Distribusi Beras untuk Rumah Tangga Miskin RASKIN

komoditas tertentu, misalnya beras, penyebaran surplus komoditas pangan ketempat lain yang mengalami defisit, interaksi strategis antara sektor publik dan swasta untuk mencegah instablitas pasar dan krisis pangan nasional secara meluas. Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen dan koordinasi antar pemerintah daerah yang masih berada di bawah kontrol kebijakan dari pemerintah pusat. 129 Pengaturan terkait dengan Cadangan Beras Pemerintah adalah : 1 Keputusan Bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor : KEP-46M.Ekon082005 Nomor : 34KEPMenkoKesraVIII2005 tanggal : 9 Agustus 2005 tentang Pedoman Umum Koordinasi Kengelolaan Cadangan Beras Pemerintah 2 Keputusan Direksi Perum BULOG Tentang Operasi Stabilisasi Harga Beras No. 3364DO100092007 3 Peraturan Menter Keuangan N0. 158PMK.022009 tentang Tatacara Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban beras CBP 4 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 22M-Dag Per10 2005 Tentang Penggunaan Cadangan Beras Pemerintah untuk Pengendalian Gejolak Harga.

E. Distribusi Beras untuk Rumah Tangga Miskin RASKIN

129 Suheriyanto, Andi Laksono Prasetyo Wibowo, M. Wahyu Syamsudin. http:Kemahasiswaan.um.ac.id, Rekonstuksi Kebijakan Pangan sebagai Upaya Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional. Diakses pada tanggal 31 Mei 2010. Universitas Sumatera Utara Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat atau rumah tangga pada waktu tertentu untuk memenuhi standart kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan masyarakat. Kerawanan pangan dapat terjadi secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu kronis, dan dapat pula terjadi akibat keadaan darurat seperti bencana alam maupun bencana sosial. Kondisi kerawanan pangan dapat disebabkan karena tidak adanya akses secara ekonomi bagi individu rumah tangga untuk memperoleh pangan yang cukup, tidak adanya akses secara fisik bagi individu rumah tangga untuk memperoleh pangan yang cukup, tidak tercukupinya pangan untuk kehidupan produktif individu rumah tangga, tidak terpenuhi pangan secara cukup dalam jumlah, mutu, ragam, keamanan serta keterjangkauan harganya. Dalam kerangka tujuan pembangunan global millenium development goals untuk menurunkan kemiskinan dan kerawanan pangan sebesar 50 sampai tahun 2015, di Indonesia program tersebut tertuang dalam kebijakan pembangunan ketahanan pangan dan diimplementasikan dalam bentuk program bantuan pangan beras dengan harga bersubsidi bagi kelompok miskin RASKIN. Dari sisi volume, upaya Indonesia tersebut sangat signifikan dan dihargai komunitas internasional, khususnya dalam penanggulangan kerawanan pangan bagi penduduk miskin. 130 130 Handewi P.S. Rachman, A.Purwoto, dan G.S. Hardono, “ Manajemen Ketahanan Pangan Era Otonomi dan Perum BULOG”, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jalan Ahmad Yani No. 70, Bogor Hal. 62 Universitas Sumatera Utara Kesejahteraan masyarakat selalu menjadi tujuan dalam pelaksanaan pembangunan Indonesia. Hal ini sesuai dengan alenia ke – 4 Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi “Mensejahterakan kehidupan umum”. Salah satu sektor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, maka dilaksanakan program beras untuk Keluarga miskin RASKIN yang dulunya dinamakan Operasi Pasar Khusus OPK yang awalnya bersifat penyelamat penduduk miskin rawan pangan dari kondisi rawan pangan tahun 1988 akibat krisis pangan dan ekonomi pada saat itu. Program kemudian dilanjutkan, karena banyak penduduk miskin yang membutuhkan bantuan pangan. Hal ini mengingat mereka memiliki daya beli rendah dan sebagian besar pengeluarannya dibelanjakan untuk konsumsi panganberas. Program beras bagi keluarga miskin adalah serangkaian proses kegiatan pelaksanaan penyaluran subsidi beras kepada KK miskin oleh pemerintah sebagai pelaksanaan keputusan kebijakan yang diambil pemerintah pusat. Penyaluran RASKIN Beras untuk Rumah Tangga Miskin sudah dimulai sejak 1998. Krisis moneter tahun 1998 merupakan awal pelaksanaan RASKIN yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin. Pada awalnya disebut program Operasi Pasar Khusus OPK, kemudian diubah menjadi RASKIN mulai tahun 2002, RASKIN diperluas fungsinya tidak lagi menjadi program darurat sosial safety net melainkan sebagai bagian dari program perlindungan sosial masyarakat. Melalui sebuah kajian ilmiah, penamaan RASKIN menjadi nama Universitas Sumatera Utara program diharapkan akan menjadi lebih tepat sasaran dan mencapai tujuan RASKIN. 