36.75 Kemitraan II 6.75 62.05 ANALISIS EKONOMI USAHATERNAK

Tabel 14. Marjin Pemasaran dan Proporsi Harga yang Diterima Peternak Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Karanganyar pada Usahaternak Pola Mandiri dan Pola Kemitraan Saluran Pemasaran Harga Peternak RpKg Harga Konsumen RpKg Marjin Pemasaran Bagian Harga Peternak KP BP TM Mandiri I 6 833.30 10 875.00 30.84 6.32 37.17 62.83 Kemitraan I 6 810.12 10 958.30 31.63 6.22 37.85 62.15 Mandiri II 6 913.89 10 931.00 32.64

4.11 36.75

63.25 Kemitraan II

6 825.00 11 000.00

31.20 6.75

37.95 62.05

Mandiri III 6 941.70 10 916.70 34.46 1.95 36.41 63.59 Kemitraan III 6 817.86 10 979.20 35.35 2.56 37.90 62.10 Mandiri IV 9 500.00 9 500.00 - - - 100.00 Sumber : Data Primer, 2003 diolah Keterangan : KP = Keuntungan Pemasaran BP = Biaya Pemasaran TM = Total Marjin Perbedaan harga jual di tingkat peternak dan harga beli di tingkat konsumen menyebabkan bagian harga yang diterima peternak untuk masing-masing pola pengusahaan juga berbeda. Secara rata-rata, bagian harga yang diterima oleh peternak pola mandiri lebih tinggi dibandingkan peternak pola kemitraan. Bagian harga konsumen yang diterima peternak mandiri adalah 63.22 persen sedangkan peternak pola kemitraan hanya 62.10 persen. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran ayam ras pedaging. Jika pada pola mandiri, peternak dapat langsung mendistribusikan hasil panennya kepada pedagang perantara maka lain halnya dengan peternak pola kemitraan. Pola kemitraan wajib melibatkan perusahaan inti dalam proses penyaluran produknya kepada pedagang perantara sebagai konsekuensi adanya kerjasama kemitraan. Jumlah lembaga pemasaran yang terlibat pada pemasaran produk pola kemitraan mengakibatkan share marjin pemasaran pola kemitraan lebih besar dibandingkan share marjin pemasaran pola mandiri. Untuk pola kemitraan, dari total harga yang diterima konsumen, bagian harga yang merupakan marjin pemasaran sebesar 37.90 persen atau 3.75 persen lebih tinggi dibandingkan dengan marjin pemasaran pola mandiri 36.78 persen dari total harga konsumen . Secara umum, pemasaran ayam ras pedaging di Kabupaten Karanganyar relatif efisien jika dilihat dari bagian harga konsumen yang diterima oleh peternak farmer’s share. Untuk kedua pola pengusahaan pola mandiri dan kemitraan, bagian harga konsumen yang diterima peternak berada pada proporsi lebih dari 60 persen. Hal ini sangat wajar, karena peternak sebagai produsen merupakan pihak penanggung resiko usaha dan pihak yang paling banyak korbanannya untuk melaksanakan proses produksi. Sedangkan para pedagang perantara memperoleh marjin keuntungan pemasaran pada proporsi lebih dari 30 persen. Jika dilihat dari tiap-tiap saluran pemasaran yang terbentuk dalam satu pola pengusahaan maka untuk pemasaran ayam ras pedaging pola mandiri menunjukkan bahwa bagian harga konsumen yang diterima peternak paling tinggi terjadi pada pola saluran pemasaran ketiga 2 peternak – pedagang pengecer – konsumen, yakni 63.59 persen sedangkan bagian harga konsumen yang diterima peternak paling rendah terjadi pada pola saluran pemasaran pertama peternak – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen, yakni 62.83 persen. Hal ini terjadi karena saluran pemasaran pertama melibatkan lembaga pemasaran paling banyak jika dibandingkan saluran pemasaran yang lain sehingga proporsi biaya pemasaran juga menjadi lebih tinggi dan pada akhirnya mempengaruhi proporsi yang diterima oleh peternak. Perhitungan marjin 2 Bagian harga konsumen yang diterima peternak pada usahaternak pola mandiri paling tinggi peringkat pertama terjadi pada saluran pemasaran keempat 100 persen sedangkan saluran pemasaran ketiga adalah peringkat berikutnya kedua pemasaran secara lengkap untuk masing-masing saluran pemasaran pola mandiri disajikan pada Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 3. Untuk pola kemitraan, bagian harga konsumen