Analisis Efisiensi Usahternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

(1)

ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS

PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN

PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN

PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR

DWIPANCA PRABUWISUDAWAN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Efisiensi Usahternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor adalah karya saya dan merupakan bagian dari thesis Ir. Ujang Sehabudin sebagai dosen pembimbing. Penelitian ini belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2013

Dwipanca Prabuwisudawan H44080108


(3)

RINGKASAN

DWIPANCA PRABUWISUDAWAN. Analisis Efisiensi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Dibimbing Oleh UJANG SEHABUDIN.

Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu sentra populasi ayam ras pedaging terbesar di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010 populasi ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan adalah sebesar 1.498.000 ekor dan berkontribusi 9,5 persen terhadap total populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor. Pola usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan dibagi menjadi dua, yaitu pola usahaternak mandiri dan pola usahaternak kemitraan. Masing-masing pola usahaternak tersebut memiliki keterbatasan dalam melaksanakan budidaya ayam ras pedaging sehingga menjadikan hasil produksi kurang efisien dan optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk mnganalisis faktor-faktor yang memengaruhi usahaternak ayam ras pedaging, serta menganalisis efisiensi penggunaan sarana produksi ternak baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara tertuju (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu sentra populasi ayam ras pedaging terbesar di Kabupaten Bogor. Pengambilan responden peternak dilakukan secara purposive baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma berdasarkan data yang diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Peternakan di Kecamatan Pamijahan.

Berdasarkan hasil dari penelitian, diketahui bahwa variabel pakan, tenaga kerja, serta kepadatan kandang berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut adalah sebesar 0,901, 0,140, 0,102, dan 0,119. Artinya setiap penambahan pakan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,901 persen, penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,140 persen, penambahan kepadatan kandang sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0.102 persen, dan nilai elastisitas 0,119 pada dummy berarti terdapat perbedaan hasil produksi antara peternak mandiri dan plasma sebesar 0,119 persen.

Pendugaan fungsi produksi usahaternak pada peternak mandiri, diketahui bahwa variabel pakan, tenaga kerja, mortalitas, dan kepadatan kandang berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Nilai elastisitas dari masing-masing variabel peternak mandiri adalah 0,870, 0,363, -0,141, dan 0,137. Sedangkan pada peternak mandiri dengan skala usaha adalah 0,870, 0,334, -0,140, dan 0.140. Artinya setiap penambahan pakan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak mandiri tanpa skala sebesar 0,870 persen dan 0.870 pada peternak mandiri dengan skala, penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak mandiri tanpa skala usaha sebesar 0,363 persen dan 0,334 pada peternak mandiri dengan skala usaha, penambahan


(4)

iv mortalitas sebesar satu persen akan mengurangi produksi peternak mandiri tanpa skala usaha sebesar 0,141 persen dan 0,140 pada peternak mandiri dengan skala usaha, dan penambahan kepadatan kandang sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak mandiri tanpa skala usaha sebesar 0,137 persen dan 0,140 persen pada peternak mandiri dengan skala usaha.

Pendugaan fungsi produksi usahaternak pada peternak plasma, diketahui bahwa variabel pakan dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Nilai elastisitas dari masing-masing variabel peternak plasma adalah 0,904 dan 0,127. sedangkan pada peternak plasma dengan skala usaha adalah 0,899 dan 0,129. Artinya setiap penambahan pakan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak plasma tanpa skala usaha sebesar 0,904 persen dan 0,899 pada peternak plasma dengan skala usaha, dan penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak plasma tanpa skala usaha sebesar 0,127 persen dan 0,129 pada peternak plasma dengan skala usaha.

Berdasarkan hasil dari penelitian yang didapatkan, penggunaan faktor-faktor produksi baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma belum mencapai kondisi yang efisien. Hal tersebut ditunjukkan dari rasio yang diperoleh antara NPM dan BKM yang tidak sama dengan satu. Ini menunjukkan bahwa peternak mandiri tidak lebih efisien dibandingkan dengan peternak plasma dalam penggunaan input produksi.


(5)

ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS

PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN

PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN

PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR

DWIPANCA PRABUWISUDAWAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

Judul Skripsi : Analisis Efisiensi Usahternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

Nama : Dwipanca Prabuwisudawan

NRP : H44080108

Menyetujui Dosen Pembimbing

Ir. Ujang Sehabudin NIP: 19680301 199303 1 003

Mengetahui Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T. NIP: 19660717 1992031 1 003


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumebrdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini berjudul Analisis Efisiensi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Inti Plasma (PIR) di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhi usahaternak ayam ras pedaging serta efisiensi penggunaan sarana produksi ternak baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan di dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karenan itu, penulis sangat memerlukan kritik dan saran yang membangun dari pembaca skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak, khususnya pihak yang terkait dalam penelitian ini.

Bogor, Mei 2013


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat-Nya, skripsi ini dapat terselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan perhatiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Adi Hadianto SP. M.Si. selaku dosen penguji utama yang memberikan saran, arahan, dan perhatiannya.

3. Hastuti, SP, MP, M.Si. selaku dosen penguji wakil departemen yang memberikan saran dan perhatiannya.

4. Kedua orang tua, Bapak Sudarsono Jayadi dan Ibu Dwiyani Prasetyanti, serta kakak saya Tunggal Prasetya Widianti atas doa serta dorongan moral yang diberikan kepada penulis dalam penyelesain skripsi ini.

5. Seluruh peternak responden serta staf pengurus UPT Kecamatan pamijahan yang telah memberikan waktu dan informasi selama penelitian. 6. Seluruh dosen dan staf departemen yang telah membantu selama penulis

menyelesaikan studi di departemen ESL.

7. Rekan-rekan satu bimbingan Dewi Shinta, Dita Permatasari, Hayu Windi, Stevi Pebriani, Irpan Ripai, Yoppy, dan Kiky Rahmatia atas kekompakan dan motivasi yang diberikan.

8. Sahabat sepermainan Andri, Erwan, Ade, Uun, Anneke, Pradipta, Dhilla, Evvy, Vicky, Mafia dan Agung atas motivasi yang telah diberikan.


(9)

ix 9. Sahabat DR A-14 Yogi, Rizki, Sandi, Ichsan, Ferry, Hairul, Rahmat,

Stevan, dan Dika atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini. 10.Keluarga Besar Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan 45 atas inspirasi

dan suka cita penulis selama ini.

11.Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

Bogor, Mei 2013


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Batasan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

II.TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging (Broiler) ... 8

2.2 Karakteristik Ayam Ras Pedaging (Broiler) ... 8

2.3 Peternak Ayam Ras Pedaging ... 9

2.3.1 Peternak Plasma ... 9

2.3.2 Peternak Mandiri ... 10

2.4 Faktor-Faktor Produksi Peternakan Ayam Ras Pedaging ... 11

2.4.1 Day Old Chick (DOC) ... 11

2.4.2 Pakan ... 11

2.4.3 Vaksin dan Obat-Obatan ... 12

2.4.4 Tenaga Kerja ... 13

2.4.5 Kandang ... 13

2.5 Penelitian Terdahulu ... 14

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 18

3.1.1 Fungsi Produksi ... 18

3.1.2 Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 20

3.1.3 Efisiensi Faktor Produksi ... 22

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 23

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 26

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 26

4.3 Metode Pengambilan Sample ... 26

4.4 Metode Analisis Data ... 27

4.4.1 Analisis Deskriptif ... 27

4.4.2 Analisis Kuantitatif ... 27

4.4.2.1 Analisis Fungsi Produksi ... 28

4.4.2.2 Analisis Efisiensi Produksi ... 29


(11)

xi

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 34

5.1 Letak dan Keadaan Geografis Lokasi Penelitian ... 34

5.2 Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk ... 34

5.3 Sarana dan Prasarana ... 35

5.4 Karakteristik Peternak Responden ... 36

5.5 Karakteristik Usahaternak Ayam Ras pedaging ... 39

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

6.1 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging ... 41

6.1.1 Total Peternak ... 41

6.1.2 Peternak Mandiri dan Peternak Plasma ... 47

6.1.3 Peternak Mandiri dan Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha ... 56

6.2 Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging ... 66

VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 71

7.1 Simpulan ... 71

7.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN ... 75


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sampling Frame Metode Pengambilan Sample Peternak di

Kecamatan Pamijahan... 27 2. Karakteristik Peternak Responden di Kecamatan Pamijahan... 36 3. Karakteristik Usahaternak Peternak Responden di Kecamatan

Pamijahan... 39 4. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak

Keseluruhan di Kecamatan Pamijahan... 42 5. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak

Keseluruhan Setelah Respesifikasi di Kecamatan Pamijahan... 43 6. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak

Mandiri di Kecamatan Pamijahan... 48 7. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Plasma

di Kecamatan Pamijahan... 52 8. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak

Mandiri Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan... 57 9. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Plasma

Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan... 62 10. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Keseluruhan di

Kecamatan Pamijahan... 66 11. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Mandiri di Kecamatan

Pamijahan... 67 12. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Plasma di Kecamatan

Pamijahan... 68 13. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Mandiri Berdasarkan

Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan... 69 14. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Plasma Berdasarkan


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi ... 19 2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Penelitian ... 25


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Populasi Ternak Indonesia Tahun 2007-2011... 76