131 Pelaksanaan distribusi beras RASKIN merupakan tanggung jawab dua lembaga, yakni BULOG dan pemerintah daerah pemda. BULOG bertanggung jawab terhadap penyaluran beras hingga titik distribusi, sedangkan pemda bertangung jawab terhadap penyaluran beras dari titik distribusi hingga rumah tangga sasaran. Selama ini BULOG telah melaksanakan tugasnya dengan relatif baik dan sesuai aturan pelaksanaan. Namun demikian, penilaian keberhasilan program tidak dapat dilakukan secara parsial, karena RASKIN merupakan sebuah kesatuan program untuk menyampaikan beras bersubsidi kepada rumah tangga miskin. Pengaruh harga beras terhadap kesejahteraan rumah tangga petani secara individual akan tergantung pada statusnya, yaitu apakah rumah tangganya sebagai net consumer atau net producer beras. Rumah tangga petani yang berstatus net consumer adalah petani dengan jumlah produksi selama setahun lebih kecil daripada jumlah konsumsi per tahun. Sedangkan petani net producer adalah petani dengan jumlah produksi yang lebih besar daripada konsumsinya. Harga beras yang tinggi akan berdampak positif bagi petani padi yang net producer. Sebaliknya, bagi petani dengan status net consumer, harga beras yang terlalu tinggi akan memberikan dampak negatif saat petani tersebut harus membeli beras dari pasar. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa diperkirakan kurang lebih 23 petani di Jawa adalah net 131 WWW. BULOG.co Id, “Sekilas RASKIN”. Diakses pada tanggal 02 Juni 2010 Universitas Sumatera Utara consumer. Dengan demikian, diperkirakan hanya 13 petani produsen skala besar yang memperoleh manfaat jika terjadi kenaikan harga beras yang tinggi. 132 Bagi 23 petani yang net consumer, harga yang tinggi, khususnya selama periode di luar panen, akan membuat pendapatan riil mereka berkurang dan membuka kemungkinan mereka menjadi lebih miskin. Lebih jauh lagi, harga beras memainkan peranan yang sangat penting dalam transformasi struktural, baik di dalam sektor pertanian maupun terhadap ekonomi. Di dalam sektor pertanian, harga beras akan mempengaruhi keputusan petani untuk menentukan jenis tanaman dan pola tanaman yang paling menguntungkan. Dengan demikian, kebijakan harga harus ditetapkan dengan hati-hati. Kebijakan harga dan penyerapan surplus produksi tersebut juga tidak akan banyak berarti jika tanpa dilengkapi dengan kebijakan non harga. 133 Mengingat demikian rentannya rumah tangga miskin terhadap gejolak harga beras, Pemerintah, melalui Perum BULOG melaksanakan program pemberian beras bersubsidi untuk rumah tangga miskin atau Program RASKIN. Program ini bersifat targeted dimana beras bersubsidi ini hanya diberikan kepada rumah tangga miskin yang berhak. Sebagian besar beras RASKIN ini didistribusikan di wilayah pedesaan yang sebagian besar penduduknya petani miskin. Program RASKIN sebagai program 132 Mustafa Abubakar, “ Kebijakan Pangan, Peran Perum BULOG dan Kesejahteraan Petani” Disampaikan sebagai Orasi Ilmiah dalam Dies Natalis ke-44 Institut Pertanian Bogor 2007 133 Ibid Universitas Sumatera Utara pendistribusian beras untuk masyarakat miskin secara langsung pada kelompok sasaran merupakan upaya yang terbaik untuk mengatasi masalah rawan pangan. Sebagai rumah tangga miskin, mereka akan selalu tergantung kepada kestabilan akses ekonomis dan fisik terhadap beras. Diharapkan dengan adanya program ini, dampak gejolak kenaikan harga terhadap pendapatan riil petani net consumer dapat dihindari sebesar mungkin. Peraturan perundangan yang menjadi landasan pelaksanaan program RASKIN adalah 134 : 1. Undang-Undang No.8 Tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat. 2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996, tentang Pangan. 3. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003, tentang Badan Usaha Milik Negara BUMN. 4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah. 5. Undang-Undang No. 47 Tahun 2009, tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010. 6. Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1986 tentang Pelaksanaan Undang- Undang No.8 Tahun 1985. 7. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002, tentang Ketahanan Pangan. 8. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2003, tentang Pendirian Perusahaan Umum BULOG. 9. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. 10. Peraturan Presiden RI No. 13 Tahun 2009, tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. 134 Pedoman Umum Pelaksanaan RASKIN tahun 2010, Perum BULOG, Jakarta 2010 Universitas Sumatera Utara 11. Peraturan Presiden RI No. 21 Tahun 2009, tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2010. 12. Inpres Nomor 8 tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan Nasional. 13. Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang “Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah”. 14. Kepmenko Kesra No. 35 Tahun 2008 tentang Tim Koordinasi RASKIN Pusat. Kebijakan perlindungan sosial akan berdiri tegak jika ditopang oleh semangat Negara kesejahteraan. Membangun kesejahteraan bukanlah mimpi, melainkan keniscayaan sejarah bagi Indonesia. Selain ide ini telah dicanangkan oleh para founding fathers dalam konstitusi, kemajuan demokrasi biasa merupakan lahan yang baik bagi tumbuh- kembangnya system ini. Secara historis, Negara Kesejahteraan berakar pada ideologi demokrasi sosial yang mempromosikan kapasitas negara yang kuat, aktif dan protektif tetapi tidak otoriter untuk menjalankan peran redistribusi sosial kepada penduduknnya Disadari, membangun Negara Kesejahteraan di Indonesia tidaklah mudah, karena melibatkan aspek politik, ekonomi dan sosiokultural yang kompleks. Negara Kesejahteraan membutuhkan tidak hanya seperangkat kebijakan sosial, melainkan pula pengaturan sistem politik dan kebijakan makro ekonomi yang menunjangnya. 135 135 Siswono Yudohusodo, “Membangun Negara Kesejahteraan”, makalah disampaikan pada Seminar “Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan terobosan melalui Desentralisasi - Otonomi di Indonesia”, Institute for Research and Empowerment IRE Yogyakarta dan Perkumpulan Prakarsa Jakarta, bertempat di Wisma MM Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 25 Juli 2006. Hal. 56 Universitas Sumatera Utara F. Kerugian Akibat Penugasan PSO Transaction cost awalnya dikenal dalam teori ekonomi sebagai biaya “exchange” untuk barang dan jasa antara produsen dan konsumen. Biaya ini timbul akibat dari imperfect market dan asymetric information sehingga muncul pihak ketiga sebagai middleman dalam sistem pemasaran barang dan jasa. Pada perkembangan selanjutnya, ketika mekanisme pasar bukan satu satunya yang menjadi pengatur alokasi dan pertukaran sumberdaya barang dan jasa, tetapi juga pemerintah government mempunyai otoritas dalam alokasi dan pertukaran sumberdaya barang dan jasa, maka biaya transaksi juga telah merambah ke institusi pemerintah melalui pelaksana formal para birokrat. Kepentingan perusahaan untuk meminimalisir biaya sangat dipengaruhi oleh kecenderungan transaction cost yang muncul dalam perusahaan tersebut. 136 Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah penyelenggara negara, penyelenggara ekonomi negara dan korporasi penyelenggara pelayanan publik, serta lembaga independen yang dibentuk oleh pemerintah. Aparat Penyelenggara 136 Kherallah, Mylène and Kirsten, Johann, “New Institutional Economics: Applications For Agricultural Policy The Research In Developing Countries”. New Institutional Economics, 1999. hal 19 Universitas Sumatera Utara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Aparat adalah para pejabat, pegawai, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi Penyelenggara. 