yang diterima peternak relatif sama untuk berbagai pola saluran pemasaran yakni semuanya pada proporsi 62 persen. Saluran pemasaran pertama peternak – perusahaan inti – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen memiliki proporsi paling tinggi yakni 62.15 persen sedangkan pola saluran pemasaran kedua peternak – perusahaan inti – pedagang besar – konsumen memiliki proporsi paling rendah yakni 62.05 persen. Berbeda dengan pola mandiri, rendahnya proporsi harga konsumen yang diterima peternak pada pola kemitraan ini bukan hanya disebabkan oleh jumlah lembaga pemasaran yang terlibat. Hal ini disebabkan oleh pasar produk usahaternak pola kemitraan sebagian besar 41.02 persen ditujukan untuk pasar di luar wilayah Surakarta yaitu untuk memenuhi permintaan konsumen di Jakarta dan Bali. Jarak tempuh yang jauh antara tempat produksi dengan pasar mengakibatkan tingginya biaya pemasaran 6.75 persen dari bagian harga yang dibayarkan oleh konsumen sehingga bagian harga yang diterima peternak menjadi lebih rendah, walaupun harga di tingkat peternak secara nominal lebih tinggi dibandingkan pada saluran pemasaran yang lain Rp 6 825kg. Perhitungan marjin pemasaran secara lengkap untuk masing- masing saluran pemasaran pola kemitraan disajikan pada Lampiran 4 sampai dengan Lampiran 6. Dari ketiga pola saluran pemasaran tersebut, yang dapat diperbandingkan antara pola mandiri dengan pola kemitraan adalah saluran pemasaran pertama dan saluran pemasaran ketiga karena pasar yang dituju adalah sama yaitu pasar di wilayah Sukoharjo dan Solo untuk saluran pemasaran pertama dan pasar di wilayah Karanganyar untuk saluran pemasaran ketiga. Perbedaan dari kedua pola saluran pemasaran tersebut adalah adanya keterlibatan perusahaan inti dalam rantai pemasaran ayam ras pedaging untuk pola kemitraan Gambar 5. Pada saluran pemasaran pertama pola mandiri: peternak – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen, bagian harga yang diterima oleh peternak mandiri 0.69 persen lebih tinggi dibandingkan dengan peternak peserta pola kemitraan pola kemitraan: peternak – perusahaan inti – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen. Sedangkan pada saluran pemasaran ketiga pola mandiri: peternak – pedagang pengecer – konsumen, bagian harga yang diterima oleh peternak mandiri 1.49 persen lebih tinggi dibandingkan dengan peternak peserta pola kemitraan peternak – perusahaan inti – pedagang pengecer – konsumen. Keterlibatan perusahaan inti telah mempengaruhi bagian harga yang diterima peternak kemitraan karena dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen terdapat bagian keuntungan pemasaran yang diterima oleh perusahaan inti yakni 2.27 persen untuk saluran pemasaran pertama dan 5.46 persen untuk saluran pemasaran ketiga. Perbedaan bagian harga yang diterima oleh peternak tidak semata-mata disebabkan oleh banyaknya jumlah lembaga pemasaran yang terlibat keterlibatan perusahaan inti namun juga proporsi biaya dan keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Marjin pemasaran yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran dalam satu pola saluran pemasaran berbeda-beda tergantung dari biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh. Besarnya biaya pemasaran tergantung pada fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh tiap-tiap lembaga pemasaran. komponen biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran untuk usahaternak pola mandiri maupun pola kemitraan tidak berbeda yakni biaya tenaga kerja termasuk biaya bongkar muat, biaya transportasi, penyusutan biaya resiko dan retribusi. Sebagaimana yang disajikan pada Tabel 15 terlihat bahwa pada usahaternak pola mandiri, share biaya pemasaran terhadap marjin pemasaran terbesar dikeluarkan oleh pedagang besar pada saluran pemasaran pertama yakni 6.24 persen. Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya transportasi dan biaya penyusutan yang harus dikeluarkan oleh pedagang besar Lampiran 1. Pada saluran pemasaran pertama ini, ayam-ayam ras pedaging ini akan dipasarkan di luar wilayah Kabupaten Karanganyar, yakni wilayah Sukoharjo dan Solo sehingga relatif jauhnya jarak yang ditempuh menyebabkan biaya transportasi menjadi lebih tinggi dan resiko ayam-ayam yang mengalami stres kematian dan penyusutan bobot badan dalam perjalanan lintas kabupaten menjadi lebih besar. Sedangkan share biaya pemasaran terendah dikeluarkan oleh pedagang pengecer pada saluran pemasaran kedua, yakni 5.02 persen. Pada saluran pemasaran kedua, pedagang pengecer tidak mengeluarkan biaya transportasi karena pedagang pengecer memperoleh barang dari pedagang pengumpul sedangkan jika dibandingkan dengan saluran pemasaran pertama, walaupun pedagang pengecer juga tidak mengeluarkan biaya transportasi namun biaya penyusutan sebagai biaya penanggungan resiko lebih besar pada saluran pemasaran pertama. Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa karena pada saluran pertama, jarak pasar relatif jauh sehingga resiko ayam-ayam mengalami stres dan cacat menjadi lebih besar. Untuk usahaternak pola kemitraan, share biaya pemasaran terhadap marjin pemasaran terbesar ditanggung oleh pedagang besar pada saluran pemasaran kedua, yakni 17.79 persen Tabel 15. Tingginya biaya pemasaran pedagang besar ini karena pasar tujuan adalah lintas provinsi sehingga pedagang besar menanggung biaya penyusutan, transportasi, tenaga kerja dan retribusi yang relatif besar Lampiran 5. Sedangkan share biaya pemasaran terendah ditanggung oleh pedagang pengecer 3 pada saluran pemasaran pertama yakni 5.17 persen dari total marjin pemasaran. Sebagaimana penjelasan pada saluran pemasaran kedua pola mandiri adalah bahwa pada saluran pemasaran pertama ini, pedagang pengecer tidak mengeluarkan biaya untuk transportasi sedangkan biaya penyusutan yang dikeluarkan juga relatif kecil karena pada saluran pemasaran ini, pasar tujuannya adalah di wilayah Karanganyar sehingga jumlah ayam-ayam yang mati, cacat atau mengalami penyusutan bobot badan karena proses transportasi dapat ditekan. Share keuntungan pemasaran terhadap marjin pemasaran ayam ras pedaging pada usahaternak pola mandiri paling besar diperoleh oleh pedagang pengumpul pada saluran pemasaran ketiga, yaitu sebesar 94.65 persen sedangkan share keuntungan pemasaran terendah diperoleh oleh pedagang besar pada saluran pemasaran pertama, yaitu sebesar 25.68 persen Tabel 15. Hal yang sama juga terjadi pada usahaternak pola kemitraan, dimana share keuntungan pemasaran terhadap marjin pemasaran ayam ras pedaging paling besar diperoleh oleh pedagang pengumpul pada saluran pemasaran ketiga, yaitu sebesar 78.84 persen sedangkan share keuntungan pemasaran terendah diperoleh oleh pedagang besar 3 Yang dimaksud terendah adalah lembaga pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran sehingga ada biaya pemasaran yang dikeluarkan. Share biaya pemasaran perusahaan inti terhadap marjin pemasaran adalah 0 persen karena perusahaan inti tidak mengeluarkan biaya pemasaran. pada saluran pemasaran pertama, yaitu sebesar 20.64 persen Tabel 15. Pedagang pengumpul pada saluran pemasaran ketiga dapat memiliki proporsi keuntungan pemasaran yang besar dibandingkan lembaga pemasaran yang lain pedagang pengumpul dan pedagang besar untuk pola mandiri dan perusahaan inti, pedagang pengumpul dan pedagang besar untuk pola kemitraan pada pola saluran pemasaran yang lain saluran pemasaran pertama dan kedua karena pada saluran pemasaran ini, tidak ada lembaga pemasaran lain yang terlibat sehingga proporsi keuntungan pemasarannya tidak terbagi kepada lembaga pemasaran lain. Skala perdagangan pedagang pengecer yang relatif kecil 700 kg – 900 kg mendorong pedagang pengecer untuk mencari pendapatan yang besar melalui peningkatan keuntungan per unit produk. Selain itu, sistem penjualan pedagang pengecer yang