Gambar 1. Struktur beras secara longitudinal Champagne et al. 2004.
2.1.2. Beras Aromatik
Beras aromatik merupakan salah satu produk yang permintaannya semakin meningkat untuk pemasaran di Asia, Eropa dan Amerika Utara untuk beberapa
tahun terakhir Srieadka et al. 2006. Hal ini dapat disebabkan karena beras aromatik memiliki aroma yang lebih kuat wangi dibandingkan oleh beras non
aromatik Singh et al. 2000. Data ini didukung oleh Weber et al. 2000, beras aromatik lebih disukai konsumen karena aroma, flavor dan teksturnya
dibandingkan dengan beras non aromatik. Secara ekonomi, beras aromatik memiliki harga lebih tinggi bila dibandingkan beras non aromatik.
Ada beberapa varietas beras aromatik di dunia seperti Basmati, Italian B5- 3, Della, Jasmine dan lain-lain, sedangkan varietas beras aromatik di Indonesia
berbeda yaitu beras Pandan Wangi Cianjur, Pandan Wangi Garut, Sintanur, Rojolele dan Situ Patenggang Wijaya et al. 2008; Kusumaningrum 2009.
Banyaknya varietas beras aromatik di dunia mendorong para ahli untuk meneliti komponen volatil dan berbagai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aroma dan
flavornya Champagne 2008.
2.1.3. Sifat Kimia dan Nilai Gizi Beras
Beras dapat digolongkan berdasarkan kadar amilosa dan amilopektin. Berdasarkan kandungan amilosanya beras dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu
beras dengan kadar amilosa tinggi 25 - 33, amilosa sedang 20 - 25, kadar
amilosa rendah 9 - 20, dan amilosa sangat rendah 9 Winarno 1997.
Berdasarkan kandungan amilopektin beras dapat digolongkan menjadi dua yaitu beras ketan yang memiliki kadar amilosa sangat sedikit 1 - 2 dan beras biasa
yang memiliki kadar amilosa lebih dari 2 persen. Beras dengan kadar amilosa sedang biasanya memiliki sifat nasi yang lebih pulen, tidak terlalu basah dan
kering, sedangkan beras dengan kadar amilosa tinggi biasanya memiliki nasi yang keras, pera dan kering Darmadjati Purwani 1991 seperti ditunjukkan pada
Tabel 1. Tabel 1. Beberapa varietas beras berdasarkan kandungan amilosanya
Kadar amilosa
Tekstur nasi Varietas
9-20 Pulen
Bengawan solo, Tukad Petanu, Sentani, Sintanur, Memberamo, Cilosari dan
Cisadane
20-25 Sedang
Bondoyudo, Pandan Wangi, Rojolele, IR- 64, Cibodas, Maros, Way Apo Buru
25-33 Pera
IR-68, Batang Anal, Digul, Dewi Ratih dan IR-36
Sumber : Suismono et al. 2003 Perbedaan kadar amilosa dan amilopektin pada nasi dapat mempengaruhi
tingkat kesukaan konsumen di dunia. Penduduk di negara-negara ASEAN, khususnya Filipina, Malaysia, Thailand dan Indonesia menyukai beras berkadar
amilosa sedang 20 - 25, sedangkan penduduk Jepang dan Korea menyenangi kadar amilosa rendah 13 - 20 Winarno 1997. Selain itu, kesukaan konsumen
terhadap rasa nasi juga dapat dipengaruhi oleh tingkat kepulenan, kemekaran tekstur, warna nasi, rasa dan aroma nasi Haryadi 2006.