137 Lembaga yang melayani publik, pada dasarnya dihadirkan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan organisasi bisnis biasa, tetapi dalam menjalankan misi, tujuan dan programnya menganut prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas, dan menempatkan masyarakat sebagai stakeholder yang harus dilayani secara optimal. Layanan publik, merupakan hak masyarakat yang pada dasarnya mengandung prinsip kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung-jawab, kelengkapan sarana, dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan keramahan, dan kenyamanan. Birokrasi publik tidak berorientasi langsung pada tujuan akumulasi keuantungan, namun memberikan layanan publik dan menjadi katalisator dalam penyelenggaraan pembangunan maupun penyelenggaraan tugas negara. Orientasi pada pelayanan menunjuk pada seberapa banyak energi birokrasi dimanfaatkan untuk penyelenggaraan pelayanan publik. Pelayanan publik oleh pemerintah dibedakan menjadi tiga kelompok layanan administratif, yaitu : i. kelompok layanan yang menghasilkan bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik; ii. kelompok layanan yang menghasilkan berbagai bentukjenis barang yang digunakan oleh publik; 137 Pasal 1 ayat 1, 2 dan 3 UU No. 25 tahun 2009 tentan g Pelayanan Publik Universitas Sumatera Utara iii. kelompok layanan yang menghasilkan berbagai jasa yang dibutuhkan oleh publik. 138 Layanan publik dalam hal ini dipahami sebagai segala kegiatan yang dilaksanakan oleh Perum BULOG dalam rangka Pemenuhan hak pangan masyarakat sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, paling tidak terdapat tiga pelaku yaitu pembuat kebijakan, penyediapelaksana layanan publik, dan penerima layanan. Perumus dan pelaksana layanan publik dilakukan oleh pemerintah melalui BUMN, dan masyarakat sebagai penerima layanan. Kebijakan pengaturan harga agar dapat berjalan efektif memerlukan perangkat kebijaksanaan yang tepat seperti : a. Anggaran untuk membeli dan menyerap kelebihan produksi maupun untuk subsidi konsumen atau produsen. b. Lembaga dengan perangkat aturan-aturan hukum yang mengatur, memonitor dan melaksanakan seperti Perum BULOG. c. Metode penetapan harga maksimum maupun minimum. 139 1 Kompensasi Penugasan Pelayanan Publik Landasan konsititusional pemerintah untuk memberikan subsidi bagi penyediaan pelayanan dasar berasal dari UUD 1945 sesuai perubahan, yang 138 Keputusan Menpan No. 63Kep.M.PAN72003, tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Layanan Publik 139 Ibid hal. 132 Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa : Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara Pasal 33; Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak Pasal 34. Pasal-pasal di atas lebih jauh dijabarkan dalam berbagai undang-undang dan peraturan-peraturan dibawahnya, yang memberikan petunjuk lebih khusus mengenai peranan pemerintah dalam mendukung penyediaan pelayanan infrastruktur dasar. Namun sampai saat ini, belum ada satupun undang-undang yang secara jelas menetapkan kebijakan- kebijakan menyangkut subsidi-subsidi pelayanan. 140 Kebutuhan akan kerangka hukum tersebut kemudian dilengkapi dengan dikeluarkannya UU No. 19 tentang BUMN. Pasal 66 dari UU tersebut menyatakan bahwa dengan persetujuan para pemegang sahamMenteri Negara BUMN, pemerintah dapat mewajibkan sebuah BUMN untuk melaksanakan tugas khusus untuk kepentingan masyarakat. Penjelasan dari UU menyebutkan bahwa pemerintah berkewajiban menyediakan kompensasi bagi semua biaya yang ditimbulkan ditambah dengan margin jika penugasan tersebut tidak layak secara finansial. Penugasan pada BUMN harus mempertimbangkan dua aspek penting, yaitu aspek kepedulian going concern terhadap perusahaan dan aspek tercapainya sasaran PSO. Untuk mengetahui mengenai sejauh mana pencapaian sasaran keberhasilan PSO, dapat dilakukan melalui monitoring pelaksanaan 140 Edy Satria, “Dengan PSO Menjembatani Kesenjangan Infrastruktur”, Kajian Awal Evaluasi Kebijakan Pelayanan Umum , Jakarta Meneg BUMN, 2007. Hal. 7 Universitas Sumatera Utara prinsip 5 tepat, yaitu tepat waktu, sasaran, kualitas, kuantitas dan harga dari PSO dan Subsidi tersebut. Sementara untuk mengetahui aspek going concern dapat dilakukan melalui monitoring terhadap perkembangan indikator-indikator korporasi yang lazim. 