Cendawan Mikorhiza Arbuskula CMA
                                                                                B.2. Karakteristik interaksi  CMA dan simbion Genus
Gigaspora  dan  Acaulospora,  merupakan  CMA  yang  mempunyai ciri specifik yaitu,
Gigaspora  dengan  bulbus suspensor, dan substanding hifa sporophore, dinding  luar terdiri dari satu lapis, dan halus.  Sedang ciri specifik
Acaulospora  adanya  hyphal terminus, pada spora matang terdapat lubang kecil disebut ciatrik, sebagai penghubung spora dan hifa terminus. Dinding  luar  terdiri
tiga lapis, dan permukaan kasar seperti kulit jeruk Gambar 3.  Kedua genus tersebut disebut azygospora, karena spora terbentuk tidak langsung, berasal dari
hifa, tetapi spora berkembang dari suspensor Delvian et al. 2001, Lucia 2005.
B.3. Mekanisme infeksi CMA Sebelum terjadi infeksi, spora CMA  berkecambah dan terjadi pertumb uhan
hifa.  Selanjutnya terjadi kontak antara hifa dengan permukaan akar inang dan menghasilkan apresoria.  Jaringan akar yang terinfeksi  akan  membentuk hifa
interseluler dan intraseluler, hifa eksternal,  dan  arbuskula. Sedang  beberapa spesies  lain  membentuk vesikula.  Jaringan akar spesifik seperti epidermis dan
korteks membentuk koloni, karena CMA tidak mempunyai enzim untuk degradasi lignin dan suberin.
Secara umum proses infeksi CMA akar tanaman melewati empat tahap yaitu, 1 induksi perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa, 2 kontak hifa dan
permukaan akar, menyebabkan pengenalan dan pembentukan apresorium, 3 penetrasi hifa ke dalam akar,  dan  4 perkembangan struktur arbuskula internal,
sehingga terjadi simbiosis fungsional Bonfante   Perotto 1995.  Mekanisme infeksi akar, baik secara
in vitro maupun konvensional  in vivo  hampir tidak berbeda. Perbedaan hanya pada perlakuan inokulum,  untuk
in vitro  proses sterilisasi permukaan spora, dan stratifikasi pendinginan untuk mencegah
dormansi , sedang untuk in vivo tanpa melalui proses tersebut. Untuk spora in vitro
spora yang dihasilkan steril, dan sebaliknya secara konvensional sering tercemar. Juge
et al. 2001 menyatakan bahwa perawatan dengan stratifikasi dingin dapat memecahkan spora dorman, dan perawatan tersebut tidak hanya
mempengaruhi perkecambahan spora, tetapi dapat mempercepat pemecahan tabung perkecambahan, sehingga mampu mendorong percepatan perkecambahan
sampai 14 hari. Sumber karbon di dalam kultur pot berasal  dari hasil fotosintesis, sedang pada sistem
in vitro bersumber pada metabolisme proses siklus glikolisis.
B.4. Induksi perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa Beberapa peneliti mengemukakan bahwa eksudat akar mempengaruhi
perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa, yaitu pembengkakan dan percabangan hifa Giovannetti
et al.  1993. Orcutt   Nielsen 2000 mengelompokkan senyawa organik yang dikeluarkan akar berdasarkan
pergerakannya di tanah ke dalam tiga  kelompok yaitu 1 larut air dan berdifusi, 2 volatil dan berdifusi, dan 3 tidak dapat berdifusi. Kemampuan eksudat akar
volatil menarik tabung perkecambahan lebih tinggi  dibandingkan  dengan  yang larut air, sebab  eksudat volatil dapat menarik tabung perkecambahan pada jarak
lebih dari 10 mm, sedang  eksudat  yang  larut air aktivitas biolo ginya hilang pada jarak 1 mm. Selanjutnya ditunjukkan bahwa eksudat volatil bukan berasal dari
inang yang menghambat perkecambahan spora CMA. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa eksudat akar tanaman inang tidak
hanya menstimulasi pertumbuhan hifa,  tetapi  juga memberikan pengaruh morfogenetik terhadap cendawan. Beberapa flavonoid seperti  kuersetin  yang
terdapat dalam eksudat akar dapat menginduksi perkecambahan spora dan pemanjangan hifa
Glomus etunicatum Tsai   Phillips 1991. Selanjutnya Bécard et al. 1995  mengemukakan bahwa sebagian besar metabolit termasuk flavonoid
menstimulasi pertumbuhan CMA, walaupun dalam  pengembangan simbiosis flavonoid tidak diperlukan lagi. Isoflavon sebagai molekul penanda dalam
simbiosis CMA dengan tanaman dapat menginduksi pertumbuhan hifa, percabangan, dan diferensiasi serta penetrasi hifa ke sel inang, karena
mempengaruhi permiabilitas membran akar. Pinior
et al. 1999 mengemukakan bahwa  eksudat akar  paling sedikit terdapat dua sinyal yaitu 1 sinyal untuk panjang hifa  jumlah menurun pada
tanaman bermikorhiza, dan 2 sinyal pertumbuhan hifa terdapat baik pada tanaman bermikorhiza maupun tidak bermikorhiza.  Konsentrasi P dan genotip
tanaman dapat mempengaruhi kemampuan eksudat akar dalam menarik tabung perkecambahan. Pinior
et al. 1999 mengemukakan bahwa, terdapat perbedaan
baik secara kuantitatif maupun kualitatif komponen eksudat akar tanaman  yang tidak dipupuk P dan dipupuk P. Pada konsentrasi P eksternal rendah, jumlah
eksudat lebih banyak bila dibandingkan dengan keadaan P tinggi. Hubungan antara tingkat efisiensi P empat kultivar jagung dan kemampuan menarik tabung
perkecambahan menunjukkan, bahwa kultivar efisien kurang mampu menarik tabung perkecambahan spora, sedang kultivar tidak efisien lebih mampu menarik
tabung perkecambahan Suriyapperuma   Koske 1995.
