Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

17 Rawai tuna atau tuna longline merupakan alat penangkap ikan tuna yang paling efektif. Rawai tuna merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan karena bersifat selektif terhadap jenis ikan yang ditangkap. Rawai tuna merupakan rangkaian sejumlah pancing yang dioperasikan sekaligus. Satu tuna longliner biasanya mengoperasikan 1.000-2.000 mata pancing untuk sekali turun. Alat tangkap ini bersifat pasif, yaitu menanti umpan dimakan oleh ikan sasaran. Setelah pancing diturunkan ke perairan, mesin kapal akan dimatikan sehingga kapal dan alat tangkap akan hanyut mengikuti arus atau disebut drifting yang akan berlansung 4-5 jam. Jenis umpan yang digunakan dalam pengoperasian alat tangkap ini umumnya ikan pelagis kecil, seperti lemuru Sardinella sp., layang Decapterus sp., kembung Rastregiller sp. dan bandeng Chanos chanos. 7 Pancing ulur atau handline adalah salah satu alat tangkap sederhana yang digunakan oleh nelayan dalam kegiatan ekstraksi tuna madidihang. Konstruksi pancing ulur sangat sederhana. Pada satu tali pancing utama dirangkaikan 2-10 mata pancing secara vertikal yang dibantu menggunakan rumpon sebagai alat pengumpul ikan. Pada saat pemancingan, satu rumpon dikelilingi oleh lima unit kapal, masing-masing kapal berisi 3-5 orang pemancing. Umpan yang digunakan adalah ikan segar yang dipotong-potong.

2.5 Penelitian Terdahulu

Nugraha 2011 analisis bioekonomi rencana penerapan kebijakan Minimum Legal Size rajungan blue swimming crab terhadap profitability nelayan Kabupaten Cirebon. Tujuan penelitian ini adalah mengestimasi tingkat profitability atau rente ekonomi nelayan rajungan di Kabupaten Cirebon. Estimasi 7 http:npl-vedca.blogspot.com200903rawai-tuna.html . Diakses pada tanggal 20 maret 2012. 18 tingkat profitability ini dilakukan untuk melihat pengaruh kebijakan pengelolaan perikanan rajungan tehadap profitability nelayan rajungan. Rente ekonomi dalam ketiga rezim perikanan tersebut masing-masing adalah MEY sebesar Rp 32.509,92 juta, MSY sebesar Rp 237.582,1174 juta, dan OA tidak ada. Tingkat profitability yang dihasilkan dapat dijadikan bahan pertimbangan penetapan kebijakan pengelolaan perikanan. Berkademi 2011 pengelolaan sumberdaya ikan bilih Mystacoleucus padangensis Blkr di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis effort dan harvest sumberdaya ikan bilih pada kondisi aktual, lestari, dan optimal. Analisis yang digunakan untuk menilai effort dan harvest dilakukan dengan menggunakan model bioekonomi Gordon-Schaefer. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Hasil perhitungan optimum menghasilkan kondisi optimal nilai biomassa x 2.245,92 tontahun, hasil tangkapan lestari h 953,24 tontahun, dan effort E nelayan sebesar Rp 10.196.741.207,25 per tahun. Penelitian Berkademi 2011 dan Nugraha 2011 memiliki persamaan dalam penelitian ini, yaitu alat analisis yang digunakan berupa analisis bioekonomi. Selain itu penelitian ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan dalam perikanan tangkap agar usaha perikanan tangkap yang dilakukan dapat optimal dan berkelanjutan. 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai kekayaan laut yang melimpah. Perairan di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki potensi kekayaan perikanan tangkap yang mencapai 388.700 ton per tahun DKP Provinsi NTT, 2010. Perairan ini mempunyai beberapa “fishing ground” ikan-ikan yang bernilai ekonomis tinggi, seperti cakalang dan tuna sirip kuning atau madidihang. Perikanan tangkap tuna sirip kuning atau madidihang menjadi salah satu ujung tombak ekspor nasional, mengingat nilai ekonomis yang tinggi dari ikan ini. Ekstraksi tuna madidihang di perairan NTT dilakukan oleh nelayan lokal, nelayan yang bekerja di perusahaan pengekspor, maupun nelayan dari luar provinsi NTT Bali, NTB, Sulawesi Selatan dll. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis bioekonomi terhadap ketersediaan stok ikan dan tingkat pemanfaatannya untuk mengetahui instantaneous growth dan rente perikanan, sehingga pengelolaan dan pemanfaatannya dapat menghasilkan rente optimum serta tetap terjaga kelestariannya. Produksi madidihang yang cukup tinggi di perairan NTT ternyata tidak menggambarkan kesejahteraan nelayan lokal sebagai pemilik sumberdaya. Keuntungan yang diperoleh nelayan lokal perikanan tangkap madidihang tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan pengekspor setempat. Kerangka pemikiran dan operasional digambarkan menjadi kerangka operasional dalam gambar 2.