seorang Kepala Cabang Branch Head, dimana kepala cabang ini langsung di bawah koordinasi manajer yang dibantu oleh supervisor produksi dan supervisor
pemasaran. Di lapangan, peternak berhubungan secara langsung dengan pekerja teknis lapangan PTL atau technical service TS. Sedangkan untuk urusan
administrasi dan keuangan, peternak berhubungan secara langsung dengan petugas administrasi. TS atau PTL bertugas untuk melakukan kontrol terhadap
peternak selama menjalankan usahaternaknya yakni tata cara berusahaternak agar sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan inti.
Struktur organisasi yang diterapkan perusahaan inti adalah pola koordinasi yang dilakukan secara vertikal. Keadaan ini ditunjukkan oleh tersentralisasinya
informasi dan pengambilan keputusan. Arus informasi selalu terpusat dan hasil pelaksanaan program selalu dipertanggungjawabkan kepada pimpinan. Secara
rinci struktur organisasi kelembagaan kemitraan disajikan pada Gambar 4. Peternak ayam ras pedaging yang melakukan kemitraan belum mempunyai
suatu wadah untuk menunjang pelaksaan kemitraan, seperti kelompok tani. Di lapangan, para peternak anggota kemitraan langsung berhadapan dengan
perusahaan inti melalui TS. Tidak adanya organisasi yang mewadahi peternak ini, seringkali menyulitkan peternak karena tidak adanya media perantara untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada, terutama penentuan harga baik harga sarana produksi maupun harga output yang seringkali dianggap
”kurang menguntungkan” oleh peternak.
5.3. Aturan Main Kerjasama Kemitraan
Aturan main kerjasama kemitraan dicerminkan oleh adanya kewajiban bagi masing-masing lembaga yang terlibat dalam pengelolaan usahaternak ayam ras
Gambar 4. Struktur Organisasi Kelembagaan Kemitraan Presiden Direktur
GM of Marketing
GM of Production
Manajer
Kepala Cabang Branch Head
Supervisor Pemasaran
Supervisor Produksi
Administrasi PTLTS
Peternak Vice President
pedaging di Kabupaten Karanganyar. Kewajiban-kewajiban tersebut didasarkan pada kontrak yang telah ditandatangani oleh peternak plasma dan perusahaan inti
sebelum melakukan proses produksi. Adapun kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan masing-masing peserta kerjasama adalah sebagai berikut:
Kewajiban perusahaan inti
1. Perusahaan inti
wajib menyediakan peralatan kandang dan sarana produksi
ternak yaitu DOC, pakan, obat-obatan dan penyediaan ini dikredit oleh peternak.
2. Perusahaan inti wajib untuk membeli semua hasil produksi ternak dari
peternak mitra. 3.
Perusahaan inti wajib memberikan bimbingan dan penyuluhan terhadap peternak mitra sesuai dengan standar perusahaan.
Kewajiban peternak mitra plasma
1. Peternak mitra wajib menyediakan kandang yang sesuai dengan ketentuan
perusahaan. 2.
Peternak mitra wajib mengelola ayam ras pedaging sesuai dengan standar perusahaan, baik dari segi pakan, obat-obatan dan perlakuan lainnya.
3. Peternak mitra wajib menjual semua hasil produksi ternak kepada perusahaan inti.
5.4. Peraturan Kemitraan dan Peran Pemeritah
Program pengembangan ayam ras pedaging di tingkat nasional diatur dalam Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1990 tentang pembinaan usaha peternakan
ayam ras yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Pertanian No.
472kptsTN.33061996 tentang petunjuk pelaksanaan pembinaan usaha peternakan ayam ras.
Pada tingkat Provinsi, kerjasama kemitraan diatur dalam Surat Keputusan SK Kepala Dinas Peternakan No. 52412.99 Tahun 1997. Dalam SK tersebut
diatur tentang kewajiban melakukan kerjasama kemitraan dengan peternak ayam ras pedaging di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Yang diwajibkan melakukan
kerjasama kemitraan dengan peternak skala usaha kecil adalah perusahaan peternakan yang mempunyai skala usaha lebih dari 65 000 ekor per siklus
produksi. Dalam SK tersebut juga mengatur hal-hal sebagai berikut :
1. Kemitraan dengan peternak pada tahun yang ketiga harus sudah mencapai
60 persen dari jumlah seluruh populasi ayam ras pedaging yang diusahakan, dengan tahapan tahun pertama 20 persen, tahun kedua mencapai 40 persen.
2. Kerjasama kemitraan harus seizin Pemda Tingkat II baik dalam hal waktu
usaha dan jumlah usaha. 3.
Pelaksanaan kerjasama kemitraan dinyatakan dalam surat perjanjian tertulis yang dikuatkan akte notaris atau akte bawah tangan tidak disahkan oleh
notaris yang diketahui oleh dinas peternakan Tingkat II. 4.
Bersama-sama dengan instansi pemerintah terkait dinas peternakan melakukan pembinaan, penyuluhan, bimbingan teknis, dan manajemen
dengan membentuk kelompok, mengembangkan kerjasama dalam kelompok dan antar kelompok yang selanjutnya ditingkatkan menjadi koperasi.
5. Wajib melaporkan perkembangan usaha dan kemajuan kemitraan setiap
triwulan.
Di Kabupaten Karanganyar, SK ini tidak sepenuhnya dijalankan. Hal-hal yang bertentangan diantaranya adalah: 1 pembuatan surat perjanjian kerjasama
kemitraan tidak diketahui oleh dinas peternakan Tingkat II, 2 instansi pemerintahan dalam hal ini dinas peternakan tidak pernah melakukan bimbingan
teknis dan manajemen kepada para peternak sehingga di Kabupaten Karanganyar peternak tidak memiliki kelompok ternak maupun koperasi, dan 3
perkembangan usaha dan kemajuan kemitraan tidak pernah dilaporkan. Pelanggaran terhadap keputusan SK Dinas Peternakan Jawa Tengah ini
menyebabkan peternak peserta kemitraan berhubungan sendiri tanpa didampingi oleh dinas peternakan sebagai mediator dengan perusahaan inti dan peternak
peserta kemitraan hanya berperan sebagai penerima keputusan perjanjian kerjasama dari perusahaan inti. Dinas peternakan tidak pernah terlibat dalam hal-
hal yang berkaitan dengan perjanjian kemitraan sehingga saat terjadi ”perselisihan” antara peternak dengan perusahaan inti, dinas peternakan tidak
dapat berperan sebagai mediator. Fungsi dinas peternakan sebagai fasilitator dalam pembentukan kelompok ternak dan koperasi ternak juga tidak dilakukan
sehingga sampai kini belum terbentuk kelompok ternak dan koperasi ternak.
5.5. Pelaksanaan Kerjasama dan Tanggapan Peserta Kemitraan