141 UU Nomor 192003 dan PP Nomor 452005 mengharuskan BUMN- BUMN diberi kompensasi atas biaya keseluruhan dari PSO mereka. Hal ini tentunya membutuhkan perhitungan terhadap biaya-biaya jangka panjang yang seluruhnya digunakan fully absorbed atau yang seluruhya didistribusikan fully distributed dalam pelayanan, daripada hanya ‘biaya-biaya jangka pendek yang dapat dihindari’ avoidable short- run costs. Namun ada beberapa masalah penting yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan anggaran bagi PSO, termasuk didalamnya adalah biaya yang layak dimasukan dalam kompensasi PSO. Ketentuan dalam UU nomor 192003 menyebutkan bahwa biaya resmi dari setiap aktifitas yang dibutuhkan bagi penyediaan sebuah pelayanan PSO hendaknya diberikan kompensasi. Namun hal ini dapat memberi celah bagi interpretasi yang berbeda yang mungkin merugikan BUMN. Perubahan BULOG dari Lembaga Pemerintah Non-Departemen LPND menjadi Perusahaan Umum Perum tidak akan efektif tanpa adanya langkah- langkah yang komprehensif dan konsisten dari pemerintah untuk menjabarkan strategi dan kebijakan ketahanan pangan yang dapat dijadikan acuan sekaligus mensinergikan seluruh komponen penunjang ketahanan pangan. Peran sosial BULOG dalam menjaga stabilitas harga melalui distribusi beras bersubsidi untuk 141 Ibid, hal 7-11 Universitas Sumatera Utara rakyat miskin RASKIN dan operasi pasar maupun menjaga stabilitas harga di tingkat petani belum menujukan efektifitas maksimal. Agar proses stabilisasi berjalan dengan baik BULOG harus mempunyai perencanaan yang didukung oleh data-data mengenai jumlah kebutuhan beras dan jumlah produksi beras yang valid. Sayangnya kadang-kadang timbul keraguan akan validitas data-data tersebut, sehingga timbul kesulitan dalam perencanaan dan akan dapat menjadi celah yang dapat dipermainkan oleh segelintir oknum yang mengambil keuntungan dari adanya ketidakpastian data melalui ekspor dan impor legal ataupun illegal. Ujung-ujungnya petani yang dirugikan sedangkan pedagang yang diuntungkan. Seharusnya dengan pengalaman yang cukup lama dalam pengelolaan beras dan didukung dengan perencanaan yang matang serta data-data yang valid, permasalahan tersebut dapat diminimalisir. Tetapi sayangnya akibat tekanan dari pihak pihak tertentu menyebabkan sasaran yang dituju kadang-kadang tidak tercapai. 142 Sejak dibentuknya Kantor Menteri Negara Pembinaan BUMN, berbagai upaya pemberdayaan BUMN telah ditempuh, terlebih-lebih dalam menghadapi krisis ekonomi yang telah berlangsung. Dalam rangka menyehatkan sistem korporasi, telah dilaksanakan upaya reformasi terhadap semua BUMN. Tujuannya adalah untuk menjadikan BUMN lebih efisien, berdaya saing, tidak membebani keuangan negara khususnya BUMN yang melaksanakan PSO dan bahkan diharapkan dapat memberikan keuntungan, baik berupa manfaat sosial 142 Kebijakan Perberasan Indonesia, Sabtu, 19 April 08 ht tp:www.koraninternet.comwebv2. Diakses tanggal 17 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara kepada masyarakat maupun manfaat finansial kepada negara, serta mampu memberikan pelayanan yang handal dan kompetitif kepada konsumen. 143 Istilah performance indicator PI atau indikator kinerja bisa jadi sudah cukup populer di lingkungan lembaga pelayanan publik. Sementara KPI, meskipun dirumuskan dari indikator kinerja, belum dikenal sebagai instrumen penting yang digunakan untuk mengukur kinerja lembaga pelayanan publik. Beberapa lembaga pelayanan publik tertentu mungkin “sudah memiliki” dan menerapkannya dalam waktu yang cukup lama, namun sebagian besar lembaga pelayanan publik belum menggunakan KPI untuk mengukur perkembangan pencapaian tujuan dan sasaran yang mereka miliki. Dalam pola pikir dan budaya organisasi yang masih kental dengan paradima lama public management, maka hanya konsep-konsep yang secara tegas disebutkan dalam kebijakan perundang-undangan yang dilaksanakan sebagai bentuk kepatuhan terhadap peraturan. KPI lembaga pelayanan publik, sebenarnya dapat dipilih dari indikator-indikator kinerja yang sudah mereka rumuskan. Indikator kinerja yang ditetapkan dalam rangka penerapan SAKIP maupun sistem perencanaan dan penganggaran dapat digunakan sebagai “bank indikator kinerja”. Dari indikator- indikator tersebut kemudian dipilih beberapa indikator yang sangat penting yang dapat merefleksikan kinerja organisasi. 144 143 Sofyan A. Djalil, “Strategi dan Kebijakan Pemberdayaan Badan Usaha Milik Negara”, http:www.setneg.go.id, diakses pada tanggal 04 Juni 2010. 