intensitas penangkapan Gulland 1983. Semakin tinggi intensitas penangkapan maka semakin besar nilai K dan semakin kecil nilai L
∞
. Hal ini karena ikan tidak diberi kesempatan untuk tumbuh sampai ukuran yang baik, sehingga ikan yang
tertangkap berukuran muda dan sedang mengalami fase percepatan pertumbuhan. Berdasarkan pernyataan tersebut maka kecilnya nilai L
∞
ikan di Pulau Semak Daun kemungkinan disebabkan oleh tingginya intensitas penangkapan.
2. Mortalitas dan Rasio Eksploitasi
Estimasi mortalitas berdasarkan kurva hasil tangkapan yang dikonversi ke panjang length-converted catch curve, dengan masukan parameter pertumbuhan
K,L
∞
dan t yang telah diperoleh. Nilai hasil estimasi tersebut tertera pada Tabel
9. Tabel 9 Mortalitas dan rasio eksploitasi ikan dominan di Pulau Semak Daun
No. Nama spesies Z bln
-1
M bln
-1
F bln
-1
E 1
Epinephelus fuscoguttatus 0.81
0.26 0.55
0.68 2
Choerodon anchorago 1.08
0.51 0.56
0.52 3
Scolopsis monogramma 1.46
0.56 0.90
0.62 4
Epibulus sp 1.61
0.56 1.05
0.65 5
Scarus ghobban 2.36
0.17 2.18
0.92 6
Chlorourus sordidus 0.95
0.71 0.23
0.25 7
Scarus sp 0.17
0.14 0.03
0.18 Laju mortalitas total jenis-jenis ikan dominan berkisar antara 0,17 per
bulan sampai dengan 1,61 per bulan, dengan nilai mortalitas alami berkisar antara 0,14 per bulan sampai dengan 0,71 per bulan. Laju mortalitas total tertinggi
terjadi pada ikan Scarus ghobban, sedangkan yang terendah pada ikan Scarus sp. Mengacu pada pendapat Pauly 1983, nilai mortalitas alami ikan-ikan di lokasi
penelitian termasuk rendah. Rendahnya nilai mortalitas ini menunjukkan bahwa jenis-jenis ikan tersebut mampu beradaptasi dengan baik terhadap kondisi
lingkungan. Selain itu kemungkinan lokasi penelitian merupakan habitat yang baik bagi ikan-ikan tersebut.
Pengukuran langsung nilai mortalitas alami M sulit diperoleh, maka digunakan kuantitas yang dianggap proporsional dengan M dan telah diduga
sebelumnya, yaitu kurvatur pertumbuhan von Bertalanffy K dan L
∞
Beverton Holt 1957 in Sparre Venema 1999, hal ini karena adanya keterkaitan antara K
dengan panjangnya umur ikan dan umur yang panjang berkaitan dengan mortalitas. Spesies yang memiliki K yang tinggi mempunyai nilai M yang tinggi,
dan spesies yang memiliki K yang rendah mempunyai M yang rendah. Mortalitas alami juga harus dikaitkan dengan L
∞
, karena pemangsa ikan besar lebih sedikit daripada pemangsa ikan kecil. Untuk menunjang pernyataan tersebut, dapat
dilihat dari nilai-nilai K dari tujuh spesies yang dianalisis. Nilai K terlihat pada ikan Scarus sp. dan Scarus ghobban, masing-masing 0,09 per bulan dan 0,08 per
bulan. Sesuai dengan pernyataan Beverton Holt 1957 in Sparre Venema 1998 tersebut, maka nilai M akan kecil dan sebagai akibatnya nilai L
∞
menjadi besar. Hal ini terbukti bahwa nilai mortalitas alami M dari kedua spesies ini
juga merupakan paling kecil dibanding spesies lainnya, yaitu 0,14 per bulan dan 0,17per bulan; dan L
∞
kedua spesies tersebut juga paling besar diantara tujuh spesies lainnya 344,40mm dan 349,13mm. Mendukung pernyataan tersebut,
ikan yang memiliki K paling besar yaitu Chlorourus sordidus, memiliki nilai L
∞
yang paling kecil 190,05 mm dan M yang paling besar 0,71 per bulan. Untuk mempertahankan keberlanjutan populasi dalam jangka panjang,
maka laju mortalitas akibat penangkapan tidak melebihi laju mortalitas alamiahnya, dan ekploitasi mencapai optimal jika laju mortalitas akibat
penangkapan sebanding dengan laju mortalitas alami Pauly, 1980; Gulland, 1971; FAO, 1996, yang berarti bahwa rasio eksploitasi E sama dengan 0,5.