2. Populasi Ayam ras Pedaging Menurut Tingkat Provinsi di Indonesia Tahun 2010... 77

3. Populasi Ayam Ras Pedaging Provinsi Jawa Barat Tahun 2010.. 78

4. Populasi Ayam Ras Pedaging Kabupaten Bogor Tahun 2010... 79

5. Peta Wilayah Kecamatan Pamijahan... 80

6. Data Produksi Usahaternak Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan... 81

7. Data Produksi Usahaternak Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan... 82

8. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Total Peternak di Kecamatan Pamijahan... 83

9. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan... 84

10. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan... 85

11. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Mandiri Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan... 86

12. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan... 87

13. Uji Heteroskedastisitas Model... 88

14. Uji Kenormalan Kolmogorov-Smirnov... 90

15. Sarana Produksi Ternak Ayam Ras Pedaging... 93

16. Contoh Surat Izin Usahaternak dan Perjanjian Kontrak Pihak Plasma dan Inti... 94


(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita penduduk Indonesia setiap tahun telah merubah kecenderungan pola kebutuhan konsumsi, khususnya perubahan peningkatan kebutuhan di bidang konsumsi produk peternakan. Hal tersebut dapat dilihat dari pola konsumsi produk peternakan yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2006 - 2009 mengalami peningkatan dengan diikuti peningkatan konsumsi produk peternakan penduduk Indonesia per tahun. Konsumsi produk peternakan mengalami peningkatan sebesar 0,24 persen pada tahun 2006 – 2007, 3,3 persen pada tahun 2007 – 2008, dan 3,1 persen pada tahun 2008 – 2009 seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia.1

Pencapaian kecukupan kebutuhan nutrisi terutama protein hewani pada masyarakat akan lebih efisien apabila dilakukan dengan meningkatkan konsumsi pangan yang bersumber dari komoditas peternakan khususnya ayam ras pedaging

(broiler). Daging ayam ras mengandung komposisi nilai gizi yang baik dan sebagai sumber bahan makanan yang mengandung protein hewani. Meningkatnya kebutuhan konsumsi yang bersumber dari komoditas peternakan khususnya komoditas produk peternakan ayam ras pedaging, memengaruhi laju perkembangan populasi ayam ras pedaging di Indonesia. Populasi ayam ras pedaging di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, pada

1

http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=statistikpeternakan&action=info. Produksi Statistik Peternakan Nasional. Diakses pada 8 Maret 2012.


(16)

2 tahun 2006 populasi ayam ras pedaging berjumlah 797 juta ekor, dan lebih dari 1 milyar ekor ayam ras pedaging pada tahun 2009.2

Jawa Barat merupakan wilayah dengan populasi ayam ras pedaging yang paling besar di Indonesia. Jumlah populasi ayam ras pedaging yang dihasilkan oleh Jawa Barat berkisar antara 42 hingga 50 persen dari total populasi ayam ras pedaging di Indonesia dari tahun 2006 hingga tahun 2010.3 Hal tersebut menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan wilayah serta sentra produksi ayam ras pedaging terbesar yang ada di Indonesia.

Pendapatan per kapita penduduk di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 – 2007 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita meningkat sebesar 11,04 persen, tahun 2007 – 2008 meningkat sebesar 10,46 persen, tahun 2008 - 2009 meningkat sebesar 9,83 persen, dan tahun 2009 – 2010 meningkat sebesar 8,67 persen (Badan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor, 2011).

Peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun di Kabupaten Bogor secara empiris berpengaruh pada perubahan pola konsumsi, hal tersebut diperlihatkan oleh peningkatan pengeluaran penduduk di Kabupaten Bogor akan konsumsi daging atau protein hewani. Pada tahun 2009 kebutuhan konsumsi protein penduduk Kabupaten Bogor adalah sebesar 4,61 gr/ hari kemudian meningkat sebesar 4,82 gr/ hari pada tahun 2010, atau meningkat sebesar 4,56 persen. Peningkatan kebutuhan konsumsi protein hewani di Kabupaten Bogor diprediksikan akan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, seiring

2

http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=statistikpeternakan&action=info. Populasi Statistik Peternakan Nasional Diakses pada 8 Maret 2012.

3

http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=statistikpeternakan&action=info. Populasi Statistik Peternakan Provinsi. Diakses pada 8 Maret 2012.


(17)

3 dengan peningkatan gizi nasional yaitu sebesar enam gr per kapita per hari (Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, 2000). Kecenderungan konsumsi yang meningkat tersebut menunjukkan bahwa diperlukan pula peningkatan produksi peternakan secara proporsional.

Seiring dengan meningkatnya pola kebutuhan konsumsi protein hewani, diantaranya konsumsi komoditas produk peternakan ayam ras pedaging. Konsumsi ayam ras pedaging merupakan salah satu sektor yang berpengaruh pada pola konsumsi protein hewani. Hal tersebut ditunjukkan oleh lebih besarnya presentase konsumsi ayam ras, dibandingkan dengan konsumsi protein hewani yang dihasilkan dari sektor lainnya, yaitu sebesar 82,6 persen dari total konsumsi produk peternakan pada tahun 2010 (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2011).

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah dengan produksi ayam ras pedaging paling besar di Jawa Barat. Sumbangannya terhadap total produksi di Jawa Barat berkisar antara 18 sampai 20 persen dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.4 Jumlah populasi ayam ras yang begitu besar dikarenakan Kabupaten Bogor memiliki potensi dalam bidang peternakan ayam ras pedaging, yang didukung oleh potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada. Jumlah populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor semakin meningkat setiap tahunnya. Tahun 2006 tercatat produksi ayam ras pedaging mencapai 59 juta ekor dan menjadi 78 juta ekor pada tahun 2010. Rata-rata peningkatan produksi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor adalah sebesar 7,3 persen per

4

http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=statistikpeternakan&action=info. Populasi Statistik Peternakan Kabupaten/ Kota. Diakses pada 8 Maret 2012.


(18)

4 tahun dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2011).

Salah satu kecamatan yang memiliki potensi besar dalam produksi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Pamijahan. Wilayah ini menghasilkan produksi ayam ras pedaging sebanyak 1.498.000 ekor pada tahun 2010, dimana hasil tersebut adalah hasil produksi terbesar kedua setelah Kecamatan Gunung Sindur yang menghasilkan produksi ayam ras pedaging sebanyak 1.522.700 ekor (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2011).

Sistem budidaya ayam ras pedaging yang berada di Kecamatan Pamijahan, dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengelolaan mandiri atau yang disebut dengan peternak mandiri, dan pengelolaan dengan pola kemitraan, atau biasa disebut peternak plasma. Masing-masing dari peternak tersebut, memiliki keterbatasan dalam melaksanakan budidaya ayam ras pedaging, sehingga menjadikan hasil produksi menjadi kurang efisien dan optimal. Beberapa keterbatasan yang dialami oleh peternak mandiri antara lain: (1) keterbatasan modal; (2) manajemen pemeliharaan/keterampilan peternak; (3) keterbatasan akses pemasaran/penjualan. Sama halnya dengan peternak mandiri, peternak inti plasma juga memiliki kendala antara lain: (1) rendahnya posisi tawar pihak plasma terhadap pihak inti; (2) kurang transparannya penentuan harga input maupun output oleh pihak inti.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian mengenai efisiensi faktor-faktor produksi perlu dilakukan untuk memperoleh keuntungan usaha yang tinggi termasuk dalam pencapaian tingkat efisiensi produksi yang optimal bagi para peternak baik peternak mandiri maupun peternak plasma.


(19)

5

1.2. Perumusan Masalah

Produksi ternak terbesar di Kabupaten Bogor ada pada jenis ternak ayam ras pedaging. Sumbangannya terhadap total produksi ternak di Kabupaten Bogor berkisar antara 78,94 hingga 82,68 persen dari total produksi ternak dari tahun 2006 hingga tahun 2010 (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2011). Hal tersebut menunjukkan bahwa ternak ayam ras pedaging merupakan salah satu jenis usaha peternakan yang mempunyai keunggulan serta peluang usaha yang cukup tinggi.

Memerhatikan perkembangan dan kondisi usaha peternakan ayam ras pedaging, khususnya di Kecamatan Pamijahan baik peternak mandiri maupun peternak plasma yang memiliki perbedaan perilaku dalam mengelola usahaternaknya masing-masing. Peternak mandiri menjalankan kegiatan usahanya dengan permodalan dan pemasaran yang diusahakan sendiri oleh peternak yang bersangkutan, namun semua resiko ditanggung oleh peternak tersebut termasuk resiko produksi dan kegagalan harga. Sedangkan peternak plasma menyediakan tenaga kerja dan kandang, sarana produksi peternakan lainnya seperti Day Old Chick (DOC), pakan, dan obat-obatan disediakan oleh pihak inti sehingga resiko produksi dan kegagalan harga relatif lebih kecil.

Usaha yang efisien sangat bergantung pada kemampuan masing-masing peternak dalam mengelola faktor-faktor produksi yang dimilikinya secara tepat. Alokasi faktor-faktor produksi yang efisien pada usaha peternakan ayam ras pedaging berkaitan erat dengan manajemen budidaya yang dilaksanakan suatu usaha peternakan. Kondisi ini menunjukkan perlunya peninjauan kembali peternak ayam ras pedaging mengalokasikan faktor-faktor produksi yang


(20)

6 dimilikinya selama ini dan bagaimana yang seharusnya sehingga didapat tingkat efisiensi yang optimal pada proses produksi yang dilaksanakan oleh masing-masing peternak, baik peternak mandiri maupun peternak plasma dalam melaksanakan usaha peternakannya. Melalui uraian di atas, beberapa permasalahan yang dapat dikaji adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi usahaternak ayam ras pedaging pada peternak mandiri maupun peternak plasma?

