peternakan ayam ras pedaging di Kabupaten Karanganyar ini, pihak yang tidak mematuhi kesepakatan justru lebih sering dilakukan oleh perusahaan inti.
5.6. Manfaat Kemitraan bagi Peternak
Dari hasil wawancara dengan responden peternak mitra tentang keuntungan-keuntungan bermitra yang selama ini dijalankan oleh peternak dan
perusahaan inti di Kabupaten Karanganyar adalah: 1. Ketersediaan modal awal untuk berusahaternak
Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 3 bahwa untuk memulai usahaternak ayam ras pedaging, peternak membutuhkan modal yang relatif besar untuk
pembuatan kandang dan pembelian alat-alat kandang. Untuk skala usaha 5 000 ekor ayam dalam satu siklus produksi ± 35 hari dibutuhkan dana berkisar antara
Rp 70 juta – Rp 95 juta. Pada kondisi ini, peternak amat memerlukan bantuan pihak lain dalam menyediakan modal awal. Di Kabupaten Karanganyar peternak
yang melakukan kemitraan dengan perusahaan inti, umumnya merasa sangat terbantu dengan adanya kerjasama kemitraan karena modal awal yang seharusnya
ditanggung oleh peternak, sebagian ditanggung oleh perusahaan inti melalui pemberian kredit penyediaan alat-alat kandang.
2. Adanya bimbingan dan penyuluhan Keuntungan lain dari kerjasama kemitraan yang paling besar manfaatnya bagi
peternak adalah adanya bimbingan dan penyuluhan yang diberikan oleh technical service TS dari perusahaan inti. Penyuluhan dan bimbingan melalui TS ini
sangat intensif karena setiap satu orang peternak akan memperoleh bimbingan secara langsung. Melalui penyuluhan tersebut, peternak peserta kemitraan
memperoleh informasi perkembangan inovasi teknologi usahaternak relatif lebih
cepat dibandingkan peternak non mitra. Peternak mitra menyatakan bahwa teknologi yang diberikan oleh TS terbukti mampu meningkatkan kualitas ayam
ras pedaging yang dihasilkan. 3. Penanggungan
resiko Usahaternak ayam ras pedaging sangat rentan terhadap kegagalan produksi
seperti rendahnya bobot ayam biasanya disebabkan oleh kualitas DOC dan pakan yang rendah, serangan penyakit atau anjloknya harga ayam di pasar. Jika terjadi
kegagalan panen, pendapatan yang diperoleh biasanya tidak mampu lagi digunakan untuk membiayai proses produksi pada periode berikutnya. Bagi
peternak-peternak peserta kemitraan, kegagalan panen tidak menyebabkan proses produksi periode berikutnya terhenti karena perusahaan inti akan tetap
menyediakan sarana produksi ternak DOC, pakan, obat dan vaksin. Hal ini tidak bisa dilakukan oleh peternak non mitra, resiko kegagalan usaha akan ditanggung
sendiri sehingga jika harus memulai proses produksi pada berikutnya mereka harus mampu mencari sumber modal baru.
Manfaat yang dirasakan oleh peternak inilah yang membuat para peternak tetap melaksanakan program kemitraan walaupun masih ada perselisihan antara
peternak dengan perusahaan inti seperti yang telah dijelaskan di sub bab pelaksanaan kerjasama kemitraan. Pada umumnya, peternak di Kabupaten
Karanganyar yang memilih untuk menjadi peternak mandiri keluar dari program kemitraan adalah mereka yang telah memiliki modal besar dan bersedia
menanggung resiko kegagalan. Secara keseluruhan, analisis terhadap struktur kelembagaan kemitraan ayam
ras pedaging di Kabupaten Karanganyar ditunjukkan oleh tiga hal yaitu: 1
batasyurisdiksi jurisdiction boundary dalam kerjasama kemitraan perusahaan inti bertindak sebagai penyedia faktor-faktor input peralatan kandang dan
sapronak, termasuk memberikan bimbingan proses produksi dan penampung hasil produksi, sedangkan peternak peserta kemitraan bertindak sebagai pelaku
proses produksi ayam ras pedaging. Kewenangan yang dimiliki oleh perusahaan inti terintegrasi mulai dari perencanaan, pembuat aturan dan pengambilan
keputusan sementara peternak hanya menjadi pihak pelaksana bahkan pada tahap produksi, seperti pemberian jumlah pakan, dosis obat dan vaksin serta perlakuan
yang diberikan kepada ternak, telah ditentukan dan dibawah pengawasan pihak perusahaan inti, 2 property right dalam kerjasama kemitraan di tingkat provinsi
diatur dalam SK Surat Keputusan Dinas Peternakan tingkat Provinsi sedangkan pada tahapan pelaksanaan, hak dan kewajiban masing-masing pihak yang
melakukan kerjasama diatur dalam kontrak perjanjian yang dibuat oleh perusahaan inti dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Kewajiban
perusahaan inti untuk menampung seluruh produksi dari peternak mitra belum dilaksanakan sesuai dengan perjanjian yang dibuat, dan 3 aturan representasi
rules of representation dalam pembuatan keputusan lebih ditentukan oleh perusahaan inti. Oleh sebab itu, adanya ”keberatan” peternak mengenai
pembagian hasil penentuan harga input dan harga output maupun pemberian insentif tidak pernah dapat diselesaikan secara tuntas. Peternak tidak dapat
berpartisipasi untuk menentukan proporsi bagi hasil dan pemberian insentif yang “adil” bagi mereka. Hal ini terkait dengan isi perjanjian kontrak yang masih
kurang jelas dan kurang terperinci.
VI. ANALISIS EKONOMI USAHATERNAK