Kabupaten Karanganyar antara pola mandiri dengan pola kemitraan disajikan secara lengkap pada Tabel 13.
Tabel 13. Perbandingan Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging antara Pola Mandiri dan Pola Kemitraan, Tahun 2003
Uraian
Mandiri Kemitraan
Nilai RpEkor
Kontribusi Nilai
RpEkor Kontribusi
Biaya Tetap 1. Sewa Kandang
2. Tempat Pakan 3. Tempat Minum
4. Alat Pemanas Total
Biaya Variabel 1. DOC
2. Pakan 3. Obat dan Vaksin
4. Sekam 5. Gula Merah
6. Kunyit dan Daun Pepaya
7. Gas 8. Listrik
9. Tenaga Kerja Total
400.00 14.63
66.03 26.50
506.96
2 400.00 4 480.00
439.96 42.86
8.00 0.80
125.72 6.79
117.86
7 621.99 4.92
0.18 0.81
0.33 6.24
29.52 55.11
5.41 0.53
0.10 0.01
1.55 0.08
1.45
93.76
400.00 14.63
66.03 26.50
506.96
2 900.00 4 972.00
488.80 42.86
8.00 -
125.72 6.79
117.86
8 662.03 4.36
0.16 0.72
0.39 5.53
31.63 54.23
5.33 0.47
0.09 -
1.37 0.07
1.29
94.47 Total Biaya
8 128.95 100.00
9 168.99 100.00
Total Penerimaan 12 261.50
12 204.00 Pendapatan
4 132.55 3 035.01
RC 1.51 1.33
Sumber : Data Primer, 2003 diolah
Keterangan :
= Strain DOC pola mandiri dan pola kemitraan tidak berbeda = untuk satu ekor ayam ras pedaging setara dengan 1.79 kg 35 hari
Dari Tabel 13 terlihat bahwa total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi satu ekor ayam ras pedaging pada pola mandiri lebih rendah
dibandingkan dengan pola kemitraan. Selisih total biaya antara pola kemitraan dengan pola mandiri mencapai Rp 1 040.04 per ekor. Artinya untuk
memproduksi satu ekor ayam ras pedaging pada pola kemitraan membutuhkan biaya 12.79 persen lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan pada
pola mandiri. Dari komposisi biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan oleh
peternak masing-masing pola tidak jauh berbeda. Artinya untuk usahaternak ayam ras pedaging, biaya yang paling banyak dikeluarkan berturut-turut adalah
biaya untuk pembelian pakan, DOC, obat dan vaksin, sewa kandang dan pembelian gas. Perbedaan komposisi biaya variabel pada pola kemitraan dengan
pola mandiri adalah pengeluaran untuk pembelian kunyit dan daun pepaya. Untuk peternak pola mandiri, pemberian kunyit dan daun pepaya adalah salah satu cara
untuk mengurangi penggunaan vaksin karena pemberian kunyit dan daun pepaya dipercaya oleh peternak sebagai cara untuk meningkatkan daya tahan tubuh ayam
ras pedaging dari serangan penyakit. Bagi peternak peserta pola kemitraan, hal tersebut tidak dapat dilakukan karena perusahaan inti telah memberikan
persyaratan bahwa peternak dilarang untuk memberikan perlakuan yang tidak sesuai dengan standar perusahaan inti. Untuk ketahanan tubuh terhadap serangan
penyakit maka ternak pada pola kemitraan harus diberikan vaksin sesuai dengan dosis dan anjuran dari penyuluh TS.
Jika dilihat dari nilainya, biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak peserta pola kemitraan tidak berbeda dengan peternak pola mandiri. Hal ini disebabkan
karena adanya ketentuan dari perusahaan inti bahwa peternak peserta pola kemitraan harus dapat menyediakan sendiri kandang dan peralatannya
1
sehingga harga input per unit yang diterima oleh peternak peserta kemitraan sama dengan
peternak pola mandiri, yakni sesuai dengan harga yang berlaku di pasar. Untuk biaya variabel, yakni biaya DOC, pakan, obat dan vaksin, terlihat perbedaan yang
relatif besar antara biaya yang dikeluarkan oleh peternak mandiri dengan peternak kemitraan. Perbedaan biaya ini lebih disebabkan oleh adanya perbedaan harga
1
Pembelian peralatan kandang diasumsikan dibeli secara tunai karena 75 persen peternak mitra membeli sendiri peralatan kandangnya.
yang diterima peternak peserta kemitraan karena kualitas DOC dan kuantitas pemberian pakan yang diberikan antara peternak pola mandiri dan pola kemitraan
tidak ada perbedaan. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab pendahuluan bahwa peternak ayam ras pedaging pola mandiri yang ada di Kabupaten Karanganyar
merupakan “eks” peserta kemitraan sehingga teknologi yang diterapkan pada usahaternak mereka relatif tidak jauh berbeda dengan peternak pola kemitraan.