2. Apakah penggunaan sarana produksi ternak (sapronak) pada masing-masing peternak baik mandiri maupun plasma sudah efisien?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi usahaternak ayam ras pedaging pada peternak mandiri maupun plasma.

2. Menganalisis efisiensi penggunaan sarana produksi ternak pada peternak mandiri dan plasma.

1.4. Batasan Penelitian

Keterbatasan yang terdapat pada penelitian antara lain:

1. Faktor produksi yang dipakai dalam penelitian ini adalah bersifat tunai dan terukur.

2. Penelitian pada pola kemitraan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) hanya dilakukan pada peternak plasma, sedangkan pada perusahaan inti tidak dilakukan penelitian.


(21)

7 3. Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini hanya memakai satu

fungsi produksi, yaitu fungsi produksi Cobb-Douglas.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada para peternak baik peternak mandiri maupun peternak plasma dalam memanfaatkan sarana produksi ternak agar lebih efisien dan mendapat hasil yang optimal.

2. Memberikan informasi kepada perusahaan inti agar tepat dalam mensuplai sarana produksi ternak yang diberikan kepada peternak plasma.

3. Memberikan informasi kepada pihak pemerintah yang terkait, Dinas Peternakan, Unit Pelaksana Teknis (UPT), dan penyuluh dalam melaksanakan kegiatan peternakan.

4. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti-peneliti lain dalam melakukan penelitian berikutnya.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging (Broiler)

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.362/kpts/TN.120/1990, skala usaha peternakan di Indonesia dapat dibedakan menjadi perusahaan peternakan dan peternakan rakyat. Perusahaan peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersil yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit atau ternak potong), telur, usus serta usaha untuk menggemukkan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan, dan memasarkan produk-produk peternakan. Peternakan rakyat adalah usaha peternakan yang jumlah maksimum kegiatannya untuk tiap jenis ternak 15.000 ekor.

2.2. Karakteristik Ayam Ras Pedaging (Broiler)

Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan kecil, siap dipotong pada umur yang relatif muda serta menghasilkan kualitas daging berserat. Strain ayam broiler yang beredar di Indonesia antara lain Arbor Acress, Cobb, Hubbard, Hybro, Cobb 100, Kimber, dan Pilch (Suharno, 2002).

Rasyaf (2002) menyatakan bahwa satu masa produksi adalah satu kurun waktu dimana dilakukan produksi atau perbesaran anak ayam ras pedaging mulai usia sehari hingga siap jual. Ayam ras pedaging siap jual di Indonesia dilakukan pada usia 5 – 6 minggu dengan bobot jual antara 1,4 – 1,7 kg/ ekor sesuai


(23)

9 permintaan konsumen. Ada dua hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu sesuai kebijakan peternakan dalam menentukan frekuensi produksi per tahun, yaitu masa panen dan masa istirahat.

Ayam ras pedaging adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur dibawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tertentu, mempunyai pertumbuhan cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang banyak (Rasyaf, 1998). Ayam ras pedaging disebut juga ayam broiler, merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Pemeliharannya pun relatif singkat, sekitar 5 hingga 6 minggu sudah dapat dipanen (Prihatman, 2002).

2.3. Peternak Ayam Ras Pedaging 2.3.1. Peternak Inti Plasma

Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil, pola inti plasma yaitu:

Inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma, perusahaan inti melaksanaan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemanfaatan hasil produksi”.

Dengan demikian pada pola peternak inti plasma, perusahaan inti menyediakan sarana produksi peternakan (sapronak) berupa: DOC, pakan, obat-obatan/vitamin, bimbingan teknis, dan memasarkan hasil produksi, sedangkan plasma menyediakan kandang dan tenaga kerja. Faktor pendorong peternak ikut


(24)

10 pola tersebut adalah: (1) tersedianya sarana produksi peternakan; (2) tersedia tenaga ahli; (3) modal kerja inti; dan (4) pemasaran hasil produksi yang terjamin.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.472/1996, mengenai petunjuk pelaksanaan pembinaan usaha peternakan ayam ras, diantaranya mengenai tata cara pelaksanaan program kemitraan oleh perusahaan. Kemitraan tidak terbatas pada bentuk Peternakan Inti Rakyat (PIR) tapi juga dapat dalam bentuk pengelola maupun penghela. Kebijakan ini sebagai upaya pemerintah untuk mendorong usaha peternakan rakyat. Melalui kemitraan diharapkan dapat terjadi suatu simbiosis yang saling menguntungkan antara perusahaan peternakan dengan peternakan rakyat. Pola kemitraan dilakukan yaitu perusahaan peternakan menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah, dan memasarkan hasil produksi peternakan rakyat.

2.3.2. Peternak Mandiri

Peternak mandiri adalah peternak yang memiliki prinsip menyediakan seluruh input produksi dari modal sendiri dan bebas memasarkan produknya. Pengambilan keputusan mencakup kapan mulai beternak dan memanen ternaknya, serta seluruh keuntungan dan resiko ditanggung sepenuhnya oleh peternak tersebut (Supriyatna dkk, 2006). Beberapa faktor yang menyebabkan usaha peternakan ayam ras pedaging dikelola secara mandiri oleh para peternak, yaitu: (1) pemeliharaannya cukup mudah; (2) waktu pemeliharaan relatif singkat karena sistem pemasarannya dalam bentuk ekoran; dan (3) tingkat pengembalian modal relatif cepat.


(25)

11

2.4. Faktor-Faktor Produksi Peternakan Ayam Ras Pedaging 2.4.1. Day Old Chick (DOC)

Bibit merupakan faktor penting dalam kegiatan produksi karena menjamin kelangsungan usaha peternakan ayam ras pedaging. Menurut Ginting (2003) dalam penelititiannya, rata-rata biaya DOC yang dikeluarkan oleh peternak ayam ras pedaging sebesar 26,98 persen. Biaya DOC tersebut merupakan biaya terbesar kedua setelah biaya pakan.

Selain itu, ketersediaan mutu dan kontinuitas bibit sangat memengaruhi kelangsungan produksi ternak yang akan dilakukan. Peternak ayam ras pedaging harus memiliki pemasok bibit ternak tetap, sehingga kelangsungan produksi ternak tetap terjaga (Rahardi, 2003).

Menurut Rasyaf (2003), hal-hal lain yang memengaruhi penentuan bibit antara lain harga bibit, sistem pembayaran, pelayanan purna jual, dan reputasi pembibit yang bersangkutan. Cara pembayaran dan pelayanan purna jual sangat berkaitan dengan reputasi pembibit yang bersangkutan. Pembibit yang berprestasi baik akan bertanggung jawab dan memberikan pelayanan purna jual melalui pelayanan teknis.

2.4.2. Pakan

Pengelolaan pakan sangat penting, karena biaya pakan pada peternakan ayam ras pedaging dapat mencapai 60 - 70 persen dari total biaya produksi. Ginting (2003) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa secara statistik pakan merupakan fakor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Biaya produksi yang dikeluarkan peternak setiap periode produksi


(26)

12 mencapai 63,97 persen. Pengelolaan pakan meliputi jenis pakan, kualitas pakan, dan konsentrasi pakan yang diberikan pada ayam ras pedaging.

Pemberian pakan pada ayam ras pedaging harus memerhatikan kecukupan nutrisi pakan. Secara garis besar nutrisi dalam pakan ayam terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Pemenuhan nutrisi tersebut sangat diperlukan untuk pemeliharaan, pertumbuhan, dan reproduksi (Fadilah et al, 2007).

2.4.3. Vaksin dan Obat-Obatan

Banyak program pencegahan penyakit yang dapat diaplikasikan di suatu kawasan peternakan ayam. Program pencegahan penyakit tersebut diantaranya program sanitasi, vaksin, dan pengobatan dini pada umur tertentu ketika gejala ayam sakit mulai tampak.

Program sanitasi (biosecurity) merupakan program yang dijalankan di suatu kawasan peternakan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya perpindahan penyebab penyakit menular. Program sanitasi ini biasa dilakukan dengan cara menjaga kebersihan dan penggunaan desinfektan.

Program vaksinasi merupakan salah satu cara paling sering dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit di kawasan peternakan. Semua program vaksin dilakukan berdasarkan sejarah penyakit di peternakan tersebut atau wilayah sekitarnya. Vaksin yang diberikan ke ternak ayam dapat berupa vaksin virus hidup, vaksin yang dilemahkan, dan vaksin yang dimatikan.

Program pengobatan sebaiknya dilakukan jika ayam sudah terdeteksi secara dini terkena penyakit. Jika infeksi sudah terlalu parah, pengobatan akan sulit dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal.


(27)

13 Selan itu peternak dapat memberikan obat secara terencana jika sebelumnya telah mengetahui sejarah penyakit yang sering terjadi di kawasan tersebut (Fadilah et al, 2007).

2.4.4. Tenaga Kerja

Tenaga kerja sangat menentukan kelangsungan usaha pada peternakan ayam ras pedaging. Tenaga kerja merupakan prioritas yang harus dirancang menjadi sistem kerja dalam perencanaan usaha peternakan ayam ras pedaging. Sistem kerja di peternakan dibedakan menjadi sistem kerja rotasi dan sistem kerja per kelompok atau per kandang. Tenaga kerja yang dipilih dapat berupa tenaga kerja tetap, tenaga kerja harian, dan tenaga kerja kontrak (Rasyaf, 2003).

