Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Wortel di Agro Farm . Desa Ciherang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas1. Selain itu wortel juga kaya vitamin A yang bermanfaat bagi kesehatan. Wortel termasuk salah satu sayuran utama yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Komoditas ini dan beberapa komoditas sayuran lainnya mengalami peningkatan produksi seiring semakin meningkatnya permintaan masyarakat (Tabel 1).

Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun 2006-2010.

No Komoditas Produksi (Ton) %

2006 2007 2008 2009 2010 1 Bawang Merah 794.929 802.810 812.564 852.769 845.441 1,57 2 Bawang Putih 21.052 17.312 17.423 17.562 18.301 -3,03 3 Bawang Daun 571.264 479.924 487.950 483.107 482.116 -3,88 4 Kentang 1.011.911 1.003.732 1.004.102 1.002.740 1.010.253 -0,04 5 Lobak 49.344 42.076 45.664 44.286 46.924 -0,82 6 Kol/Kubis 1.267.745 1.288.738 1.279.450 1.292.079 1.289.320 0,43 7 Petsai/Sawi 590.400 564.912 577.823 593.012 534.859 -0,23 8 Wortel 391.370 350.170 393.372 397.254 394.920 0,55 9 Kacang Merah 125.251 112.271 115.573 117.447 120.300 -0,84 10 Kembang Kol 135.517 124.252 126.656 124.451 128.210 -1,28 Sumber: Kementrian Pertanian (2011)

Tabel 1 menunjukkan beberapa komoditas sayuran yang diproduksi di dalam negeri. Berdasarkan informasi tersebut, dapat dilihat bahwa wortel merupakan salah satu sayuran yang mengalami peningkatan produksi walaupun dengan pertumbuhan yang kecil yaitu sebesar 0,55 persen. Hal ini menunjukkan wortel masih berpotensi dikembangkan sebagai salah satu sayuran domestik2. Selain itu, sebagian besar masyarakat berprofesi menjadi petani sebagai mata

      

1 

IDWS.2009.SejarahWortel. http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=74999&page=1. [12-04-2011]. 

2   

Perbandingan Efektivitas Air Perasan Buah Wortel dengan Ketokonazol 1 % secara Invitro TerhadapPertumbuhanPityrosporumOvalepadaKetombe.2010.http://eprints.undip.ac.id/23646/1/Pe ny_H.pdf. [18-01-2012]. 


(2)

pencaharian utama termasuk budidaya wortel, sehingga berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi masyarakat.

Saat ini masyarakat semakin memahami pentingnya hidup sehat dengan cara mengkonsumsi makanan yang sehat pula. Kesadaran gizi menyebabkan kecenderungan masyarakat untuk mengurangi konsumsi makanan berlemak tinggi terutama berasal dari bahan hewani dan beralih mengkonsumsi sayuran. Jumlah industri yang meningkat seperti supermarket, restoran, convention centre, hotel, apartemen, dan rumah sakit membutuhkan pasokan sayuran lebih besar. Hal tersebut menyebabkan permintaan sayuran termasuk wortel sebagai sumber bahan pangan cenderung meningkat dan menjadi faktor yang mempengaruhi konsumsi sayuran secara nasional.

Peningkatan konsumsi sayuran dapat tercermin dari perubahan pola pikir hidup sehat atau “back to nature”. Hal tersebut mengakibatkan semakin diminatinya makanan-makanan sehat seperti wortel. Masyarakat Indonesia umumnya menyukai wortel sebagai menu makanan sehari-hari. Wortel masih berpeluang untuk dikembangkan menjadi komoditas yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat karena memiliki produktivitas yang cukup baik (Tabel 2).

Tabel 2. Tingkat Produktivitas Beberapa Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun 2006-2010.

No Komoditas

Poduktivitas (Ton/Ha) Rata-rata Produktivitas

(Ton/Ha) 2006 2007 2008 2009 2010

1 Kentang 16,94 16,09 16,77 16,80 16,65 16,65 2 Wortel 16,97 14,78 16,04 17,58 18,92 16,86 3 Lobak 13,51 13,32 13,43 13,40 13,56 13,44

Sumber: Direktorat Jendral Hortikultura (2011)

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa wortel merupakan komoditas sayuran yang memiliki tingkat produktivitas tertinggi dari tahun 2006 sampai 2010 sebesar 16,86 Ton per hektar. Selain itu, komoditas ini juga termasuk komoditas yang dapat tumbuh baik apabila perlakuan yang diberikan selama budidaya tepat. Produksi wortel di Indonesia dilakukan secara konvensional dan biasanya terdapat di daerah dataran tinggi.


(3)

Daerah penghasil sayuran termasuk wortel di dalam negeri berasal dari beberapa sentra produksi sayuran yang tersebar di Jawa Barat. Adapun salah satu sentra produksi wortel di Jawa Barat adalah kabupaten Cianjur (Kurniawati 2007). Kabupaten Cianjur sebagai kawasan penyangga ibu kota negara dalam produk komoditas hortikultiura sangat dibutuhkan bagi beberapa kota seperti Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok dalam hal pemenuhan sayuran dengan kuantitas dan kualitas yang baik. Tabel 3 adalah komoditas unggulan yang dimiliki Kabupaten Cianjur.

Tabel 3. Komoditas Unggulan Kabupaten Cianjur Tahun 2009.

No. Komoditas Kecamatan

Produksi (Ton) 1 Padi Sawah

Seluruh kecamatan kecuali Pacet dan

Sukanegara 599.732

2 Wortel Pacet dan Cugenang 87.115

3 Daun Bawang Pacet dan Cugenang 81.651 4 Sawi Pacet, Cugenang, dan Sukaresmi 46.426 5 Kubis Pacet, Cugenang, dan Campaka 32.390 6 Jagung Cibeber, Mande, Cugenang, Cikalong kulon 27.595 7 Cabe Pacet, Cugenang, dan Sukaresmi 27.285 8 Tomat Pacet, Cugenang, Wr.Kondang, dan Campaka 22.743

9 Kacang Tanah

Sindang barang, Cidaun,Naringgul, dan

Agrabinta 10.513 10 Kedelai Ciranjang, Sukaluyu dan Bojong picung 7.224

11 Rambutan Cilaku, cikalongkulon dan cibeber 2.686

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (2010)

Berdasarkan data komoditas unggulan yang dimiliki oleh Kabupaten Cianjur untuk jenis tanaman hortikultura, maka wortel menempati posisi pertama dengan hasil produksi sebesar 87.115 ton. Komoditas wortel termasuk ke dalam sayuran tropis yang potensial untuk dibudidayakan karena memiliki manfaat sebagai bahan pangan sehari-hari.


(4)

Komoditas sayuran termasuk wortel yang berada di kabupaten Cianjur biasanya disalurkan ke pedagang pengumpul, pasar atau pedagang besar untuk jalur distribusinya. Salah satu perusahaan distribusi sayuran yang berada di daerah Cianjur tepatnya di Desa Ciherang adalah Agro Farm. Agro Farm merupakan sebuah perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 2000 dan hingga sekarang perkembangannya terbilang cukup maju dalam usahanya. Agro Farm mengkhususkan aktivitasnya sebagai pedagang besar yang membeli sayuran hasil dari petani pemasok dan memberikan perlakuan pasca panen pada sayuran yang telah dibelinya berupa pembersihan, sortasi, pengklasifikasian dan pengemasan

untuk kemudian memasarkannya ke pasar swalayan dan restoran. Dalam

melakukan kegiatan usahanya, Agro Farm tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar sayurannya sendiri dikarenakan keterbatasan sumber daya lahan dan tenaga kerja sehingga dilakukan langkah-langkah dan upaya dalam mengembangkan kerjasama dengan petani agar semakin berkembang dan maju bersama. Hal ini dilakukan dalam rangka antisipasi terhadap kebutuhan dan permintaan pasar yang semakin meningkat dan dinamis, berkaitan dengan kuantitas, kualitas, ragam dan jenis sayuran. Oleh karena itu, sejak awal berdirinya, perusahaan ini menjalankan kerjasama dengan para petani sayuran melalui kemitraan yang menguntungkan dimana perusahaan bertindak sebagai penyedia input produksi sedangkan petani yang menjadi mitranya mengolah atau memproses input tersebut untuk menghasilkan output yang diharapkan.

Agro Farm dan petani mitra menjalin hubungan kemitraan yang bersifat saling menguntungkan, Melalui kemitraan ini, petani memiliki banyak keuntungan, antara lain:

1. Pasar yang jelas.

2. Kepastian harga jual produk hasil panen.

3. Kuota/kuantitas yang telah ditentukan sesuai kesepakatan. 4. Pembinaan teknik budidaya.


(5)

1.2. Perumusan Masalah

Petani Wortel di Desa Ciherang sebagian besar hanya berprofesi tunggal sebagai petani. Faktor tingkat pendidikan yang sebagian besar di dominasi lulusan tingkat pendidikan sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama membuat mereka tidak memiliki banyak pilihan dalam menentukan mata pencaharian yang dijalankan sebagai profesinya. Mereka mengandalkan sumber daya alam yang dimiliki untuk kegiatan budidaya pertanian dengan konsep pengetahuan dan wawasan yang mereka dapatkan secara turun-temurun. Kondisi tersebut menyebabkan mereka sulit mengembangkan dan meningkatkan kegiatan pertanian yang dilakukan baik dari segi kualitas, kuantitas dan kontinuitas.

Agro Farm sebagai salah satu perusahaan agribisnis yang bergerak dalam pendistribusian sayur-sayuran segar memasarkan produknya ke pasar swalayan dan restoran. Dengan demikian, perusahaan membutuhkan pasokan bahan baku secara berkelanjutan dari petani mitra untuk memenuhi kebutuhannya. Adapun konsumen utama Agro Farm adalah pasar swalayan dan restoran oriental yang menjadikan produk sayuran produksi perusahaan menjadi produk olahan. Jenis sayuran yang berada di Agro Farm terdiri dari sayuran lokal dan sayuran impor dari Asia Timur seperti Jepang dan Korea. Salah satu jenis sayuran lokal adalah wortel dimana Agro Farm memperolehnya dari petani mitra.

Wortel merupakan jenis sayuran yang permintaannya terus mengalami peningkatan3, namun Agro Farm belum dapat memenuhi semua permintaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan perlu menjaga kontinuitas bahan baku agar produksi wortel menjadi lancar dan terus meningkat. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Agro Farm, diketahui bahwa permintaan terhadap wortel mengalami peningkatan dari tahun ke tahun rata-rata sebesar 7.5 persen. Keterangan lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.

      

3  

Kiat Berusaha Tani Sayuran di Lahan Kering Berlereng Curam. 2010. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr242024.pdf. [18-01-2012]. 


(6)

Tabel 4. Permintaan Wortel Pada Agro Farm Tahun 2005-2010

Tahun Permintaan

Wortel (Kg) Pertumbuhan (%)

2005 12.760 -

2006 13.691 7.30 2007 14.881 8.69 2008 15.485 4.06 2009 16.740 8.10 2010 18.310 9.38

Rata-rata 15,31 7,50

Sumber: Agro Farm (2011)

Wortel yang dipasarkan oleh Agro Farm merupakan produk hortikultura yang mudah rusak. Kendala yang sering dialami oleh perusahaan menyangkut masalah kontinuitas, kuantitas dan kualitas produksi sayuran. Selain permasalahan dari sisi perusahaan, petani pada umumnya juga masih mengalami berbagai kendala dalam meningkatkan pendapatan karena hambatan dalam penerapan manajemen, sumber daya manusia, dan penggunaan teknologi yang tergolong sederhana. Berdasarkan hal tersebut, pengembangan pola kemitraan merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi masalah tersebut.