Berdasarkan penjelasan tersebut, terdapat beberapa spesies ikan yang telah dieksploitasi melebihi optimal, yaitu Epinephelus fuscoguttatus, Choerodon
anchorago, Scolopsis monogramma, Chlorourus sordidus, dan Epibulus sp. Dua jenis lainnya, yaitu Scarus ghobban, Scarus sp., laju eksploitasi dibawah nilai
optimal.
4.7 Perikanan Tangkap 1.
Jenis alat tangkap
Perikanan tangkap yang berkembang di sekitar Pulau Semak Daun merupakan perikanan tradisional yang ditujukan untuk pemanfaaatan sumberdaya
ikan karang. Alat tangkap yang digunakan juga sederhana, dan didominasi oleh jaring insang, bubu dan pancing. Ikan target dari alat tersebut adalah ikan-ikan
yang hidup di sekitar terumbu karang, baik ikan konsumsi seperti kerapu dan ekor kuning, maupun ikan hias seperti ikan kepe-kepe Chaetodon sp, jenis-jenis ikan
Kakaktua Scarus sp dan Betok Pomacentrus sp. Selain alat tangkap tersebut, di sekitar perairan Pulau Semak Daun juga sering beroperasi jaring muroami.
Alat ini dioperasikan di sekitar terumbu karang dengan target penangkapan ikan ekor kuning. Jumlah unit alat tangkap di Kepulauan Seribu Utara disajikan pada
Gambar 14. Selama kurun waktu lima tahun tersebut, jumlah unit bubu selalu mendominasi dan cenderung meningkat setiap tahunnya.
Gambar 14 Jumlah unit alat tangkap di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara Sumber : Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kepulauan Seribu
2010.
2. Produksi Hasil Tangkapan dan Hasil Tangkapan per Unit Upaya
Analisis terhadap produksi ikan hasil tangkapan nelayan dimaksudkan untuk mengetahui intensitas penangkapan terhadap spesies dominan per trofik
level yang telah dikaji pada sub bab sebelumnya. Berdasarkan komposisi biomasa ikan per trofik level, diketahui ikan dominan per trofik level di perairan sekitar
Pulau Semak Daun adalah Epinephelus fuscoguttatus, Choerodon anchorago, Scolopsis monogramma, Epibulus sp., Chlorourus sordidus, Scarus ghobban, dan
Scarus sp. Berdasarkan hasil ini maka dianalisis produksi hasil tangkapan spesies-spesies tersebut yang dilakukan di sekitar Pulau Semak Daun. Data
200 400
600 800
1000 1200
1400 1600
1800
2005 2006
2007 2008
2009
Tahun
J u
m la
h
Payang Jaring gebur
Bubu Pancing
Muroami
diperoleh berdasarkan hasil tangkapan harian nelayan yang dilakukan selama penelitian, disajikan dalam Tabel 10 dibawah ini.
Tabel 10 Hasil tangkapan jenis-jenis ikan dominan oleh nelayan di perairan Sekitar Pulau Semak Daun gram
Jenis Ikan Jarang Gigi
Choerodon anchorago
Mogong Scarus
sp. Kerapu hitam
E.fuscoguttatus Nori
monyong Epibulus
sp. Lape bataan
Scarus ghobban
Juli 14.200
- 11.900
3.000 -
Agustus 47.900
- 60.500
4.300 22.800
September 39.140
- 17.200
1.500 7.100
Oktober 26.100
1.000 10.400
9.200 5.000
November 20.300
- 23.800
2.800 2.300
Desember 20.600
4.300 34.600
4.500 2.300
Januari 30.100
12.400 25.300
5.100 3.200
Total 198.340
17.700 183.700
30.400 42.700
Untuk mengetahui jenis alat tangkap yang paling intensif dalam melakukan aktifitas penangkapan dan ikan dominan hasil tangkapannya,
dilakukan analisis hasil tangkapan per unit upaya penangkapan CPUE dari jenis- jenis alat tangkap yang dioperasikan di sekitar Pulau Semak Daun. Idealnya
analisis CPUE dilakukan time series berdasarkan pada data produksi ikan per jenis alat tangkap yang dilakukan beberapa tahun. Kondisi yang ada di lokasi
penelitian, tidak tersedia data produksi per jenis alat tangkap, sehingga analisis CPUE dilakukan melalui pencatatan harian terhadap jumlah alat yang beroperasi
per jenis dan hasil tangkapannya. Pencatatan dilakukan setiap hari selama penelitian dan hasilnya tertera pada dan Tabel 11.