B.5. Pembentukan apresorium Hasil penelitian Giovannetti
et al. 1993, 1994, 1995, dan Nagahashi  et al. 1995 menunjukkan bahwa tanaman mengeluarkan sinyal kimia dalam bentuk
eksudat akar yang  penyebabkan perubahan morfologi hifa, berupa proliferasi dan percabangan hifa sebelum pembentukan apresorium. Sinyal ini tidak diinduksi
oleh cendawan, namun merupakan komponen konstitutif eksudat inang Nagahashi
et al. 1995. Perkembangan hifa ekstensif berasosiasi dengan akar tanaman inang, menyebabkan terbentuknya apresorium. Apresorium merupakan
ujung hifa berbentuk elips, rata dan terbentuk pada permukaan akar inang.
B.6. Mekanisme penetrasi hifa ke dalam akar Mekanisme penetrasi hifa ke dalam akar sistem pot konvensional dengan
sistem in vitro tidak berbeda, yaitu diawali dengan induksi perkecambahan spora
dan pertumbuhan hifa, serta pengenalan inang diawali dengan pembentukan apresorium. Tetapi mekanisme penetrasi hifa ke  dalam akar berbeda dengan
patogen, proses infeksi cendawan dicirikan dengan produksi enzim pendegradasi dinding sel, dalam jumlah kecil dan  terkontrol.  Infeksi
G. mosseae menghasilkan enzim pendegradasi dinding sel seperti pektinase dan selulase Garcia
et al. 1991. Kitinase dan kalkonsintetase  terdapat pada
Phaseolus vulgaris, peroksidase dan kitinase pada
Allium porrum. Rendahnya produksi dan adanya lokalisasi enzim, memungkinkan viabilitas sel inang tetap terjaga dan mekanisme
pertahanan tidak terinduksi,  sehingga terjadi kompatibilitas Saizer   Boller 2000.
Penetrasi CMA ke jaringan inang di samping secara enzimatis juga secara mekanik. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya tekanan dihasilkan oleh
apresorium. Tekanan mekanis menyebabkan cendawan mampu menembus dinding sel khususnya me lalui pembentukan kaki penetrasi. Beberapa komponen
dinding sel seperti, melanin berperan penting dalam meningkatkan tekanan hidrostatik,  karena komponen dinding sel tersebut menangkap cairan dalam
apresoria, dapat menyebabkan terjadinya peningkatan gradien osmose dan penyerapan air Bonfante   Perotto 1995.
Apresoria menghasilkan hifa cenderung tumbuh di antara sel  epidermis dan tidak memotong dinding luar. Masuknya apresoria ke dalam akar,   terbentuk hifa
interseluler tumbuh dalam saluran banyak udara Brundrett   Kendrick 1990. Memotong dinding sel korteks menjadi hifa intraseluler, menghasilkan kaki
penetrasi dan hanya sedikit menyebabkan perubahan struktur dinding sel inang Bonfante   Vian 1989. Sedikitnya perubahan struktur dinding sel inang
menunjukkan penetrasi CMA ke akar merupakan kombinasi mekanik dan enzimatis Bonfante  Perotto 1995.
