dapat aktif apabila
eksudat akar ada di lingkungan perkecambahan.
4. 2. Optimasi Sterilisasi spora
Sebelum dilakukan modifikasi, proses sterilisasi memberikan hasil yang kurang memuaskan, spora pecah, kosong dan bahkan hilang. Hal tersebut
mungkin disebabkan konsentrasi bahan sterilan dan lama waktu sterilisasi, serta teknik sterilisasi kurang tepat, sehingga spora mungkin lisis atau kosong, dapat
pula merubah warna spora, sehingga spora tidak dapat berkecambah. Disatu sisi tingkat kontaminasi sangat tinggi, dan dalam waktu singkat hampir semua kultur
terkontaminasi. Frances et al. 1996 memperlihatkan permukaan spora sebelum
disterilisasi spora berlendir, membentuk pupil atau tonjolan mengkilat, diduga adanya bakteri. Bakteri tersebut menempel di permukaan spora, namun ada
beberapa bakteri yang tinggal di dalam dinding spora. Kondisi ini menyebabkan sulitnya memperoleh spora steril. Will Sylvia 1990 menyatakan bahwa
organisme yang berhubungan dengan permukaan spora CMA dapat saling merangsang, dapat pula menghalangi atau menunda perkecambahan spora.
Metode sterilisasi Buce et al. 2000 memberikan hasil terbaik untuk
sterilisasi spora, yaitu MgSO
4
.7H
2
O dan Tween 20 steril. MgSO
4
.7H
2
O berfungsi untuk mencegah dormansi spora Frances
et al. 1996. Fortin et al. 2002 menyatakan bahwa Tween 20 berfungsi untuk pelembut spora, sehingga fungsi
sterilan untuk membunuh organisme pencemar dapat bekerja secara optimal, dan NaOCl
2
0,52 Bayclin 10 berfungsi untuk membersihkan permukaan spora. Penggunaan antibiotik streptomisin berfungsi membunuh bakteri gram
negatif, penisillin membunuh bakteri gram positif, gentamisin dan tetrasiklin mempunyai spektrum lebih luas berfungsi membunuh kuman bersifat gram
negatif maupun positif dan sokterapi. Banyaknya jenis antibiotik yang digunakan dalam metode sterilisasi Buce
et al. 2000, agar fungsi antibiotik lebih luas. Chabot 1992 menyatakan bahwa sterilisasi permukaan spora dengan Tween 20
dan Khloramine T, berfungsi sebagai pelembut dan pembersih bakteri. Spora CMA steril menunjukkan permukaan yang halus, tidak berlendir Frances
et al. 1996.
91
Sterilisasi permukaan spora menggunakan alkohol dan kalsium hipokhlorit Declerck 1998. Dari tiga macam metode sterilisasi hanya Buce
et al. 2002 yang menggunakan antibiotik lebih beragam, dan terapi untuk mencegah
dormansi, sehingga spora CMA G. margarita yang dikultur dalam agar murni
mampu berkecambah, walaupun persentase perkecambahan masih sangat rendah. Modifikasi sterilisasi ketiga dari semua metode yang digunakan, kontaminasi
spora dapat ditekan namun spora masih belum mampu berkecambah. Banyak faktor yang dapat menyebabkan spora steril tidak berkecambah, antara lain
pengaruh bahan sterilan, faktor internal CMA yaitu dormansi, ketidak hadiran inang dan kompatibilitas inang, organisme pencemar, nutrisi media, dan faktor
lingkungan yang kurang mendukung Will Sylvia 1990, Diop et al. 1994,
Giovanetti et al. 1993. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
sterilisasi, yaitu jenis CMA, teknik sterilisasi, waktu dan bahan sterilan. Sedang prinsip pokok sterilisasi spora adalah, mensterilkan permukaan spora,
melembutkan dinding permukaan spora, dan jenis anti biotik yang lebih beragam, sehingga dapat berfungsi secara optimal, serta perlakuan pencegahan dormansi
spora. Perkecambahan spora merupakan titik awal pertumbuhan dan
perkembangan spora. Apabila spora tidak mampu berkecambah, maka proses simbiosis tidak berjalan. Di dalam pengembangan dan produksi inokulum secara
in vitro penyediaan spora steril dan mampu berkecambah, merupakan tuntutan utama yang harus dipersiapkan. Faktor yang perlu diperhatikan di dalam
penyediaan inokulum steril adalah teknik sterilisasi, sumber spora, media untuk perkecambahan spora, bahan sterilan, nutrisi, perlakuan kimia, inang dan faktor
genetik CMA Bianciotto Bonfante 1993, Frances et al. 1996, Chabot 1992,
Fortin et al 2000 Declerck et al. 1996
Sterilisasi spora dapat mempengaruhi perkecambahan spora, baik menghambat maupun mematikan, terjadi pecahnya spora dan spora kosong.
Setelah dimodifikasi kontaminasi spora dapat ditekan, tetapi spora belum memberikan hasil perkecambahan optimal. de-Souza Declerck 2003
menyatakan bahwa kegagalan perkecambahan mungkin disebabkan kerusakan tabung perkecambahan atau fisiologi CMA, misalkan spora belum matang, faktor