langsung menjual kepada konsumen akhir di pasar memungkinkan bagi pedagang pengecer untuk bertindak sebagai “price maker”. Sebaliknya, rendahnya proporsi keuntungan yang diperoleh pedagang besar pada saluran pemasaran pertama adalah dikarenakan lembaga pemasaran yang terlibat lebih banyak dibandingkan saluran pemasaran yang lain sehingga proporsi keuntungan pemasaran terbagi dengan lembaga pemasaran lain. Walaupun keuntungan per unit produk yang diterima oleh pedagang besar relatif kecil dibandingkan dengan lembaga pemasaran yang lain namun karena skala perdagangannya yang besar 2 600 kg – 3 000 kg maka total pendapatan pedagang besar relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga pemasaran lain. Untuk mengetahui efisiensi biaya pemasaran terhadap keuntungan pemasaran maka digunakan perhitungan ratio keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran. Hasil perhitungan ratio keuntungan pemasaran dan biaya pemasaran dari berbagai saluran pemasaran pada usahaternak pola mandiri dan kemitraan disajikan pada Tabel 15. Baik pada pola mandiri maupun pola kemitraan, pedagang perantara yang memiliki tingkat efisiensi terbesar adalah pedagang pengecer sedangkan pedagang besar memiliki tingkat efisiensi terendah. Hal ini sejalan dengan proporsi biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran yang diperoleh pedagang pengecer maka secara rata-rata ratio keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran yang diperoleh pedagang pengecer juga lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang perantara lainnya yaitu sebesar 10.58 untuk pola mandiri dan 8.51 untuk pola kemitraan artinya setiap Rp 1 biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer akan menghasilkan keuntungan pemasaran sebanyak Rp 10.58 untuk pola mandiri dan Rp 8.51 untuk pola kemitraan. Sedangkan pedegang besar yang memiliki proporsi biaya pemasaran pemasaran tertinggi dan keuntungan pemasaran terendah maka ratio keuntungan terhadap biaya pemasaran juga paling rendah yaitu sebesar 4.12 untuk pola mandiri dan 3.90 untuk pola kemitraan. Secara umum pedagang perantara yang memasarkan produk usahaternak pola mandiri memiliki tingkat efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan pedagang perantara yang memasarkan produk usahaternak pola kemitraan. Hal ini ditunjukkan oleh ratio keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran yang diperoleh pedagang perantara pola mandiri lebih besar dibandingkan dengan pedagang perantara pola kemitraan. Artinya pedagang perantara pola mandiri mampu menghasilkan keuntungan pemasaran lebih tinggi dibandingkan perantara pola kemitraan untuk setiap Rp 1 biaya pemasaran yang dikeluarkan. Hal ini disebabkan karena pedagang perantara pola kemitraan harus membeli ayam ras Tabel 15. Distribusi Marjin Pemasaran Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Pola Kemitraan dari Berbagai Saluran Pemasaran Saluran Pemasaran Perusahaan Inti Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Pedagang Pengecer KP BP KPBP KP BP KPBP KP BP KPBP KP BP KPBP Pola Mandiri I - - - 28.53 5.53 5.16 25.68 6.24 4.12 28.78 5.24 5.49 II - - - 45.76 6.17 7.42 - - - 43.05 5.02 8.57 III - - - - - - - - - 94.65 5.35 17.68 Pola Kemitraan I 6.03 0 - 29.33 5.38 5.45 20.64 5.88 3.51 27.57 5.17 5.33 II 5.99 0 - - - - 76.22 17.79 4.28 - - - III 14.42 0 - - - - - - - 78.84 6.75 11.69 Sumber : Data Primer, 2003 diolah Keterangan : KP = Keuntungan Pemasaran : BP = Biaya Pemasaran pedaging dari perusahaan inti sehingga proporsi keuntungan pemasaran yang seharusnya diperoleh pedagang perantara menjadi terbagi dengan perusahaan inti, sebagai penjamin pasokan bagi pedagang perantara. Walaupun demikian secara keseluruhan, pemasaran ayam ras pedaging baik pada pola mandiri maupun pola kemitraan relatif efisien karena keuntungan pemasaran yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pemasaran yang dikeluarkan.