Proksimat beras adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengetahui kadar komponen tertentu dalam beras secara estimasi. Proksimat beras antara lain kadar
air, abu, lemak, protein, amilosa dan karbohidrat. Berdasarkan Tabel 2, kelima varietas beras aromatik mengandung kadar air 12,67 - 14,52, kadar abu 0,23 -
0,37, kadar lemak 0,35 - 0,39, kadar protein 8,23 - 9,91, karbohidrat 76,40 - 77,64, dan kadar amilosa 18,76 - 24,75. Secara jelas, beras
aromatik varietas Pandan Wangi Garut dan Pandan Wangi Cianjur memiliki kandungan proksimat basis basah yang sama seperti ditunjukkan pada Tabel 2,
tetapi kandungan proksimat antara kedua varietas tersebut akan berbeda jika dihitung secara basis kering Kusumaningrum 2009.
Tabel 2. Rata-rata kadar proksimat beberapa varietas beras aromatik basis basah
Varietas Kadar
air Kadar
abu Kadar
lemak Kadar
protein Karbohidrat
Kadar amilosa
Pandan Wangi Cianjur
14,52 0,37
0,39 8,23
76,49 24,75
Pandan Wangi Garut
14,52 0,37
0,39 8,23
76,49 24,75
Situ Patenggang
13,08 0,24
0,39 9,91
76,40 18,84
Sintanur 12,67
0,23 0,37
9,08 77,64
18,76 Rojolele
12,75 0,33
0,35 9,15
77,31 21,56
Sumber : Kusumaningrum 2009 Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian berupa
pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula. Pati beras berkisar 90 dari berat kering beras Juliano 1972. Secara kimia, pati adalah homopolimer glukosa
dengan ikatan α-glukosidik. Pati terdiri atas fraksi terlarut amilosa dan fraksi
tidak terlarut amilopektin Winarno 1997. Kadar rata-rata komposisi kimia berdasarkan kadar amilosa seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
Secara umum beras Indonesia mengandung protein sekitar 7 dan berbagai vitamin. Kandungan vitamin dalam beras adalah tiamin, riboflavin,
niasin, dan piridoksin. Vitamin-vitamin tersebut tidak semuanya dalam bentuk bebas, melainkan terikat. Misalnya riboflavin sebanyak 75 terdapat dalam
bentuk ester. Beras mengandung Vitamin A dan D sangat sedikit, dan tidak mengandung vitamin C Haryadi 2006.
Tabel 3. Rata-rata komposisi kimia berdasarkan kadar amilosa Komposisi kimia beras
Nilai rataan komposisi kimia Berat kadar
amilosa tinggi Berat kadar
amilosa sedang Beras
ketan Karbohidrat
90,17 89,86
89,93 Air
12,05 12,05
12,35 Lemak
0,86 0,92
0,89 Protein
7,91 8,00
7,67 Abu
1,06 1,30
1,52 Serat Kasar
3,40 3,29
3,49 Sumber: Rohmah 1997
Selain vitamin, beras juga mengandung mineral makro maupun mineral
mikro. Analisis terhadap kandungan mineral 51 varietas beras giling telah
dilakukan menggunakan alat Inductively Coupled Plasma ICP pada tahun 2007, dimana terdapat enam belas mineral dalam beras yaitu Fe, Mn, Cu, Zn, Ca, Mg,
Na, K, P, S, B, Mo, Co, Ni, Al, Cd. Kandungan mineral pada beras tergantung pada varietasnya. Sebagai contoh adalah beras Indonesia varietas dodokan
sumber Ca, Mg, K, Zn, Mn, Cu, Indragiri sumber Mg, Na, P, S, Mn, dan
Batutegi sumber Ca dan K Indrasari 2008. Kandungan mineral pada beras
giling berbeda dengan beras pecah kulit. Kandungan mineral beras pecah kulit beberapa varietas unggul tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan mineral beras pecah kulit varietas unggul Kandungan
mineral ppm Pandan Wangi
Rojolele IR-64
Fe 12,40
15,20 11,40
Mn 24
19,40 26
Cu 3,70
4,50 1,60
Zn 35
31 21
Ca 87
60 106
Mg 1.340
1.450 1.440
Na 7,40
6,10 14,90
K 3.200
2.600 2.700
P 3.600
3.600 3.500
S 1.070
1.280 1.320
Sumber : Indrasari et al. 2002
2.1.4. Flavor Beras Aromatik
Flavor merupakan semua sensasi yang dihasilkan oleh atribut rasa, tekstur
dan aroma di dalam mulut Fisher Scott 1997. Aroma yang terdeteksi oleh
panelis adalah komponen volatil produk yang memasuki rongga hidung dan diterima oleh indera penciuman. Jumlah komponen volatil yang dilepaskan oleh
suatu produk dipengaruhi oleh suhu dan komponen alaminya Meilgaard et al.
