Lokasi Sekolah Sebaran Lokasi Sekolah

36 kegiatan yang dilakukan dari satu tempat ke tempat lain untuk memperoleh pendidikan itu sendiri. Menurut Katarina Tomasevski dalam Jayadi Damanik 2005: 22-24 mengemukakan bahwa berbagai institusi dan program pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang tanpa terkecuali. Aksesibilitas mempunyai tiga dimensi karakter umum, yakni: 1 Tanpa diskriminasi: pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang. Terutama kelompok-kelompok yang paling rentan, secara hukum dan factual, dan tanpa diskriminasi terhadap kawasan yang dilarang di manapun. 2 Aksesibilitas fisik: pendidikan harus secara fisik aman dan terjangkau. 3 Aksesibilitas ekonomi: biaya pendidikan harus terjangkau oleh semua orang. Dimensi aksesibilitas ini tunduk pada pasal 13 ayat 2 dalam kaitannya dengan pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan dasar harus bebas biaya bagi semua orang dan Negara harus secara progresif memperkenalkan pendidikan menengah dan tinggi yang bebas biaya.

2. Kondisi Sosial Ekonomi

Faktor dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah salah satunya dapat dilihat dari kondisi sosial ekonomi sekolah maupun masyarakat. Menurut Sri Maryati 2009: 28 kondisi sosial ekonomi sekolah diukur oleh kualitas infrastruktur sekolah, seperti: ketersediaan alat-alat penunjang proses pembelajaran, kondisi gedung sekolah, kualifikasi guru, ketersediaan komputer, dan perangkat lunak penunjang proses pembelajaran, rasio guru dan siswa, waktu yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca, disiplin, dan rasa aman di sekolah, serta dukungan orang tua terhadap sekolah. Kondisi ekonomi masyarakat siswa antara lain: tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan 37 orang tua, struktur keluarga, dan ketersediaan fasilitas pendidikan di rumah, termasuk buku-buku dan komputer. Kondisi sosial ekonomi tersebut dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Pendidikan memerlukan biaya, tenaga, dan waktu yang cukup untuk memperoleh pendidikan secara maksimal, di samping potensi fisik dan mental yang dimiliki seseorang. Biaya yang dimaksud di sini adalah biaya pendidikan formal yang diperlukan selama proses pembelajaran di sekolah. Ketika biaya ini tidak dipenuhi, maka akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan kemajuan belajar anak. Untuk dapat mengembangkan kecerdasan dan intelegensi anak dibutuhkan antara lain pemenuhan gizi yang cukup dan tersedianya fasilitas belajar yang memadai. Hal ini berkaitan dengan keadaan ekonomi keluarga si anak yaitu pendapatan keluarga. Menurut Slameto 2003: 63 berpendapat bahwa: “Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makan, minum, pakaian, perlindungan kesehatan, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, buku, dan lain-lain. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika orang tua mempunyai cukup uang. Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi sehingga belajar anak terganggu. Akibat yang lain anak selalu dirundung kesedihan sehingga anak merasa minder dengan temannya, hal ini juga pasti akan mengganggu belajar anak.” Penghasilan yang rendah akan mempengaruhi mental si orang tua sendiri dengan berbagai tekanan, sehingga orang tua tidak dapat memberikan dorongan dan dukungan bagi keberhasilan pendidikan anak-anaknya. Lain halnya dengan orang tua yang perekonomiannya mapan. Dengan lingkungan material yang cukup, orang tua akan merasa tenang dalam memenuhi kebutuhan anaknya, sehingga orang tua dapat memberikan dorongan kepada anak dalam 38 pendidikannya. Orang tua dapat memberikan fasilitas pendidikan yang memadai kepada anak untuk menunjang ketercapaian pendidikan anak. Anak yang berada dalam lingkungan seperti akan mendapatkan kesempatan yang lebih luas dalam mengembangkan berbagai kesempatan yang tidak dapat ia kembangkan apabila tidak memiliki alat-alat yang memadai. Faktor ekonomi keluarga sangat berpengaruh terhadap dunia pendidikan, sebab hal tersebut akan berkaitan dengan kehidupan anak dalam belajar maupun pendidikannya. Menurut Mulyanto Sumadi dan Hans Dieter Evers 1982: 304 berdasarkan pengamatan terutama pada akhir dan awal tahun ajaran menunjukkan bahwa faktor sosial-ekonomi memang cukup menentukan sebagai penyebab utama putus sekolah dan mengecilnya arus siswa memasuki sekolah yang lebih tinggi.

3. Ujian Nasional

Ujian Nasional sebagai alat evaluasi yang diselenggarakan oleh pemerintah merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan pada siswa. Pasalnya, setiap tahun siswa dengan tingkat tertinggi dari jenjangnya mau tidak mau harus menghadapi Ujian Nasional sebagai penentu kelulusan mereka. Ujian Nasional merupakan alat ukur pemerintah untuk mengukur seberapa jauh penguasaan siswa atas materi pelajaran yang telah dipelajari selama kurun waktu tertentu. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 75 Tahun 2009 adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ujian Nasional bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok 39 mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Kunandar 2012: 80 mengatakan bahwa: “Ujian Nasional didukung oleh suatu sistem yang menjamin mutu dan kerahasiaan soal serta pelaksanaan yang aman, jujur, dan adil. Dalam rangka penggunaan hasil UN untuk pemerataan mutu program dan atau satuan pendidikan, pemerintah menganalisis dan membuat peta daya serap berdasarkan hasil UN dan menyampaikan ke pihak yang berkepentingan.” Hasil Ujian Nasional dijadikan pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan bantuan kepada satuan pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Hasil Ujian Nasional juga digunakan untuk salah satu pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, karena hasil UN tersebut mencerminkan prestasi belajar siswa. Selain itu juga digunakan untuk menentukan lulus tidaknya peserta didik dari satuan pendidikan. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 75 Tahun 2009 Pasal 3, hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk: 1 pemetaan mutu satuan dan atau program pendidikan, 2 seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, 3 penentuan kelulusan peserta didik dari program dan atau satuan pendidikan, 4 pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

C. Mutu dan Kualitas Pendidikan

1. Mutu Pendidikan

Kata “Mutu” berasal dari bahasa Inggris “quality” yang berarti kualitas. Menurut Goestch dan Davis dalam Fandi dan Anastasia 2002: 4 mutu atau kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan