Kondisi Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah

Promosi dan pendidikan keamanan pangan diidentifikasikan oleh WHO sebagai dua fungsi yang terpisah. Tetapi mengingat situasi di Indonesia akan lebih baik jika promosi dan pendidikan keamanan pangan tersebut dijadikan satu fungsi. Jejaring Promosi Keamanan Pangan JPKP merupakan kemitraan antar anggota dari berbagai instansi dan asosiasi yang berhubungan dengan promosi keamanan pangan. Jejaring ini terbentuk berdasarkan sistem komunikasi risiko dengan cara menyebarkan informasi hasil dari kajian risiko dan keputusan yang berhubungan dengan manajemen risiko. Kegiatan Jejaring Promosi Keamanan Pangan meliputi pengembangan bahan promosi poster, brosur, dan sebagainya dan kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan keamanan pangan, konsumen. Keanggotaan jejaring berasal dari lembaga- lembaga yang berkompeten dan atau berhubungan dengan program keamanan pangan di setiap jejaring, seperti Badan POM RI, Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Pendidikan Nasional, Pemda, Universitas, LSM, konsumen, media massa, PKK, asosiasi dagangindustri, foods inspectors, komite codex dan sebagainya. JPKP juga melakukan program pemberdayaan sekolah dalam pengawasan pangan, diantaranya penyuluhan keamanan pangan di sekolah-sekolah, pengembangan program Piagam Bintang keamanan Pangan bagi kantin sekolah dan review materi keamanan pangan di buku pelajaran SD, serta pembuatan dan penyebaran berbagai poster dan leaflet keamanan pangan Fardiaz, 2006 .

2.2. Kondisi Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah

Pangan jajanan sangat banyak dijumpai di lingkungan sekitar sekolah, dan umumnya rutin dikonsumsi oleh sebagian besar anak usia sekolah. Rendahnya tingkat keamanan pangan jajanan anak sekolah akan memperparah masalah rendahnya status gizi anak-anak. Oleh sebab itu pangan jajanan anak sekolah PJAS menjadi salah satu prioritas pangan yang diawasi oleh Badan POM Gartini, 2009. Badan POM memprioritaskan pengawasan keamanan pangan jajanan dengan melakukan kajian yang komprehensif untuk memperoleh data dan informasi profil keamanan PJAS nasional yang dapat dijadikan dasar penetapan kebijakan lebih lanjut dalam rangka perbaikan keamanan dan mutu PJAS. Selanjutnya SEAMEO 1999, menambahkan, makanan jajanan anak sekolah yang diproduksi secara tradisional dalam bentuk industri rumah tangga memang diragukan keamanannya. Meski begitu, jajanan yang diproduksi industri makanan berteknologi tinggi pun belum tentu aman. Maka, keamanan pangan jajanan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang perlu disikapi bersama. Pangan jajanan umumnya dijual dalam bentuk siap untuk langsung dikonsumsi dan oleh karena itu pangan jajanan termasuk dalam kategori pangan siap saji. Menurut PP No. 282004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Pangan siap saji adalah makanan dan atau minuman yang merupakan hasil proses dengan cara atau metode tertentu, untuk langsung disajikan. Pangan siap saji dihasilkan oleh perusahaan jasaboga yaitu hotel, restoran, rumah makan, katering, kaki lima, dan tempat pengolahan pangan lainnya Fardiaz, 2004. Pangan jajanan di sekolah umumnya dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu: 1. Makanan utama; misalnya nasi goreng, nasi soto, mie baso, mie ayam, gado- gado, siomay, dan sejenisnya 2. Penganan atau kue-kue; seperti tahu goreng, cilok, martabak telur, apem, keripik, jeli, dan sejenisnya 3. Minuman; seperti es campur, es sirup, es teh, es mambo, dan sejenisnya 4. Buah-buahan; seperti pepaya potong, melon potong, dan sejenisnya Dengan harga yang terjangkau oleh anak-anak, maka peranan pangan jajanan sangat