34 oleh karena itu untuk mencapai kesejahteraannya individu harus mempunyai
kebebasan bersaing dan negara tidak boleh ikut campur tangan. “Seiring dengan asas laissez faire
tersebut, freedom of contract merupakan pula prinsip umum dalam mendukung berlangsungnya persaingan bebas tersebut.”
29
2. Konsepsi
Para ahli memberikan pengertian mengenai klausula eksonerasi ini sebagai berikut:
Sebagaimana yang dikutip oleh Mariam Darus Badrulzaman, Rijken mengatakan bahwa: “klausula eksonerasi adalah klausula yang dicantumkan dalam
suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena
ingkar janji atau perbuatan melanggar hukum”.
30
Sutan Remi Sjahdeini mengartikan klausula eksonerasi dengan “klausul eksemsi”
, yang dikatakan sebagai klausul yang bertujuan untuk membebaskan atau membatasi tanggungjawab salah satu pihak tehadap gugatan pihak lainnya dalam hal
yang bersangkutan tidak atau tidak dengan semestinya melaksanakan kewajibannya yang ditentukan di dalam perjanjian tersebut.
Az. Nasution mengatakan klausula eksonerasi sebagai syarat-syarat yang membebaskan seseorang tertentu dari beban tanggungjawab karena terjadinya sesuatu
29
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalamPerjanjian Kredit Bank di Indonesia
, Institut Banking Indonesia, Jakarta 1993, hal. 8.
30
Mariam Darus Badrulzaman 3, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hal. 47.
35 akibat perbuatan. Dengan kata lain, dibebaskannya seseorang tertentu dari suatu
beban tanggungjawab. Pasal 1313 KUHPerdata memberikan rumusan kontrak atau perjanjian adalah
“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
31
Abdul Kadir Muhammad menyatakan bahwa ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata tersebut mempunyai beberapa kelemahan, yaitu:
a. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. b.
Kata “perbuatan” mencakup juga tanpa konsensus. Sebaiknya dipakai kata “persetujuan”, bukan “perbuatan”, karena konsensus berarti sepakat atau
setuju. Suatu perjanjian dinamakan persetujuan di mana dua pihak sudah setuju atau sepakat mengenai suatu hal.
c. Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas, karena mencakup juga
kelangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan dalam lapangan hukum
kekayaan. Perjanjian yang dikehendaki oleh Buku III KUH Perdata hanyalan perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian personal.
d. Tanpa menyebutkan tujuan. Dalam rumusan pengertian tersebut tidak
disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak itu tidak jelas mengikatkan diri untuk apa.”
32
Atas dasar alasan-alasan diatas, Abdul Kadir Muhammad merumuskan pengertian perjanjian yaitu: suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih
saling mengikatkan diri untuk hal dalam lapangan kekayaan.
31
Lihat pasal 1313 KUHPerdata
32
Abdul Kadir Muhammad, Op. cit., hal. 12
36 Menurut Wirjono Prodjodikoro, “suatu perjanjian diartikan sebagai suatu
perbuatan hukum mengenai benda kekayaan antara dua pihak, dalam hal mana saja satu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut
pelaksanaan perjanjian itu.”
33
Subekti menyatakan “perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang itu saling
berjanji untuk melakukan suatu hal. Menurut pendapat R. Setiawan bahwa “perjanjian adalah suatu perbuatan
hukum, di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
34
G. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang terdapat dari literature buku-buku maupun ilmu teknologi. Hal ini
disebabkan, oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secaraa sistematika, metodologis, dan konsisten. Metode yang diterapkan harus
senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.
35
1. Sifat dan Jenis Penelitian