144 Asropi, “Membangun Key Performance Indicator Lembaga Pelayanan Publik” http:asropi.files.wordpress.com2009, diakses tanggal 17 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan konsepsi performance management ini, kinerja yang dirancang lembaga pelayanan publik dapat diketahui pencapaiannya jika lembaga tersebut memiliki Key Performance indicator KPI atau indikator-indikator kunci yang dapat digunakan sebagai tolok ukur dalam pengukuran kinerja organisasi. Namun demikian, manfaat Indikator kinerja ini sebenarnya bukan hanya untuk kepentingan pengukuran kinerja dalam kegiatan monitoring dan evaluasi. Dalam kenyataannya, KPI juga merupakan instrumen yang sangat baik untuk mengarahkan unsur-unsur dalam organisasi bergerak menuju sasaran yang sama. 145 BULOG ketika masih menjadi Lembaga Pemerintah Non DepartemenLPND telah menjalankan perannya dengan baik. Peran tersebut menyangkut stabilisasi harga, distribusi beras hingga daerah terpencil dan kelompok sasaran tertentu, serta pengelolaan stok. Jika dalam beberapa waktu terakhir terjadi instabilitas harga, hal tersebut lebih disebabkan karena tidak lagi berfungsinya berbagai perangkat yang sebelumnya memang secara integratif mendukung pencapaian harga yang stabil. Khusus untuk beras, kebijakan integratif dibangun dalam kebijakan swasembada dengan berbagai perangkat penunjangnya KLBI dan KUT, monopoli BULOG, catu beras pegawai negeri, peran KUD, subsidi pupuk, pestisida dan pembangunan irigasi, peran swasembada sebagai program daerah, dll sudah banyak yang tidak dapat dipertahankan dan sudah tidak efektif. Hal itu sebagian karena memang keinginan kita untuk menghilangkan aspek sentralistik, serba pemerintah, dan serba-seragam; disamping juga karena tekanan pihak lain terutama untuk aspek 145 Ibid Universitas Sumatera Utara keterbukaan perdagangan internasional dan pengurangan subsidi. Sisa yang ada tinggal kebijakan harga dasar, itupun sudah dirubah menjadi kebijakan harga dasar pembelian pemerintah, dan sedikit subsidi. 146 Selanjutnya untuk mengatur cara pembiayaan dengan sistem kredit tersebut, dalam Keppres No. 11 tahun 1969 ditetapkan ketentuan bahwa pembiayaan BULOG diatur sendiri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dan ketentuan tersebut tetap dipertahankan dalam Keppres No. 39 tahun 1978. sampai dengan tahun 1983 kredit yang diberikan kepada BULOG adalah kredit Bank Indonesia yang diberikan secara langsung dengan tingkat bunga yang rendah yaitu sebesar 6. Tingkat bunga yang berlaku bagi kredit bank pemerintah kepada masyarakat ketika itu adalah sekitar 12. Setelah deregulasi sektor moneter yang dimulai pada tahun 1984, kredit BULOG dialihkan melalui BRI dengan tingkat bunga yang sama. Hingga pada tahun 1990 tingkat bunga yang dikenakan kepada BULOG mengikuti bunga KLBI lainnya yang dihitung atas dasar tingkat bunga SBI. Dengan kondisi saat ini maka bunga Bank yang berlaku untuk Perum BULOG adalah suku bunga pasar. Kondisi BULOG yang harus beroperasi di negara kepulauan yang sangat luas dimana mekanisme pasar belum mampu menjamin penyediaan pangan secara merata, dan dalam pelaksanaan kegiatannya BULOG tidak semata-mata menekankan pada usaha niaga. Dalam keadaan semacam itu bentuk BUMN bagi BULOG yang penilaiannya didasarkan pada RLS rentabilitas, likuiditas dan 146 Bambang Djanuardi dan Tito Pranolo, “BULOG dengan Dua Wajah dalam Kumpulan” Makalah : Pergulatan dalam Pemantapan Peranan dan Penyesuaian Kelembagaan. Bogor : IPB Press, 2002. Hal. 390 -395 Universitas Sumatera Utara solvabilitas semata dapat menghambat pencapaian misinya, atau dengan konsekwensi akan menggunakan cost yang cukup besar yang dapat membebani perusahaan. Apalagi bila dikaitkan dengan tugas pengamanan menghadapi bencana alam dan penyediaan pangan di daerah terpencil seperti perbatasan timur Irian jaya dan lain-lain. 147 BULOG juga terikat aturan pasar karena perannya tidak hanya sebagai public service obligation PSO lagi, melainkan sudah mencari profit. sangatlah rasional jika dalam keadaan demikian BULOG lebih berorientasi impor dalam keadaan kekurangan stok dan kenaikan harga. Misalnya Ketika harga jual petani lebih tinggi dari harga beras impor BULOG tentu akan memilih