sehingga dari penebangan 1 pohonha mengakibatkan kerusakan berat pada tegakan tinggal sebesar 0,88 pohonha. Penelitian Aryono 2010 menyatakan dari
kegiatan pemanenan 1 pohonha pada tegakan rapat akan mengakibatkan 19 pohonha mengalami kerusakan berat dan dari pemanenan 1 pohonha pada
tegakan rawang akan mengakibatkan 17 pohonha mengalami kerusakan berat. Perbedaan kerusakan tersebut disebabkan karena kerapatan awal dan intensitas
penebangan yang berbeda serta adanya perbedaan batas diameter pohon contoh yang diukur dalam penelitian pada lokasi-lokasi tersebut dimana pada penelitian
Indriyati 2010 mengambil pohon contoh yang berdiameter diatas 20 cm, sedangkan pada penelitian Aryono 2010 mengambil pohon contoh yang
berdiameter diatas 10 cm.
5.3.2 Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Penyaradan
Kegiatan penyaradan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kerusakan tegakan tinggal. Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penyaradan
berasal dari pohon yang mengalami kerusakan ketika pembuatan jalan sarad dan dari pohon yang mengalami kerusakan ketika bulldozer menyarad pohon yang
telah ditebang. Sama seperti kerusakan akibat kegiatan penebangan, kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penyaradan juga terdiri dari beberapa kategori
tingkat kerusakan dan bentuk kerusakan yang dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Bentuk kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan
Bentuk Kerusakan Tingkat Kerusakan pohon
Persentase Ringan
Sedang Berat
Jumlah Rusak Tajuk
Luka Batang 49
25 2
76 41,30
Patah Batang 3
3 1,63
Pecah Batang 1
1 0,54
Roboh, Miring 45 ⁰
66 66
35,87 Condong, Miring 45
⁰ 1
1 0,54
Rusak Banir 25
12 37
20,11 Total
74 38
72 184
100 Rata-rata
7,40 3,80
7,20 18,40
Persentase 40,22
20,65 39,13
100
2,80 4,00
0,60 1,40
1,60 0,80
5,50
1,60
0,10 0.00
1.00 2.00
3.00 4.00
5.00 6.00
20-29 cm 30-39 cm
≥40 cm Ra
ta -r
at a
K erusak
an p
h n
h a
Kelas Diameter cm
Ringan Sedang
Berat
Pada Tabel 12 terlihat bahwa bentuk kerusakan yang paling sering ditimbulkan pada tegakan tinggal akibat kegiatan penyaradan adalah bentuk
kerusakan luka batang sebesar 41,30 dan roboh sebesar 35,87. Hasil penelitian Elias 1995 menyatakan kerusakan terbanyak akibat kegiatan penyaradan
terdapat pada tipe pohon roboh sebesar 88,32, yang terjadi karena penyingkiran pohon untuk pembuatan jalan sarad. Pada tingkat kerusakan berat akibat kegiatan
penyaradan, bentuk kerusakan yang paling sering terjadi adalah bentuk kerusakan pohon roboh sebanyak 66 pohon. Manuver-manuver bulldozer didalam proses
penyaradan pohon dari dalam hutan menuju ke TPn merupakan salah satu faktor penyebab tingginya jumlah pohon yang mengalami tipe kerusakan roboh. Tingkat
kerusakan yang paling tinggi terjadi pada kerusakan ringan dan kerusakan berat yang masing-masing sebesar 7,40 pohonha 40,22 dan 7,20 pohonha
39,13 dari total seluruh kerusakan pohon yang diakibatkan oleh penyaradan.
Gambar 3 Distribusi kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penyaradan
berdasarkan kelas diameter. Pada Gambar 3 terlihat bahwa tingkat kerusakan berat pada tegakan
tinggal akibat kegiatan penyaradan paling banyak terjadi pada kelas diameter pohon 20-29 cm sebanyak 5,50 pohonha, sedangkan untuk tingkat kerusakan
ringan dan sedang paling banyak terjadi pada kelas diameter 30-39 cm, dimana hal ini sama seperti pada kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan.