Di  sisi lain penetrasi CMA ke akar tanaman melakukan serangkaian mekanisme pertahanan. Salah satunya adalah dengan akumulasi protein berkaitan
dengan patogenesis melalui aktivitas antimikroba. Enzim  yang  berkaitan dengan pertahanan tanaman seperti kitinase dapat dilawan dengan penyebaran hifa
cendawan. Kitinase berperan dalam melawan cendawan patogen  melalui reaksi hidrolisis Pozo
et al. 2002. Infeksi  mikorhiza akar tanaman meningkatkan kemampuan  menyerap hara
terikat, tidak tersedia bagi tanaman, dan  meningkatkan kemampuan menyerap air, sehingga tanaman  dapat  hidup baik pada kondisi tanah kering Jeffries
et al. 2003. Mekanisme penyerapan hara pada tanama n terinfeksi CMA adalah
bertambah luas permukaan absorbsi dan meningkatkan volume daerah penyerapan hifa eksternal, serta kemampuan hifa lebih tinggi mengabsorbsi zat makanan
dibandingkan dengan  bulu akar Abbott et al. 1992. Kondisi demikian
menyebabkan  tanaman bermikorhiza mampu menyerap hara lebih banyak dan lebih baik dibandingkan dengan tanaman tidak bermikorhiza.
Secara umum peningkatan pertumbuhan tanaman bermikorhiza  disebabkan oleh penyerapan P, khusus dari sumber P tersedia. Selain daya jelajah hifa sangat
tinggi dibandingkan dengan  akar,  mikorhiza mampu meningkatkan enzim fosfatase,  yang  berfungsi menguraikan unsur P terfiksasi atau terikat. Selain itu
diameter hifa sangat kecil 2–4  µ m menyebabkan daya terobos lebih besar Bolan 1991, Marschner  Dell 1994.
Marschner   Dell 1994 menyatakan bahwa pengambilan  dan tansport N
15
oleh hifa pada tanaman seledri, menunjukkan peningkatan N total sebesar 2,5 dan 3,5   setelah 30 hari. Kondisi ini terjadi pada tanaman bermikorhiza.
Arbuskula adalah struktur paling berarti dalam CMA berfungsi komplek sebagai tempat pertukaran metabolit antara cendawan dan tanaman.  Bonfante
Scannerini 1992 menyatakan bahwa arbuskula sangat penting untuk identifikasi terjadinya infeksi pada akar tanaman. Seluruh  endofit termasuk genus
Gigaspora, Scutellospora, Glomus, Sclerocystis, dan  Acaulospora mampu membentuk
arbuskula. Vesikula menurut Abbott   Gazey 1994 berbentuk globus berasal dari
gelembung hifa internal CMA. Vesikula ditemukan baik di dalam maupun  di luar lapisan kortek parenkhim, dan tidak semua CMA membentuk vesikula dalam akar
inang.  Pada umumnya vesikula  berfungsi sebagai organ reproduktif atau organ tempat menyimpan makanan, kemudian diangkut ke dalam sel dimana
metabolisme berlangsung. Pendapat la in menganggap vesikula sebagai organ istirahat, karena jumlahnya meningkat pada saat tanaman tua atau tanaman
menuju kematian Abbott  Gazey 1994, Bonfante  Vian 1989.
B.7.  Perubahan struktur cendawan dan tanaman selama proses infeksi Pengamatan morfologi menunjukkan terjadinya perubahan struktur CMA
ekstensif selama proses infeksi dan pembentukan arbuskula. Pembentukan arbuskula diawali dari suatu struktur batang, selanjutnya pada batang terjadi
percabangan hifa, dan tipe percabangannya dipengaruhi oleh tanaman inang. Analisis morfologi dan morfometrik menunjukkan bahwa arbuskula melengkapi
perkembangannya dalam 2,5 sampai 4 hari Alexander et al. 1989.  Selanjutnya
akan hancur membentuk gumpalan Bonfante 1994. Aari et al.  2003
mengemukakan bahwa  umur arbuskula Scutellospora,  Acaulospora  dan  Glomus
caledonium berkisar antara 16 hari. Pengujian ultra  struktur menunjukkan bahwa sebagian besar modifikasi terjadi pada bagian sel cendawan, seperti dinding sel
secara progresif menjadi lebih tipis dengan  adanya infeksi di akar dan sitoplasma Bonfante   Scannerini 1992. Selain itu aktivitas enzimatis cendawan spesifik
dimulai selama infeksi jaringan tanaman seperti ekspresi alkalin fosfatase. Bagaimanapun juga, mekanisme pengendali diferensiasi struktur CMA khususnya
arbuskula belum dikenal. Ruang interfase adalah tempat terjadinya  pertukaran hara dua arah Smith
Smith 1990. Hasil analisis aktivitas ATPase menunjukkan bahwa kemungkinan membran di sekitar cendawan perifungi sangat berperan  dalam
transport hara. Sebagian aktivitas ini disebabkan adanya H
+
ATPase terdapat di membran perifungi mengalami invaginasi di sekitar arbuskula. Membran
cendawan merupakan bagian penting karena pada  bagian ini terjadi transfer dua arah antara tanaman dan cendawan. Menurut Gianinazzi-Pearson 1994,
berdasarkan konsistensi aktivitas H
+
ATPase, pertukaran terjadi baik pada interfase arbuskula maupun interfase dinding sel korteks dan hifa interseluler.