Agro Farm dengan petani mitra sudah memiliki kesepakatan mengenai penyediaan faktor-faktor produksi yang diperlukan dalam pembudidayaan wortel. Agro Farm menyediakan faktor-faktor produksi yang dibutuhkan oleh para petani wortel mitra. Faktor-faktor produksi yang dibutuhkan diantaranya benih wortel dan saprotan lainnya. Dengan demikian, petani wortel harus dapat memanfaatkan faktor-faktor produksi tersebut untuk menghasilkan wortel yang sesuai dengan ketentuan. Adapun tujuan petani menjadi mitra adalah untuk meningkatkan pendapatan. Harapan petani mengikuti kemitraan agar pendapatan usahatani dapat meningkat, sehingga sangat cocok bagi petani untuk menanam wortel. Alasan-alasan petani bermitra menanam wortel disamping memperoleh peningkatan pendapatan yaitu adanya jaminan pemasaran produk, mudah pengusahaannya, cocok diusahakan di daerah tinggal petani dan harga yang sesuai.

Agro Farm dengan petani mitra juga telah membuat kesepakatan mengenai jumlah wortel yang harus diserahkan petani kepada Agro Farm setiap kali panen.


(7)

Hal tersebut berarti jumlah wortel hasil panen para petani yang harus diserahkan kepada Agro Farm sudah ditentukan dengan jumlah tertentu atau sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan oleh Agro Farm. Hal ini berlaku pula untuk semua jenis komoditas sayuran lainnya yang dihasilkan oleh para petani mitra. Sebelum adanya kemitraan, petani wortel mengaku mengalami kesulitan dalam pemasaran hasil panen dan harga jual yang sangat berfluktuatif. Hal tersebut dirasakan oleh petani sebagai hambatan yang berat karena umumnya petani tidak dapat memprediksi pergerakan harga dan permintaan.

Melalui kemitraan dengan Agro Farm, para petani wortel merasakan adanya perubahan yang signifikan karena wortel hasil panen sudah dijamin akan dibeli oleh Agro Farm dengan harga yang sudah ditetapkan stabil yaitu Rp 2.000 /Kg per tahun 2011, sedangkan dari pihak Agro Farm manfaat yang diperoleh dari adanya kemitraan ini adalah terjaganya pasokan wortel dan sayuran jenis lainnya ke pasar yang dituju yaitu restoran-restoran oriental yang memang memerlukan jaminan ketersediaan bahan baku dari Agro Farm secara berkelanjutan. Oleh karena itu, petani bersedia untuk melakukan kerjasama kemitraan dengan Agro Farm karena kerjasama antara Agro Farm dengan petani wortel didasarkan pada kepentingan kedua belah pihak yang diharapkan dapat saling menguntungkan. Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan kemitraan ini dapat meningkatkan kesejahteraan petani dari sisi pendapatan dan memberikan jaminan pasar yang pasti untuk hasil produksi yang diusahakan. Bagi perusahaan diharapkan dapat memenuhi permintaan pasar. Selain itu, diperlukan adanya perbandingan antara petani wortel yang bermitra dan yang tidak bermitra dengan Agro Farm dengan tujuan untuk mengetahui manfaat dari kemitraan terhadap pendapatan petani wortel yang bermitra. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji yaitu:

1. Bagaimana pelaksanaan kemitraan antara petani wortel di Desa Ciherang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dengan Agro Farm?

2. Bagaimana perbandingan pendapatan petani wortel yang bermitra dan yang tidak bermitra dengan Agro Farm?


(8)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengkaji pelaksanaan kemitraan antara petani wortel dengan Agro Farm. 2. Menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh petani wortel yang bermitra

dan yang tidak bermitra dengan Agro Farm.

1.4. Kegunaan penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi petani wortel guna pengembangan produksi wortel dengan pola kemitraan yang saling menguntungkan dan berkesinambungan. Selain itu juga diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan bagi perusahaan dalam menyempurnakan kinerja pelaksanaan kemitraan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada petani wortel yang bermitra dengan Agro Farm dan petani wortel yang tidak melakukan kerjasama kemitraan dalam kegiatan usaha pertanian yang dilakukan di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.


(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah dan Sentra Penanaman Wortel

Wortel (Daucus carota L) bukan tanaman asli Indonesia, namun berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu berasal dari Asia Timur Dekat dan Asia Tengah. Ditemukan tumbuh liar sekitar 6.500 tahun yang lalu. Rintisan budidaya wortel pada mulanya terjadi di daerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika, Asia dan akhirnya ke seluruh bagian dunia. Sentra penanaman wortel di Indonesia pada mulanya hanya terkonsentrasi di Jawa Barat yaitu daerah Lembang dan Cipanas. Namun dalam perkembangannya menyebar luas ke daerah-daerah sentra sayuran di Jawa dan Luar Jawa. Berdasarkan hasil survei pertanian produksi tanaman sayuran di Indonesia, luas areal panen wortel nasional mencapai 13.398 hektar yang tersebar di 16 provinsi yaitu; Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, NTT, Kalimantan Timur, dan Sulawesi4.

2.2. Manfaat Tanaman Wortel

Wortel merupakan bahan pangan (sayuran) yang digemari dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, bahkan mengkonsumsi wortel sangat dianjurkan, terutama untuk menghadapi masalah kekurangan vitamin A. Selain merupakan bahan pangan bergizi tinggi, wortel juga memiliki harga murah dan mudah mendapatkannya5.

Selain sebagai "gudang vitamin A serta nutrisi", juga berkhasiat untuk penyakit dan memelihara kecantikan. Wortel ini mengandung enzim pencernaan dan berfungsi diuretik6. Meminum segelas sari daun wortel segar ditambah garam dan sesendok teh sari jeruk nipis berkhasiat untuk mengantisipasi pembentukkan endapan dalam saluran kencing, memperkuat mata, paru-paru, jantung dan hati.

      

4   

Usaha budidaya wortel. 2010. bisnis.mitrasites.com/usaha-budidaya-wortel.html -Tembolok. [09-02-2011]. 

5  

Peluang Usaha Budidaya Wortel. 2012. http://binaukm.com/2012/01/peluang-usaha-budidaya-wortel-jenis-dan-varietas-wortel/. [18-01-2012]. 

6  

Kandungan Gizi Wortel. 2010. http://eemoo-esprit.blogspot.com/2010/10/wortel-carrot.html. [06-01-2012]. 


(10)

Bahkan dengan hanya mengunyah daun wortel dapat menyembuhkan luka-luka dalam mulut/nafas bau, gusi berdarah dan sariawan. Adapun daftar kandungan gizi wortel secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Daftar Kandungan Gizi Wortel per 100 Gram

No Kandungan Gizi Nilai Satuan

1 Energi 41 Kcal

2 Karbohidrat 9 g

3 Gula 5 g

4 Diet Serat 3 g

5 Lemak 0,2 g

6 Protein 1 g

7 Vitamin A 835 mg

8 Beta Karoten 8285 mg

9 Thiamine 0,04 mg

10 Riboflavin 0,05 mg

11 Niacin 1,2 mg

12 Vitamin B6 0,1 mg

13 Vitamin B9 (Folat) 19 mg

14 Vitamin C 7 mg

15 Kalsium 33 mg

16 Besi 0,66 mg

17 Magnesium 18 mg

18 Fosfor 35 mg

19 Kalium 240 mg

20 Sodium 2,4 mg

2.3. Prospek Pengembangan Wortel

Pada tahun 2000 diperkirakan penduduk dunia mencapai 6,1 miliar jiwa yang semuanya dipersatukan oleh masalah pangan termasuk sayuran7. Untuk

      

7  

Teknik Budidaya dan Analisis Usahatani Wortel. 2002. http://books.google.co.id/books?id= =prospek+usaha+wortel&source. [05-02-2011]. 


(11)

memenuhi kebutuhan pangan dunia diperlukan adanya peningkatan penyediaan bahan pangan. Sebagai sumber pangan hayati, wortel memiliki peranan yang penting dalam penyediaan bahan pangan, khususnya penyediaan sumber vitamin dan mineral.

Wortel merupakan salah satu jenis sayuran yang disukai oleh masyarakat dunia, sehingga permintaan terhadap komoditas ini sangat besar. Sejalan dengan kenaikan jumlah penduduk, kenaikan taraf hidup masyarakat, dan semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya nilai gizi, permintaan wortel akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Kuatnya pasaran wortel juga dapat dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan perusahaan industri pengolahan yang mengolah umbi wortel menjadi berbagai jenis produk (makanan maupun minuman); misalnya jus wortel dan chips wortel (makanan ringan). Selain itu, kuatnya pasaran wortel juga dapat dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan perusahaan industri kosmetik yang memerlukan bahan baku wortel.

Tinjauan potensi pasar wortel dari beberapa segi menunjukkan bahwa pengembangan wortel di Indonesia memiliki prospek yang sangat cerah. Pengembangan budidaya wortel, baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi, akan berdampak positif bagi kehidupan masyarakat, yaitu memberikan kesempatan kerja yang luas, memberikan penghasilan bagi masyarakat pada setiap rantai agribisnis (produsen benih, petani, lembaga pemasaran, dan lain-lain). Pengembangan budidaya wortel di Indonesia didukung oleh keadaan agroklimatologi dan agroekonomi Indonesia yang cocok untuk budidaya wortel.

2.4. Keterkaitan Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dimaksudkan untuk mengkaji penelitian-penelitian yang telah dilakukan dengan mengangkat topik, komoditas, produk maupun alat analisis yang sama sehingga dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan penelitian dan dapat dijadikan pembelajaran. Namun penelitian yang membahas kemitraan tentang komoditas wortel masih sangat sedikit.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang menjadi referensi penelitian ini, dapat dikatakan bahwa adanya kemitraan tidak dapat menjamin petani dapat meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang mengakibatkan kemitraan menjadi tidak signifikan dampaknya terhadap


(12)

petani. Hal ini dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Saraswati (2002) yang mengkaji dampak pelaksanaan kemitraan terhadap pendapatan petani mitra antara PT. Bumi Mekar Tani dengan petani kacang tanah di Kabupaten Subang. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani diketahui bahwa pendapatan atas biaya total petani non mitra, sebelum bermitra pendapatan atas biaya total petani mitra mencapai Rp. 725.903,11 sedangkan setelah bermitra menjadi Rp. 352.069,93. Angka ini juga sedikit lebih kecil dibandingkan dengan petani non mitra yaitu Rp. 403.711,86.

Kecilnya pendapatan petani mitra ini disebabkan tingginya harga benih dan pupuk dari perusahaan yang menyebabkan biaya tunai petani mitra lebih besar daripada sebelum bermitra dari petani non mitra. Total produksi yang lebih kecil akibat pengaruh musim kemarau juga merupakan salah satu faktor penyebabnya.