Hasil penelitian Rommie (1998) menunjukkan bahwa biaya tenaga kerja yang dikeluarkan peternak ayam ras pedaging skala rakyat mencapai 1,74 persen dari total biaya produksi. Menurut Imaduddin (2001) biaya tenaga kerja yang dikeluarkan peternak skala besar adalah sebesar 1,53 persen dari total biaya produksi.

2.4.5. Kandang

Bagian terpenting dalam suatu peternakan adalah kandang, karena kandang merupakan tempat ayam berdiam dan berproduksi. Selain itu kandang berfungsi untuk mempermudah tata laksana pemeliharaan dan pengontrolan ternak.

Menurut Rahardi (2003) kandang dengan tipe postal merupakan kandang yang sesuai dengan ayam ras pedaging. Konstruksi kandang yang dibangun setidaknya kuat dan mudah dirawat. Selain itu untuk efisiensi biaya kandang yang harus dibangun harus disesuaikan dengan skala usaha.


(28)

14

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian Fitriani (2003) berdasarkan uji Chow dengan membandingkan parameter dari fungsi produksi peternak mitra dan peternak mandiri, diperoleh nilai F-statistik sebesar -0,03632. Hal ini menunjukan bahwa parameter dari kedua persamaan regresi tersebut tidak berbeda. Secara umum, peternak mitra tidak lebih baik dibandingkan peternak mendiri dalam beternak ayam broiler. Namun dari nilai elastisitas produksi menunjukkan bahwa pengunaan bibit, biaya obat-obatan, pengalaman beternak, dan umur jual peternak mitra lebih responsif terhadap produksi dibandingkan peternak mandiri. Dari ukuran elastisitas tersebut, maka penggunaan jumlah satuan fisik yang sama dalam input produksi akan memberikan tingkat produksi yang lebih tinggi bagi peternak mitra daripada peternak mandiri.

Penggunaan faktor-faktor produksi baik peternak mitra maupun peternak mandiri belum mencapai kondisi efisien, karena rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Hal ini menunjukan peternak mitra tidak lebih efisien dibandingkan peternak mandiri dalam penggunaaan input produksi. Dari analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) diketahui bahwa R/C ratio atas biaya tunai dan

R/C ratio atas biaya total peternak mitra sebesar 1,79 dan 1,21. Sedangkan peternak mandiri memiliki R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total lebih rendah yaitu sebesar 1,03 dan 1,02. Artinya kegiatan usaha ternak oleh peternak mitra relatif lebih efisien dibandingkan usaha ternak oleh peternak mandiri. Hal ini karena peternak mitra memiliki penerimaan yang relatif stabil dibandingkan peternak mandiri yang bergantung pada harga pasar.


(29)

15 Penelitian yang dilakukan oleh Murjoko (2004) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi produksi ayam ras pedaging meliputi bibit DOC, pakan (starter dan finisher), tenaga kerja, OVK (obat, vitamin, vaksin), pemanas

gasolec, dan mortalitas. Berdasarkan hasil pendugaan dengan model Cobb Douglass diperoleh koefisien determinasi sebesar 99,4 persen. Uji F menyatakan bahwa faktor produksi secara bersamaan berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 99 persen. Berdasarkan hasil uji-t, faktor produksi bibit DOC, pakan, tenaga kerja, dan OVK berpengaruh nyata positif pada taraf 99 persen, sedangkan faktor produksi pemanas gasolec dan mortalitas tidak berpengaruh nyata hingga taraf nyata 85 persen. Penggunaan faktor produksi yang optimal akan memberikan dampak positif bagi peternakan. Biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan kecil sehingga keuntungan yang diterima maksimum.

Penelitian Kusuma (2005) menjelaskan kondisi usaha ternak yang digunakan oleh peternak probiotik dan non probiotik dengan model fungsi produksi. Model tersebut menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas karena pada model ini, biasa ditemui adanya masalah multikolinear. Berdasarkan nilai dari elastisitas produksinya menunjukkan bahwa penggunaan bibit, pakan, dan pemanas oleh peternak probiotik lebih responsif terhadap produksi dibanding peternak non probotik. Sedangkan penggunaan tenaga kerja dan obat-obatan oleh peternak non probiotik lebih responsif terhadap produksinya.

Penggunaan probiotik terbukti mampu menekan penggunaan jumlah pakan, hal ini dapat dilihat dari nilai feed convertion ratio (FCR) pada peternak probiotik lebih rendah dibandingkan dengan peternak non probiotik. Penggunaan faktor produksi baik peternak probiotik maupun peternak non probiotik belum


(30)

16 efisien. Karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Hal ini menunjukkan peternak non probiotik dalam penggunaan input produksi.

Dari hasil analisis imbangan penerimaan dari biaya (R/C ratio) diketahui bahwa R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total peternak probiotik sebesar 1,18 dan 1,17. Sedangkan peternak non probiotik memiliki R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total lebih rendah yaitu sebesar 1,15 dan 1,14. Artinya kegiatan usaha ternak yang dilakukan oleh peternak probiotik memperoleh penerimaan lebih besar dibandingkan penerimaan peternak non probiotik.

Penelitian Yunus (2009) menjelaskan efisiensi dalam usaha sangat menentukan keberhasilan pengelolaan usaha peternakan ayam ras pedaging agar mampu menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar dan sekaligus membuka peluang kesempatan kerja serta memberikan pendapatan bagi peternak pola kemitraan dan mandiri. Analisis efisiensi teknis yang dicapai peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan adalah sebesar 0,868. Selain dipengaruhi secara nyata oleh faktor produksi bibit, pakan, vaksin, obat, dan vitamin, tenaga kerja, dan bahan bakar, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi, dan secara nyata pada α=10 persen memengaruhi efisiensi secara teknis adalah tingkat umur peternak, dimana peternak berusia muda memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi, maka menambah efisiensi teknis, sedangkan faktor pengalaman, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan walaupun tidak berpengaruh secara nyata namun menunjukkan hubungan yang sesuai terhadap pencapaian tingkat efisiensi teknis.


(31)

17 Pencapaian efisiensi harga/alokatif dan efisiensi ekonomi pada peternak pola kemitraan sebesar 1,816 dan 1,587, sedangkan efisiensi harga/alokatif peternak mandiri adalah sebesar 1,838 dan efisiensi ekonomis sebesar 1.593. Secara keseluruhan kedua usaha ternak tersebut belum mencapai tingkat efisiensi

frontier. Namun bagi peternak pola kemitraan efisiensi harga/alokatif dan efisiensi ekonomis tidak menjadi suatu hal penting yang harus dicapai karena pada usaha ternak pola kemitraan harga input dan harga output ditentukan oleh pihak inti (perusahaan) dan peternak hanya menerima saja. Lain halnya dengan peternak mandiri yang dengan bebas dapat memilih alternatif harga faktor-faktor produksi yang digunakan.


(32)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Fungsi Produksi

Mubyarto (1989) mendefiniskan fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor produksi (input). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi dinyatakan sebagai berikut:

Y = f (X1,X2,X3, ... , Xn) ... (3.1)

Dimana:

Y = Hasil produksi fisik X1,X2,..., Xn = Faktor-faktor produksi

Faktor-faktor yang digunakan dalam proses produksi dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu: (1) faktor yang sifatnya tidak habis dalam satu proses produksi yang dinamakan faktor produksi tetap, seperti tanah dan bangunan; (2) faktor produksi yang sifatnya habis dipakai dalam satu proses produksi yang dinamakan faktor produksi variabel, seperti pakan, pupuk, dan obat-obatan. Selain itu faktor produksi yang digunakan dalam usahatani dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: (1) dapat dikuasai petani, seperti luas tanah, pupuk, jumlah pakan, obat-obatan, tenaga kerja, dan lainnya; (2) yang tidak dapat dikuasai oleh petani, seperti iklim dan penyakit.

Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang (The Law of Deminishing Return). Hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang mempunyai pengertian


(33)

19 bahwa jika faktor produksi variabel terus-menerus ditambah dalam suatu proses produksi sedangkan faktor produksi lainnya tetap, maka tambahan jumlah produksi per satuan input akan menurun. Hukum ini akan menggambarkan adanya kenaikan hasil yang menurun dalam kurva fungsi produksi (Soekartawi, 1986).

Fungsi produksi menggambarkan transformasi sejumlah faktor produksi dalam jumlah produksi yang dihasilkan, sedangkan untuk mengetahui efisiensi dapat dilihat elastisitas produksinya. Elastisitas produksi merupakan presentase perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat presentase perubahan yang digunakan. Berdasarkan nilai elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas tiga daerah dengan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (daerah I), antara nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol (daerah III) dapat dilihat pada Gambar 1.


(34)

20 Keterangan:

PT = Produk Total PM = Produk Marjinal PR = Produk Rata-Rata

Daerah produksi I (daerah irrational) mempunyai nilai elastistas produksi lebih dari satu, yang berarti penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan penggunaan faktor produksi yang lebih banyak.

Daerah II dalam kurva fungsi produksi memiliki nilai elastisitas produksi antara nol dan satu. Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Pada suatu tingkat penggunaan faktor produksi tertentu di dalam daerah ini (tergantung harga faktor produksi dan harga produk) akan tercapai keuntungan maksimum, sehingga daerah ini disebut daerah rasional.

Daerah III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya setiap penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan penggunaan faktor-faktor produksi yang tidak efisien, sehingga daerah ini disebut daerah irrational.

