sebesar 10 persen ke bawah tidak dicapai maka dapat digunakan batas yang lebih besar atau bahkan rataan CR dari
penilaian pakar. Pada penelitian ini batas tingkat inkonsistensi ditetapkan sebesar 15 persen.
3. Penyusunan Matriks Gabungan Matriks penilaian gabungan merupakan matriks baru yang
elemen-elemen matriksnya g
ij
berasal dari rataan geometrik elemen matriks penilaian individu yang rasio konsistensinya
memenuhi syarat. Rumus rataan geometrik adalah sebagai berikut :
gij =
1 n
n ij k
k
a
=
∏
.................................................................. 6
dengan : n = jumlah responden pakar a
ijk
= sel penilaian setiap pakar 4. Penentuan Vektor Prioritas Matriks Gabungan
2.6.2. Kerangka Kerja AHP
Kerangka kerja AHP terdiri dari delapan langkah utama Saaty, 1993, adapun penjelasan dari setiap langkah adalah sebagai
berikut: 1. Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan
yang diinginkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penguasaan masalah secara mendalam, karena yang
menjadi perhatian adalah pemilihan tujuan, kriteria dan elemen-elemen yang menyusun struktur hierarki. Dalam AHP
tidak terdapat prosedur yang pasti untuk mengidentifikasi komponen-komponen sistem, seperti tujuan, kriteria dan
aktivitas-aktivitas yang akan dilibatkan dalam suatu sistem hierarki. Komponen-komponen sistem dapat diidentifikasikan
berdasarkan kemampuan pada analisa untuk menemukan unsur-unsur yang dapat dilibatkan dalam suatu sistem.
2. Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Hierarki merupakan abstraksi struktur suatu
sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar komponen dan dampaknya terhadap sistem. Abstraksi ini mempunyai bentuk
yang saling berkaitan, tersusun dari sasaran utama, sub-sub tujuan, faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi sub-sub
sistem tujuan tersebut, pelaku-pelaku yang memberi dorongan, tujuan-tujuan pelaku dan akhirnya ke alternatif strategis,
pilihan atau skenario. Penyusunan hierarki ini berdasarkan jenis keputusan yang akan diambil. Pada tingkat puncak, hierarki
hanya terdiri dari satu elemen yang disebut dengan fokus, yaitu sasaran keseluruhan yang bersifat luas. Tingkat berikut
dibawahnya dapat terdiri dari beberapa elemen yang dibagi dalam kelompok homogen, agar dapat dibandingkan dengan
elemen-elemen yang berada pada tingkat sebelumnya. Goal
Kriteria
Alternatif Gambar 3. Contoh struktur hierarki dalam AHP Marimin, 2004
Keterangan: a. Tingkat 1:
Goal adalah apa yang menjadi inti atau fokus permasalahan yang ingin dipecahkan dengan AHP.
b. Tingkat 2 : Kriteria K1, K2, K3, Kn Hal-hal yang menjadi faktor dari goal. Pada gambar diatas
terdapat empat faktor.
G
K2 K1
K3 Kn
A4 A3
A2 A1
An
c. Tingkat 3 : Alternatif A1, A2, A3, A4, An Alternatif, yaitu hal-hal yang telah dirumuskan sebagai
pilihan yang akan direkomendasikan sebagai hasil untuk mencapai tujuan penelitian
3. Menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan dimulai dari puncak hierarki, yang merupakan
dasar untuk melakukan pembandingan berpasangan antarelemen yang terkait yang ada di bawahnya. Pembandingan
berpasangan pertama dilakukan pada elemen tingkat kedua terhadap fokus yang ada di puncak hierarki. Menurut
perjanjian, suatu elemen yang ada di sebelah kiri diperiksa perihal dominasi atas yang ada di sebelah kanan suatu elemen
di puncak matriks. 4. Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil
melakukan perbandingan berpasangan antarelemen pada langkah 3. Setelah matriks pembanding berpasangan
antarelemen dibuat, dilakukan pembandingan berpasangan antar setiap elemen pada kolom ke-i dengan setiap elemen pada
baris ke-j. Pembandingan berpasangan antarelemen tersebut dilakukan dengan pertanyaan “seberapa kuat elemen baris ke-i
didominasi atau dipengaruhi, dipenuhi, diuntungkan oleh fokus di puncak hierarki, dibandingkan dengan kolom ke-j ?”.