Dilihat dari segi pendapatan petani mitra, tidak terjadi peningkatan pendapatan yang diterima oleh petani mitra. Pendapatan petani mitra sebelum mengikuti kemitraan justru lebih besar jika dibandingkan dengan saat mereka mengikuti kemitraan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hal ini, berasal dari dalam kemitraan itu sendiri, yaitu pelunasan pinjaman petani mitra yang belum terselesaikan.

Adapun penelitian yang dilakukan Agreianti (2009) yang mengkaji pengaruh kemitraan terhadap produktivitas dan pendapatan petani kakao dikabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta dapat memberikan gambaran lain mengenai kemitraan. Hal tersebut disebabkan kemitraan memberikan manfaat nyata bagi petani, termasuk dalam peningkatan pendapatan namun pendapatan yang diterima oleh petani yang bermitra belum dapat dikatakan optimal karena perbedaannya dengan pendapatan petani yang tidak bermitra tidak terlalu jauh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kemitraan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Manfaat bagi perusahaan adalah mendapatkan pasokan biji kakao berfermentasi, menghemat biaya produksi, dan bertambahnya mitra usaha yang loyal terhadap perusahaan. Manfaat bagi petani kakao mitra adalah bimbingan teknis, pembayaran secara tunai melalui kelompok tani, pemberian bantuan pupuk, dan kemudahan untuk memasarkan produknya.


(13)

Hasil analisis usahatani membuktikan bahwa adanya kemitraan antara PT. Pagilarang dengan petani kelompok tani Ngupadikoyo dapat meningkatkan penerimaan, karena apabila dibandingkan dengan pendapatan non petani mitra, pendapatan atas biaya tunai petani mitra lebih besar yaitu Rp. 1.187.425 dan petani non mitra sebesar Rp. 694.445, sehingga menyebabkan pendapatan petani mitra lebih besar. Akan tetapi, bila dilihat secara uji statistik yaitu uji-t untuk melihat seberapa besar perbedaan nyata pendapatan petani mitra dan petani non mitra hasil t-hitung 0,0010, dimana nilai t-hitung ini dibawah nilai t-tabel yaitu 1,96 sehingga dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani mitra dan petani non mitra tidak berbeda nyata, jadi adanya kemitraan tidak berpengaruh pada pendapatan petani kakao.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Mia (2009) mengenai keberhasilan pelaksanaan kemitraan dalam meningkatkan pendapatan antara petani semangka di kabupaten Kebumen Jawa Tengah dengan CV. Bimandiri menunjukkan manfaat yang diperoleh petani melalui kemitraan. Berdasarkan hasil penelitian kemitraan yang di jalankan oleh CV. Bimandiri dirumuskan dalam sebuah memo kesepakatan antar kedua belah pihak yang memuat hak dan kewajibannya masing-masing. Hak petani sebagai mitra adalah petani mendapatkan harga jual sesuai dengan yang telah disepakati dan juga mendapatkan bimbingan teknis dari pihak perusahaan. Kewajiban petani adalah petani menanam semangka sesuai dengan jumlah dan kriteria buah yang diminta perusahaan.

Berdasarkan analisis pendapatan usahatani diketahui bahwa pendapatan atas biaya total petani mitra lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan atas biaya total petani non mitra. Pendapatan atas biaya total petani mitra mencapai Rp. 5.935.667, sedangkan pendapatan total petani non mitra adalah Rp. 2.430.733. Hal ini disebabkan karena harga jual semangka petani mitra lebih besar dibandingkan dengan petani semangka non mitra. Demikian pula dengan R/C atas biaya total petani mitra yang relatif lebih besar dibandingkan dengan petani non mitra. R/C atas biaya total petani mitra adalah 1,85, artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh petani akan memberikan tambahan keuntungan sebesar 1,85. Sedangkan R/C atas biaya total petani non mitra adalah sebesar 1,4, artinya setiap satuan rupiah yang dikeluarkan oleh petani akan memberikan tambahan


(14)

keuntungan hanya sebesar Rp. 1,4. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kemitraan yang dilakukan oleh petani semangka terbukti dapat meningkatkan pendapatan petani dengan perbedaan yang mencolok dengan pendapatan yang diterima petani non mitra. Hal ini menunjukkan kemitraan tersebut berhasil meningkatkan kesejahteraan petani semangka.

Sejalan dengan itu, Penelitian yang dilakukan oleh Aryati (2009) mengenai analisis pengaruh kemitraan dengan judul Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah, penelitian diarahkan untuk mengevaluasi pelaksanaan kemitraan antara PT. Garudafood dengan petani kacang yang berada di daerah Cianjur juga menunjukkan hasil yang sama. Berdasarkan evaluasi pelaksanaan masih terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan perjanjian, seperti masih ada petani yang menggunakan pupuk tidak sesuai dosis, menjual hasil produknya ke perusahan lain dan waktu tanam yang tidak sesuai dengan perjanjian. Meskipun demikian pelaksanaan kemitraan tersebut memberikan manfaat kepada petani yaitu adanya kepastian pasar, kepastian harga, meningkatkan pendapatan dan menambah pengetahuan mengenai budidaya kacang tanah.

Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, petani mitra memperoleh pendapatan usaha yang lebih baik jika dibandingkan dengan petani non mitra, baik untuk pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total. Hasil imbangan dapat diketahui R/C rasio atas biaya tunai dan total petani mitra yaitu 2,77 dan 1,47. sedangkan R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total 1,92 dan 0,96. dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kemitraan antara PT. Garudafood dengan petani kacang tanah mitra di Desa Palangan memberikan keuntungan bagi petani mitra, sehingga kemitraan dapat diteruskan.

Adapun Kurnia (2003) mengkaji pelaksanaan pola kemitraan antara perusahaan agribisnis CV. Mekar Dana Profitindo dengan petani bawang merah Brebes. Menurut hasil penelitian kondisi pelaku kerjasama, kondisi perusahaan cenderung menunjukkan kekuatan yang terletak pada faktor pemasaran, keuangan dan sumberdaya manusia. Adapun kelemahan perusahaan terletak pada faktor produksi serta penelitian dan pengembangan. Sebaliknya kondisi petani cenderung


(15)

menunjukkan kekuatan pada faktor modal, produksi dan teknologi sedangkan kelemahannya terletak pada manajemen dan pemasaran.

Berdasarkan hasil analisis pemilihan pola kemitraan antara kedua pelaku, pola kemitraan yang terpilih saat ini adalah Pola Inti Plasma. Pola inti plasma merupakan pola kemitraan yang dirasakan paling efektif oleh kedua pelaku mengingat kondisi petani yang masih membutuhkan bantuan dari perusahaan dalam hal sarana produksi, serta bimbingan teknis dan non teknis dari perusahaan yang dianggap lebih berpengalaman dalam menjalankan pertanyaan berskala besar.

Kemitraan antara perusahaan dengan petani yang berlangsung selama ini belum mengalami hambatan meskipun kemitraan yang terbentuk hanya berdasarkan kesepakatan lisan saja. Namun begitu jika hal tersebut dibiarkan bukan tidak mungkin kemitraan yang berbentuk dikemudian hari akan mengalami permasalahan.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan bahwa adanya suatu kemitraan memberikan dampak besar kepada petani mitra khususnya. Dampak ini terjadi karena adanya berbagai bentuk bantuan yang diberikan oleh perusahaan seperti dalam hal permodalan, teknis, dan pemasaran. Namun ternyata tidak semua hasil penelitian menyimpulkan bahwa adanya kemitraan akan memberikan peningkatan pendapatan bagi petani mitranya, tentu hal ini terkait dengan banyak faktor. Hal inilah menjadi latar belakang fokus penelitian ini, yaitu mengukur pengaruh kemitraan pada pendapatan petani mitra pada komoditas wortel.

Penelitian yang dilakukan oleh Saraswati (2002) dan Aryati (2009) meneliti komoditas yang sama, yaitu kacang tanah. Perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan lembaga yang menjalin kemitraan di masing-masing tempat penelitian tersebut. Kedua penelitian menganalisis mengenai pendapatan usahatani petani mitra dan non mitra. Namun penelitian terdahulu belum menganalisis sejauh mana perbedaan biaya input produksi pada kedua bentuk lembaga kemitraan tersebut dapat mempengaruhi perolehan tingkat keuntungan bagi petani. Selain itu, penelitian mengenai kemitraan yang selama ini berlangsung antara Agro Farm dengan petani wortel mitranya juga belum pernah


(16)

dilakukan. Penelitian ini berusaha mencari penjelasan tentang fenomena kemitraan yang terjadi serta menemukan alternatif rekomendasi dari kebijakan yang bisa diambil guna mengatasi permasalahan kemitraan. Persamaan penelitian penulis dengan penelitian terdahulu terletak pada analisis pendapatan usahatani, sedangkan perbedaannya terletak pada komoditas yang dikaji yaitu wortel. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi penulis untuk dapat mengangkat aspek-aspek yang mungkin pada penelitian sebelumnya belum sempat dikemukakan.


(17)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Kemitraan

Kemitraan adalah hubungan bisnis antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil disertai bantuan pembinaan berupa peningkatan sumberdaya manusia, peningkatan modal kerja dan peningkatan kredit perbankan (Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, 1994, diacu dalam Puspitasari, 2003). Definisi kemitraan yang terkandung dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 adalah suatu bentuk kerjasama yang saling menguntungkan serta bertujuan meningkatkan nilai tambah yang maksimal.

Adapun batasan kemitraan usaha agribisnis menurut Hafsah (2000) adalah hubungan bisnis usaha pertanian yang melibatkan satu atau sekelompok orang yang berbadan hukum dengan satu atau sekelompok orang/badan usaha dimana masing-masing pihak memperoleh penghasilan dan usaha bisnis yang sama atau saling berkaitan dengan tujuan menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan, dan keterpaduan yang dilandasi rasa saling menguntungkan, saling memerlukan dan saling melaksanakan etika bisnis.

Secara ekonomi, kemitraan didefinisikan sebagai :

1. Esensi kemitraan terletak pada kontribusi bersama, baik berupa tenaga (labour) maupun benda (properti) atau keduanya untuk tujuan kegiatan ekonomi. Pengendalian kegiatan dilakukan bersama dimana pembagian keuntungan dan kerugian distribusi di antara dua pihak yang bermitra (Burrns, 1996 dalam Puspitasari, 2003).

2. “Partnership atau Alliance” adalah suatu asosiasi yang terdiri dari dua orang atau usaha yang sama-sama memiliki sebuah perusahaan dengan tujuan untuk mencari laba (Winardi, 1971 dalam Puspitasari, 2003).

3. Kemitraan adalah suatu persekutuan dari dua orang atau lebih sebagai pemilik bersama yang menjalankan suatu bisnis untuk mencari keuntungan (Spencer, 1977 dalam Puspitasari, 2003).

4. Suatu kemitraan adalah suatu perusahaan dengan sejumlah pemilik yang menikmati bersama keuntungan-keuntungan dari perusahaan dan


(18)

masing-masing menanggung liabilitas yang tidak terbatas atas hutang-hutang perusahaan (McEachern, 1988 dalam Puspitasari, 2003).

Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, maka kemitraan dalam agribisnis dapat diartikan sebagai jalinan kerjasama yang berorientasi ekonomi (bisnis) yang berkesinambungan antara dua atau lebih pelaku agribisnis, baik dalam satu subsistem maupun antara subsistem agribisnis (keterkaitan antar subsistem). Jalinan kerjasama tersebut harus saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan, sehingga hubungannya akan berkesinambungan.