3.1.2. Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Untuk mengamati pengaruh dari beberapa faktor produksi tertentu terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak mungkin. Oleh karena itu, hubungan antara faktor produksi dengan hasil produksi (output) perlu disederhanakan dalam bentuk fungsi produksi yang baik, hendaknya fungsi tersebut: (1) dapat dipertanggungjawabkan; (2) mempunyai


(35)

21 dasar yang logis secara fisik maupun ekonomik; (3) mudah dianalisa; dan (4) mempunyai implikasi ekonomi (Soekartawi, 1986).

Model fungsi Cobb-Douglas merupakan salah satu model untuk menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor yang memengaruhinya. Penggunaan fungsi Cobb-Douglas didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan berikut: (1) koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output; (2) jumlah elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang diduga sekaligus merupakan pendugaan terhadap skala usaha dari proses produksi yang berlangsung; (3) mengurangi terjadinya heterokedastisitas. Hal ini karena bentuk linier dari fungsi produksi Cobb-Douglas ditransformasikan ke dalam bentuk log e

(ln) sehingga variasi data menjadi lebih kecil; (4) perhitungan sederhana karena dapat dimanipulasi ke dalam bentuk persamaan linier; dan (5) bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian, khususnya penelitian bidang pertanian.

Namun demikian fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (1) elastisitas produksinya dianggap konstan (sama dengan satu); (2) nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkan berbias apabila faktor yang digunakan tidak lengkap; (3) model fungsi Cobb-Douglas tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi sama dengan nol; dan (4) sering terjadi multikolinier (Soekartawi, 1986). Persamaan matematik dari fungsi Cobb-Douglas secara umum dirumuskan sebagai berikut:


(36)

22 Y = boX1b1X2b2X3b3...Xnbn eu ... (3.2) Dimana:

Y = Jumlah produksi fisik X1 , X2 , ... Xn = Faktor-faktor produksi

B1 , b2 , ... bn = Parameter variabel penduga dan merupakan elastisitas masing masing fungsi produksi

b0 = Intersep

e = Bilangan natural

u = Unsur sisa

Dengan mentransformasikan dari fungsi produksi Cobb-Douglas kedalam bentuk linier logaritmik, maka model fungsi produksi tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

Ln Y = Ln b0 + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + ... + bn Ln Xn ... (3.3) Menurut Soekartawi (1986), agar relevan dengan analisis ekonomi, maka nilai bi harus positif dan lebih kecil dari satu. Artinya berlaku asumsi tambahan yang semakin berkurang (Deminishing Return) untuk semua variabel X.

3.1.3. Efisiensi Faktor Produksi

Pengertian efisiensi sangat relatif, dalam Soekartawi (1994), mengartikan efisiensi sebagai penggunaan input tertentu untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi demikian dapat terjadi jika petani mampu membuat suatu upaya kalau Nilai Produk Marginal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input (Px) tersebut. Hal tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

�� = 1 ... (3.4)

Dalam banyak kenyataan NPMX tidak selalu sama dengan PX, kondisi yang sering terjadi adalah sebagai berikut:


(37)

23 a. (NPMX / PX) > 1; artinya penggunaan input X belum efisien, untuk

mencapai kondisi yang efisien maka penggunaan input X perlu ditambah. b. (NPMX / PX) < 1; artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk

mencapai kondisi yang efisien maka penggunaan input X perlu dikurangi.

Efisiensi adalah suatu pengalokasian sejumlah barang dalam jumlah tertentu dalam suatu ekonomi pertukaran disebut efisien jika lewat realokasi barang-barang tidak ada seorang individu pun dapat memperoleh kesejahteraan tanpa mengurangi kesejahteraan individu lain. Jadi suatu pengalokasian disebut efisien jika kondisi-kondisi secara jelas dan pasti (unumbiguosly) tidak dapat dibuat lebih baik lagi (Nicholson, 1999).

Menurut Mubyarto (1986), efisiensi produk adalah banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari suatu kesatuan faktor produksi (input). Jika efiseinsi fisik ini dinilai dengan uang maka dinamakan efisiensi ekonomi. Apabila hasil penerimaan bersih usaha tani besar maka hal ini mencerminkan rasio yang baik dari nilai hasil dan biaya. Semakin tinggi rasio, berarti usaha tani semakin efisien.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Tingkat efisiensi proses produksi suatu peternak dapat dianalisis dengan melakukan perbandingan antara peternak mandiri dan peternak plasma. Peternak mandiri adalah peternak yang melakukan kegiatan usaha ternaknya dengan modal, manajemen, dan biaya sendiri, sedangkan peternak plasma adalah peternak yang melakukan kerjasama kemitraan dengan suatu perusahaan atau poultry shop. Kemitraan yang yang umum dilakukan adalah dalam bentuk pemberian sarana


(38)

24 produksi peternakan seperti DOC, pakan, dan obat-obatan oleh perusahaan inti, sedangkan peternak plasma menyediakan tempat dan tenaga kerja.

Fokus kegiatan penelitian yang dilaksanakan pada peternak mandiri dan plasma secara umum dibagi menjadi dua bagian utama yaitu, melihat faktor yang memengaruhi produksi usahaternak ayam ras pedaging dan mempelajari sudah efisien atau belum penggunaan faktor produksi peternak.

Faktor-faktor yang memengaruhi produksi usaha ternak ayam ras pedaging yaitu, bibit, pakan, tenaga kerja, mortalitas, kepadatan kandang, obat-obatan, dan pemanas. Melalui faktor-faktor tersebut, secara teknis akan dapat dilihat kecenderungan peternak didalam menggunakan input produksi untuk menghasilkan produksi yang diharapkan.

Tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dalam usaha pemeliharaan ayam ras pedaging dapat diketahui dengan melakukan analisis produksi (pendugaan, pengujian, dan pemilihan model fungsi produksi) dan analisis efisiensi teknis. Setelah melakukan hal tersebut, maka dapat ditentukan efisiensi faktor produksi dan kombinasi optimal (Gambar 2).


(39)

25

Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Penelitian Peternak

Mandiri

Peternak Plasma

Analisis Fungsi Produksi

Analisis Efisiensi Ekonomis

Analisis Fungsi Produksi

Analisis Efisiensi Ekonomis

Perbandingan Peternak

Manfaat Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Usaha Ternak Ayam Ras


(40)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada peternak ayam ras pedaging dengan pola mandiri dan plasma di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara tertuju (purposive) dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan salah satu sentra produksi ayam ras pedaging terbesar di Kabupaten Bogor setelah Kecamatan Gunung Sindur. Kegiatan penelitian dilaksanakan sekitar empat bulan yaitu, mulai dari bulan Februari sampai dengan Juni 2012.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara langsung dengan pihak peternak yang bersangkutan di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi yang terkait dengan dengan penelitian ini seperti Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, Badan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor, UPT Kecamatan Pamijahan, perpustakaan, internet, dan penelitian terdahulu yang terkait.

4.3. Metode Pengambilan Sample

Pemilihan responden (sample) peternak mandiri diambil secara purposive, yaitu dengan melihat data daftar peternak mandiri yang diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Metode ini dilakukan karena berdasarkan data yang diperoleh, peternak ayam ras pedaging yang berpola mandiri hanya terdapat 27 peternak, oleh karena itu perlu dilakukan metode


(41)

27 pengambilan sample secara snowballing untuk melengkapi jumlah responden yang dibutuhkan untuk penelitian ini yaitu sebsesar 30 peternak.

Tabel 1. Sampling Frame Metode Pengambilan Sample Peternak di Kecamatan Pamijahan

Stratifikasi

Jumlah Populasi (ekor)

Jumlah Peternak Plasma (N)

Jumlah Sample (n)

Jumlah Peternak Mandiri (N)

Jumlah Sample (n)

1 < 5000 35 14 17 17

2 ≥5000 43 26 7 7

78 40 24 24

Sumber: Unit Pelaksana Teknis Kecamatan Pamijahan, 2011.

Teknik pengambilan responden (sample) pada peternak plasma diambil secara purposive berdasarkan sampling frame yang diperoleh dari UPT Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Metode ini dilakukan karena populasi ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan yang dikelola oleh peternak plasma relatif homogen, yaitu dibawah 10.000 ekor per peternak. Berdasarkan hal tersebut, maka dipilih 40 peternak secara sengaja yang berada di tiga desa yang merupakan sentra peternak plasma di kecamatan Pamijahan, yaitu Desa Gunung Sari, Cibitung Wetan, dan Pasarean.

4.4. Metode Analisis Data 4.4.1. Analisis Deskriptif

Data yang diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari wawancara dan pengamatan langsung, dianalisis secara deskriptif sesuai dengan landasan teori yang terkait, ditunjang dengan data kuantitatif dalam bentuk daftar atau tabel-tabel.

4.4.2. Analisis Kuantitatif

Analisis efisiensi faktor-faktor produksi dilakukan dengan cara membandingkan faktor produksi yang digunakan oleh peternak mandiri dan


(42)

28 peternak plasma. Untuk analisis usaha ternak dilakukan dengan cara membandingkan usahaternak mandiri dan plasma.