untuk membeli beras impor, ditambah dengan kebebasannya saat ini untuk tidak perlu berkonsultasi dengan pemerintah terlebih dahulu untuk mengimpor beras. Pengalaman selama ini membeli dengan harga HPP saja yang bagi para petani seringkali tidak dapat menutupi biaya produksi. BULOG kerap enggan dan memilih untuk membeli beras impor yang lebih murah. Oleh karena itu, kebijakan HPP perlu dibarengi kebijakan lain yang bisa mengangkat kesejahteraan petani. Pertama, dalam jangka menengahpanjang kebijakan kontrol harga langsung dihilangkan, dikompensasi dengan subsidi input pemberian bibit unggul, pupuk, penyuluhan, irigasi yang baik, teknologi pertanian, dan lainnya untuk menurunkan biaya yang harus ditanggung petani 147 Ibid Universitas Sumatera Utara padi. Kedua, stabilitas pasar harus dibangun untuk menjamin kepastian bagi kosumen komoditas pangan. 148 Serbuan impor berdampak negatif terhadap perdagangan antar musim, menyulitkan pemerintah Perum BULOG untuk melindungi petani dari kejatuhan harga di musim panen padi. Harga beras impor memang lebih tinggi dari harga grosir, hampir sepanjang tahun 1997 dan terus berlangsung beberapa bulan dalam 1998. Tingginya harga beras impor dalam rupiah, itu sebagai akibat dari ketidakstabilan nilai tukar rupiah terhadap USD. Namun, sejak pertengahan 1998, harga beras impor menjadi jauh lebih rendah dari harga dalam negeri, seiring dengan stabilnya nilai tukar rupiah serta penurunan harga beras di pasar internasional. Sehingga harga beras dalam negeri menjadi tertekan rendah. Inilah yang telah membuat petani dan penggilingan padi resah. 149 Lewat LoI Oktober 1997 dan MEFP 11 September 1998, IMF menuntut diberlakukannya tariff impor beras sebesar 0. Ini juga berlaku bagi jagung, kedele, tepung terigu dan gula. Selain itu LoI juga mengatur agar BULOG tidak lagi mengurus kestabilan harga pangan dan agar melepaskannya ke mekanisme pasar. BULOG dibatasi menjadi sebatas perdagangan beras, itupun harus bersaing dengan pedagang swasta. Demikian pula BULOG harus mengambil pinjaman dari bank komersial, tidak lagi dari dana BLBI yang sangat ringan. Liberalisasi juga telah diberlakukan dalam hal harga pupuk dan sarana produksi padi lainnya yang 148 Suheriyanto, Andi Laksono Prasetyo Wibowo, M. Wahyu Syamsudin. http:Kemahasiswaan.um.ac.id, “Rekonstuksi Kebijakan Pangan sebagai Upaya Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional”. Diakses pada tanggal 31 Mei 2010. 149 Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 5 No. 3, September 2007 : 193-212 Universitas Sumatera Utara tidak lagi disubsidi pemerintah, melainkan diserahkan pada mekanisme pasar. Dengan demikian kini petani menghadapi harga produksi yang mahal, sementara harga jual padi hancur. Liberalisasi pertanian sebenarnya juga bagian dari ratifikasi Indonesia atas Agreement on Agriculture AOA dari WTO, yang mengatur penghapusan dan pengurangan tarif serta pengurangan subsidi. Sejak itu masuklah secara besar-besaran impor beras dari luar dengan harga lebih murah dari beras hasil petani lokal. 150 2 Potensi Kerugian dalam Pelaksanaan PSO Perum BULOG dengan perangkat regulasi yang ada saat ini, dengan organisasinya sudah sangat besar yang mungkin lebih besar dari seluruh BUMN perdagangan akan membuat BULOG kurang efektif dalam melaksanakan tugas mengamankan stabilisasi harga, terutama di daerah perdesaan yang didalamnya terlibat jutaan petani. Era otonomi daerah, pengelolaan areal tanam tidak lagi dapat dijaga secara konsisten karena berkaitan dengan otonomi daerah untuk mengelola air dan wilayah. Subsidi berjalan tersendat-sendat, penyuluh tidak lagi menjadi perangkat pengelolaan yang terkontrol, dan kredit tidak lagi tersedia dengan mudah; sehingga akhirnya produksipun berjalan seolah tanpa pengelolaan. Impor menjadi demikian terbuka, baik karena ketidak-mampuan menegakkan peraturan akibat praktek KKN maupun karena memang pembatasan impor seolah tidak diinginkan. Publikpun cenderung bersifat mendua, selalu 150 Bonnie Setiawan, “Ekonomi Pasar yang Neo-Liberalistik Versus Ekoomi yang Berkeadilan Sosial”, Makalah Disampaikan pada Diskusi Publik “Ekonomi Pasar yang Berkeadilan Sosial” yang diadakan oleh Forum Komunikasi Partai Politik dan Politisi untuk Reformasi’ tanggal 12 Juni 2006 di DPR-RI, Jakarta. Universitas Sumatera Utara mempermasalahkan harga naik dikarenakan impor ditutup tetapi jika harga turun juga akan diributkan akibat impor membanjir. Hal-hal tersebut plus berbagai faktor lainlah yang akhirnya menyebabkan harga yang tidak stabil, bukan melulu kesalahan BULOG. 