3.1.2. Maksud dan Tujuan Kemitraan

Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah “Win-Win Solution Partnership”. Kesadaran dan saling menguntungkan di sini tidak berarti para patisipan dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adalah adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing.

Berdasarkan pendekatan cultural, kemitraan bertujuan agar mitra usaha dapat mengadopsi nilai-nilai baru dalam berusaha seperti perluasan wawasan, prakarsa, kreatifitas, berani mengambil risiko, etos kerja, kemampuan aspek-aspek manajerial, bekerja atas dasar perencanaan dan berawawasan ke depan.

Menurut Hafsah (2000), dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih konkret adalah :

1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, 2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan,

3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, 4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, 5. Memperluas lapangan kerja, dan

6. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

Saling membutuhkan merupakan salah satu azas tumbuhnya kerjasama antara dua belah pihak yang bermitra. Kerjasama antara perusahaan besar dengan petani kecil dapat berlangsung baik jika ada imbalan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.


(19)

Perusahaan besar memiliki akses lebih besar terhadap pasar, informasi, teknologi dan modal. Sedangkan petani kecil mempunyai sumberdaya potensial untuk dikembangkan sebagai sumber bahan baku yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan besar. Oleh sebab itu, keberadaan kemitraan usaha ini bagi perusahaan-perusahaan besar bisa mengurangi biaya overhead dan risiko yang harus diterimanya. Sementara itu, petani kecil akan menerima berbagai bantuan seperti modal, teknologi, manajemen dan kepastian pemasaran produknya.

3.1.3. Pola Kemitraan

Dalam sistem agribisnis Indonesia, terdapat lima bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha besar. Adapun bentuk-bentuk kemitraan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

3.1.3.1. Pola Kemitraan Inti Plasma

Pola ini merupakan hubungan antara petani, kelompok tani, atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah, serta memasarkan hasil produksi. Sementara itu, kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati (Hafsah, 2000) :

A.Kelebihan dari pola inti plasma adalah :

1. Tercipta saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan, 2. Tercipta peningkatan usaha,

3. Dapat mendorong perkembangan ekonomi.

B.Kelemahan dari pola inti plasma adalah :

1. Pihak plasma masih kurang memahami hak dan kewajibannya sehingga

kesepakatan yang telah ditetapkan berjalan kurang lancar.

2. Komitmen perusahaan inti masih lemah dalam memenuhi fungsi dan


(20)

Gambar 1. Pola Kemitraan Inti-Plasma Sumber : Badan Agribisnis, Departemen Pertanian (1998) 3.1.3.2. Pola Kemitraan Subkontrak

Pola subkontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Kelebihan dari pola subkontrak adalah pola subkontrak ditandai dengan adanya kesepakatan tentang kontrak bersama yang mencakup volume, harga, mutu dan waktu kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan, dan produktivitas, serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra. Menurut Hafsah (2000), kelemahan dari pola subkontrak adalah :

1. Hubungan subkontrak yang terjalin semakin lama cenderung mengisolasi produsen kecil dan mengarah ke monopoli atau monopsoni, terutama dalam penyediaan bahan baku serta dalam hal pemasaran.

2. Berkurangnya nilai-nilai kemitraan antara kedua belah pihak. Perasaan saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling menghidupi berubah menjadi penekanan terhadap harga input yang tinggi atau pembelian produk dengan harga rendah.

3. Kontrol kualitas produk ketat, tetapi tidak diimbangi dengan sistem pembayaran yang tetap. Dalam kondisi ini, pembayaran produk perusahaan inti sering terlambat bahkan cenderung dilakukan secara konsinyasi. Disamping itu, timbul gejala eksploitasi tenaga kerja untuk mengejar target produksi.

Plasma

Plasma Perusahaan

Plasma


(21)

Gambar 2. Pola Kemitraan Subkontrak

Sumber : Badan Agribisnis Departemen Pertanian (1998)

3.1.3.3. Pola Kemitraan Dagang Umum

Menurut Hafsah (2000), pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. Beberapa petani atau kelompok tani hortikultura bergabung dalam bentuk koperasi atau badan usaha lainnya kemudian bermitra dengan toko swalayan atau mitra usaha lainnya. Koperasi tani tersebut bertugas memenuhi kebutuhan toko swalayan dengan persyaratan yang telah ditentukan.

Kelebihan dari pola dagang umum pada dasarnya pola kemitraan ini adalah hubungan jual beli sehingga diperlukan struktur pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra, baik perusahaan mitra maupun kelompok mitra. Keuntungan dalam pola kemitraan ini berasal dari marjin harga dan jaminan harga produk yang diperjualbelikan, serta kualitas produk sesuai dengan kesepakatan pihak yang bermitra. Adapun kelemahan dari pola dagang umum adalah :

1. Dalam prakteknya, harga dan volume produknya sering ditentukan secara sepihak oleh pengusaha mitra sehingga merugikan pihak kelompok mitra. 2. Sistem perdagangan seringkali ditemukan berubah menjadi bentuk konsinyasi.

Dalam sistem ini, pembayaran barang-barang pada kelompok mitra tertunda sehingga beban modal pemasaran produk harus ditanggung oleh kelompok

Pengusaha Mitra

Kelompok Mitra Kelompok Mitra

Kelompok Mitra Kelompok Mitra


(22)

mitra. Kondisi seperti ini sangat merugikan perputaran uang pada kelompok mitra yang memiliki keterbatasan permodalan.

Gambar 3. Pola Kemitraan Dagang Umum Sumber : Badan Agribisnis, Departemen Pertanian (1998). 3.1.3.4. Pola Kemitraan Keagenan

Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau pengusaha kecil mitra (Hafsah, 2000). Pihak perusahaan mitra (pengusaha besar) memberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh pengusaha besar mitra. Perusahaan besar atau menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang atau jasa), sedangkan usaha kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa. Diantara pihak-pihak yang bermitra terdapat kesepakatan tentang target-target yang harus tercapai dan besarnya fee atau komisi yang diterima oleh pihak yang memasarkan produk. Kelebihan dari pola keagenan adalah Pola ini memungkinkan dilaksanakan oleh para pengusaha kecil yang kurang kuat modalnya karena biasanya menggunakan sistem mirip konsinyasi. Berbeda dengan pola dagang umum yang justru perusahaan besarlah yang kadang-kadang lebih banyak mengeruk keuntungan dan kelompok mitra harus bermodal kuat. Kelemahan dari pola keagenan adalah :

1. Usaha kecil mitra menetapkan harga produk secara sepihak sehingga harganya menjadi tinggi di tingkat konsumen.

2. Usaha kecil sering memasarkan produk dari beberapa mitra usaha saja sehingga kurang mampu membaca segmen pasar dan tidak memenuhi target.

Kelompok Mitra

Konsumen/Industri

Perusahaan Mitra

Memasarkan produk kelompok mitra


(23)

Memasok

Memasarkan produk

Kelompok mitra

Gambar 4. Pola Kemitraan Keagenan

Sumber : Badan Agribisnis, Departemen Pertanian (1998). 3.1.3.5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen, dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Di samping itu, perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. Kelebihan dari pola KOA adalah sama dengan keunggulan sistem inti plasma. Pola KOA ini paling banyak ditemukan pada masyarakat pedesaan, antara usaha kecil di desa dengan usaha rumah tangga dalam bentuk sistem bagi hasil. Sedangkan kelemahan dari pola KOA adalah :

1. Pengambilan untung oleh perusahaan mitra yang menangani aspek pemasaran dan pengolahan produk terlalu besar sehingga dirasakan kurang adil oleh kelompok usaha kecilnya.

2. Perusahaan mitra cenderung monopsoni sehingga memperkecil keuntungan yang diperoleh pengusaha kecil mitranya.

3. Belum ada pihak ketiga yang berperan efektif dalam memecahkan masalah.

Kelompok Mitra Perusahaan Mitra


(24)

Gambar 5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) Sumber : Badan Agribisnis Departemen pertanian (1998)

3.1.4. Kendala-kendala Dalam Kemitraan

Berbagai kasus kemitraan dalam agribisnis selama ini sering didengarkan keberhasilan hubungan kemitraan, tetapi sering pula diberitakan banyaknya kegagalan dari kemitraan tersebut, sehingga banyak hal yang menarik untuk dikaji.

Kegagalan jalinan kemitraan dalam agribisnis disebabkan oleh berbagai kelemahan dari para pelaku agribisnisnya dan juga dikarenakan lemahnya aturan, mekanisme dan manajemen dari kemitraan itu sendiri. Menurut Hafsah (2000), beberapa kelemahan yang menjadi hambatan masih ditemukan antara lain sebagai berikut :

1. Lemahnya posisi petani karena kurangnya kemampuan manajerial, wawasan, dan kemampuan kewirausahaan. Kondisi ini mengakibatkan petani kurang dapat mengelola usahatani secara efisien dan komersial.

2. Keterbatasan petani dalam bidang permodalan, teknologi, informasi, dan akses pasar. Kondisi ini menyebabkan pengelolaan usahatani kurang mandiri sehingga mudah tersubordinasi oleh kepentingan pihak yang lebih kuat.

Kelompok Mitra Perusahaan Mitra

- biaya - modal - teknologi

‐ manajemen 

‐ lahan - sarana - teknologi


(25)

3. Kurangnya kesadaran pihak perusahaan agribisnis dalam mendukung permodalan petani yang lemah. Hal ini menyebabkan menjadi kesulitan mengembangkan produk usahatani sesuai dengan kebutuhan pasar.

4. Informasi tentang pengembangan komoditas belum meluas di kalangan pengusaha. Keadaan ini menyebabkan kurangnya calon investor yang akan menanamkan investasinya di bidang agribisnis.

5. Etika bisnis kemitraan yang berprinsip win win solution di kalangan investor agribisnis di daerah masih belum berkembang sesuai dengan dunia agribisnis. 6. Komitmen dan kesadaran petani terhadap pengendalian mutu masih kurang

sehingga mengakibatkan mutu komoditas yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.

Penyebab lain kegagalan kemitraan adalah lemahya aspek manajerial dan sumberdaya manusia yang mengelola jalinan kemitraan itu, baik di tingkat perusahaan maupun petani atau yang memadukan kedua belah pihak yang bermitra. Kegiatan agribisnis yang menerapkan pola kemitraan memerlukan tenaga manajer dengan tingkat pengelolaan yang memadai tidak untuk aspek ekonomi dan teknik agribisnis, tetapi juga aspek sosial. Oleh karena itu, pembenahan dan peningkatan kemampuan sumberdaya manusia di bidang agribisnis dan keterkaitan antar subsistem agribisnis perlu terus dilakukan.

Oleh karena itu, untuk menentukan atau memilih pola kemitraan mana yang akan dilaksanakan harus diperhatikan perbedaan-perbedaan sebagai berikut : 1. Karakteristik komoditas yang diusahakan,

2. Keragaan para pelakunya,

3. Keragaan pasar yang mencakup struktur pasar, tingkah laku pasar, dan penampilan pasar,

4. Ketersediaan sarana produksi, 5. Ada tidaknya industri pengolahan,

6. Kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di daerah setempat.

3.1.5. Syarat Membangun Kemitraan Usaha Hortikultura.

Secara teoritis maupun empiris di perlukan beberapa syarat dalam membangun kemitraan usaha hortikultura yang dapat memadukan antara aspek pertumbuhan dan pemerataan dalam hubungan yang saling membutuhkan,


(26)

memperkuat, dan menguntungkan (Daryanto, H dan Saptana (2009). Syarat-syarat kemitraan tersebut yaitu :

1. Membangun kemitraan harus didasari adanya saling kesetaraan (equality) sehingga ada posisi tawar yang seimbang baik dalam membangun kesepakatan-kesepakatan kerja dan kontrak kerjasama usaha.