6.2.3. Analisis Keterpaduan Pasar

Analisis keterpaduan integrasi pasar menunjukkan seberapa besar perubahan harga di satu pasar akan ditransmisikan ke perubahan harga di pasar lain. Untuk kasus pemasaran ayam ras pedaging, derajat integrasi pasar menunjukkan seberapa besar perubahan harga ayam ras pedaging di tingkat konsumen retail akan ditransmisikan ke perubahan harga komoditi tersebut di tingkat peternak. Tabel 16. Hasil Estimasi Parameter Model Keterpaduan Pasar Ayam Ras Pedaging Variabel Koefisien T-Statistik Simbol Keterangan C Pf t-1 – Pr t-1 Pr t – Pr t-1 Pr t-1 X t konstanta selisih lag harga produsen terhadap lag harga retail selisih harga retail terhadap lag harga retail lag harga retail dummy kemitraan 2 502.7 -0.70143 0.40828 -0.48763 -82.49 11.50 -13.84 21.21 -14.06 -2.84 R-Square 98.9 persen Sumber : Data Primer, 2003 diolah Keterangan : = Nyata pada taraf 1 persen Hasil estimasi model keterpaduan pasar ayam ras pedaging dengan menggunakan model Timmer 1987 secara ringkas disajikan pada Tabel 16 dan secara lengkap hasil olahan data disajikan pada Lampiran 7. Tampak bahwa model keterpaduan pasar ayam ras pedaging memiliki nilai R 2 sebesar 98.9 persen dan nyata pada taraf 1 persen 4 . Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel eksogen yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel endogennya yaitu Pf t – P t-1 sebesar 98.9 persen. Masing-masing variabel eksogennya yaitu lag Pf-lag Pr, Pr-lag Pr, lag Pr dan dummy kemitraan berpengaruh sangat nyata 5 . Dalam jangka pendek tampak bahwa kedua pasar tidak terintegrasi, yang ditunjukkan oleh nilai IMC yang lebih besar dari 1 1.40 6 . Ini menunjukkan bahwa pembentukan harga di pasar peternak lebih dipengaruhi oleh harga di pasar peternak periode sebelumnya dan bukan harga di pasar konsumen periode sebelumnya. Kondisi ini memperlihatkan bahwa informasi perubahan harga ayam ras pedaging di pasar konsumen tidak ditransmisikan dengan baik ke pasar produsen peternak. Hal ini tampaknya berkaitan erat dengan sistem penjualan ayam ras pedaging oleh peternak di Kabupaten Karanganyar yang langsung didatangi oleh pedagang perantara pedagang pengumpul, pedagang besar maupun pedagang pengecer. Informasi harga ayam ras pedaging yang dimiliki oleh peternak peternak mandiri berasal dari peternak lainnya yang telah melakukan penjualan 4 F-Probability = 0.000 5 Nyata pada taraf 1 persen 6 1.40 0.213 0.299 1 d 3 d 1 d 1 IMC = = − + = kepada pedagang perantara lainnya sehingga pada dasarnya informasi harga yang diterima peternak berasal dari pedagang perantara peternak hanya berperan sebagai price taker. Keadaan semacam ini tentu tidak menguntungkan bagi peternak karena pada umumnya sifat pedagang adalah memberikan informasi harga yang menguntungkan dirinya sendiri Hutabarat dan Rahmanto, 2004. Kondisi dimana informasi perubahan harga di pasar konsumen yang tidak dapat ditransmisikan secara proporsional terhadap harga pasar di tingkat peternak inilah yang menyebabkan