Kerangka Pemikiran Konsep Kemitraan

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Di Kabupaten Karanganyar, usahaternak ayam ras pedaging dianggap memiliki keuntungan yang relatif besar sehingga banyak masyarakat yang tertarik untuk mengusahakannya. Namun untuk memulai usaha ini, sebagian besar masyarakat terkendala oleh besarnya modal awal yang harus disediakan oleh tiap peternak. Sebagai gambaran, modal awal untuk pembuatan kandang dan pembelian alat-alat kandang, pada skala usaha 5 000 ekor ayam dalam satu siklus produksi ± 35 hari berkisar antara Rp 70 juta – Rp 95 juta Cahyono, 2006. Besarnya modal awal untuk usahaternak ayam ras pedaging inilah yang mendorong para peternak untuk melakukan usaha kemitraan. Peternak yang melakukan usahaternak melalui pola kemitraan dengan perusahaan inti ditujukan untuk memperoleh tambahan modal usahaternak. Keuntungan-keuntungan yang didapatkan oleh peternak peserta kemitraan antara lain adalah tersedianya modal usahaternak khususnya modal awal dan serta adanya pembinaan dalam usahaternak ayam ras pedaging oleh perusahaan inti. Melalui kemitraan diharapkan perusahaan inti dan peternak dapat menjalin kerjasama yang saling menguntungkan. Perusahaan mitra yang memiliki beberapa keunggulan diantaranya teknologi budidaya ayam ras pedaging dapat melakukan transfer teknologi dan inovasi kepada peternak peserta kemitraan Alamsyah, 1997. Dengan keunggulan-keunggulan yang diperoleh peternak dalam melakukan usaha kemitraan, maka akan meningkatkan efisiensi usahaternak yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan.