Apabila elemen-elemen yang diperbandingkan merupakan suatu peluang atau waktu, maka pertanyaannya adalah:
“seberapa lebih mungkin suatu elemen baris ke-i dibandingkan dengan elemen kolom ke-j sehubungan dengan elemen di
puncak hierarki ?”. Untuk mengisi matriks banding berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel
2. Angka-angka yang tertera menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya
sehubungan dengan sifat atau kriteria tertentu. Pengisian
matriks hanya dilakukan untuk bagian di atas garis diagonal dari kiri ke kanan bawah.
Tabel 2. Nilai skala banding berpasangan
Intensitas Pentingnya Definisi
Penjelasan 1
Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat itu
3 Elemen yang satu
sedikit lebih penting daripada elemen yang
lainnya Pengalaman dan
pertimbangan sedikit menyokong satu elemen
atas yang lainnya
5 Elemen yang satu sangat
penting daripada elemen yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat
menyokong satu elemen atas elemen yang lainnya
7 Satu elemen jelas lebih
penting daripada elemen yang lainnya
Satu elemen dengan kuat disokong dan dominannya
telah terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak
lebih penting daripada elemen yang lainnya
Bukti yang menyokong elemen yang satu atas
yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang
tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai di antara dua
pertimbangan yang berdekatan
Kompromi diperhatikan di antara dua
pertimbangan Kebalikan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki
nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
Sumber: Saaty, 1993 5. Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1
sepanjang diagonal utama. Angka 1 sampai 9 digunakan bila F
i
lebih mendominasi atau mempengaruhi sifat fokus puncak hierarki x dibandingkan dengan F
j
, namun bila F
i
kurang mendominasi atau kurang mempengaruhi sifat X dibandingkan
F
j
, maka digunakan angka kebalikannya. Matriks di bawah garis diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya.
Contoh, bila elemen F
24
memiliki nilai 7, maka nilai elemen F
24
adalah 17. 6. Melaksanakan langkah 3, 4 dan 5 untuk semua tingkat dan
gugusan dalam hierarki tersebut. Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen pada setiap tingkat keputusan yang
terdapat pada hierarki, berkenaan dengan kriteria elemen di
atasnya. Matriks pembandingan dalam metode AHP dibedakan menjadi: 1 Matriks Pendapat Individu MPI dan 2 Matriks
Pendapat Gabungan MPG. MPI adalah matriks hasil pembandingan yang dilakukan individu. MPI memiliki elemen
yang disimbolkan dengan a
ij
, yaitu elemen matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j. MPI dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Matriks pendapat individu X A
1
A
2
A
3
... A
n
A
1
a
11
A
12
a
13
... a
1n
A
2
a
21
A
22
a
23
... a
2n
A
3
a
31
A
32
a
33
... a
3n
... ... ... ... ... ...
A
n
a
n1
A
n2
a
n3
... a
nn
MPG adalah susunan matriks baru yang elemen g
ij
berasal dari rata-rata geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio
inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10, dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu
dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik. MPG dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Matriks pendapat gabungan X G
1
G
2
G
3
... G
n
G
1
g
11
g
12
g
13
... g
1n
G
2
g
21
g
22
g
23
... g
2n
G
3
g
31
g
32
g
33
... g
3n
... ... ... ... ... ... G
n
g
n1
g
n2
g
n3
... g
nn
7. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor- vektor prioritas. Menggunakan komposisi secara hierarki untuk
membobotkan vektor-vektor prioritas itu dengan bobot kriteria- kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang
bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya dan seterusnya.
8. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hierarki. Langkah ini dilakukan dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan
prioritas-prioritas kinerja yang bersangkutan dan
menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak,
yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Untuk memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsistensi hierarki harus
bernilai kurang dari atau sama dengan 10. Rasio inkonsistensi diperoleh setelah matriks diolah secara horizontal dengan
menggunakan program komputer Expert Choice 2000. Jika rasio inkonsistensi mempunyai nilai lebih dari 10, maka mutu
informasi harus ditinjau kembali dan diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki cara menggunakan pertanyaan ketika
melakukan pengisian ulang kuesioner dan dengan lebih mengarahkan responden yang mengisi kuesioner.
2.7. Hasil Penelitian Terdahulu