Adanya aktivitas H
+
ATPase mencirikan simbiosis mutualisme,  sebagaimana dijumpai membran tanaman sekitar bakteri bintil akar. Hal ini tidak dijumpai pada
membran haustoria di sekitar interaksi patogen-tanaman Bonfante   Perotto 1995.
B.8. Peningkatan serapan P tanaman sebagai respons  kolonisasi CMA Eksploitasi fisik difasilitasi oleh kecilnya diameter hifa yaitu berkisar 2-15
µm Friese   Alien 1991 dengan rata rata 3-4  µm OKeefe   Sylvia 1992. Ukuran hifa lebih cocok untuk memanfaatkan P di ruang pori mikro tanah yang
tidak dapat dicapai oleh akar dan rambut akar diameter 10 µ m. Selain itu, hifa juga dapat menyerap air.  Hanya pori kurang dari 20  µm dapat diisi air pada
kapasitas lapang dengan kandungan liat 70  OKefee   Sylvia 1992. Smith et
al.  2003 menyatakan bahwa simbiosis CMA dengan tanaman dapat menyediakan jalur dominan penyediaan P tanaman.
Serapan P oleh  hifa sangat dipengaruhi oleh  jarak dan kualitas hifa. Semakin dekat hifa terhadap sumber P, maka serapan P semakin tinggi demikian
pula hifa yang  matang akan lebih mampu menyerap P dibandingkan dengan  hifa belum matang. Bago 2004 menyatakan bahwa morfogenesis, arsitektur,
percabangan, struktur penyerapan, dan sporulasi miselia ekstraradikal dipengaruhi  oleh  senyawa kimia dalam medium.  Respons ditimbulkan dengan
adanya PO
4 3-
sama dengan  respons  yang  ditumbuhkan pada medium agar murni, yaitu  hifa jelajah
hifa runner  meluas secara radial di sekitar koloni. Sedangkan adanya NO
3-
akan menambah jumlah hifa runner  meningkatkan percabangan
struktur penyerapan, meningkatkan jumlah spora dan derajat kebasaan. Pemberian NH
4 +
berlebih  menyebabkan  penurunan sporulasi, dan induksi perubahan morfologi.
Peningkatan ketersediaan P organik kemungkinan berkaitan dengan produksi fosfatase asam dan alkalin CMA di rhizosfir  maupun hifosfer yang
diinokulasi G. mosseae Tarafdar  Marschner 1994. Namun pada medium yang
diinokulasi G. caledonium  dan  G. inverinaium  dengan penambahan 1   bahan
organik tidak terjadi peningkatan fosfatase. Hifa eksternal CMA dapat menghasilkan fosfatase yang berperan dalam mineralisasi P organik secara
langsung Joner   Johansen 2000 ataupun tidak langsung Joner et al.  1995.
Hasil penelitian Joner   Johansen 2000 me nunjukkan bahwa hifa eksternal
Glomus intraradices dan Glomus claroideum mampu menghasilkan fosfatase. Mekanisme transport senyawa P dalam CMA atau mekanisme efluks P pada
cendawan masih belum banyak diketahui. Pi dan P organik seperti polifosfat melalui aliran sitoplasma dibawa dalam cendawan atau dengan aliran bongkahan
ke akar tanaman dari hifa eksternal  yang  terdapat di tanah. Menurut Smith Read 1997 fosfat  dimasukkan ke dalam vakuola dan diubah menjadi polifosfat
oleh polifosfat-kinase dan ditransport ke interfase simbiotik. Pi adalah bentuk utama efluks cendawan melewati membran interfase, dan membran ini merupakan
kunci translokasi P cendawan ke inang Jakobsen et al.  1992.  Tanaman
bermikorhiza mengalami peningkatan serapan N khususnya pada tanah  dengan tingkat hara rendah Cruz
et al. 2004. Perubahan atau kenaikan kapasitas serapan hara tergantung pada perubahan morfologi akar.
                