strategis untuk memberi tambahan asupan gizi bagi anak-anak. Namun sayangnya, sampai saat ini masih banyak masalah keamanan pangan pada pangan jajanan yang ditemui di lingkungan sekolah, diantaranya: • Produk pangan olahan di lingkungan sekolah yang tercemar bahan berbahaya bahaya mikrobiologis dan kimia. • Pangan siap saji di lingkungan sekolah belum memenuhi syarat higienitas. • Donasi pangan yang bermasalah. Penyebab terjadinya masalah di atas adalah tata cara penanganan pangan yang mengabaikan keamanan pangan. Kesalahan tersebut bisa dijumpai pada berbagai aspek mulai dari bahan baku, penanganan proses produksi penyimpangan dan penyajian serta tata cara distribusinya. Selain itu, faktor ketidaktahuan konsumen, dalam hal ini anak-anak sekolah, guru, akan tingkat keamanan pangan jajanan juga menyebabkan masalah keamanan pangan. Penjual pangan yang aman menjadi suatu keharusan bagi penjual pangan karena selain membantu menjaga kesehatan konsumen, juga akan meningkatkan kepercayaan konsumen yang pada akhirnya akan menguntungkan penjaja pangan tersebut. Penjual pangan atau pengelola kantin perlu memahami konsep keamanan dan sanitasi pangan selama mengolah, menyajikan dan menyimpan pangan agar keamanan pangan selama diolah, disajikan dan disimpan dapat terjaga dengan baik. Selain itu, konsumen dalam hal ini anak-anak sekolah dan guru, juga harus diberi pengetahuan yang memadai mengenai keamanan pangan agar mereka dapat memilih pangan yang aman untuk dikonsumsi. Suatu kegiatan penyuluhan keamanan pangan yang komprehensif perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Kalau diperhatikan, makanan dan minuman yang dijual di depan sekolah dasar di berbagai tempat kualitasnya sangat memprihatinkan. Ditinjau dari aspek kesehatan dan kehalalan makanan juga layak dipertanyakan. Ada cimol, cireng, cendol, gulali, baso, aneka makanan ringan dan minuman warna-warni. Kondisi tempat jualan, sanitasi, kesehatan dan asal-usul bahan yang digunakan masih menyisakan pertanyaan. Pangan jajanan yang dijual di sekolah dasar di Indonesia pada umumnya tidak aman karena makanan jajanan di Indonesia tidak menerapkan standar yang direkomendasikan organisasi kesehatan dunia WHO. Tidak heran bila makanan jajanan itu dinilai tidak memenuhi standar gizi dan berkualitas buruk. Masalah ini terungkap dalam diskusi mengenai keamanan pangan dan makanan jajanan di Jakarta beberapa waktu lalu. Diskusi saat itu juga membahas langkah mensosialisasikan aturan WHO untuk keamanan pangan jajanan DEPKES, 2004. Pada umumnya perilaku makan yang sering menjadi masalah adalah kebiasaan makan di kantin atau warung di sekitar sekolah dan kebiasaan makan fast food. Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau street food menurut FAO didefinis ikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Jajanan kaki lima dapat menjawab tantangan masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah, menarik dan bervariasi. Sebuah penelitian di Jakarta mengungkapkan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang berkisar antara Rp 2000 – Rp 4000 per hari, bahkan ada yang mencapai Rp 7000. Hanya sekitar 5 anak membawa bekal dari rumah. Sebagian besar dari mereka lebih terpapar pada makanan jajanan kaki lima dan mempunyai kemampuan untuk membeli makanan tersebut SEAMEO, 1999 Dari wawancara dengan Pedagang kaki Lima PKL terungkap bahwa mereka tidak tahu adanya BTP ilegal pada bahan baku jajanan yang mereka jual. Bahan kimia berbahaya menjadi primadona bahan tambahan di jajanan kaki lima karena harganya murah, dapat memberikan penampilan makanan yang menarik misalnya warnanya sangat cerah sehingga menarik perhatian anak-anak dan mudah