Pembuatan jalan sarad pada kegiatan penyaradan pohon umumnya dilakukan
dengan cara pendorongan pohon-pohon yang terdapat di sepanjang jalan sarad oleh bulldozer, selain itu proses pendorongan juga menghindari batu besar yang
melintang di jalan sarad dan pohon-pohon yang berdiameter relatif besar, sehingga terjadinya kerusakan berat terhadap pohon-pohon berdiameter kecil sulit
untuk dihindari. Tabel 13 Kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan
Plot N 20 cm up
Penyaradan Kerusakan Berat
phnha phnha
m
3
ha phnha m
3
ha a
b c
d e
f A
138 13
37,34 6
2,68 4,80
B 222
18 64,11
10 2,88
4,90 C
131 10
34,52 6
2,45 4,96
D 175
13 75,90
11 6,13
6,79 E
231 10
32,10 6
2,96 2,71
F 174
12 50,11
6 2,23
3,70 G
164 8
23,46 5
1,42 3,21
H 187
9 77,03
7 2,40
3,93 I
213 16
113,49 11
2,66 5,58
J 126
8 46,43
4 5,49
3,39 Rata-rata
176,10 11,70
55,45 7,20
3,13 4,40
Std. Error 11,90
1,07 8,67
0,80 0,47
0,39 Kegiatan penyaradan pohon per hektar nya pada plot penelitian
mengakibatkan terjadinya kerusakan tegakan tinggal untuk tingkat kerusakan berat sebesar 4,40. Penelitian Indriyati 2010 menyatakan bahwa rata-rata
kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penyaradan adalah sebesar 10,27. Pada penelitian Suhartana dan Idris 1996 menunjukkan rata-rata besarnya
kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penyaradan sebesar 15,40. Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa dari kegiatan penyaradan sebesar
55,45 m
3
ha menyebabkan terjadinya kerusakan berat pada tegakan tinggal sebesar 3,13 m
3
ha. Hal ini berarti bahwa setiap penyaradan 1 m
3
per hektar nya mengakibatkan kerusakan berat sebesar 0,06 m
3
per hektar. Rata-rata pohon yang disarad pada plot penelitian adalah 11,70 pohonha yang mengakibatkan
kerusakan berat sebanyak 7,20 pohonha. Hal ini berarti bahwa setiap penyaradan 1 pohonha mengakibatkan kerusakan berat sebesar 0,62 pohonha.
Pohon-pohon yang mengalami kerusakan berat diperkirakan akan mengalami kematian karena pohon-pohon tersebut tidak bisa melakukan proses
fotosintesis. Kerusakan berat terhadap akar, batang utama dan tajuk menyebabkan tidak berfungsinya alat hara tumbuhan yang berguna sebagai alat penyerapan,
pengolahan, pengangkutan dan penimbunan zat-zat makanan untuk kelangsungan hidup tumbuhan.
5.3.3 Hubungan Antara Kerapatan Tegakan dan Intensitas Pemanenan Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal
Faktor yang mempengaruhi kerusakan tegakan tinggal yaitu kerapatan tegakan dan intensitas pemanenan. Semakin tinggi kerapatan tegakan dan
intensitas pemanenan maka akan semakin besar nilai kerusakannya. Persamaan regresi linier berganda hubungan antara kerapatan tegakan dan intensitas
pemanenan terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal dinyatakan dalam persamaan regresi sebagai berikut :
Ŷ = 11,153 – 0,049X
1
+ 0,912X
2
R
2
= 65,50 Dimana :
Ŷ = Kerusakan tegakan tinggal X
1
= Kerapatan tegakan pohonha X
2
= Intensitas pemanenan pohonha Koefisien determinasi yang diperoleh adalah 65,50, artinya sebesar
65,50 dari keragaman kerusakan tegakan tinggal dapat dijelaskan oleh kerapatan tegakan dan intensitas pemanenan yang dilakukan, sedangkan sisanya dapat
dijelaskan oleh faktor-faktor lain. Berdasarkan nilai koefisien determinasi ini, maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan yang didapatkan cukup baik karena
mampu menerangkan peubah respon dengan baik. Tabel 14 Analisis ragam hubungan kerusakan tegakan tinggal dengan kerapatan
tegakan dan intensitas pemanenan Sumber
Derajat Jumlah Kuadrat
Kuadrat F Hitung
P Keragaman
Bebas Tengah
Regresi 2
63,724 31,862
6,635 0,024
Galat 7
33,616 4,802
Total 9
97,340
nyata P0,05 F
2;7 0,05
= 4,737
Jika dilihat dari nilai P sebesar 0,024 yang diperoleh dari kedua peubah terhadap kerusakan tegakan tinggal dimana nilainya lebih kecil dari alpha yang
ditentukan 0,05 dan dari nilai F hitung yang lebih besar dibandingkan F tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa kerusakan tegakan tinggal memiliki hubungan
yang nyata dengan mininimal satu peubah penduga. Selanjutnya untuk mengetahui hubungan tiap peubah penduga terhadap besarnya kerusakan tegakan
tinggal maka dilakukan uji t yang dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Hubungan antar peubah dengan besarnya kerusakan tegakan tinggal
Peubah Penduga t Hitung
P Kerapatan tegakan
- 2,193
tn
0,064 Intensitas pemanenan
3,620 0,009
tn
tidak nyata sangat nyata
t
7;0,025
= 2,365 t
7;0,005
= 3,499
Berdasarkan hasil pengujian dapat diketahui bahwa faktor yang sangat nyata mempengaruhi kerusakan tegakan tinggal adalah intensitas pemanenan yang
dilakukan dimana nilai P nya lebih kecil dari nilai alpha yang ditentukan dan nilai t-hitung nya yang lebih besar dari pada nilai t-tabel. Kerapatan tegakan tidak lagi
berpengaruh nyata terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal setelah dijelaskan oleh intensitas pemanenan P0,01. Kesimpulan ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Elias 2002 yang menyatakan kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan dan penyaradan per satuan luas sangat tergantung dari
intensitas pemanenan. Makin tinggi intensitas pemanenan maka kerusakan tegakan tinggal akan makin meningkat, namun bukan berarti kerapatan tegakan
tidak berpengaruh terhadap kerusakan tegakan tinggal yang terjadi.
5.3.4 Keterbukaan Areal