1999.
Flavor beras aromatik telah banyak diteliti dalam beras yang diekstrak dengan pelarut non polar seperti metilen klorida Bergman et al. 2000
,
diklorometana Jezussek et al. 2001, dietil eter Wijaya et al. 2008, diisopropil eter Kusumaningrum 2009 dan pelarut polar seperti etanol Huang et al. 2008.
Beras-beras aromatik berbeda dari beras non aromatik. Perbedaannya yaitu
aroma wangi dan karakteristik kualitas beras. Komponen aroma terpenting yang
memberikan kontribusi terhadap karakteristik aroma pada beras adalah komponen
2-acetyl-1-pyrroline Buttery et al. 1983. Komponen ini ditemukan pada berbagai
padi aromatik yang terdapat di seluruh Asia, Eropa dan Amerika Singh et al. 2000 dan ditemukan juga pada padi aromatik Indonesia varietas Pandan Wangi
Garut, Pandan Wangi Cianjur, Sintanur, Rojolele dan Situ Patenggang Wijaya et
al. 2008; Kusumaningrum 2009. Komponen 2-acetyl-1-pyrroline ini mempunyai karakteristik aroma seperti
‘‘popcorn’‘-like Buttery et al. 1983; Jezussek et al. 2001; Yang et al. 2008 dan juga memiliki karakter aroma sweet, pleasant Tsugita 1985 - 1986. Data ini
dilengkapi oleh Bryant McClung 2011, bahwa komponen 2-acetyl-1- pyrroline memberikan aroma sweet, pleasant dan popcorn.
Selain pada beras aromatik, komponen 2-acetyl-1-pyrroline juga ditemukan pada komponen volatil dari daun pandan Pandanus amaryllifollus
Gangopadhyay 2004. Komponen ini yang terdapat pada daun pandan
memberikan karakter aroma yang mirip dengan beras aromatik varietas Basmati
Thimmaraju et al. 2005. Selain itu, jumlah komponen 2-acetyl-1-pyrroline pada
daun pandan lebih tinggi dibandingkan dengan beras aromatik varietas Khao Dawk Mali Wongpornchai et al. 2003.
Perbedaan lain antara beras aromatik dan non aromatik adalah jumlah hexanal. Data ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widjaja et al.
1996, mengungkapkan bahwa jumlah hexanal pada beras non-aromatik lebih banyak dari pada beras aromatik dan beras non aromatik juga lebih banyak
mengandung komponen E-2-heptenal, 1-octen-3-ol, n-nonanal, E-2-octenal, E,E-2,4-decadienal, 2-penthylfuran, 4-vinylguaiacol dan 4-vinylphenol.