Hasil pencatatan tersebut menunjukkan bahwa alat tangkap yang dioperasikan nelayan di lokasi penelitian terdiri atas bubu, jaring dan pancing,
dengan jumlah unit terbanyak adalah bubu. Banyaknya unit alat tangkap yang beroperasi belum tentu menunjukkan tingginya eksploitasi sumberdaya ikan dari
alat tangkap tersebut. Hal ini tergantung dari efektifitas dari alat tersebut dalam menangkap ikan, yang ditunjukkan dengan nilai CPUEnya.
Tabel 11 Hasil tangkapan dan hasil tangkapan per satuan upaya di perairan Pulau Semak Daun selama penelitian
Jenis alat tangkap
Jumlah unit
Total tangkapan gram
CPUE gram unit
-1
Ikan dominan Bubu
942 988.411,00
1.049,27 Mogong Hijaumogong ijo
Scarus sp, Lape Scarus ghobban
Jaring 402
1.366.333,33 3.398,84
Mogong Hijaumogong ijo Scarus sp, Kerapu hitam
E.fuscoguttatus
Pancing 835
691.228,.63 827,82
Jarang Gigi Choerodon anchorago, Kerapu hitam
E.fuscoguttatus
Berdasarkan pencatatan harian yang dilakukan selama penelitian dan tertera pada tabel diatas, diperoleh nilai CPUE tertinggi dari alat tangkap jaring,
dan terendah adalah pancing. Disamping memiliki nilai CPUE tertinggi, jumlah total produksi dari jaring juga paling tinggi selama penelitian. Berdasarkan
pertimbangan ini terlihat bahwa jaring merupakan alat tangkap yang paling intensif dalam penangkapan ikan di sekitar Pulau Semak Daun.
4.8 Inter-Relasi Trofik
Berdasarkan kebiasaan makanan dan trofik level yang telah dianalisis, serta berdasarkan kajian pustaka yang banyak membahas tentang struktur trofik di
perairan, tarutama perairan di sekosistem terumbu karang, maka dapat dibuat dugaan inter-relasi atau keterkaitan diantara masing-masing trofik level sehingga
membentuk aliran seperti tergambar dalam Gambar 15. Komponen tingkat trofik terendah di lokasi penelitian terdiri dari
fitoplankton, alga bentik dan detritus. Tanda panah menunjukkan perpindahan biomasa melalui hubungan makan memakan seperti yang tergambar dalam rantai
makanan. Dalam struktur trofik yang tergambar dalam aliran tersebut, keberadaan jenis ikan mogong kelompok ikan yang berada pada trofik level rendah, 2,00
– 2,50 sangat penting untuk mendukung keberadaan ikan pada trofik level atas
jenis-jenis kakaktua atau Scarus sp.dan kerapu. Jenis ikan kakaktua merupakan ikan yang berperan penting dalam mengontrol populasi makroalga yang dapat
merusak kaarang, sedangkan keberadaan ikan kerapu penting untuk
mempertahakan keseimbangan komunitas agar tidak terjadi penurunan rantai makanan.
Trofik Level
3 4
2
1
Jarang gigi C.anhorago, Serak S. monogramma,
Nori Epibulus sp.
Invertebrata Bentik Mogong
Chlorourus sordidus, Scarus sp.
Alga Bentik Detritus
Fitoplankton Zooplankton
Lape Scarus ghobban
Hewan Karang Kerapu E.fuscoguttatus,
Kakap Lutjanus lutjanus
Gambar 15 Perkiraan inter-relasi trofik komunitas ikan di lokasi penelitian. Keterangan:
Berdasarkan hasil penelitian Mc. Conell 1987 dan penelusuran dalam Fish Base
Berdasarkan inter-relasi trofik yang telah dibangun tersebut, dilakukan penyusunan model berdasarkan pada nilai-nilai yang telah dianalisis. Komponen
utama dalam penyusunan model ini adalah kelompok trofik level yaitu kelompok trofik level 2,00
– 2,50, kelompok trofik level 2,51 – 3,00, kelompok trofik level 3,01
– 3,50 dan kelompok trofik level 3,51 – 4,00. Setiap kelompok trofik level berfungsi sebagai satu kelompok kompartemen sehingga memiliki sub model
tersendiri. Setiap sub model tersebut dirangkaikan berdasarkan hubungan makan memakan dari dan antar komponen dalam model.