4.4.2.1. Analisis Fungsi Produksi

Setelah menguraikan faktor-faktor produksi, kemudian disusun suatu model fungsi produksi untuk menduga hubungan fisik atau teknis antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan produksi yang dihasilkan. Fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas, yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

Y = b0X1b1 X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 X6b6eb7D1 +b8D2+u ... (4.1) Dengan mentransformasikan dari fungsi Cobb-Douglas kedalam bentuk logaritmik, model fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Ln Y = Ln b0 + b1 Ln X1 + ... + b6 Ln X6 + b7 D1 + b8 D2 + u ... (4.2) Dimana:

Y = Hasil produksi daging per periode (kg broiler hidup) X1 = Pakan per periode (kg)

X2 = Tenaga kerja per periode (HKP) X3 = Mortalitas (%)

X4 = Kepadatan kandang (ekor/m2) X5 = Vaksin per periode (ml) X6 = Pemanas per periode (kg)

D1 = Dummy pola usaha; 0 = Peternak mandiri; 1 = Peternak plasma D2 = Dummy skala usahaternak; 1 ≥ 5.000 ekor; 0 = < 5000 ekor Ln b0 = Intersep, merupakan besaran parameter

u = Unsur sisa

b1,b2,...,b6 = Koefisien regresi, merupakan nilai dugaan parameter

Metode statistik yang digunakan untuk menerangkan hubungan sebab akibat dari faktor produksi dalam fungsi produksi di atas adalah regresi. Berdasarkan analisis regresi linier sederhana logaritmik akan didapat besarnya


(43)

29 nilai F-hitung, t-hitung, dan R2. Nilai F-hitung digunakan untuk melihat apakah parameter bebas yang digunakan X1,X2,...,X6 secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Bila F-hitung lebih besar dari F-tabel maka parameter bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing parameter bebas (Xn) yang dipakai, secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (Y). Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel berati parameter yang diuji berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas, sebaliknya bila t-hitung lebih kecil dari t-tabel berarti parameter yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap parameter bebas. R2 digunakan untuk melihat sejauh mana keragaman yang diterapkan oleh parameter bebas (X) terhadap parameter tidak bebas (Y).

4.4.2.2. Analisis Efisiensi Produksi

Efisiensi teknis faktor-faktor produksi dalam fungsi produksi Cobb-Douglas dapat langsung diketahui dari nilai koefisien regresi yang merupakan nilai elastisitas produksinya. Jika nilai (bi) > 1 maka berada dalam daerah tidak rasional (daerah I), jika nilai 0 < (bi) < 1 maka telah berada dalam daerah rasional (daerah II), dan (bi) < 0 maka berada dalam daerah tidak rasional (daerah III).

Kondisi efisiensi ekonomis (keuntungan maksimum) dengan kombinasi faktor-faktor produksi yang efisien harus memenuhi kondisi kecukupan sebagai berikut:

1

1 =

2

2 = … =

� �6


(44)

30 Untuk menghitung NPMXi diperlukan besaran produk marjinal (PMXi) dan harga produk (PY), karena NPM merupakan hasil kali harga produk dengan produk marjinal. Biaya korbanan marjinal (BKMXi) adalah tambahan biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan penggunaan faktor-faktor produksi satu satuan. Oleh karena itu BKM sama dengan harga dari masing-masing faktor produksi itu sendiri.

4.4.2.3. Pengujian Model

Pengujian hipotesa secara statistik hanya dilakukan untuk hasil regresi dari model fungsi produksi yang dihasilkan dari perolehan data. Pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pengujian Terhadap Model Penduga

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel secara bersama-sama terhadapa variabel tak bebasnya. Uji yang dilakukan adalah uji-F. Prosedur pengujian:

H0 : b1 = b2= … = b6 = 0

H1 : b1≠ b2≠ … ≠ b6≠ 0 atau minimal ada satu bi≠ 0

F hit =

� ... (4.4)

Dimana:

KTR = Kuadrat tengah regresi KTG = Kuadrat tengah galat Kriteria pengujian:

Jika F < Fhit tabel, maka H0 diterima, artinya variabel secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya.

Jika F > Fhit tabel, maka H0 ditolak, artinya variabel secara serentak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya.


(45)

31

2. Pengujian Koefisien Regresi

Uji statistik dilakukan untuk mengetahui seberapa besar masing-masing variabel bebas memengaruhi variabel tak bebasnya. Uji yang digunakan adalah uji-t.

Prosedur pengujian:

thit =

−�

... (4.5)

Nilai t-hitung yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan t tabel. Jika t < - tα/2

atau t > - tα/2, tolak H0, jika – tα/2, terima H0, dengan asumsi: H0 : b1 = 0 (tidak berpengaruh nyata)

H1 : b1≠ 0 (ada pengaruh nyata)

3. Pengujian Koefisien Determinasi

Firdaus (2004) menyatakan bahwa dalam hal hubungan dua atau lebih variabel, koefisien determinasi (r2) mengukur tingkat ketepatan/ kecocokan dari regresi linier sederhana, yaitu merupakan presentase sumbangan X terhadap variasi Y. Pengertian tersebut dapat diperluas untuk regresi linier berganda. Pada regresi linier berganda, besarnya presentase sumbangan X terhadap variasi Y disebut koefisien determinasi berganda (multiple coeffisient of correlation) dengan simbol R2.

Prosedur pengujian:

R2 = ℎ � � ( )

ℎ � ( ) ... (4.6)


(46)

32

4. Uji Kenormalan Sisaan/Galat

Uji kenormalan bertujuan untuk mengetahui apakah galat dari data yang digunakan menyebar dengan normal atau tidak.

Prosedur pengujian:

H0 : galat mnyebar normal H1 : galat tidak menyebar normal Kriterian pengujian:

Jika p-value < α maka tolak H0, artinya galat tidak menyebar normal. Jika p-value > α maka terima H1, artinya galat menyebar normal.

5. Uji Kehomogenan Ragam

Salah satu asumsi yang penting dalam model regresi linier adalah bahwa kesalahan pengganggu εi mempunyai varian yang sama, artinya Var (εi) = E (εi2) = Ϭ2 untuk semua i, i = 1, 2, ..., n. Asumsi ini disebut sebagai homoskedastisitas (Supranto, 2004). Model yang tidak memenuhi asusmsi tersebut dapat dikatakan memiliki penyimpangan. Penyimpangan terhadap faktor pengganggu sedemikian itu disebut dengan heteroskedastisitas (Firdaus, 2004).

Prosedur pengujian: Fhit =

1

2 ... (4.7)

Keterangan:

- Jumlah kuadrat regresi dari regresi anak contoh pertama dikonotasikan (JKR1). - Jumlah kuadrat regresi dari regresi anak contoh kedua dikonotasikan (JKR2).

Jika tidak ada masalah heteroskedastisitas maka nilai F-hitung akan menuju 1. Masalah heteroskedastisitas masih dapat ditolerir jika F-hitung < F


(47)

33 tabel dengan derajat bebas v1 = v2 = (n-c-2k)/2 dimana n adalah jumlah contoh, c adalah jumlah contoh pemisah, dan k adalah jumlah parameter yang diduga.

6. Uji Multikolinier

Uji multikolinier dapat diduga dengan menggunakan metode VIF (Variance Inflation Factor). Bila nilai VIF besar yaitu lebih dari 10 maka terdapat kolinier antar parameter bebas. Multikolinier yang serius tidak dapat diabaikan karena akan mengakibatkan bias dalam model. Nilai VIF dari masing-masing parameter bebas dapat dihitung sebagai berikut:

VIF = 1

1− 2 ... (4.8)

Dimana:

VIF = Variance Inflation Factor


(48)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografis Lokasi Penelitian

Kecamatan Pamijahan merupakan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Bogor dan memiliki luas wilayah sebesar 8.088 Ha dan terletak di ketinggian antara 550 sampai 550 meter diatas permukaan laut. Curah hujan rata-rata di wilayah ini berkisar antara 250 sampai 300 mm per tahun dengan suhu udara berkisar antara 26 sampai 27 derajat celcius. Kecamatan Pamijahan terdiri dari 15 Desa, 45 Dusun, 139 Rukun Warga (Rw), dan 472 Rukun Tetangga (Rt). Desa-desa yang terdapat di Kecamatan Pamijahan antara lain, yaitu Cibunian, Purwabakti, Ciasmara, Ciasihan, Cibitung Kulon, Cibitung Wetan, Pamijahan, Gunung Sari, Gunung Picung, Cibening, Gunung Bunder 1, Gunung Bunder 2, Cimayang, Gunung Menyan, dan Pasarean.

Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Pamijahan ini sendiri adalah:  Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Cibungbulang.  Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi.

 Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Ciampea/Tenjolaya.  Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Leuwiliang.

5.2. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk

Jumlah penduduk yang berada di Kecamatan Pamijahan adalah sebanyak 141.301 orang yang terdiri dari 71.962 laki-laki dan 69.339 perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga (kk) sebanyak 39.322 kk. Mayoritas penduduk yang menempati Kecamatan Pamijahan adalah penduduk asli, dan warga keturunan daerah sekitar wilayah tersebut. Bahasa yang digunakan di daerah tersebut adalah


(49)

35 bahasa Sunda dan bahasa Indonesia dengan dialek Sunda. Mayoritas agama yang dipeluk oleh penduduk Kecamatan Pamijahan adalah agama Islam.

Kondisi perekonomian masyarakat di Kecamatan Pamijahan bertumpu pada sektor pertanian dan peternakan. Hal tersebut dapat dilihat dari mata pencaharian penduduk Kecamatan Pamijahan mayoritas bekerja di bidang pertanian dan peternakan. Pada bidang pertanian terdiri dari komoditi beras, sayuran, dan buah. Pada bidang peternakan terdiri dari peternakan ayam ras, sapi perah, domba, serta budidaya ikan. Sektor lain yang turut mendukung perkeonomian di Kecamatan Pamijahan adalah sektor industri, sektor pariwisata, dan sektor jasa angkutan.