2. Membangun kemitraan harus ada saling kepercayaan. Menurut Dyer et al (2002) dalam Daryanto, H dan Saptana (2009) terdapat empat isu mengenai kepercayaan, yaitu 1) kepercayaan menyangkut risiko dan ketidakpastian, 2) kepercayaan untuk menerima saran dan kritikan, 3) kepercayaan di artikan pihak lain adalah harapan dan saling ketergantungan, 4) kepercayaan adalah berbagi nilai. Oleh karena itu kemitraan akan berhasil di tentukan oleh kepercayaan dan ketaatan terhadap apa yang telah disepakati dalam perjanjian (kontrak).

3. Kemitraan di bangun harus didasarkan keterbukaan, terutama dalam hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-masing pihak. Contoh hal yang mendasar bagi perusahaan mitra adalah adanya jaminan bahan baku dengan jumlah, kualitas dan kontinuitas yang diperlukan dalam setiap periode produksi sedangkan bagi petani adalah kepastian harga dan jaminan pasar.

4. Dalam membangun kemitraan usaha maka setiap tindakan yang dilakukan antar pihak harus dapat di pertanggung jawabkan. Hal ini sering dilakukan petani ketika harga naik tinggi maka produksi akan di jual ke pasar bebas dan perusahaan mitra mengambil produk dari petani di luar mitra.

5. Kemitraan dibangun harus melakukan proses sosialiasasi yang matang dan memerlukan waktu, kesabaran, keterbukaan, kearifan dan ketekunan antar pihak

6. Kemitraan harus didasari atau dilakukan perencanaan produksi misalnya melakukan pengaturan produksi berupa kesepakatan jenis tanaman, pola tanaman, dan skala yang harus di usahakan.

7. Membangun kemitraan diperlukan adanya manajemen mutu dan standar

kualitas.

8. Kemitraan usaha perlu memahami jaringan agribisnis hortikultura, sistem jaringan agribisnis menyangkut terhadap pola-pola, skala pengusahaan,


(27)

usahatani dan pasca panen yang berbeda antara kemitraan usaha besar dengan kemitraan yang beskala menengah dan kecil.

9. Pentingnya konsolidasi kelembagaan di tingkat petani agar petani tetap berada pada posisi yang menguntungkan dalam kemitraan.

10. Meletakan integrasi koordinasi vertikal secara tepat.

11. Kemitraan juga harus mengandung kewirausahaan agar dapat menghasilkan produk hortikutura yang berdaya saing (Syahyuti, 2006 dalam Daryanto, H, 2009), dan

12. Kemitraan usaha harus memiliki dukungan sistem informasi yang baik. 3.1.6. Peranan Pelaku Kemitraan

Sebagai upaya untuk mewujudkan kemitraan usaha yang mampu memberdayakan ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya kejelasan peran masing-masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. Dengan demikian, diharapkan terukur seberapa jauh pihak-pihak yang terkait telah menjalankan tugas dan pernanannya secara baik. Berbagai peran dari pelaku kemitraan usaha tersebut adalah sebagai berikut (Hafsah, 2000):

3.1.6.1. Peranan Pengusaha Besar

Pengusaha besar melaksanakan pembinaan dan pengembangan kepada pengusaha kecil/koperasi dalam hal :

1. Memberikan bimbingan dalam meningkatkan kualitas SDM pengusaha kecil atau koperasi, baik melalui pendidikan, pelatihan, dan pemagangan dalam bidang kewirausahaan, manajemen, dan keterampilan teknis produksi.

2. Menyusun rencana usaha dengan pengusaha kecil/koperasi mitranya untuk disepakati bersama.

3. Bertindak sebagai penyandang dana atau penjamin kredit untuk permodalan pengusaha kecil atau koperasi mitranya.

4. Memberikan bimbingan teknologi kepada pengusaha kecil atau koperasi. 5. Memberikan pelayanan dan penyediaan sarana produksi untuk keperluan usaha

bersama yang disepakati.

6. Menjamin pembelian hasil produksi pengusaha kecil atau koperasi sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama.


(28)

7. Promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik.

8. Pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan

keberhasilan kemitraan.

3.1.6.2. Peranan Pengusaha Kecil/Koperasi

Dalam melaksanakan kemitraan usaha, pengusaha kecil/koperasi didorong untuk melakukan :

1. Bersama-sama dengan pengusaha besar mitranya melakukan penyusunan rencana usaha untuk disepakati.

2. Menerapkan teknologi dan melaksanakan ketentuan sesuai hasil kesepakatan dengan pengusaha besar mitranya.

3. Melaksanakan kerjasama antar sesama pengusaha kecil yang memiliki usaha sejenis dalam rangka mencapai skala usaha ekonomi untuk mendukung kebutuhan pasokan produksi pengusaha besar mitranya.

4. Mengembangkan profesionalisme untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan teknis produksi dan usaha.

3.1.6.3. Peranan Pembina

Peranan lembaga pembinaan ini pada intinya adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan kemitraan usaha serta terwujudnya kemitraan usaha yang dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang bermitra. Secara lebih rinci peran lembaga Pembinaan tersebut adalah :

1. Meningkatkan pembinaan kemampuan kewirausahaan dan manajemen

pengusaha kecil atau koperasi.

2. Membantu penyediaan fasilitas permodalan dengan skim-skim kredit lunak dengan prosedur yang sederhana sehingga mampu diserap dan dimanfaatkan oleh pengusaha kecil.

3. Mengadakan penelitian, pengembangan usaha, pelayanan, penyediaan

informasi bisnis, promosi peluang pasar dan peluang usaha yang akurat dan aktual pada setiap wilayah.

4. Melakukan koordinasi dalam pembinaan pengembangan usaha, pelayanan, penyediaan informasi bisnis, promosi peluang pasar dan peluang usaha yang akurat dan aktual pada setiap wilayah.


(29)

5. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia baik SDM aparat maupun pengusaha kecil melalui pendidikan, pelatihan, inkubator, magang, studi banding dan sebagainya.

6. Bertindak sebagai arbitrase atau penengah dalam pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kemitraan usaha di lapangan agar berjalan sebagaimana yang diharapkan.

3.2. Sistem Agribisnis

Menurut Krisnamurthi (1997) agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif yang terdiri dari beberapa subsistem yaitu subsistem pengadaan sarana produksi pertanian, subsistem produksi usahatani, subsistem pengolahan industri hasil pertanian, subsistem pemasaran hasil pertanian dan subsistem kelembagaan penunjang kegiatan pertanian.

Keterkaitan antar subsistem agribisnis sayuran dikatakan baik apabila :

1. Subsistem sarana produksi yang didukung oleh industri primer (backward linkage), seperti pabrik pupuk, pestisida, peralatan pertanian dan penanganan benih, ternyata berkaitan erat dengan tersedianya sumberdaya alam (agroekosistem, komoditas, dsb) di wilayah yang bersangkutan. Subsistem sarana produksi inilah yang menjadi salah satu penentu berhasil atau tidaknya subsistem produksi (usahatani).

2. Subsistem produksi ditentukan oleh ketersediaan sumber daya alam, sumber daya manusia (tenaga kerja) dan dukungan dari subsistem sarana produksi. Kemudian hasil produksi komoditas sayuran tersebut ada yang mengalir langsung ke subsistem pemasaran dengan atau tanpa pemberian perlakuan terlebih dahulu (material handling). Sementara itu, ada pula dari komoditas sayuran tersebut yang menjadi bahan baku untuk produk olahan sehingga perlu masuk dahulu ke subsistem penanganan dan pengolahan hasil, sebelum produk olahan tersebut mengalir ke subsistem pemasaran.

3. Subsistem penanganan dan pengolahan hasil juga tergantung dari hasil subsistem produksi dan tersedianya sumberdaya manusia. Hal ini menunjukan bahwa industri pengolahan hasil pertanian sangat tergantung dari berjalan atau tidaknya subsistem produksi (usahatani) yang pada umumnya sangat peka terhadap masalah ketidakpastian harga dan produksi.


(30)

4. Subsistem pemasaran, baik itu berorientasi regional, nasional maupun internasioanl (ekspor). Keberhasilan subsistem ini ditentukan oleh lancar atau tidaknya ketiga subsistem sebelumnya serta ketersediaan sumberdaya manusia di bidang pemasaran.

Menurut Krisnamurthi (1997), sistem agribisnis dapat dibedakan dalam beberapa gugus industri (industrial clustered) berdasarkan produksi akhir dari sistem agribisnis, yaitu :

1. Sistem agribisnis pangan (food and beverage), yakni sistem agribisis yang produk akhirnya berupa produk-produk bahan pangan (hewani dan nabati) dan minuman.

2. Sistem agribisnis pakan, yaitu sistem agribisnis yang produk akhirnya berupa produk-produk pakan hewan (ternak, ikan).

3. Sistem agribisnis serat alam, yakni agribisnis yang menghasilkan produk akhir berbahan baku serat alam seperti produk atau barang-barang karet, kayu (pulp, rayon, kertas), produk tekstil, produk kulit dan produk serat alam lainnya. 4. Sistem agribisnis bahan farmasi dan kosmetika, yakni agribisnis yang

menghasilkan bahan-bahan farmasi (obat-obatan, vaksin, serum) dan produk kosmetika (sampo, detergen, sabun) baik untuk kebutuhan manusia maupun hewan.

5. Sistem agribisnis wisata dan estetika, yakni sistem agribisnis yang menghasilkan produk akhir berupa kegiatan wisata, seperti wisata kebun, wisata hutan tanaman dan sebagainya serta produk-produk keindahan (bunga, tanaman hias, ikan hias, dan lain-lain).

6. Sistem agribisnis energi terperbaharui, yakni sistem yang menghasilkan produk akhir berupa energi alternatif seperti etanol dan berbagai jenis energi-bio lainnya.

Keterkaitan antar usaha dalam sistem mulai dari pengadaan sarana produksi, proses produksi usahatani, pengolahan hasil, industri, distribusi dan pemasaran merupakan syarat keunggulan bisnis yang bersangkutan. Dengan adanya kemitraan diharapkan dapat menghilangkan permasalahan dalam keterkaitan usaha vertikal sistem agribisnis seperti bentuk persaingan yang tidak sehat akibat struktur pasar yang tidak sempurna. Agribisnis Indonesia merupakan


(31)

lahan yang sangat subur bagi tumbuh dan berkembangnya kemitraan, karena pola kemitraan merupakan salah satu tuntunan objektif bagi keberadaan agribisnis. Kemitraan merupakan tuntunan logis dari sifat agribisnis sebagai suatu rangkaian kegiatan usaha dalam sistem yang terintegrasi.