Jumlah komponen 2-acetyl-1-pyrroline berkisar 40 - 90 µgkg pada beras sosoh aromatik, 100 - 200 µgkg pada beras aromatik pecah kulit brown rice,
lebih kecil dari 0,008 µgkg pada beras non aromatik varietas Texas long grain, dan lebih kecil dari 0,008 µgkg beras non aromatik varietas Calrose Buttery et
al. 1983. Hasil penelitian ini didukung oleh Tava Bocchi 1999, kandungan 2- acetyl-1-pyrroline berkisar antara 76 - 760 µgkg pada beras aromatik dan 4 - 15
µgkg pada beras non aromatik. Kandungan 2-acetyl-1-pyrroline dari berbagai
varietas beras aromatik dan beras non aromatik dengan metode SDE Likens- Nickerson dan analisisnya dengan GC-MS tertera pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah 2-acetyl-1-pyrroline dari beras yang dimasak varietas beras aromatik dan beras non aromatik
No Varietas
Jumlah µgkg ppb 1. Beras aromatik
Malangkit Basmati 370
Basmati 370 IR841-76-1
Goolarah YRF 9
Della Yasmine
760 610
87 560
691 670
76 156
2. Beras non aromatik Texas long grain
Lemont Pelde
6 4
15 Sumber : Buttery et al. 1986; Tanchotikul Heish 1991, Widjaja et al. 1996
dalam Grosch Schieberle 1997 Sekitar 200 komponen volatil beras teridentifikasi oleh banyak peneliti,
hanya beberapa komponen yang mempunyai character impact compounds dari flavor beras Champagne 2008. Data ini didukung dengan hasil penelitian dari
Zheng et al. 2009 menyatakan bahwa terdapat 96 komponen volatil yang dapat teridentifikasi
dari beras
varietas tatsukomochi,
kinunohoda, dan
miyakagoganemochi. Beberapa komponen volatil beras yang teridentifikasi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa golongan kimia seperti hidrokarbon, aldehida,
alkohol alisiklik, alkohol alifatik, heterosiklik, ester, terpen, keton dan asam karboksilat Tava Bocchi 1999; Zheng et al. 2009.
Buttery et al. 1983 berhasil mengidentifikasi 2-acetyl-1-pyrroline sebagai komponen utama aroma pada beras yang telah dimasak. Data ini juga
didukung oleh Jezussek et al. 2001, bahwa 2-acetyl-1-pyrroline sebagai salah satu character impact compounds dari beras varietas Basmati 370, Improved
Malangkit Sungsong IMS dan Khaskani. Komponen 2-acetyl-1-pyrroline Gambar 2 diyakini menjadi komponen
yang penting pada aroma compounds pada beras dan diidentifikasi oleh indera manusia sebagai popcorn-like. Pada penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa
komponen aroma tersebut merupakan termally produced, karena komponen tersebut hanya teridentifikasi pada beras yang telah dimasak, bukan pada beras
mentah Buttery et al. 1983. Proses pembentukan aroma 2-acetyl-1-pyrroline seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 2. Senyawa kimia 2-acetyl-1-pyrroline Huang et al. 2008.
Gambar 3. Diagram proses pembentukan aroma 2-acetyl-1-pyrroline Blank et al. 2003.
Prolin
e degradasi
α-dikarbonil 1-pyrroline
kondensasi
Oksidasi spontan 2-acetyl-1-pyrrolidine
2-acetyl-1-pyrroline
Hasil penelitian dari Buttery et al. 1983 berbeda dengan hasil yang diperoleh Yoshishashi et al. 2002, bahwa komponen 2-acetyl-1-pyrroline tidak
terbentuk selama beras dimasak atau proses pasca panen, akan tetapi komponen ini telah tersedia secara alami dari beras.
Data ini didukung oleh Bradbury et al. 2005 dan Jain et al. 2006, mengemukakan bahwa komponen aroma pada beras ditentukan oleh kromosom
no. 8. Berdasarkan hasil penelitian dari Seno et al. 2009, gen BADH
2
pada beras aromatik Indonesia sama dengan varietas beras aromatik asing sehingga jalur
pembentukan 2-acetyl-1-pyrroline pada beras aromatik Indonesia sama dengan beras aromatik asing seperti yang dijelaskan oleh Bradbury et al. 2005.