pasar ayam ras pedaging dikatakan mengalami asymmetric information. Berbeda dengan kondisi dalam jangka pendek, pasar ayam ras pedaging di tingkat peternak dalam jangka panjang tampak terintegrasi dengan pasar di tingkat konsumen nilai d 2 = 0.408. Nilai ini menunjukkan bahwa jika harga ayam ras pedaging di pasar konsumen meningkat sebesar satu persen maka akan meningkatkan harga ayam ras pedaging di pasar peternak sebesar 0.408 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa dalam jangka panjang, perubahan harga ayam ras pedaging di pasar pengecer berpengaruh terhadap perubahan harga di tingkat peternak. Kondisi ini disebabkan bahwa dalam jangka panjang, informasi perubahan harga ayam ras pedaging di pasar konsumen ditransmisikan secara proporsional simetri ke pasar produsen peternak. Untuk peternak peserta kemitraan, harga yang diterima merupakan harga kontrak yang telah ditentukan sebelumnya oleh perusahaan inti. Peternak kemitraan juga memperoleh informasi harga dari peternak lainnya khususnya peternak mandiri. Hal ini menunjukkan bahwa posisi peternak kemitraan dalam penentuan harga lebih lemah dibandingkan dengan peternak mandiri. Harga output di tingkat peternak peserta kemitraan dengan harga di pasar konsumen memiliki selisih yang lebih besar dibandingkan dengan harga di tingkat peternak mandiri. Kondisi ini juga ditunjukkan dengan arah koefisien parameter variabel dummy Tabel 16. Variabel dummy kemitraan menunjukkan bahwa pembentukan harga ayam ras pedaging di tingkat peternak dipengaruhi secara nyata dengan arah yang negatif artinya harga di tingkat peternak antara peternak peserta kemitraan dan peternak mandiri berbeda nyata dengan tingkat harga yang lebih rendah dibandingkan peternak mandiri. Hal ini dapat juga dinyatakan bahwa peternak peserta kemitraan memperoleh harga output yang lebih rendah bila dibandingkan dengan harga peternak mandiri 7 . Secara umum, efisiensi harga pada pemasaran ayam ras pedaging di Kabupaten Karanganyar tidak efisien dalam jangka pendek karena perubahan harga di pasar konsumen tidak ditransmisikan secara proporsional ke pasar produsen namun dalam jangka panjang informasi perubahan harga di pasar konsumen akan ditransmisikan secara proporsional ke pasar produsen. Informasi harga yang diterima oleh peternak pola kemitraan relatif kurang proporsional bila dibandingkan dengan peternak pola mandiri. 7 Kondisi ini sesuai dengan teori bahwa dalam kerjasama kemitraan, pasar output merupakan pasar monopoli oligopoli sehingga peternak peserta kemitraan akan menerima harga output yang lebih tinggi dibandingkan peternak non kemitraan. Keterangan: = Saluran Pemasaran Pola Mandiri = Saluran Pemasaran Pola Kemitraan Gambar 5. Saluran Pemasaran Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Karanganyar 57.58 58.98 30.13 41.02 30.13 95.46 15.15 42.43 41.02 28.85 4.54 37.88 30.13 100 Produsen Pedagang Pengecer Pedagang Besar Konsumen 15.15 Perusahaan Inti Pedagang Pengumpul

VII. KESIMPULAN DAN SARAN