. Perkembangan G. margarita dan A. tuberculata

tanaman. Tampak bahwa perkembangan hifa paling banyak pada eksplan wortel yang diinokulasi dengan A. tuberculata. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa

G. margarita dan A. tuberculata

dapat dikembangkan secara in vitro dengan teknologi akar rambut. Teknologi tersebut merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mempelajari siklus hidup CMA Fortin et al. 2002. Keuntungan dengan menggunakan model tersebut karena perkembangan simbion dapat digambarkan secara jelas di dalam medium, sedang pada in vivo tidak mudah melakukan pengamatan. Teknologi in vitro akar rambut membuka peluang untuk mempelajari ekstraradikal hifa CMA, sebagai kunci perkembangan selanjutnya Bago et al. 1998 ab, de-Souza Barbara 1999, Fortin et al. 2002. Sampai saat ini masih sedikit jenis CMA yang dikembangkan secara in vitro dengan kultur akar rambut. Perkecambahan

G. margarita lebih cepat dibandingkan dengan A.

tuberculata, hal tersebut bisa dipahami karena morfologi dan fisiologi yang berbeda, memberikan respons perkecambahan yang berbeda.

G. margarita

memiliki dinding spora lebih tipis dibandingkan dengan A. tuberculata, sehingga waktu perkecambahan G. margarita lebih cepat dibandingkan dengan A tuberculata. Lucia 2005 menyatakan bahwa A. tuberculata memiliki dinding tebal, sedang

G. margarita mempunyai dinding spora lebih tipis, halus, dan terdiri

dari satu lapis, sehingga kantong kecambah lebih mudah pecah, lebih lanjut dinyatakan bahwa kematangan spora juga dapat mempengaruhi perkecambahan spora. Faktor yang berpengaruh terhadap perkecambahan spora antara lain eksudat akar. Eksudat akar berperan di dalam perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa CMA, dimana proses tersebut merupakan titik awal terjadinya simbiosis antara inang dan CMA Giovanetti et al. 1993. Peran inang menyediakan eksudat akar, untuk mempercepat pecahnya tabung perkecambahan dan sumber karbon yang digunakan untuk kelangsungan hidup CMA. Akar rambut berfungsi sebagai inang, eksudat akar dan persediaan karbon diperoleh dari proses glikolisis. Apabila inang dalam bentuk tanaman planlet maka persediaan karbon diperoleh dari hasil proses fotosintesis Juge et al. 2002. Eksudat akar juga berpengaruh terhadap fisiologi CMA, yaitu kematangan spora sehingga dapat mempengaruhi perkecambahan CMA Orcutt Nielsen 2000. Eksudat akar merupakan sinyal atau tanda yang dikeluarkan oleh inang untuk menarik perhatian CMA dalam menjalin kerjasama yang disebut simbiosis. Oleh karenanya eksudat akar mempengaruhi status fisiologi CMA, sehingga dapat memacu perkecambahan Diop et al. 1994. Titik awal terjadinya simbiosis antara inang dan CMA dengan terbentuknya CO 2 yang dikeluarkan tanaman melalui akar, dapat merangsang dan memacu spora berkecambah, dilanjutkan dengan perkembangan baru yang ditandai dengan percabangan hifa yang intensif Giovanetti et al. 1993, Tamasloukht et al. 2003. Medium MM lebih sesuai untuk perkecambahan, sporulasi, dan infeksi akar, hal ini disebabkan kandungan fosfat lebih rendah yaitu 4,4 mgl dibandingkan dengan MSR yang kandungan fosfatnya 44 mgl. Labor et al. 2003 menyatakan bahwa konsentrasi fosfat tinggi dalam medium menghambat proses sporulasi dan kolonisasi akar. Konsentrasi P rendah, merangsang pembentukan eksudat akar lebih banyak. Eksudat akar selain merangsang perkecambahan spora juga sebagai sumber karbon untuk kelangsungan hidup CMA, selanjutnya CMA berkembang dan melakukan simbiosis. Spora steril yang mampu berkecambah merupakan titik awal terbentuknya simbiosis, selanjutnya dapat berpengaruh terhadap kesuburan tanaman dan status fisiologi CMA. Oleh karena itu kompatibilitas antara inang dan CMA merupakan kunci sukses simbiosis Juge et al. 2002 Ada perbedaan kualitatif dan kuantitatif eksudat akar tanaman yang dipupuk dan tidak. Konsentrasi P yang tinggi menghambat produksi eksudat akar Pinior et al. 1999, dan sebaliknya. Perbedaan tersebut berdampak terhadap perkembangan hifa, dan eksudat akar banyak memacu perkembangan struktur organ CMA dalam korteks akar Abbott et al. 1994. Eksudat akar khususnya flavonoid dan isoflafonoid mempengaruhi perluasan hifa kearah akar. Penyebaran hifa dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Faktor internal me liputi infektivitas dan agresifitas CMA. Faktor eksternal meliputi ketersediaan eksudat akar, kompatibilitas inang, suhu, cahaya, dan media pertumbuhan, yaitu persediaan P, NH 4 , pH dan mikroba pencemar Wilson Tommerup 1992. Kuantitas dan kualitas eksudat yang tersedia dapat memacu perkecambahan spora CMA, sebagai