3.3. Pengertian Usahatani

Soekartawi (2002) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen yang dikelola oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh hasil dari lapangan pertanian. Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja (1983) mendefinisikan usahatani sebagai suatu organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili unsur alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, unsur modal yang beraneka ragam jenisnya, dan unsur pengolahan atau manajemen yang perannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani. Dalam hal ini, istilah usahatani mencakup kebutuhan keluarga, sampai pada bentuk yang paling modern yaitu mencari keuntungan atau laba.

Soekartawi (2005) mengemukakan bahwa tujuan usahatani dapat dikategorikan menjadi dua yaitu memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan pengeluaran. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk memperoleh keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan pengeluaran berarti bagaimana menekan pengeluaran produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu.

3.3.1. Unsur-unsur Pokok Usahatani

Hernanto (1989) menyatakan ada empat unsur-unsur pokok usahatani atau dalam istilah lainnya adalah faktor-faktor produksi usahatani. Faktor-faktor produksi tersebut yaitu:

1. Lahan, 2. Tenaga Kerja, 3. Modal, dan


(32)

3.3.2. Unsur Lahan

Unsur lahan pada hakekatnya adalah permukaan bumi yang merupakan bagian dari alam. Fungsi lahan dalam usahatani yaitu:

1. Tempat menyelenggarakan kegiatan produksi pertanian (usaha bercocok tanam dan pemeliharaan hewan ternak).

2. Tempat pemukiman keluarga petani.

Bentuk dan sifat lahan merupakan manifestasi dari pengaruh faktor-faktor alam lainnya seperti topografi, iklim, (curah hujan, suhu, penyinaran matahari, dan gelombang nisbah, jenis tanah) yang ada di sekelilingnya (Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja, 1983).

Hernanto (1989) menjelaskan bahwa pada umumnya di Indonesia tanah merupakan faktor produksi yang: (a) relatif langka dibandingkan dengan faktor produksi lainnya, (b) distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata. Sifat-sifat lahan antara lain: (a) luas relatif tetap atau dianggap tetap, (b) tidak dapat dipindah-pindahkan, (c) dapat dipindahtangankan dan atau diperjualbelikan. Karena sifatnya yang khusus tersebut tanah kemudian dianggap sebagai salah satu faktor usahatani meskipun di bagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur modal usahatani.

Empat golongan petani berdasarkan luas tanah yang dimiliki yaitu: 1. Golongan petani luas (kepemilikan lahan >2 hektar),

2. Golongan petani sedang (antara 0,5 – 2 hektar), 3. Golongan petani kecil (kepemilikan lahan 0,5 hektar), 4. Golongan buruh tani tidak memiliki lahan.

3.3.3. Tenaga Kerja

Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja (1983) menyatakan bahwa unsur tenaga kerja dalam usahatani diperlukan untuk menyelesaikan berbagai macam pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan dalam usahatani menurut sifatnya dapat dikelompokkan menjadi:

1. Pekerjaan yang bersifat produktif (mengolah lahan, menyiangi, memupuk dan mencegah hama dan penyakit),

2. Pekerjaan-pekerjaan yang bersifat investasi (membuka hutan untuk lahan pertanian, memperbaiki pematang, membuat teras),


(33)

3. Pekerjaan-pekerjaan yang bersifat umum (memperbaiki alat-alat, menjemur hasil produksi, membeli sarana produksi dan menyelenggarakan akuntansi usahatani).

Dalam usahatani unsur kerja dapat diklasifikasikan dalam tenaga kerja manusia dan tenaga kerja ternak. Tenaga kerja manusia dibedakan lagi ke dalam jenisnya tenaga kerja pria, tenaga wanita, tenaga anak-anak (berumur di bawah 15 tahun). Menurut Soekartawi (2002), umur tenaga kerja di pedesaan juga sering menjadi penentu besar kecilnya upah. Mereka yang tergolong di bawah usia dewasa akan menerima upah juga lebih rendah bila dibandingkan dengan tenaga kerja dewasa.

HOK (hari orang kerja) atau setara hari kerja pria (HKP) adalah upah tenaga kerja yang bersangkutan dibagi upah tenaga kerja pria. Menurut Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja (1983) pengukuran tenaga kerja dalam usahatani umumnya diukur dengan jumlah “hari”. Dalam satu hari biasanya selama 7 jam dan ukurannya biasa dibulatkan kepada satuan hari kerja.

3.3.4. Modal

Hernanto (1989) menyatakan bahwa modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang baru, yaitu produksi pertanian. Pada usahatani yang dimaksud dengan modal adalah: (a) Tanah, (b) Bangunan, (c) Alat-alat pertanian, (d) Tanaman, ternak, dan ikan di kolam, (e) Bahan-bahan pertanian, (f) Piutang di Bank, (g) Uang tunai. Sedangkan menurut sifatnya modal dapat dibedakan menjadi dua yaitu modal tetap, meliputi tanah dan bangunan. Modal tetap diartikan modal yang tidak habis pada satu periode produksi. Jenis modal ini memerlukan pemeliharaan agar tetap berdayaguna dalam jangka waktu yang lama. Jenis modal ini terkena penyusutan.

Jumlah modal yang dipakai dalam usahatani juga sering dipakai untuk pengukuran usahatani. Pengukuran usahatani dapat didasarkan kepada: (a) Jumlah nilai seluruh modal yang ditanamkan dalam usahatani dan (b) Jumlah nilai modal lancar dan modal usahatani (Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja, 1983).


(34)

Berdasarkan sumbernya modal dapat diperoleh dari; (a) Milik sendiri, (b) Pinjaman atau kredit, (c) dari usaha lain dan, (e) Kontrak sewa (Hernanto, 1989).

3.3.5. Pengelolaan

Hernanto (1989) menyatakan bahwa pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan.

3.4. Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan ini mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit, dan yang digunakan sebagai pembayaran yang disimpan. Penilaian ini berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku. Menurut Soekartawi et al (1986), penerimaan total usahatani (farm receipt) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup uang untuk keperluan usahatani.

Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi (value of production) atau penerimaan kotor usahatani (gross return). Dalam menaksir pendapatan kotor, semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani (Soekartawi et al, 1986).

Pengeluaran total usahatani (total farm expense) merupakan nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, termasuk tenaga kerja keluarga petani. Selisih antara pendapatan kotor dan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani dapat digunakan untuk mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Oleh karena itu,


(35)

pendapatan bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk dapat membandingkan penampilan beberapa usahatani (Soekartawi et al, 1986). Ukuran yang sangat berguna untuk menilai penampilan usahatani kecil adalah penghasilan bersih usahatani (net farm earnings). Angka ini diperoleh dari pendapatan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman (Soekartawi et al, 1986).

Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi karena ada kemungkinan pendapatan yang besar itu diperoleh dari investasi yang berlebihan. Oleh karena itu, dalam analisis pendapatan usahatani selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Menurut Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja (1983), analisis hubungan penerimaan dan biaya (R/C) rasio dapat dipakai untuk melihat keuntungan relatif dari kegiatan cabang usahatani berdasarkan perhitungan finansial. Dalam analisis ini akan diuji seberapa jauh setiap nilai rupiah, biaya yang dipakai dalam kegiatan cabang usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Jika unsur penerimaan dan biaya total telah diperoleh maka R/C rasio dapat dihitung.

3.5. Konsep Biaya Usahatani

Konsep biaya usahatani lebih mengkaji ke biaya-biaya produksi. Biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan dalam beberapa bagian (Hernanto, 1989):

A.Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan terdiri dari:

1. Biaya tetap, adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat bangunan pertanian dan bunga pinjaman.

2. Biaya variabel, adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan, dan biaya tenaga kerja.

B. Berdasarkan biaya yang langsung dikeluarkan dan langsung diperhitungkan terdiri dari:

1. Biaya tunai, adalah biaya tetap dan biaya variabel yang langsung dibayar tunai. Biaya tetap misalnya pajak tanah dan Bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya biaya untuk pengeluaran bibit, obat-obatan, pupuk, dan


(36)

tenaga kerja. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki petani.

2. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap) dan tenaga kerja dalam keluarga (biaya variabel). Biaya tidak tunai ini untuk melihat bagaimana manajemen suatu usahatani.

3.6. Kerangka Pemikiran Operasional

Kemitraan antara petani wortel di Desa Ciherang, Kabupaten Cianjur dengan Agro Farm diawali dari program yang dimiliki oleh Agro Farm untuk mengembangkan wortel sebagai salah satu jenis sayuran yang dibudidayakan di tempat penelitian. Melalui program kemitraan ini diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak yang bermitra. Dalam melaksanakan program kemitraan ini banyak sekali kendala yang dihadapi, baik oleh pihak petani maupun perusahaan. Kualitas, kuantitas dan kontinuitas menjadi faktor yang sangat penting dalam melaksanakan program kemitraan ini. Hasil yang diharapkan dari program kemitraan ini bagi petani adalah terjaminnya pasar bagi wortel yang diproduksinya serta dapat meningkatkan pendapatan mereka. Sedangkan bagi perusahaan adalah dapat memenuhi kebutuhan pasar. Agar program kemitraan ini dapat berjalan dengan lancar maka diperlukan bentuk pola kemitraan yang tepat sesuai dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Dengan adanya program kemitraan ini juga diharapkan mampu memecahkan masalah-masalah atau kendala-kendala yang timbul sehingga program kemitraan ini dapat dilanjutkan.

Dalam evaluasi pelaksanaan kemitraan antara petani wortel dan Agro Farm ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh kedua belah pihak yang bermitra. Selain itu juga untuk mengetahui tingkat pendapatan petani selama mengikuti program kemitraan. Kemitraan yang dikaji pada Agro Farm pada intinya ditujukan untuk mengetahui perbedaan mengenai pendapatan para petani wortel yang bermitra dengan Agro Farm dibandingkan dengan para petani wortel yang tidak menjalin kemitraan dengan Agro Farm sehingga dapat diketahui secara lebih signifikan peranan kemitraan bagi kesejahteraan petani dilihat dari segi pendapatan usahatani (Gambar 6).


(37)

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kemitraan Antara Agro Farm dengan Petani Mitra Wortel

Permasalahan: Agro Farm

1. Keterbatasan lahan 2. Keterbatasan tenaga kerja

3. Tuntutan kualitas, kuantitas dan kontinuitas

Petani Non Mitra

Biaya Produksi Input Harga Input

Penerimaan Output Harga Output

Pendapatan Petani Mitra

Biaya Produksi Input Harga Input

Penerimaan Output  Harga Output

Pendapatan

Rekomendasi

Permasalahan: Petani

1. Harga jual fluktuatif

2. Keterbatasan wawasan & teknologi 3. Keterbatasan permodalan

4. Keterbatasan manajemen

K  E 

I  T  R  A  A  N 


(38)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) karena merupakan sentra produksi wortel terbesar di Kabupaten Cianjur. Selain itu, daerah ini juga memiliki potensi besar untuk membudidayakan wortel. Waktu pengumpulan data dilaksanakan bulan September hingga Oktober 2011.

4.2. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder baik data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapangan, wawancara langsung dan pengisian kuisioner yang diajukan kepada responden. Wawancara dilakukan dengan petani wortel dan lembaga-lembaga yang terkait seperti dinas pertanian Cianjur.

Data sekunder diperoleh dari informasi tertulis perusahaan dan dari literatur-literatur yang relevan seperti buku, majalah pertanian, internet, Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, Badan Pusat Statistika, perpustakaan IPB dan instansi lainnya yang dapat membantu untuk ketersediaan data.