didapat. Makanan yang dijajakan oleh PKL umumnya tidak dipersiapkan dengan secara baik dan bersih. Kebanyakan PKL mempunyai pengetahuan yang rendah tentang penanganan pangan yang aman, mereka juga kurang mempunyai akses terhadap air bersih serta fasilitas cuci dan buang sampah. Terjadinya penyakit bawaan makanan pada jajanan kaki lima dapat berupa kontaminasi baik dari bahan baku, penjamah makanan yang tidak sehat, atau peralatan yang kurang bersih, juga waktu dan temperatur penyimpanan yang tidak tepat. Terjaminnya kondisi keamanan pangan di Indonesia berarti telah memenuhi hak-hak masyarakat Indonesia untuk memperoleh pangan yang bermutu tinggi dan aman bagi kesehatan. Kondisi keamanan pangan yang kurang baik akan membawa dampak bagi rendahnya status kesehatan masyarakat. Di samping itu kondisi keamanan pangan yang kurang baik juga dapat menyebabkan kerugian negara karena ditolaknya produk pangan di arena perdagangan internasional. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran untuk melaksanakan good practices dapat diamati dari data keracunan pangan yang terdapat di Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hasil pengawasan Badan POM RI terhadap profil jajanan anak sekolah dari Tahun 2006 sampai dengan 2008 menunjukkan kenaikan dalam hal jumlah pangan jajanan yang tidak memenuhi syarat. Profil Jajanan Anak Sekolah Tahun 2006 dari 2803 sampel, 51 tidak memenuhi syarat. Tahun 2007 dari 2957 sampel, 55 tidak memenuhi syarat dan pada Tahun 2008 dari 2029 sampel, 60 tidak memenuhi syarat Prawitasari, 2009. Banyak hal dan faktor yang harus dikaji untuk menentukan apakah makanan yang dikonsumsi sehari-hari aman. Makan dengan menu seimbang setiap hari agar terpenuhi kebutuhan dan zat gizi dapat menjadikan tubuh seseorang menjadi sehat baik jasmani maupun rohani. Demikian anjuran makan pada saat kini. Kurangnya perhatian terhadap hal ini, berdampak pada penurunan kesehatan konsumen. Bahkan hal tersebut akan menambah tingginya angka kematian akibat dari keracunan makanan karena tidak higienisnya proses penyiapan, pengolahan, penyajian dan pemilihan bahan serta tidak tepatnya penggunaan yang menimbulkan risiko penyakit kanker akibat adanya bahan tambahan yang berbahaya DEPKES, 2006. Monitoring dan Verifikasi profil PJAS nasional Tahun 2008 di 4500 SD di 79 KabKota di 18 propinsi di seluruh Indonesia menunjukkan masih banyak PJAS yang masih menggunakan bahan berbahaya pada pangan seperti Formalin, Boraks, Rhodamin B, Methanyl yellow dan Amarant. Penggunaan BTP pemanis siklamat dan pengawet benzoat juga masih ditemukan pada makanan ringan dan minuman.Gartini, 2009. Menurut laporan KLB Tahun 2008 yang masuk ke BPOM Bulan Januari sd Desember 2008, jenis pangan penyebab KLB adalah pangan Olahan, Pangan Jajanan, Pangan Jasa Boga, Masakan Rumah Tangga dan lain-lain. Laporan KLB berdasarkan jenis pangan penyebab dapat dilihat pada gambar 1. Rangkuman KLB Keracunan Pangan Bulan Januari - 31 Desmber 2008 17.26 4.06 48.22 6.09 2.03 0.51 1.02 11.17 1.02 5.58 3.05 10 20 30 40 50 60 Sekolahkampus Asrama Tempat tinggal Tempat perayaan Hotelrestoran Rumah sakit puskesmas Supermarketpasar Kantorpabrik Tempat ibadah Tempat terbuka lain-lain TempatLokasi persentase Gambar 1 Rangkuman KLB Keracunan Pangan Bulan Januari – 31 Desember 2008 berdasarkan lokasi kejadian. Rangkuman KLB Keracunan Pangan Berdasarkan Jenis Pangan 15.74 15.74 25.89 41.62 1.02 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 Pangan Olahan Pangan Jajanan Pangan Jasa Boga Masakan Rumah tangga Lain-lain Jenis Pangan Persentase Gambar 2. Rangkuman KLB Keracunan Pangan Berdasarkan Jenis Pangan

2.3 Kampanye, Promosi, Komunikasi dan Edukasi Keamanan Pangan.