3.2. Konsep Kemitraan

Mitra, pada pokoknya sama dengan “teman” atau “kawan” yang dalam padanan bahasa Inggrisnya adalah “friendship” atau “partnership”. American Heritage Dictionary 1992 dalam Syahyuti 2006, mengartikan bahwa kemitraan merupakan suatu hubungan antar individu-individu atau antar kelompok- kelompok yang dicirikan oleh adanya kerjasama yang saling menguntungkan mutual cooperation dan tanggung jawab responsibility untuk mencapai suatu tujuan tertentu achievement of specified goal. Istilah ini muncul pertama kali dalam hukum bisnis yang berkaitan dengan suatu kontrak berbagi yang adil dalam hal keuntungan maupun kerugian dalam kerjasama bisnis joint business. Esensi kemitraan dalam ekonomi terletak pada kontribusi bersama, baik berupa tenaga kerja labor maupun benda property, atau keduanya untuk tujuan-tujuan ekonomi. Pengendalian kegiatan juga dilakukan bersama, dimana pembagian keuntungan dan kerugian didistribusikan diantara pihak yang bermitra. Artinya, sumberdaya dan kompetensi masing-masing digabungkan untuk mencapai sinergi, menuju peningkatan volume maupun kualitas produk atau jasa yang dihasilkan Syahyuti, 2006. Ditinjau dari sudut paradigma ekonomi biaya transaksi, kemitraan merupakan salah satu alternatif modus transaksi yang merupakan kombinasi tak lengkap dari sistem pasar spot dan sistem organisasi integratif. Pelaku-pelaku yang terlibat dalam sistem transaksi kemitraan terpisah dalam hal kepemilikan namun terpadu dalam hal keputusan manajerial. Transaksi dalam sistem kemitraan diatur dalam suatu kontrak kesepakatan yang menyatukan antara inti dan plasma sehingga terbentuk suatu kuasi organisasi Simatupang, 1997. Pembangunan ekonomi pola kemitraan merupakan perwujudan cita-cita untuk melaksanakan sistem perekonomian gotong royong antara mitra yang kuat dari segi permodalan, pasar dan kemampuan teknologi bersama petani golongan lemah dan miskin yang tidak berpengalaman untuk mampu meningkatkan produktifitas dan usahanya atas dasar kepentingan bersama Elieser, 2000; Syahyuti, 2006. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi dengan pola kemitraan dapat dianggap sebagai usaha yang paling menguntungkan maximum social benefit , terutama ditinjau dari pencapaian tujuan pembangunan nasional jangka panjang Anwar, 1992 dalam Elieser, 2000. Kemitraan merupakan kerjasama antara perusahaan mitra dengan peternak tanpa menciptakan bentuk hubungan majikan dengan buruh. Selain tercipta saling ketergantungan saling memerlukan, kemitraan juga harus memperhatikan prinsip saling memperkuat dan saling menguntungkan. Prinsip ”saling memperkuat” terealisasi jika peserta mitra dan perusahaan mitra sama-sama memperhatikan moral dan etika bisnis, sehingga akan memperkuat kedudukan masing-masing dalam meningkatkan daya saing usahanya. Sedangkan prinsip ” saling menguntungkan” tercapai ketika kedua pihak memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha Syahyuti, 2006. Dalam kegiatan produksi di bidang pertanian, seringkali terdengar adanya kesenjangan antara produktivitas yang seharusnya bisa dicapai dengan produktivitas riil yang dilakukan oleh petani. Dalam mempelajari produktivitas tersebut, Soekartawi 2003, menyatakan peranan hubungan input faktor produksi atau korbanan produksi dan output hasil produksi mendapat perhatian utama. Peranan input bukan hanya dilihat dari segi macamnya atau tersedianya dalam waktu yang tepat, tetapi dapat juga ditinjau dari segi efisiensi penggunaan faktor produksi tersebut. Efisiensi ekonomi dalam berproduksi dapat dicapai melalui kemitraan karena masing-masing pihak yang bermitra menawarkan sisi keunggulan masing- masing. Lebih jauh Sumardjo, Jaka dan Wahyu 2004, menyatakan bahwa kemitraan bisnis memang bermanfaat dalam meningkatkan akses usaha kecil ke pasar, modal dan teknologi serta mencegah terjadinya diseconomies of scale sehingga mutu juga menjadi terjaga. Hal seperti ini dapat terjadi karena adanya komitmen kedua belah pihak untuk bermitra. Pengusaha menengah sampai dengan skala besar memiliki komitmen atau tanggung jawab moral dalam membimbing dan mengembangkan pengusaha kecil supaya dapat mengembangkan usahanya sehingga mampu menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan bersama. Mereka yang bermitra perlu mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing untuk saling mengisi, saling melengkapi, saling memperkuat serta tidak saling mengeksploitasi. Dalam kondisi ini akan tercipta rasa saling percaya antar kedua belah pihak sehingga usahanya akan semakin berkembang Novian, 2006. Pada dasarnya pembangunan peternakan dengan model kemitraan memiliki tujuan yang diantaranya adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak, meningkatkan produksi serta mempercepat alih teknologi budidaya manajemen peternakan dari inti ke plasma. Menurut Said 2001 dalam Novian 2006 ada beberapa sisi positif yang dapat diperoleh dari kemitraan yaitu: 1. Kemitraan dibentuk atas dasar saling membutuhkan. Industri membutuhkan pasokan bahan baku yang berkesinambungan dari petani dan dilain pihak petani membutuhkan jaminan pemasaran hasil produksinya. Dengan demikian, kedua belah pihak memiliki ikatan yang kuat atas dasar saling membutuhkan. 2. Kemitraan yang dibentuk didasarkan pada prinsip saling menguntungkan, yakni perusahaan memiliki komitmen untuk membeli hasil produksi petani sesuai dengan harga pasar dan dibayar dengan tunai. Dilain pihak petani memiliki komitmen untuk memasok hasil dan mengatur siklus produksinya, sehingga pasokan ke perusahaan dapat berkesinambungan. 3. Kemitraan yang dibentuk didasarkan pada prinsip tumbuh dan berkembang bersama, sehingga industri menyediakan kredit kepada petani tanpa bunga dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun. 4. Kemitraan yang dibentuk pada prinsip saling percaya, yakni ketika petani memasok produksinya, langsung dibayar tunai oleh perusahaan tanpa memotong sisa hutangnya. Dilain pihak, para petani membayar hutangnya pada saat jatuh tempo dan dapat meminjam kembali. Dasar pemikiran kemitraan adalah setiap pelaku usaha mempunyai potensi, kemampuan dan keistimewaan masing-masing dengan perbedaan ukuran, jenis, sifat, dan tempat usahanya. Dari pelaku usaha yang mempunyai kelebihan dan kekurangan diharapkan dapat saling menutupi kekurangan masing-masing dengan kondisi yang demikian akan timbul satu kebutuhan untuk bekerjasama dan menjalin hubungan kerjasama model kemitraan. Simatupang 1997, menyatakan bahwa eksistensi suatu kemitraan ditentukan oleh biaya transaksi relatifnya. Artinya selama biaya transaksi sistem kemitraan lebih rendah dibandingkan biaya transaksi sistem pasar spot maupun sistem organisasi integratif, maka sistem transaksi kemitraan akan ada exist. Sedangkan biaya transaksi itu sendiri sangat dipengaruhi oleh tiga dimensi transaksi, yaitu: 1 kekhususan dari asset asset specificity, 2 ketidakpastiankerumitan transaksi, dan 3 frekuensi transaksi Williamson, 1985, 1986; Douma and Schreuder, 1991 dalam Simatupang, 1997. Suatu asset dikatakan bersifat spesifik transaksi bila penggunaannya tidak dapat diubah tanpa pengurangan nyata terhadap nilainya sehingga jika suatu transaksi didukung oleh asset spesifik yang relatif mahal dan penuh resiko maka kedua belah pihak pelaku transaksi harus membuat kesepakatan jangka panjang serta masing-masing pihak harus saling mematuhi kesepakatan tersebut. Oleh karena itu, Simatupang 1997, menyimpulkan bahwa faktor kunci bagi kelayakan kemitraan adalah kepatuhan akan janji credible commitment atau kepercayaan trust dari para pelakunya. Pengembangan kemitraan industri perunggasan masa depan dilakukan dengan mentransformasikan ekonomi pedesaan yang tradisional ke arah ekonomi pasar modern, sehingga menjadi pembentuk struktur ekonomi pasar. Bentuk akhir dari kemitraan masa depan tersebut dicirikan oleh: 1 peternak produsen haruslah menjadi pemilik saham keseluruhan jaringan agribisnis, 2 keorganisasian peternak tidak terbatas pada kegiatan produksi bahan baku, namun pada keseluruhan jaringan tubuh agribisnis, 3 output yang dihasilkan merupakan produk akhir yang telah memperoleh sentuhan iptek dan bernilai tambah tinggi, berciri spesifik, berstandar mutu tinggi, dan 4 hubungan kemitraan antar pelaku agribisnis harus dimuati rasionalitas ekonomi dan spesialisasi pembagian kerja secara organik, asas keterbukaan dan demokrasi diterapkan dalam sistem pengambilan keputusan melalui musyawarah Saptana, Sayuti dan Noekman, 2002.

3.3. Pendapatan Usahaternak