4.3. Metode Pengumpulan Data dan Informasi

Data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer sebagai data utama dan data sekunder sebagai data penunjang. Penentuan responden petani wortel mitra dilakukan secara sensus, sedangkan penentuan responden petani wortel non mitra dilakukan secara purposive (sengaja). Populasi petani sayuran yang bermitra dengan Agro Farm berjumlah 43 orang petani yang menanam berbagai macam jenis sayuran seperti wortel, saycin, lobak, daun bawang, kol, bunga kol, dan lain sebagainya. Adapun dari 43 orang petani tersebut, terdapat 16 orang petani yang menanam wortel. Jumlah petani responden yang diambil pada penelitian ini sebanyak 32 orang yang terdiri dari 16 orang petani wortel mitra Agro Farm dan 16 orang petani wortel non mitra. Responden


(39)

yang merupakan petani wortel non mitra dipilih berdasarkan letak kepemilikan lahancyang berlokasi disekitar lahan petani wortel yang bermitra dengan Agro Farm. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuesioner, baik kepada pihak perusahaan maupun petani. Pihak perusahaan dipilih orang yang dianggap paling mengetahui teknis pelaksanaan kemitraan. Pihak petani, sampel yang dipilih adalah 16 orang petani wortel yang mengikuti kemitraan dengan Agro Farm dan 16 petani di luar kemitraan. Data sekunder diperoleh dari data dan laporan yang dimiliki perusahaan serta berbagai laporan yang terkait dengan topik kemitraan.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian dikumpulkan dan selanjutnya diolah untuk dilakukan analisis lebih lanjut. Pengolahan data secara kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan dan pengolahan secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan program komputer Excel. Analisa kuantitatif dilakukan dengan menggunakan perhitungan pendapatan usahatani dan R/C Rasiountuk melihat adakah perbedaan nyata antara rata-rata pendapatan petani mitra dan non mitra.

4.5. Analisis Deksriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk melihat karakterisitk mitra tani dan mengevaluasi pelaksanaan kemitraan. Data primer yang telah diperoleh melalui wawancara dan kuisioner ditabulasikan dalam kerangka tabel yang dipersiapkan, kemudian data tersebut dianalisis untuk melihat karakteristik mitra tani meliputi umur, tingkat pendidikan dan pengalaman. Evaluasi pelaksanaan kemitraan meliputi aspek proses manajemen dan aspek manfaat dari kemitraan.

4.6. Analisis Pendapatan

Tujuan dari analisis pendapatan yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usahatani dan keadaan yang akan datang dari suatu perencanaan dan tindakan. Analisis ini juga dapat digunakan untuk membandingkan tingkat pendapatan antara petani mitra dan petani non mitra. Analisis pendapatan dilakukan dengan mengurangkan penerimaan total dengan komponen biaya.


(40)

Pengeluaran atau biaya terbagi atas biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan). Penjumlahan dari keduanya disebut biaya total. Menurut Soekartawi (1986), secara matematis pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut:

π= TR - TC

π= P.Q – ( Biaya Tunai + Biaya non Tunai ) R/C Ratio : TR/TC

Dimana :

π = Besarnya keuntungan/pendapatan (Rp)

TC = Total Biaya yang dikeluarkan oleh petani (Rp)

TR = Total Penerimaan atau hasil penjualan wortel yang diterima petani (Rp) Q = Jumlah Produksi (Kg)

P = Harga Produksi ( Rp/Kg )

Setelah identifikasi biaya, maka untuk melihat mana yang lebih menguntungkan dilakukan dengan membandingkan rasio penerimaan dengan biaya atau R/C rasio dimana R/C diperoleh dari penerimaan total dibagi dengan biaya total.

Jika nilai R/C > 1, maka penerimaan yang diperoleh lebih besar dari tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Dan jika R/C < 1, berarti penerimaan yang diperoleh lebih kecil dari tiap unit biaya yang dikeluarkan. Analisis ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani. Jika penerimaan lebih kecil dari biaya yang telah dikeluarkan, maka dapat disimpulkan bahwa usahatani tersebut tidak menguntungkan. Perbandingan ini menunjukan penerimaan kotor untuk setiap rupiah yang dikeluarkan dalam usahatani. Semakin tinggi nilai R/C rasio menunjukan semakin besar penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan sehingga dengan perolehan nilai R/C rasio yang semakin tinggi maka tingkat pendapatan pun semakin baik dan usaha semakin efisien.


(41)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Profil Agro Farm

Agro Farm adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis sayuran yaitu sebagai produsen dan Trading Company. Lokasi umum Agro Farm terletak di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Sejak dirintis dari tahun 2000, berawal dari usaha pemasaran kecil-kecilan kemudian berkembang menjadi Agro Farm yang bergerak di bidang budidaya dan pemasaran mengalami perkembangan dan kemajuan yang cukup berarti.

Perkembangan dunia pertanian dan agribisnis yang begitu pesat dan dinamis mendorong Agro Farm melakukan langkah-langkah strategis dalam memenuhi tuntutan pasar terhadap kebutuhan sayuran, baik sayuran konvensional maupun organik yang semakin tinggi. Tidak saja mutu jumlah, dan kontinuitasnya, namun lebih daripada itu, kecepatan dan ketepatan distribusi merupakan suatu keniscayaan yang harus dipenuhi. Maksud dan tujuan dibentuknya kelompok tani Agro Farm adalah untuk membantu dan memfasilitasi para petani dalam pembelajaran, transfer atau alih tekhnologi melalui pelatihan, dan pemagangan, terutama budidaya termasuk di dalamnya sekolah lapang pemberantasan hama penyakit terpadu, pemasaran, penyiapan benih-benih unggul yang berkualitas, sehingga petani dapat menghasilkan produk sayuran sesuai dengan kebutuhan pasar.

Permintaan pasar terhadap produk sayuran lokal maupun oriental (Korea dan Jepang) yang terus meningkat dan bervariasi mengharuskan petani membentuk kelompok atau jaringan yang terorganisir agar mampu memenuhi spesifikasi kebutuhan dan permintaan konsumen dan pasar. Berdasarkan hal itu, tujuan utama dan muara dari usaha agribisnis ini tercapai :

1. Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan petani. 2. Membuka lapangan dan peluang kerja baru.

3. Penyerapan tenaga kerja produktif yang putus dan tidak mampu melanjutkan sekolah.

4. Memperluas pasar dan memperbesar produksi agar dapat sebanyak-banyaknya membuka dan menyerap tenaga kerja.


(42)

Agro Farm melakukan 2 jenis kegiatan budidaya, yaitu: a. Budidaya sayuran konvensional (non organik)

b. Budidaya sayuran organik

Kegiatan budidaya sayuran konvensional ini telah berlangsung kurang lebih 10 tahun yang lalu, yaitu mulai awal didirikannya kelompok tani Agro Farm. Hingga saat ini jenis tanaman yang dibudidayakan lebih dari 30 jenis tanaman, diantaranya seperti tertera dalam tabel di bawah ini :

Tabel 6. Beberapa Jenis Sayuran Produksi Agro Farm

No

Jenis Sayuran

Jenis Herbal

Lokal Jepang Korea

1 Bayam Daikon Shigemsi Mint

2 Kangkung Nasubi Kowari Kiwari

3 Caysim Satsuma imo Altari Sage

4 Pakchoy Sato imo Yolmu Taragon

5 Selada kriting Gobo Gogo masum Mitsuba 6 Selada Merah Edamame Knip Rosmerry 7 Daun Bw.Silfa Kyuuri Knip son Tarogon

8 Terung Zukini Zukini Time

9 Brokoli 10 Wortel

Sumber: Agro Farm (2010)

5.2. Karakteristik PetaniWortel Responden

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan usahatani yaitu faktor internal berupa karakteristik dari petani. Kinerja petani sebagai pengelola akan mempengaruhi hasil usahatani. Petani wortel yang dijadikan responden berjumlah 32 orang yang terdiri dari 16 orang petani wortel mitra dan 16 orang petani wortel non mitra. Karakteristik petani yang dilihat meliputi umur, luas lahan, tingkat pendidikan, dan tingkat pengalaman (Lampiran 2 dan 3).

Berdasarkan Lampiran 2 dan 3, dapat dilihat pada umumnya petani responden berumur 30 tahun ke atas. Petani responden mitra yang berusia lanjut, yaitu yang berusia di atas 60 tahun terdiri dari tiga orang petani. Sebagian kecil petani mitra berusia lanjut tersebut mengikuti kemitraan tertarik pada kemudahan yang diberikan Agro Farm dalam membudidayakan wortel. Umumnya petani


(43)

responden berada pada usia produktif. Kisaran usia produktif memungkinkan petani dalam meluaskan pasar sehingga para petani dapat mengembangkan usahanya dengan baik.

Tingkat pendidikan formal petani responden umumnya masih dapat dikatakan rendah dengan tingkat pendidikan SLTP dan SMA. Tingkat pendidikan petani sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan usaha dan membantu petani dalam menganalisa peluang pasar sehingga petani dapat memperoleh benefit yang diharapkan.

Jika dilihat dari tingkat pengalaman, para petani wortel responden pada umumnya tergolong cukup berpengalaman dengan tingkat pengalaman rata-rata tiga tahun. Pengalaman berperan penting dalam menjalankan usahatani termasuk wortel karena dengan pengalaman, para petani memiliki skill (keterampilan) yang diperlukan dalam usahanya. Pengalaman dapat memberikan petani gambaran mengenai dinamika usahatani sayuran termasuk usahatani wortel sehingga menjadi bekal bagi petani dalam mengambil keputusan usaha.

5.3. Gambaran Umum Budidaya Wortel

Wortel adalah sayuran yang sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia dan populer sebagai sumber vitamin A karena memiliki kadar karotena (provitamin A). Selain itu, wortel juga mengandung vitamin B, vitamin C, sedikit vitamin G, serta zat-zat lain yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Sosok tanamannya berupa rumput dan menyimpan cadangan makanannya di dalam umbi. Mempunyai batang pendek, berakar tunggang yang bentuk dan fungsinya berubah menjadi umbi bulat dan memanjang. Umbi berwarna kuning kemerah-merahan, berkulit tipis, dan jika dimakan mentah terasa renyah dan agak manis. Berikut adalah cara budidaya wortel8:

Syarat Tumbuh Wortel

Wortel merupakan tanaman subtropis yang memerlukan suhu dingin (22-24° C), lembab, dan cukup sinar matahari. Di Indonesia kondisi seperti itu biasanya terdapat di daerah berketinggian antara 1.200-1.500 m dpl. Sekarang

      

8  

Koleksiweb.com. 2010. Cara Budidaya Wortel. http://www.koleksiweb.com/alam/pertanian-alam/cara-budidaya-wortel.html. [08-03-2011]. 


(44)

wortel sudah dapat ditanam di daerah berketinggian 600 m dpl. Dianjurkan untuk menanam wortel pada tanah yang subur, gembur dan kaya humus dengan pH antara 5,5-6,5. Tanah yang kurang subur masih dapat ditanami wortel asalkan dilakukan pemupukan intensif. Kebanyakan tanah dataran tinggi di Indonesia mempunyai pH rendah. Bila demikian, tanah perlu dikapur, karena tanah yang asam menghambat perkembangan umbi.

