pohon. Operator chainsaw tidak akan menebang pohon yang cacat dan pohon yang berdiameter dibawah 40 cm. Kemudian dilanjutkan dengan pembersihan
tumbuhan yang melilit pada pohon agar tidak menahan pohon yang akan ditebang serta mencegah pohon melintang dan menyandar, pembuatan jalur keselamatan
yang dilakukan untuk memudahkan operator chainsaw dan helper menghindari pohon tumbang, penentuan arah rebah dan terakhir adalah kegiatan penebangan
pohon. Kegiatan penyaradan dilakukan dengan menggunakan bulldozer Komatsu
D85ESS-2 dimana jenis ini memiliki mesin 4 silinder yang dapat menghasilkan tenaga sebesar 215 tenaga kuda, berat bulldozer ini adalah sekitar 21 ton. Ukuran
lebar blade dari bulldozer ini adalah 4 meter dan memiliki winch pada bagian belakangnya yang digunakan untuk menyarad kayu, panjang winch berkisar 20
meter. Sebelum melakukan kegiatan penyaradan, bulldozer terlebih dahulu membuat TPn kemudian dilanjutkan dengan bulldozer membuat jalan sarad.
Setelah dibuat jalan sarad, bulldozer kemudian masuk ke petak tebangan mencari kayu yang telah ditebang. Setelah menemukan kayu yang telah ditebang maka
seorang helper akan turun untuk mengaitkan choker pada kayu tersebut, kemudian bulldozer menyarad mengikuti jalan sarad yang telah dibuat, sesampainya di TPn
kayu lalu ditumpuk dan disusun.
5.2.2 Intensitas Pemanenan
Kegiatan ITSP yang dilakukan pada plot penelitian juga dapat digunakan untuk mengetahui besarnya potensi pohon layak tebang yang terdapat pada plot
penelitian tersebut. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan intensitas pemanenan pada kegiatan pemanenan kayu. Potensi pohon yang layak
untuk ditebang pada plot penelitian adalah sebanyak 34,50 pohonha dengan potensi volumenya sebesar 122,74 m
3
ha. Pohon-pohon yang termasuk kedalam kategori layak tebang ini merupakan pohon-pohon komersial yang berdiameter
lebih dari 40 cm. Besarnya intensitas pemanenan pada plot penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Intensitas pemanenan pada plot penelitian
Plot Potensi Pohon Layak Tebang
Pohon yang Ditebang Jumlah
Volume Jumlah Volume ITSP
Volume Log phnha
m
3
ha phnha
m
3
ha m
3
ha A
25 56,24
13 37,34
33,99 B
48 186,39
18 64,11
59,56 C
20 54,80
10 34,52
31,98 D
24 128,15
13 75,90
73,32 E
36 97,46
10 32,10
30,50 F
43 150,91
12 50,11
47,93 G
26 66,02
8 23,46
21,42 H
41 176,87
9 77,03
76,00 I
55 217,57
16 113,49
104,72 J
27 93,03
8 46,43
41,61 Rata-rata
34,50 122,74
11,70 55,45
52,10 Std. Error
3,74 18,43
1,07 8,67
8,24
Pada Tabel 9, volume ITSP merupakan volume pohon yang dipanen dalam plot penelitian jika disesuaikan dengan data pohon hasil ITSP sebesar 55,45
m
3
ha, sedangkan volume log merupakan volume pohon yang sebenarnya dipanen dalam plot penelitian yang diketahui dengan melakukan pengukuran kembali
terhadap dimensi pohon yang telah ditebang, adapun volume log nya sebesar 52,10 m
3
ha. Volume pohon yang dipanen dalam penelitian ini adalah 52,10 m
3
ha atau sebesar 42,45 dari rata-rata volume pohon yang dapat dipanen per hektar
nya. Jika dilihat dari besarnya persentase pemanenan kayu tersebut maka kegiatan pemanenan kayu yang telah dilakukan masih tergolong baik karena masih berada
dibawah 56 yang merupakan jatah penebangan tahunan yang telah ditetapkan. Volume pohon yang dipanen paling besar berada pada plot I sebesar 104,72 m
3
ha dan terendah berada pada plot G sebesar 21,42 m
3
ha. Pada data tersebut terlihat bahwa intensitas pemanenan besarnya berbeda-
beda pada setiap plot penelitian. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah pohon layak tebang yang berbeda pada setiap plot, keadaan topografi plot penelitian dan
dipengaruhi juga oleh keadaan fisik dari pohon layak tebang tersebut. Jumlah pohon yang paling banyak ditebang pada plot penelitian berada pada plot B
sebanyak 8 pohonha dan pohon yang paling sedikit ditebang berada pada plot G dan J sebanyak 8 pohonha. Rata-rata intensitas penebangan yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah 11,70 pohonha dimana intensitas penebangan tersebut masih
lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Indriyati 2010 di pulau Siberut, Sumatera Barat, yang intensitas penebangannya 7,20 pohonha dan juga masih
lebih tinggi jika dibandingkan penelitian Feldpausch et al. 2005 di Amazonia Selatan yang intensitas penebangannya berkisar 1,1-2,6 pohonha. Hasil penelitian
lain oleh Aryono 2010 di Kalimantan Tengah menunjukkan besar intensitas penebangan pada tegakan rapat adalah 15 pohonha dan pada tegakan rawang
adalah 9 pohonha. Perbedaan intensitas penebangan ini disebabkan karena perbedaan potensi pohon layak tebang yang terdapat pada lokasi-lokasi tersebut.
5.3 Kerusakan Tegakan Pasca Pemanenan 5.3.1 Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Penebangan