Secara jelas Bradbury et al. 2005 mengemukakan bahwa jalur pembentukan 2-acetyl-1-pyrroline dimulai dari pemecahan prolin menjadi
putresin kemudian membentuk komponen gama aminobutiraldehid GABald, yang merupakan substrat dari enzim BADH
2
. Apabila enzim BADH
2
aktif, maka enzim ini dapat mengubah GABald menjadi asam gama-aminobutirat GABA,
sedangkan jika enzim BADH
2
tidak aktif, maka GABald mengalami asetilasi penambahan gugus asetil membentuk 2-acetyl-1-pyrroline. Putresin akan
ditemukan dalam jumlah tinggi pada jaringan yang tumbuh aktif membelah. Putresin dipecah menjadi GABald oleh diamina oksidase DAO selama proses
pembentukan lignin dan dinding sel, setelah sebagian besar pembelahan sel telah terjadi. Oleh karena itu, pembentukan GABald cenderung terjadi di jaringan muda
yang secara aktif membelah dan dinding sel menjadi kaku. Hasil penelitian dari Buttery et al. 1983 juga berbeda dengan yang
dilaporkan oleh Zheng et al. 2009, 2-acetyl-1-pyrroline tidak terdeteksi dengan analisis GC-MS pada beras yang dimasak varietas Tatsukomochi, Kinunohada,
dan Miyakoganemochi. Perbedaan hasil penelitian ini dapat disebabkan oleh perbedaan metode ekstraksi dan cara pemasakan nasi Champagne 2008.
Secara rinci, Champagne 2008 menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi flavor dan aroma beras dijabarkan seperti di bawah ini :
a. Genetik
Gen Beras wangi terletak pada ekson nomor 7 pada kromosom nomor 8. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Bradbury et al.
2005 dan Jain et al. 2006, sifat beras aromatik dibawa oleh genetis tertentu terutama pada kromosom 8.
Secara genetik, perbedaan gen antara padi aromatik dan non aromatik adalah akumulasi dari komponen 2-acetyl-1-pyrroline dalam genotip padi
aromatik dapat disebabkan oleh adanya mutasi delesi pada ekson 7 di kromosom nomor 8 yang mengakibatkan kodon stop sehingga
menyebabkan hilangnya aktivitas enzim betain aldehida dehidrogenase BADH
2
. Ketika prolin mensintesis asam amino glutamat maka enzim BADH
2
memainkan peranan kunci dalam jalur konversi ke arah glutamat. Penghambatan lintasan ini akan meningkatkan ketersediaan prolin untuk
sintesis 2-acetyl-1-pyrroline Bradbury et al. 2005. Berbeda dengan padi non aromatik, pada kromosom nomor 8 tidak terjadi delesi ekson 7
sehingga prolin lebih mengarah ke pembentukan asam amino glutamat dan pembentukan 2-acetyl-1-pyrroline lebih sedikit Seno et al. 2009.
b. Perlakuan sebelum panen
Perlakuan sebelum panen kondisi cuaca, kesuburan tanah, dan cara tanam perlu diperhatikan karena mempengaruhi kandungan amilosa dan
protein pada beras, sehingga dapat mempengaruhi flavor dan aroma dari beras yang dimasak, contohnya jumlah 2-acetyl-1-pyrroline bervariasi
tergantung dengan kondisi lingkungan. Jumlah 2-acetyl-1-pyrroline lebih banyak pada beras merah matang pada suhu rendah 25
o
C siang hari, 20
o
C malam hari dibandingkan dengan beras merah matang pada suhu tinggi 35
o
C siang hari, 30
o
C malam hari untuk beras merah varietas short-grain Hieri dan long-grain Sari Itani et al. 2004.
c. Sistem irigasi dan waktu pemanenan
Waktu pemanenan
dan sistem
irigasi yang
baik dengan
mempertimbangkan berbagai faktor yaitu tingkat kematangan, kadar air dan kondisi cuaca akan dapat menghasilkan gabah dengan kualitas tinggi.
Contohnya seperti beras varietas IR-42. Beras varietas IR-42 dipanen pada umur tanam 20 - 38 hari setelah 50 dari varietas tersebut berbunga. Pada
kondisi tersebut terjadi peningkatan kadar amilosa dan protein, setelah itu terjadi penurunan aroma dan flavor dengan peningkatan kematangan. Beras
varietas IR-42 memiliki flavor yang lebih baik pada umur tanam 20 hari 50 berbunga Champagne 2008.
d. Kadar air
Diantara pemanenan dan pengeringan, padi yang dibiarkan selama 24 jam dapat meningkatkan kadar air padi yaitu 16 menjadi lebih besar dari
26. Mikroba dapat tumbuh pada kondisi ini, sehingga dapat menghasilkan senyawa volatil yang mempengaruhi flavor atau aroma pada beras putih
setelah pengeringan dan penggilingan Champagne 2008. e.