Pedoman Budidaya Wortel

Tanah yang akan ditanami wortel diolah sedalam 30-40 cm. Tambahkan pupuk kandang sebanyak 1,5 kg/m2 agar tanah cukup subur. Bila tanah termasuk miskin unsur hara dapat ditambahkan pupuk urea 100 kg/ha, TSP 100 kg/ha, dan KCl 30 kg/ha. Selanjutnya dibuatkan bedengan selebar 1,5-2 m dan panjangnya disesuaikan dengan lahan. Tinggi bedengan di tanah kering adalah 15 cm, sedangkan untuk tanah yang terendam, tinggi bedengan dapat lebih tinggi lagi. Di antara bedengan perlu dibuatkan parit selebar sekitar 25 cm untuk memudahkan penanaman dan pemeliharaan tanaman. Kebutuhan benih wortel adalah 15-20 g/10 m2 atau 15-20 kg/ha. Benih wortel yang baik dapat dibeli di toko-toko tanaman atau membenihkan sendiri dari tanaman yang tua. Benih wortel dapat langsung disebarkan tanpa disemai dahulu. Sebelumnya, benih direndam dalam air sekitar 12-24 jam untuk membantu proses pertumbuhan. Kemudian, benih dicampur dengan sedikit pasir, lalu digosok-gosokkan agar benih mudah disebar dan tidak melekat satu sama lain. Benih ditabur di sepanjang alur dalam bedengan dengan bantuan alat penugal, lalu benih ditutupi tanah tipis-tipis. Berikutnya, bedengan segera ditutup dengan jerami atau daun pisang untuk menjaga agar benih tidak hanyut oleh air. Jika tanaman telah tumbuh (antara 10-14 hari), jerami atau daun pisang segera diangkat.


(1)

a). Puas Alasannya : b). Tidak puas Alasannya

6. Apakah anda mendapatkan pinjaman modal dari perusahaan a). Ya

b). Tidak

7. berapa kali anda mendapatkan pembinaan dari perusahaan : ( kali per mimggu atau bulan)

8. Pinjaman sarana dan prasarana yang anda peroleh dari perusahaan : Rp.

9. Menurut anda, bagaimana harga yang ditetapkan Agro Farm untuk membeli wortel yang anda miliki :

a). Tinggi (jika yang diberikan di atas harga pasaran)

b). Sedang (jika harga yang diberikan sama atau sesuai dengan harga pasaran) c). Rendah (jika harga yang diberikan lebih rendah dari harga pasaran)

10. Apakah anda mengetahui dan memahami peraturan dalam kemitraan a). Ya

b). Tidak, alasannya :

11. Keluhan apa yang ada dalam kemitraan : a). Isi perjanjian :

b). Pelaksanaan isi perjanjian :

c). Pembayaran :


(2)

 82  

3). 4)

C. Karakteristik Usaha Wortel

1. Biaya produksi per Musim Tanam (per Satu Kali Panen)

No Uraian Jumlah

Harga/Unit Total

(Rp) (Rp)

1 Benih Tanaman

2 Pupuk

a. Urea

b. SP-36

c. KCL

d. Organik

3 Pestisida 4 Peralatan

a.

b.

c.

dst

5 Investasi

a.

b.

c.

dst

6 Sewa / pembelian tanah


(3)

2. Biaya Tenaga Kerja per Musim Tanam (per Satu Kali Panen)

No. Kegiatan

Kebutuhan Waktu Biaya Total

Tenaga Yang Tenaga Biaya Kerja dibutuhkan Kerja (Rp) (Orang) (Hari) (Rp/Hari)

1

2

3

4

5

6

7

Total

 

3. Biaya Total (Total Cost) per Musim Tanam (per Satu Kali Panen) Biaya produksi per musim tanam + Biaya tenaga kerja per musim tanam = Rp ..……….. + Rp..……… =Rp………....

4. Penerimaan Total (Total Revenue) per Tahun Dalam satu tahun berapa kali panen : panen

Panen Volume (Kg)

Harga Jual Penerimaan

(Kg) (Rp)

Panen 1

Panen 2


(4)

 84  

5. Pendapatan (Income) per Musim Tanam (per Satu Kali Panen)

TR (Total Revenue) per Musim Tanam – TC (Total Cost) per Musim Tanam = Rp ..………... – Rp..……… =Rp………....


(5)

RINGKASAN

FAJAR UTOMO. Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Wortel di

Agro Farm Desa Ciherang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA).

Pembangunan subsektor hortikultura merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang dilakukan untuk menciptakan suatu agribisnis yang kuat di masa mendatang. Langkah yang dilakukan yaitu dengan mengarah pada pengembangan hortikultura yang maju, efisien, dan mempunyai daya saing global. Pembangunan subsektor hortikultura memiliki nilai strategis, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan rata-rata pendapatan penduduk serta menciptakan lapangan pekerjaan. Kondisi geografis dan besarnya potensi sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia memungkinkan untuk pengembangan subsektor hortikultura. Indonesia memiliki prospek pengembangan usaha budidaya wortel yang relatif besar, hal ini dilihat dari permintaan terhadap wortel yang terus berkembang sesuai dengan pertumbuhan perekonomian di Indonesia.

Provinsi Jawa Barat memiliki karakteristik yang cocok untuk usaha budidaya wortel, salah satu karakteristiknya adalah iklim yang cocok, lembab dan tanah yang relatif subur. Kabupaten Cianjur memiliki potensi usaha budidaya wortel yang cukup baik, hal itu dilihat dari rata-rata perkembangan permintaan wortel yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu wilayah penghasil wortel di Kabupaten Cianjur adalah Desa Ciherang. Desa Ciherang memiliki banyak petani wortel yang menjalankan pola kemitraan dengan perusahaan agribisnis setempat. Salah satu perusahaan yang melakukan kerjasama kemitraan dengan petani wortel yaitu Agro Farm. Belum adanya petani maupun pihak lain yang melakukan analisis pendapatan terhadap usaha wortel tersebut, membuat inspirasi peneliti untuk melakukan penelitian ini mengingat manfaat kemitraan itu sendiri bagi kesejahteraan petani dilihat dari sisi pendapatan. Oleh karena itu, hal ini penting untuk mempelajari bagaimana kemitraan yang dijalankan oleh Agro Farm dan para petani memberikan manfaat kepada mitra tani itu sendiri. Usaha budidaya wortel para petani mitra Agro Farm dilakukan pada luas lahan rata-rata 331 m2. Agar diketahui manfaat kemitraan terhadap pendapatan petani, maka peneliti membandingkan tingkat pendapatan petani wortel yang bermitra dengan Agro Farm dengan petani wortel yang tidak bermitra.

Berdasarkan permasalahan dan latar belakang maka tujuan penelitian ini adalah : 1) Mengkaji pelaksanaan kemitraan antara petani wortel dengan Agro Farm. 2) Menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh petani wortel yang bermitra dan yang tidak bermitra dengan Agro Farm.

Analisis dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai aspek-aspek yang dikaji, meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek ekonomi. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani berdasarkan kriteria R/C Ratio.


(6)

Dengan kata lain harga yang berlaku adalah harga mengikat, 2.Mengenai kerugian, jika terjadi musibah alam atau wabah penyakit, kerugian ditanggung Agro Farm. Sebaliknya, jika akibat keteledoran petani, kerugian ditanggung petani. Meskipun demikian Agro Farm menjamin petani tetap mendapat keuntungan, 3.Harga dan ketersediaan saprotan terbuka, atau ditentukan di muka, 4.Biaya operasional dihitung Agro Farm, petani tinggal mengikuti aturan tanam saja, 5.Agro Farm menjamin pasar tetap tersedia sehingga petani tidak perlu merasa khawatir mengenai permintaan dan harga karena Agro Farm sudah menjalin kerjasama dengan restoran-restoran Korea dan Jepang yang merupakan mitra Agro Farm.

Program kemitraan termasuk tipe sinergis dan saling menguntungkan pelaksanaan kemitraan telah dijalankan menunjukkan kerja sama usaha yang saling menguntungkan dan saling memperkuat serta menjadikan kerja sama bisnis menjadi berkesinambungan. Sinergi yang menguntungkan diantaranya dalam bentuk petani menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan menyediakan saprotan, bimbingan teknis, dan penjaminan pasar.

Jumlah sayuran yang berhasil dibudidayakan perusahaan saat ini semakin bertambah, kira-kira sudah 66 jenis sayuran yang dikembangkan (Lampiran 2). Permintaan sayuran terbesar di Agro Farm yaitu sawi putih dan wortel, sehingga petani lebih dikhususkan untuk menanam sawi putih dan wortel. Pertimbangan perusahaan mengembangkan kemitraan dengan petani antara lain yaitu ketersediaan sumber daya lahan dan modal yang terbatas, serta permintaan pasar yang tinggi terhadap jenis sayuran tertentu.

Petani wortel mendapatkan benih dalam bentuk pinjaman. Harga benih wortel yaitu Rp 250.000 per kilogram. Pinjaman benih tersebut akan dihitung dalam rupiah yang dibayar oleh petani dengan cara potong panen. Uang hasil penjualan wortel akan dipotong sebesar biaya pinjaman benih. Pemotongan hasil panen dilakukan oleh pihak perusahaan sehingga petani langsung menerima pendapatan bersih.

Grade atau standar kualitas wortel ditetapkan oleh Agro Farm. Penetapan harga pun dilakukan oleh perusahaan, berdasarkan analisis usahatani wortel yang dibuat oleh perusahaan Rencana perubahan harga langsung diinformasikan kepada petani satu minggu sebelum perubahan harga ditetapkan. Harga yang ditetapkan saat penelitian yaitu Rp 2.000 per kg. Pembayaran hasil panen petani akan dilakukan seminggu setelah panen. Pelaksanaan kemitraan wortel Agro Farm semakin berkembang terlihat pada jumlah mitra yang meningkat. Sistem kemitraan yang dilakukan bertujuan untuk memudahkan dalam pemenuhan permintaan wortel. Agro Farm tidak harus mengelola usahatani sendiri untuk memproduksi wortel, sehingga dapat menghemat dalam penggunaan sumberdaya lahan, modal, dan sumberdaya manusia. Pihak petani mendapatkan manfaat-manfaat dari jalinan kemitraan. Manfaat tersebut ada pula yang sejalan dengan alasan petani untuk bergabung dengan kemitraan. Manfaat yang sudah pasti diperoleh oleh petani selaku mitra antara lain dapat membantu dalam pengadaan benih.

Berdasarkan perbandingan pendapatan usahatani antara petani wortel mitra dengan non mitra, maka diperoleh hasil pendapatan rata-rata petani wortel mitra lebih besar dibandingkan pendapatan rata-rata petani wortel non mitra untuk setiap musim tanam. Pendapatan petani wortel mitra rata-rata sebesar Rp 1.523.750 sedangkan pendapatan petani wortel non mitra sebesar Rp 1.093.125 per musim tanam. Nilai R/C Ratio atas biaya tunai petani mitra sebesar 2,83 sedangkan petani non mitra sebesar 2,26. R/C Ratio atas biaya total petani mitra sebesar 2,26 sedangkan petani non mitra sebesar 1,78. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan secara proporsional bahwa kemitraan dengan Agro Farm lebih menguntungkan petani. Penggunaan input melalui kemitraan juga lebih efisien dilihat dari nilai R/C Ratio.