151 Sebagai korporasi, BULOG dituntut untuk melakukan efisiensi dalam operasinya. Hal ini sulit dilakukan karena stok yang dikuasai sering tidak optimal pada level yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan penyaluran rutin, karena pembatasan pembelian pada keadaan optimal stok tidak akan efektif dalam mengamankan HPP pada saat panen raya. Oleh sebab itu perlu dirumuskan besaran stok optimal yang harus tersedia pada akhir tahun sebagai acuan stok awal tahun yang akan dating yang dikelola BULOG untuk menjamin kebutuhan rutin operasional dan Cadangan Beras Pemerintah untuk stabilisasi dan situasi darurat. 152 Pembebanan PSO ke BUMN selama ini sering hanya dilihat dari paradigma penugasan, bukan dari sudut pandang bisnis komersial. Hubungan pemerintah-BUMN adalah hubungan pemberi dan penerima penugasan. Akibatnya, ini sering merugikan BUMN sebagai sebuah entitas bisnis. BUMN lebih dianggap sebagai alat negara untuk mengeksekusi tugas negara, bukan sebagai entitas bisnis yang mendapat proyek bisnis dari negara. Untuk melakukan perubahan paradigma dari konsep penugasan ke komersialisasi PSO, berdasarkan 151 Bonnie Setiawan, Ekonomi Pasar yang Neo-Liberalistik Versus Ekoomi yang Berkeadilan Sosial, Makalah Disampaikan pada Diskusi Publik “Ekonomi Pasar yang Berkeadilan Sosial” yang diadakan oleh Forum Komunikasi Partai Politik dan Politisi untuk Reformasi’ tanggal 12 Juni 2006 di DPR-RI, Jakarta. 152 Ibid Universitas Sumatera Utara UU Nomor 192003 diperjelas dengan PP Nomor 452005 pasal 65. Fungsi kemanfaatan umum salah satu penugasan yang diberikan pemerintah dalam rangka PSO adalah menyediakan barang dan jasa tertentu yang sangat dibutuhkan masyarakat luas. Pasal 66 UU Nomor 192003 menyatakan bahwa bagi BUMN yang mendapat tugas mengemban kewajiban pelayanan umum public service obligationPSO, bila menurut kajian finansial tidak fisibel, pemerintah wajib memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin keuntungan yang diharapkan. Perum BULOG merugi hingga Rp 1,54 triliun dari kegiatan penyaluran beras untuk rakyat miskin RASKIN. Jumlah tersebut merupakan akumulasi kerugian sepanjang 2004 sampai 2009. Direktur Utama BULOG Soetarto Alimoeso menyatakan, akibat harga pokok beras HPB yang dipatok pemerintah tidak sama dengan HPB BULOG. Dalam hitungan BULOG, HPB setelah ditambah biaya pengemasan, gudang, dan distribusi, jauh lebih besar dari yang ditetapkan pemerintah. Pada Program RASKIN 2004, pemerintah menetapkan HPB sebesar Rp 3.343 per kg. Kenyataan di lapangan, HPB mencapai Rp 3.490 per kg atau selisih Rp 147 per kg. Karena BULOG menyalurkan RASKIN dalam jutaan ton, selisihnya bisa mencapai puluhan miliar. Kejadian ini terus berulang hingga perhitungan terakhir 2009. 153 Kerugian tersebut tidak perlu ada, asalkan pemerintah menanggung selisih HPB. Alimoeso menjelaskan, menurut aturan, badan usaha milik negara BUMN 153 Badan Urusan Logistik, BULOG Rugi Rp. 1,54 T dalam Program RASKIN, Kontan Online Rabu 9 Juni 2010, http:www.kontan.co.idindex.php diakses tanggal 15 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara tidak boleh buntung karena menjalankan tugas Public Service Obligation PSO. Badan Pemeriksa Keuangan BPK juga telah mengaudit selisih bayar untuk penyaluran RASKIN periode 2004-2007. Hasilnya, BPK menemukan pemerintah kurang bayar sebesar Rp 538,16 miliar. Sedangkan untuk 2008 tapi belum diaudit BPK, terdapat selisih kurang bayar sebesar Rp 17,94 miliar. Pada tahun itu, pemerintah menetapkan tiga jenis HPB, yaitu sebesar Rp 4.900 per kg untuk periode Januari hingga April 2008, sebesar Rp 5.000 pada untuk bulan Mei 2008, dan sebesar Rp 5.200 periode Juni-Desember 2008. Adapun HPB versi BULOG sebesar Rp 5.208 per kg. Saat itu, beras yang disalurkan mencapai 3,23 juta ton. 154 154 Ibid. Universitas Sumatera Utara

BAB IV KENDALA-