Kondisi pengeringan beras, kadar air akhir dan penyimpanan gabah Pengeringan pada suhu 18 - 60
o
C tidak mempengaruhi peningkatan atau penurunan flavor beras Champagne et al. 1997. Hasil penelitian ini
berbeda dengan yang dilaporkan oleh Sunthonvit et al. 2005, 2-acetyl-1- pyrroline akan terjadi peningkatan konsentrasi dengan peningkatan suhu
pengeringan 100 - 150
o
C. f.
Derajat penggilingan Derajat penggilingan yang berbeda akan mempengaruhi flavor dari beras
giling. Puffed corn flavor, raw rice flavor, hay like flavor dan bitter taste akan menjadi rendah ketika rasa manis lebih tinggi dengan peningkatan
derajat penggilingan 8 sampai 14 Park et al. 2001. Hasil penelitian ini didukung oleh Champagne et al. 1997, mengemukakan bahwa efek dari
derajat penggilingan terhadap intensitas atribut flavor tergantung dari kadar air, kultivar dan lokasi budidaya.
Derajat penggilingan dapat mempengaruhi jumlah 2-acetyl-1-pyrroline. Jumlah komponen 2-acetyl-1-pyrroline lebih banyak diperoleh pada tepung
beras dibandingkan dengan beras giling. Hal ini dapat disebabkan oleh derajat penggilingan dehulling yang lebih rendah pada tepung beras
dibandingkan dengan beras giling, sehingga ditemukan bahwa rata-rata recovery 2-acetyl-1-pyrroline pada tepung beras lebih tinggi dibandingkan
dengan beras giling Yoshihashi et al. 2005.
g. Waktu dan suhu penyimpanan beras giling
Efek dari penyimpanan terhadap flavor beras giling kurang baik undermilled rice dan beras giling kualitas baik wellmilled rice ditentukan
oleh deskripsi panelis Piggott et al. 1991. Asam lemak bebas dibentuk lebih besar pada beras giling kualitas kurang baik undermilled rice
dibandingkan beras giling kualitas baik wellmilled rice. Perbedaan flavor antara kedua beras giling tersebut kemudian diteliti dari segi aroma, rasa dan
tekstur mouth-feel pada berbagai suhu penyimpanan.
Beras yang disimpan pada suhu 30
o
C memiliki skor tertinggi untuk pungent, oily, muddymusty, sour rasa, bitter, smooth aroma dan muddy,
sedangkan beras yang disimpan pada suhu -20
o
C memiliki skor tertinggi untuk rasa sweet, wangi fragrant, smooth aroma dan muddyearthy.
Skor flavor tersebut pada saat uji sensori akan meningkat dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Selain itu, penyimpanan pada suhu -
20
o
C dapat menekan peningkatan free fatty acid FFA. Komponen hexanal dan carbonil pada suhu tersebut akan memiliki tren yang sama seperti FFA
Champagne 2008. Penyimpanan pada suhu 5
o
C dapat menghambat penguapan 2-acetyl-1- pyrroline dan mencegah off flavor Yoshihashi et al. 2005. Hasil penelitian
ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Tava Bocchi 1999 suhu penyimpanan yang rendah dapat mempertahankan jumlah 2-acetyl-1-
pyrroline. Lebih jauh lagi, Kongkiattikajorn 2008 menemukan bahwa perubahan aroma beras dapat disebabkan oleh penurunan komponen 2-
acetyl-1-pyrroline dan peningkatkan jumlah komponen hexanal. Penyimpanan juga dapat mempengaruhi sifat fisikokimia beras varietas
Khao Dawk Mali 105. Hasil penelitian ini didukung oleh Zhou et al.
