Prinsip- Prinsip dalam penyelesaian Sengketa

118 f. Hubungan Hukum di dalam hubungan intern 147 Dilihat dari dari penjelasan diatas bahwa jelas bahwa permasalahan dalam peristiwa hukum dalam jula beli kapal berbendera asing yang dilakukan di Batam merupakan salah satu bagian yang termasuk dalam ranah Hukum Perdata Internasional.

1. Prinsip- Prinsip dalam penyelesaian Sengketa

1.1. Prinsip Kesepakatan Para Pihak

Prinsip kesepakatan para pihak merupakan prinsip fundamental dalam penyelesaian sengketa dalam perjanjian internasional. Prinsip inilah yang menjadi dasar untuk dilaksanakan atau tidaknya suatu proses penyelesaian sengketa. Prinsip ini pula dapat menjadi dasar suatu proses penyelesaian sengketa yang sudah berlangsung diakhiri. Jadi prinsip ini sangat esensial. Badan- badan peradilan termasuk arbitrase harus menghormati apa yang para pihak sepakati. 148

1.2. Prinsip Kebebasan memilih Cara Penyelesaian Sengketa

Prinsip inin termuat antara lain dalam pasal 7 The UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration . Pasal ini memuat definisi mengenai perjanjian arbitrase, yaitu perjanjian penyerahan sengketa kepada arbitrase 147 www.anneahira.comhukum-perdata-internasional.htm tanggal 12 Maret 2012 pukul 21.00 WIB 148 Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2006, hal 196 119 merupakan kesepakatan atau perjanjian para pihak. Artinya, penyerahan suatu sengketa ke badan arbitrase haruslah berdasarkan kepada kebebasan para pihak memilihnya. 149

1.3. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum Choice Of Law

Para pihak yang terlibat dalam pembuatan suatu kontrak bisnis internasional termasuk juga perjanjian jual-beli pada dasarnya tidak menghendaki adanya sengketa dikemudian hari, namun tidak seorangpun dapat meramalkan akan terjadinya suatu kerugian yang mungkin timbul dalam pelaksanaan kontrak tersebut. Jika timbul suatu sengketa mengenai kontrak bisnis internasional dengan kata lain sengketa mana mengandung unsur asing foreign element maka timbul persoalan mengenai hukum dari negara mana yang harus diterapkan, misalnya : sengketa yang timbul dari suatu kontrak jual beli internasional, apakah hukum yang berlaku dalam menyelesaikan sengketa tersebut adalah hukum nasional dari pihak penjual, atau hukum nasional dari pihak pembeli, atau hukum dari forum dimana sengketa itu diajukan, atau hukum yang dipilih oleh para pihak choice of law by the parties. Kebebasan para pihak 149 Pasal 7 UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration : “ Arbitration agreement is an agreement by the parties to submit to arbitration all or certain disputes which have arisen or which may arise between them is respect of a defined legal relationship, whether contractual or not. An arbitration agreement may be in the form of an arbitration clause ini a contract or in the form of separate agreement “ 120 untuk menetukan sendiri hukum ini termasuk kebebasan untuk memilih kepatutan dan kelayakan ex aequo et bono 150 . Demi menghindari ketidakpastian mengenai hukum mana yang berlaku serta forum mana yang berwenang untuk menangani sengketa bisnis internasional, maka para pihak dapat melakukan pilihan hukum choice of law dan pilihan forum choice of forum tentang hukum yang berlaku dan forum yang berwenang jika timbul sengketa di kemudian hari mengenai pelaksanaan kontrak bisnis internasional yang mereka buat. Kepastian hukum bagi dunia usaha penting dalam rangka terciptanya iklim usaha yang sehat, oleh sebab itu dalam banyak kontrak-kontrak bisnis internasional terdapat klausula pilihan hukum choice of law dan klausula pilihan forum choice of forum. 151 Pilihan hukum sekarang sudah umum diterima. Boleh dikatakan masalah pilihan hukum sekarang ini sudah diterima oleh para penulis terbanyak. Yurisprudensi sudah sejak lama menerimanya. Kini orang tidak meragu-ragukan lagi bahwa para pihak dalam membuat suatu kontrak dapat menentukan sendiri hukum yang berlaku untuk kontrak ini. Dan pilihan hukum ini dihormati. 152 Perlu ditegaskan disini bahwa pilihan hukum choice of law, profer law, atau applicable law suatu hukum nasional dari suatu negara tertentu tidak berarti bahwa 150 Pasal 38 ayat 2 Statuta Mahkamah Internasional : “This provision shall not prejudice the power of the Court to decide a case ex aequo et bono, if the parties agree bereon “ 151 www.fh.unair.ac.idopini.hukum.php?id=5respon=0 tanggal 4 Meret 2012 pukul 22.00 WIB 152 S. Gautama, Op Cit , hal 169 121 badan peradilan negara tersebut secara otomatis yang berwenang menyelesaikan sengketa. 153 Hukum yang akan berlaku sedikit banyak bergantung pada kesepakatan para pihak. Hukum yang berlaku tersebut dapat berupa hukum nasional suatu negara tertentu. Biasanya hukum nasional tersebut ada atau terkait dengan nasionalitas salah satu pihak. Cara pemilihan inilah yang lazim diterapkan dewasa ini. 154

1.4. Prinsip Iktikad Baik Good Faith

Prinsip itikat baik dapat dikatakan sebagai prinsip fundamental dan paling sentral dalam penyelesaian sengketa. Prinsip ini mensyaratkan dan mewajibkan adanya iktikad baik dari para pihak dalam menyelesaikan sengketanya. 155

1.5. Prinsip Exhaution Of Lokal Remidies

Prinsip Exhaution Of Lokal Remidies¸sebenarnya semula lahir dari prinsip hukum kebiasaan internasional . Dalam upayanya merumuskan pengaturan prinsip ini , Komisi Hukum Internasional PBB International Law Commition membuat aturan khusus mengenai prinsip ini dalam pasal 22 mengenai ILC Dfraft Articles on State Responsibility. 153 Huala Adolf, Op cit, hal 214 154 Huala Adolf, Ibid 155 Huala Adolf, Ibid, 122 Menurut prinsip ini, hukum kebiasaan internasional menetapkan bahwa sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke pengadilan internasional, langkah-langkah penyelesaian sengketa yang tersedia atau diberikan oleh hukum nasional suatu negara harus terlebih dahulu ditempuh exhausted . 156

B. Forum Penyelesaian Sengketa

1. Aribitrase