Pengetahuan tentang kualitas strain DOC, pemberian pakan termasuk dosis pemberian obat dan vaksin masih diterapkan oleh peternak pola mandiri dalam
proses usahaternak mereka sehingga diyakini bahwa perbedaan jumlah biaya variabel lebih disebabkan oleh adanya perbedaan harga input. Namun khusus
untuk biaya obat dan vaksin, selisih biaya yang terjadi juga disebabkan perbedaan kuantitas vaksin yang diberikan. Sebagaimana penjelasan pada komposisi biaya
variabel, bahwa sebagian penggunaan vaksin untuk ternak pada pola mandiri digantikan dengan pemberian kunyit dan daun pepaya sehingga biaya vaksinnya
relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan pola kemitraan. Harga input yang diterima oleh peternak peserta kemitraan telah ditentukan
oleh perusahaan inti dan biasanya lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga yang berlaku di pasar. Dari hasil penelitian terlihat bahwa selisih biaya pembelian
DOC yang diterima peternak kemitraan adalah 20.83 persen lebih tinggi dibandingkan biaya pembelian DOC yang dikeluarkan oleh peternak pola mandiri
atau sebesar Rp 500 per DOC. Untuk biaya pembelian pakan dan obat-obatan dan vaksin, peternak peserta pola kemitraan mengeluarkan biaya masing-masing 10.98
persen dan 11.10 persen lebih tinggi dibandingkan peternak pola mandiri. Selisih harga input ini merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan inti dan hal ini
sangat wajar jika perusahaan inti menginginkan dapat memperoleh keuntungan dari penjualan DOC, pakan, obat dan vaksin. Namun yang membuat sebagian
besar peternak merasa dirugikan adalah karena harga input tidak pernah ditentukan di awal kontrak dan persentase keuntungan yang diambil oleh
perusahaan inti tidak pernah diketahui secara pasti. Total penerimaan disini sama dengan harga jual per ekor ayam ras pedaging.
Peternak pola mandiri memperoleh penerimaan sebesar Rp 12 261.50 sedangkan untuk peternak pola kemitraan hanya Rp 12 204.00 atau 0.47 persen lebih rendah
dibandingkan penerimaan peternak pola mandiri. Selisih penerimaan atau harga jual ini juga disebabkan adanya kontrak kesepakatan atas harga output sebelum
proses produksi oleh peternak peserta pola kemitraan. Jika harga yang berlaku di pasar lebih tinggi dari harga kesepakatan, peternak hanya memperoleh
peningkatan harga sebesar 15-40 persen dari selisih harga yang berlaku atau biasa disebut dengan pemberian insentif. Oleh sebab itu, harga output yang diterima
peternak pola kemitraan akan selalu lebih rendah dibandingkan dengan harga output pola mandiri. Jika terjadi kasus sebaliknya atau harga kontrak lebih tinggi
dibandingkan harga pasar, maka sesuai kontrak peternak peserta kemitraan akan menerima sesuai harga kontrak. Namun demikian, hal ini harga kontrak lebih
tinggi dari harga pasar jarang sekali terjadi. Menurut hasil wawancara dengan peternak peserta kemitraan, selama sepuluh tahun terakhir ini belum pernah terjadi
harga kontrak lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasar. Hal ini disebabkan karena perusahaan inti lebih menguasai informasi harga pasar apalagi perusahaan
inti memiliki hubungan kerjasama yang baik dengan para pedagang besar
sehingga perusahaan inti mempunyai kemampuan yang relatif baik dalam memprediksi harga pasar.
Pendapatan yang merupakan selisih penerimaan dengan biaya menunjukkan hal yang sama karena pola mandiri memiliki penerimaan lebih tinggi dan biaya
lebih rendah maka pendapatan yang diperoleh peternak pola mandiri juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan peternak pola kemitraan. Pendapatan yang
mampu diperoleh peternak pola mandiri adalah Rp 4 132.55 per ekor ayam ras pedaging sedangkan untuk peternak pola kemitraan memperoleh pendapatan
senilai Rp 3 035.01 per ekor. Dengan kata lain, untuk tiap ekor ayam ras pedaging, peternak pola kemitraan memperoleh pendapatan Rp 1 097.54 atau
26.56 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan pendapatan peternak pola mandiri.
Sejalan dengan pendapatan yang diterima, analisis RC ratio juga menunjukkan bahwa usahaternak pola mandiri lebih menguntungkan bila
dibandingkan dengan usahaternak pola kemitraan. Hasil perhitungan RC ratio yang disajikan pada Tabel 13 menunjukkan bahwa RC ratio pola mandiri adalah
1.51 sedangkan pola kemitraan sebesar 1.33. Nilai ini menunjukkan bahwa usahaternak pola mandiri lebih efisien dalam penggunaan inputnya, yakni untuk
tiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.51. Sedangkan untuk usahaternak pola kemitraan, tiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan
akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.33. Secara keseluruhan, hasil analisis RC ratio menunjukkan bahwa baik pola kemitraan maupun pola mandiri,
usahaternak ayam ras pedaging di Kabupaten Karanganyar efisien dan
menguntungkan karena penerimaanimbalan yang diperoleh lebih besar dari pengeluarannya sehingga peternak dapat memperoleh manfaat dari usaha ini.
6.2. Analisis Pemasaran Usahaternak