2002, bahwa perubahan protein, lemak dan pati pada beras dapat
mempengaruhi gel, pasta, flavor dan tekstur nasi. Faktor lain yang mempengaruhi aroma beras adalah lamanya
penyimpanan. Data ini didukung oleh Wongpornchai et al. 2004, bahwa karakteristik aroma beras dipengaruhi oleh penanganan setelah pemanenan
misalnya lamanya penyimpanan dan metode pengeringan padi.
h. Pencucian
Monsoor Proctor 2002, mengemukakan bahwa pencucian beras merupakan salah satu cara praktis untuk mereduksi off-flavor pada beras
giling. Selanjutnya Monsoor Proctor 2004, mengemukakan bahwa pencucian beras juga dapat secara efektif mengurangi komponen volatil
yang menyebabkan off-flavor pada beras giling kepala head milled dan beras rusak broken rice, ketika disimpan lebih dari 30 hari pada suhu 37
o
C dan RH 70. Sebagian besar komponen volatil pada kedua jenis tersebut adalah komponen pentanal, pentanol, hexanol, penthylfuran,
octanal dan nonanal, dimana jumlah keenam komponen ini lebih banyak pada beras rusak broken rice dibandingkan beras giling kepala head
milled. Pencucian beras juga dapat meningkatkan nilai ekonomi pada beras
rusak broken rice. i.
Cara pemasakan Ada 3 macam metode pemasakan nasi yaitu excess method, pilaf
method, dan penguapan steaming. Excess method merupakan salah satu metode pemasakan nasi dengan penggunaan jumlah air yang tepat untuk
menemukan cara pemasakan yang optimum. Pilaf method merupakan metode pemasakan nasi optimum menggunakan rice cooker dengan
penggunaan jumlah air yang tepat. Pemasakan nasi menggunakan pilaf method menghasilkan flavor yang lebih diterima konsumen bila
dibandingkan excess method Crowhurst Creed 2001. j.
Pengaruh dari rasio air dengan beras terhadap flavor nasi yang dimasak Rasio antara air dan beras yang digunakan pada pilaf method tidak
berpengaruh nyata terhadap atribut flavor pada keempat varietas beras Bett- Garber et al. 2007.
k. Suhu penyediaan dari nasi
Yau Huang 1996 menemukan bahwa aroma dari nasi akan dapat dipengaruhi oleh suhu penyediaan nasi dan aroma beras yang dilepaskan
biasanya berasal dari komponen tunggal atau campuran yang spesifik, akan tetapi Yau Liu 1999 menyatakan bahwa tidak ada suhu penyediaan nasi
yang jelas untuk mempengaruhi aroma dari semua sampel beras.
2.2. Metode Isolasi dan Ekstraksi Flavor Beras
Metode ekstraksi dan isolasi yang digunakan akan mempengaruhi komponen flavor beras yang teridentifikasi dengan analisis Gas Chromatography-
Mass Spectrometry GC-MS dan Gas Chromatography-Olfactometry GC-O Champagne 2008. Metode isolasi dan ekstrasi flavor beras biasanya
menggunakan metode SDE Likens-Nickerson, SPME dan headspace yang dijabarkan secara lengkap di bawah ini.
2.2.1. Simultaneously Distillation Extraction SDE Likens-Nickerson
Beberapa peneliti telah melakukan berbagai macam metode isolasi aroma terhadap komponen flavor beras dengan metode SDE Likens-Nickerson. Metode
ini dipilih karena memiliki kelebihan yaitu 1 dapat lebih banyak mengekstrak aroma dan konsentratnya, 2 recovery dari aroma lebih tinggi, 3 dapat
dioperasikan pada tekanan rendah sehingga mengurangi dekomposisi termal dan 4 dapat mengurangi penumpukan artefak dari pelarut karena jumlah pelarut yang
digunakan sedikit Marsili 1997. Metode ekstraksi ini tidak cocok digunakan untuk mengekstrak komponen-komponen volatil yang tidak tahan panas tinggi
termolabil sehingga dapat menyebabkan kerusakan ataupun kehilangan komponen flavor off-flavor bahkan dapat saja terjadi kemungkinan terbentuk
komponen volatil baru hasil dari reaksi senyawa-senyawa kimia yang disebabkan oleh degradasi suhu.