Permasalahan yang menjadi kendala dalam program pelaksanaan perkonomian di wilayah ini, antara lain kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih kurang, masih rendahnya pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan potensi wilayah, dan sarana dan prasarana pemerintah yang kurang memadai.

5.3. Sarana dan Prasarana

Sarana transportasi di Kecamatan Pamijahan, yaitu jalanan baik berupa aspal, kerikil, maupun tanah. Sarana transportasi di daerah ini terdiri dari berbagai macam kendaraan, dimulai dari truk, kendaraan pribadi, angkutan umum, dan sepeda motor. Sarana dan prasarana lain di Kecamatan Pamijahan adalah sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, dan sarana perekenomian. Sarana dan prasarana pendidikan yang berada di Kecamatan Pamijahan terdiri dari PAUD, TK, SD, SLTP, dan SLTA baik negeri maupun swasta. Sarana dan prasaran kesehatan yang berada di Kecamatan Pamijahan terdiri dari puskesmas,


(50)

36 posyandu, dan klinik pengobatan tradisional. Sarana dan prasarana peribadatan di Kecamatan Pamijahan terdiri dari mesjid dan mushola. Saran dan prasarana perekonomian yang berada di Kecamatan Pamijahan terdiri dari mini market, pasar baik pasar tradisional maupun pasar mingguan, dan koperasi.

5.4. Karakteristik Peternak Responden

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diperoleh data dan informasi untuk menggambarkan karakteristik peternak. Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh peternak responden, antara lain usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan utama dan sampingan, serta pengalaman beternak. Karakteristik peternak responden dari peternak mandiri dan plasma dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Peternak Responden di Kecamatan Pamijahan

No. Karakteristik Peternak Responden

Peternak Mandiri Peternak Plasma

< 5000 ≥ 5000 < 5000 ≥ 5000

1. Usia (Tahun) 33 35 42 46

2. Jenis Kelamin (%)

Laki-laki 100 100 100 89

Perempuan 0 0 0 11

3. Pendidikan (%)

a. SD 35 0 13 29

b. SMP 35 40 22 35

c. SMA 20 40 60 13

d. PT 10 20 5 23

4. Status Pernikahan (%)

a. Menikah 55 70 13 88

b. Belum menikah 45 30 87 12

5. Jumlah Tanggungan

Keluarga (Orang) 3 3 4 4

6. Pekerjaan Utama

a. Peternak 80 90 60 35

b. Wiraswasta 20 10 22 60

c. Lain-lain 0 0 18 5

7. Pengalaman Usahaternak

(Tahun) 7 6 7 9

Sumber: Data Primer, 2012.

Berdasarkan hasil survei pada peternak responden yang ditunjukkan oleh Tabel 2 usia rata-rata pada peternak mandiri dengan skala usaha < 5.000 ekor adalah 33 tahun, sedangkan usia rata-rata peternak mandiri dengan skala usaha ≥


(51)

37 5.000 ekor adalah 35 tahun. Sementara usia rata-rata pada peternak plasma dengan skala usaha < 5.000 ekor adalah 42 tahun, sedangkan usia rata-rata peternak plasma dengan skala usaha ≥ 5.000 ekor adalah 46 tahun.

Berdasarkan jenis kelamin, pada peternak responden baik peternak mandiri maupun peternak plasma didominasi oleh laki-laki. Hal tersebut ditunjukkan oleh presentase jenis kelamin pada peternak mandiri dengan skala < 5.000 dan ≥ 5.000 ekor yaitu sebesar 100 persen pada jenis kelamin laki-laki. Begitu pula dengan peternak plasma < 5.000 ekor memiliki presentase 100 persen pada jenis kelamin laki-laki, sedangkan pada peternak plasma ≥ 5.000 ekor ditemukan peternak perempuan yaitu sebesar 11 persen, dan laki-laki sebesar 89 persen.

Peternak responden memiliki tingkat pendidikan yang berbeda-beda, tingkat pendidikan formal dimulai dari SD, SMP, SMA, sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Tingkat pendidikan peternak mandiri dengan skala < 5.000 ekor didominasi oleh tingkat SD dan SMP yaitu masing-masing sebesar 35 persen, sedangkan pada peternak mandiri ≥ 5.000 ekor didominasi oleh tingkat SMP dan SMA yaitu masing-masing sebesar 40 persen. Tingkat pendidikan peternak plasma dengan skala < 5000 ekor didominasi oleh tingkat SMA yaitu sebesar 60 persen, sedangkan pada peternak plasma ≥ 5.000 ekor didominasi oleh tingkat SMP yaitu sebesar 35 persen.

Berdasarkan status pernikahan pada Tabel 2 pada peternak mandiri dengan skala < 5.000 ekor yaitu 55 persen sudah menikah sedangkan 45 persen belum menikah dan memiliki tanggungan rata-rata sebanyak 3 orang. Status pernikahan pada peternak mandiri ≥ 5.000 ekor yaitu 70 persen sudah menikah sedangkan 30


(52)

38 persen belum menikah dan memiliki tanggungan rata-rata sebanyak 3 orang. Pada peternak plasma < 5.000 ekor yaitu 13 sudah menikah sedangkan 87 persen belum menikah dan memiliki tanggungan rata-rata sebanyak 4 orang. Status pernikahan peternak plasma ≥ 5.000 ekor yaitu 88 persen sudah menikah sedangkan 12 persen belum meikah dan memiliki tanggungan rata-rata sebanyak 4 orang.

Berdasarkan Tabel 2. Diketahui bahwa pekerjaan utama peternak mandiri dengan skala < 5.000 ekor sebesar adalah 80 persen sebagai peternak, dan sebesar 20 persen lainnya sebagai wiraswasta. Sedangkan pekerjaan utama peternak mandiri dengan skala ≥ 5.000 ekor ekor adalah 90 persen sebagai peternak, dan 10 persen lainnya sebagai wiraswasta. Pekerjaan utama pada peternak plasma dengan skala < 5.000 ekor sebesar 60 persen adalah sebagai peternak, 22 persen sebagai wiraswasta, dan 18 persen mempunyai pekerjaan utama selain peternak dan wiraswasta. Sedangkan pekerjaan utama peternak plasma dengan skala ≥ 5.000 ekor sebesar 35 persen adalah sebagai peternak, 60 persen sebagai wiraswasta, dan 5 persen mempunyai pekerjaan utama selain peternak dan wiraswasta.

Lama pengalaman dalam melakukan usahaternak adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam menjalankan usahaternak itu sendiri. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari peternak responden, rata-rata lama pengalaman dalam menjalankan usahaternak dari masing peternak mandiri dengan skala < 5.000 dan ≥ 5.000 ekor adalah 7 dan 6 tahun. Sedangkan rata-rata lama pengalaman dalam menjalankan usahaternak dari masing-masing peternak plasma dengan skala < 5.000 dan ≥ 5.000 ekor adalah 7 dan 9 tahun. Semakin lama pengalaman dalam melakukan usahaternak, maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh peternak tersebut.


(53)

39

5.5. Karakteristik Usahaternak Ayam Ras Pedaging

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diperoleh data dan informasi untuk menggambarkan karakteristik usahaternak ayam ras pedaging. Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh peternak responden , antara lain jumlah populasi, rata-rata kapasitas kandang, rata-rata luas kandang, bentuk kandang, dan rata-rata arah kandang. Karakteristik peternak responden dari peternak mandiri dan plasma dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Usahaternak Peternak Responden di Kecamatan Pamijahan

No. Karakteristik Peternak Mandiri Peternak Plasma

< 5000 ≥ 5000 < 5000 ≥ 5000

1. Jumlah Populasi (ekor)

- Minimal 1000 5000 2000 5500

- Maksimal 4000 16500 4500 28000

- Rata-rata 2475 7650 3317 13147

2. Rata-Rata Kapasitas Kandang (ekor)

2700 7850 3500 13471

3. Rata-Rata Luas Kandang (m2)

252 619 314 1425

4. Bentuk Kandang (%)

- Panggung 100 100 100 100

- Litter 0 0 0 0

5. Arah Kandang (%)

- U – S 25 20 9 41

- B - T 75 80 91 59

Sumber: Data Primer, 2012.

Berdasarkan data pada tabel diatas menunjukkan, bahwa pada peternak mandiri dengan skala < 5.000 ekor memiliki jumlah polulasi rata-rata sebesar 2.475 dengan rata-rata kapasitas kandang sebesar 2.700 ekor. Sedangkan pada peternak mandiri dengan skala ≥ 5.000 ekor memiliki populasi rata-rata sebesar 7.650 dengan rata rata kapasitas kandang sebesar 7.850 ekor.

Luas kandang berpengaruh dengan daya tampung ayam yang dapat berada di dalam kandang, oleh karena itu luas kandang harus sesuai dengan jumlah ayam yang akan dipelihara oleh masing-masing peternak. Pada peternak mandiri dengan skala < 5.000 ekor, memiliki luas kandang rata-rata sebesar 252 m2 , sedangkan


(54)

40 pada peternak mandiri dengan skala ≥ 5.000 ekor, memiliki luas kandang rata-rata sebesar 619 m2. Pada peternak plasma dengan skala < 5.000 ekor, memiliki luas kandang rata-rata sebesar 314 m2, sedangkan pada peternak plasma dengan skala ≥ 5.000 ekor, memiliki luas kandang rata-rata sebesar 1.425 m2.

Bentuk kandang dibedakan menjadi dua jenis, yaitu litter dan panggung. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa seluruh peternak responden di Kecamatan Pamijahan cenderung untuk menggunakan kandang panggung. Hal tersebut ditunjukkan oleh tabel diatas, yaitu sebesar 100 persen kandang dengan tipe panggung digunakan oleh seluruh peternak, baik peternak mandiri maupun peternak plasma.

