5.3.3. Upah Tenaga Kerja
Variabel upah tenaga kerja yang diestimasi merupakan upah minimum Kota Tangerang yang ditetapkan oleh dari tahun 1995 sampai tahun 2009 dengan data
tahunan. Dalam hal ini variabel upah tenaga kerja ingin diestimasi untuk melihat pengaruh kebijakan tersebut terhadap PDRB Kota Tangerang.
Pada Tabel 5.1, terlihat bahwa koefisien parameter dari variabel upah tenaga kerja sebesar 0,161828. Artinya, bahwa peningkatan satu persen pada upah tenaga
kerja akan menyebabkan kenaikan sebesar 0,161828 persen PDRB Kota Tangerang. Begitu juga sebaliknya, penurunan sebesar satu persen pada upah tenaga kerja akan
menyebabkan penurunan sebesar 0,161828 persen PDRB Kota Tangerang. Asumsi ceteris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan negatif antara tingkat upah dengan PDRB karena upah merupakan salah satu komponen biaya produksi yang dipandang dapat mengurangi tingkat laba yang
dihasilkan. Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai probabilitas dari variabel upah
tenaga kerja adalah sebesar 0,4641. Nilai ini lebih besar dari taraf nyata pada penelitian ini sebesar sepuluh persen. Artinya, bahwa upah tenaga kerja mempunyai
pengaruh yang tidak signifikan terhadap PDRB Kota Tangerang. Bagi perusahaan, kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, sehingga akan
meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi
pembelian atau bahkan tidak lagi membeli produk tersebut. Sehingga akan muncul perubahan skala produksi yang disebut efek skala produksi scale effect dimana
sebuah kondisi yang memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi tenaga kerja perusahaan. Oleh
sebab itu jumlah tenaga kerja dan upah tenaga kerja berbading terbalik.
Sumber: BPS Kota Tangerang Gambar 5.3. Upah Minimum Regional Kota Tangerang 1995-2009
Gambar 5.3 menunjukkan pergerakan tingkat upah minimum dari tahun 1995- 2009 di kota Tangerang. Dapat dilihat dalam gambar bahwa tingkat upah minimum
setelah diberlakukan otonomi daerah cenderung meningkat. Kebijakan upah minimum pada dasarnya dibuat untuk menghindari perbedaan kepentingan antara
pengusaha dan pekerja. Tujuan pengaturan ini adalah untuk menjaga agar tingkat upah tidak merosot terlalu bawah, meningkatkan daya beli pekerja, dan
mempersempit kesenjangan secara bertahap antara mereka yang berpenghasilan tertinggi dan terendah. Namun, upah minimum adalah sebuah kontroversi , bagi yang
mendukung kebijakan tersebut mengemukakan bahwa upah minimum diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pekerja agar sampai pada tingkat pendapatan living
wage, yang berarti bahwa orang yang bekerja akan mendapatkan pendapatan yang layak untuk hidupnya. Upah minimum dapat mencegah pekerja dalam pasar
monopsoni dari eksploitasi tenaga kerja terutama yang low skilled. Upah minimum dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan mengurangi konsekuensi
pengangguran seperti yang diperkirakan teori ekonomi konvensional Kusnaini, 1998.
Bagi yang tidak setuju dengan upah minimum mengemukakan alasan bahwa penetapan upah minimum mengakibatkan naiknya pengangguran dan juga
memungkinkan kecurangan dalam pelaksanaan yang selanjutnya berpengaruh pada penurunan tingkat upah dalam suatu sektor yang tidak terjangkau kebijakan upah
minimum.
Dampak pemberlakuan kebijakan upah minimum tergantung pada kadar keseriusan pelaksanaannya. Jika kebijakan itu tidak dipaksakan dan diawasi
pelaksanaannya, maka tidak akan ada perubahan yang berarti. Pemberlakuan upah minimum juga bisa menjadi tidak efektif kalau masih tertumpu pada asumsi umum
bahwa seluruh pekerja itu homogen dan tingkat upah minimum berlaku bagi segenap pekerja. Dalam pekerja-pekerja itu tidak homogen, melainkan bermacam-macam, dan
tingkat upah minimum biasanya hanya diperuntukkan untuk kelompok pekerja tertentu, dalam kadar yang bervariasi. Jadi disini tidak akan terlihat pengaruh
pemberlakuan upah minimum terhadap total tenaga kerja, melainkan hanya pada kelompok-kelompok tertentu yang mendapat perlindungan hukum upah minimum.
5.3.4. Variabel Dummy Otonomi Daerah