Beberapa penelitian beras aromatik yang menggunakan metode SDE Likens-Nikerson adalah analisis kuantitatif komponen 2-acetyl-1-pyrroline pada
beras Buttery et al. 1983, penelitian mengenai profil beras aromatik asli Indonesia Wijaya et al. 2008; Kusumaningrum 2009.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya et al. 2008, mengemukakan bahwa beras aromatik varietas Pandan Wangi Cianjur dan Situ Patenggang
didominasi oleh komponen aromatik heterosiklik, Pandan Wangi Garut didominasi oleh komponen ester, serta beras aromatik varietas Rojolele
didominasi komponen aldehida. Pada penelitian ini ditemukan bahwa Pandan Wangi Garut memiliki jumlah komponen 2-acetyl-1-pyrroline lebih banyak
dibandingkan dengan varietas beras aromatik Indonesia lainnya dan beras aromatik varietas Basmati. Akan tetapi jumlah senyawa heksanal terdapat lebih
banyak pada beras aromatik varietas Basmati, kemudian berturut-turut menyusul beras aromatik varietas Sintanur, Rojolele, Pandan Wangi Garut, Pandan Wangi
Cianjur, dan Situ Patenggang. Komponen E-2,4-nonadienal hanya terdapat pada beras aromatik Basmati dan Pandan Wangi Garut, akan tetapi jumlah komponen
tersebut lebih banyak terdapat pada beras aromatik varietas Basmati. Tanchotikul Hsieh 1991 melakukan penelitian dengan metode
microscale steam distillationlow density solvent extraction device mikro SDE, katalog nomor 16050, Chrompack, Raritan, NJ. Hasil yang diperoleh dari
penelitian ini adalah jumlah komponen 2-acetyl-1-pyrroline yang terdapat pada beras aromatik varietas Della, Basmati 370 dan Jasmine berkisar antara 76 - 156
µgkg.
2.2.2. Solid Phase Microextraction SPME
Metode isolasi aroma lain yang sering digunakan adalah metode SPME. Metode SPME memiliki beberapa kelebihan yaitu memperoleh hasil yang cepat,
bebas penggunaan pelarut dan cara persiapan sampel yang kompatibel Pawliszyn et al. 1997.
Salah satu peneliti yang menggunakan modifikasi SPME adalah Zheng et al. 2007, 2008a, 2008b, 2009, telah menemukan perbedaan komponen volatil
yang terdeteksi pada empat tahap pemasakan di dalam rice cooker. Komponen volatil terbanyak terdapat pada tahap pemasakan keempat. Data ini menunjukkan
bahwa semakin lama proses pemasakan dalam rice cooker, maka semakin banyak komponen volatil beras yang terdeteksi dengan analisis GC-MS. Metode ini juga
digunakan Zheng et al. 2009b untuk penentuan senyawa target γ-nonalactone
pada varietas beras non aromatik. Mathure et al. 2010, mengemukakan bahwa jumlah 2-acetyl-1-pyrroline
tertinggi berturut-turut pada beras aromatik varietas Indrayani Brand 2 552 µgkg, Kamod 418 µgkg and Basmati Brand 5 411 µgkg. Komponen yang
berkontribusi pada beras aromatik varietas Basmati, Ambemohar, Kolam, Indrayani dan lokal adalah komponen 2-acetyl-1-pyrroline, hexanal, nonanal,
dekanal, benzil alcohol, vanillin, guaiacol dan indole. Peneliti lain menggunakan metode SPME untuk membedakan profil flavor
antara beras aromatik dan beras non aromatik Laguerre 2004; Bryant McClung