Arah kandang merupakan salah satu hal penting dalam usahaternak ayam ras pedaging. Hal ini dikarenakan kandang harus mendapatkan cukup sinar matahari agar kesehatan ayam tetap terjaga. Persentase besarnya arah kandang yang menghadap ke utara selatan pada peternak mandiri skala < 5.000 dan ≥ 5.000 ekor secara berturut-turut adalah sebesar 20 dan 25 persen. Sedangkan persentase besarnya arah kandang yang menghadap ke barat timur pada peternak mandiri dengan skala < 5.000 dan ≥ 5.000 ekor secara berturut turut adalah sebesar 75 dan 80 persen. Persentase besarnya arah kandang yang menghadap ke utara selatan pada peternak plasma skala < 5.000 dan ≥ 5.000 ekor secara berturut-turut adalah sebesar 9 dan 41 persen. Sedangkan persentase besarnya arah kandang yang menghadap ke barat timur pada peternak plasma dengan skala < 5.000 dan ≥ 5.000 ekor secara berturut turut adalah sebesar 91 dan 59 persen.


(55)

V1. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging

Model fungsi produksi yang diajukan dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas yang diaplikasikan pada peternak mandiri dan peternak mitra. Faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menduga fungsi produksi ayam ras pedaging yaitu pakan (X1), tenaga kerja (X2), mortalitas (X3), kerapatan kandang (X4), obat-obatan (X5), dan pemanas (X6). Pengujian parameter dilakukan pada α 20 persen.

6.1.1. Total Peternak

Fungsi produksi berikut diperoleh berdasarkan hasil regresi dari total peternak usahaternak yang berada di wilayah Kecamatan Pamijahan. Dalam fungsi produksi ini terdapat dummy pola usaha yang membedakan antara masing-masing peternak, yaitu 0 peternak mandiri, dan 1 untuk peternak plasma. Berdasarkan Tabel 4 terlihat nilai R-Sq (Koefisien determinasi) sebesar 99,1 persen. Nilai tersebut menunjukkan bahwa 99,1 persen variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen pada taraf nyata 20 persen. Sedangkan sebesar 0,9 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Nilai probabilitas pada uji F-hitung sebesar 0,000 dimana nilai tersebut kurang dari α 20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen pakan, tenaga kerja, mortalitas, kepadatan kandang, vaksin, pemanas, serta dummy pola usaha berpengaruh nyata secara bersama-sama terhadap produksi usahaternak pada α 20 persen. Setelah dilakukan pengolahan dengan menggunakan software Minitab, diperoleh pendugaan fungsi produksi ayam ras pedaging sebagai berikut:


(56)

42 Ln Y = 1,60 + 0,465 Ln X1 + 0,0196 Ln X2 + 0,0271 Ln X3– 0,0488 Ln X4 + 0,539 Ln X5– 0,0321 Ln X6 + 0,0717 D ... (6.1)

Tabel 4. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Keseluruhan di Kecamatan Pamijahan

Variabel Koefisien Standar Error T-hitung Peluang VIF

Konstanta 1,60 0,3854 4,16 0,000

Pakan (X1) 0,465 0,0823 5,64 0,000 * 50,9

Tenaga Kerja (X2) 0,0196 0,0513 0,38 0,703 4,7 Mortalitas (X3) 0,0271 0,0037 0,73 0,466 1,1 Kepadatan

Kandang (X4)

-0,0488 0,0676 -0,72 0,473 1,2

Vaksin (X5) 0,539 0,1061 5,08 0,000 * 79,9

Pemanas (X6) -0,0321 0,0731 -0,44 0,662 43,8

Dummy 0,0717 0,0228 3,14 0,003 * 1,5

R-Sq = 99,1% R-Sq (adj) = 99,0% DW = 1,59169 Sumber: Data Primer Diolah, 2012.

Keterangan: * Nyata pada α 5 persen

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa pakan, vaksin, dan dummy tipe peternak berpengaruh nyata pada taraf 5 persen. Namun nilai VIF untuk pakan, obat-obatan, dan pemanas sangat tinggi (lebih dari 10) yaitu sebesar 50,9 untuk pakan, 79,9 untuk vaksin, dan 43,8 untuk pemanas. Hal tersebut merupakan salah satu indikasi terjadi multikolinearitas antar peubah bebas.

Sehubungan dengan terjadinya multikolinearitas tersebut, maka dilakukan upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan melakukan respesifikasi data yaitu dengan cara membagi variabel X5 (vaksin) dengan X6 (pemanas) yang mempunyai nilai VIF lebih dari 10 menjadi variabel baru X5r. Berdasarkan hasil respesifikasi yang telah dilakukan, maka persamaan fungsi produksi yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Ln Y = - 0,207 + 0,901 Ln X1 + 0,140 Ln X2– 0,0023 Ln X3 + 0,102 Ln X4 + 0,108 Ln X5r + 0,119 D ... (6.2)


(57)

43

Tabel 5. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Keseluruhan Setelah Respesifikasi di Kecamatan Pamijahan

Variabel Koefisien Standar

Error

T-hitung Peluang VIF

Konstanta -0,2065 0,2411 -0,85 0,401

Pakan (X1) 0,901 0,0279 32,28 0,000 * 3,9

Tenaga Kerja (X2) 0,140 0,0561 2,50 0,015 * 3,8 Mortalitas (X3) -0,0023 0,0442 -0,05 0,958 11 Kepadatan

Kandang (X4)

0,102 0,0749 1,36 0,177 **** 1,0 Vaksin/ Pemanas

(X5r)

0,108 0,0870 1,24 0,220 1,5

Dummy 0,0717 0,0256 4,65 0,000 * 1,3

R-Sq = 98,7% R-Sq (adj) = 98,6% DW = 1,69800 Sumber: Data Primer Diolah, 2012.

Keterangan: * Nyata pada α 5 persen **** Nyata pada α 20 persen

Nilai T-hitung dari Tabel 5 menunjukkan bahwa variabel pakan, tenaga kerja, dan dummy pola usaha berpengaruh nyata pada α 5 persen, sedangkan kepadatan kandang berpengaruh nyata pada α 20 persen. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap model adalah variabel mortalitas dan respesifikasi antara vaksin dan pemanas memiliki arti bahwa pengaruh variabel tersebut memiliki pengaruh kecil terhadap turun naiknya produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas produksi (Σbi) yang didapat dari model adalah sebesar 1,249. Artinya bahwa fungsi produksi berada pada daerah increasing return

dimana, setiap proporsi penambahan input akan menghasilkan output dengan proporsi lebih besar. Peningkatan input sebesar satu persen akan menghasilkan output sebesar 1,249 persen. Daerah increasing ini menggambarkan bahwa belum tercapai produksi optimum dan keuntungan maksimum, sehingga peningkatan penggunaan input produksi masih dapat dilakukan.

Penggunaan pakan berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan berpengaruh nyata pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan pakan dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas pakan dalam fungsi produksi


(58)

44 usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,901 yang artinya setiap peningkatan pakan sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,901 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan pakan berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan pakan masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum.

Penggunaan tenaga kerja berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas tenaga kerja dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,140 yang artinya setiap peningkatan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,140 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan tenaga kerja masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum.

Mortalitas berpengarh negatif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan mortalitas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas mortalitas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar -0,0023. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang negatif dan berada pada nilai lebih kecil dari nol


(1)

90 0,3 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 RESI1 P e rc e n t Mean -1,02775E-15 StDev 0,08868 N 70 KS 0,064 P-Value >0,150

Probability Plot of RESI1

Normal 0,15 0,10 0,05 0,00 -0,05 -0,10 -0,15 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 RESI1 P e rc e n t Mean -1,12503E-15 StDev 0,06406 N 30 KS 0,124 P-Value >0,150

Probability Plot of RESI1

Normal

Lampiran 14. Uji Kenormalan Kolmogorov-Smirnov

Total Peternak


(2)

91 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 RESI1 P e rc e n t Mean -1,95399E-15 StDev 0,09747 N 40 KS 0,082 P-Value >0,150

Probability Plot of RESI1

Normal 0,15 0,10 0,05 0,00 -0,05 -0,10 -0,15 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 RESI1 P e rc e n t Mean 9,473903E-16 StDev 0,06401 N 30 KS 0,125 P-Value >0,150

Probability Plot of RESI1

Normal

Peternak Plasma Tanpa Skala Usaha


(3)

92 0,2

0,1 0,0

-0,1 -0,2

99

95

90

80 70 60 50 40 30

20

10

5

1

RESI1

P

e

rc

e

n

t

Mean -9,76996E-16

StDev 0,09746

N 40

KS 0,075

P-Value >0,150

Probability Plot of RESI1

Normal


(4)

93 Lampiran 15. Sarana Produksi Ternak


(5)

94 Lampiran 16. Contoh Surat Izin Usahaternak dan Perjanjian Kontrak Pihak Plasma dan Inti


(6)

95 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Pati, Jawa Tengah pada tanggal 1 Juni 1990. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Sudarsono Jayadi dan Dwiyani Prasetyanti. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1995 di TK Kusuma Jaya Bogor. Pada tahun 1996-2002 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Panaragan 1 Bogor. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Bogor, kemudian pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Bogor, dan lulus tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Melalui jalur SNMPTN. Selama di bangku kuliah, penulis mengikuti unit kegiatan mahasiswa Music Agriculture Xpression (MAX!!).