PENGGUNAAN SLURRY SEAL SEBAGAI PEMELIHARAAN PERMUKAAN PERKERASAN JALAN

(1)

commit to user iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

: ERI GUNAWAN

NIM

: S940809195

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul :

PENGGUNAAN

SLURRY SEAL

SEBAGAI PEMELIHARAAN

PERMUKAAN PERKERASAN JALAN

Adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya tertulis dalam tesis ini di beri tanda citasi dan ditunjukan dalam Daftar Pustaka,

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh.

Surakarta, Februari 2011 Yang membuat pernyataan


(2)

commit to user v

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan mengucap syukur alkhamdulillah, akhirnya penulis telah dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ Penggunaan Slurry Seal Sebagai Pemeliharaan Permukaan Perkerasan Jalan “ terselesaikannya tesis ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapakan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Univeristas Sebelas Maret Surakarta,

2. Direktur Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta,

3. Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret Surakarta, beserta dosen dan stafnya, atas segala dukungan, kerjasama dan fasilitas yang diberikan,

4. Ir. Ary Setyawan MSc.(Eng).,Ph.D. dan Ir. Djoko Sarwono MT., atas dukungan, bimbingan, petunjuk, arahan serta saran yang diberikan dalam penyusunan tesis ini,

5. Prof. Dr. Ir. Sobriyah Ms., dan Kusno Adi Sambowo ST.,Ph.D., atas saran dan kritik serta masukannya,

6. Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi (PUSBITEK), Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia, Kementerian Pekerjaan Umum yang telah memberikan beasiswa kepada Penulis,

7. Bupati Cilacap, yang telah memberikan ijin untuk mengikuti pendidikan, 8. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Cilacap dan Dinas Bina Marga Propinsi

Jawa Tengah atas dukungan data dan Informasi yang diberikan,

9. Kepala Bidang Bina Teknik Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Cilacap, beserta Kepala Seksi dan Stafnya, yang telah memberikan dorongan dan bantuan baik moril maupun materiil,


(3)

commit to user vi

10. Pimpinan PT. Hutama Prima Cilacap, Ir. Rubiyanto beserta Staf dan Karyawan yang telah memberikan segala informasi dan membantu menyediakan sarana dan prasarana untuk kepentingan penelitian,

11. Teman-teman MTRPBS angkatan 2009, dan Penghuni Wisma Nusantara yang telah membantu segalanya dan kamu semua tak akan kulupakan,

12. Istriku tercinta Lelie Triana Dewi, ST. dan Tiga Buah hati kesayanganku Ken, Hazel, Cleo yang telah mendoakan, memotivasi serta mendukungku,

13. Ibuku tercinta Siti Umi Ghozali, bapak dan ibu Arief M, mertuaku dan kakak-kakaku yang ikut mendoakan, memfasilitasiku serta membantu manjaga anak-anakku.

14. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun tesis ini, yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

semoga bantuan yang telah bapak, ibu, saudara, berikan mendapatkan balasan yang setimpal dari allah SWT . Amien ya robbal alamin.


(4)

commit to user vii

ABSTRAK

Pemeliharaan rutin perkerasan jalan, melalui penambahan ketebalan lapisan menggunakan campuran dengan ketebalan yang tipis, merupakan solusi yang tepat untuk pemeliharaan jalan

saat ini. Slurry seal merupakan salah satu teknik pemeliharaan perkerasan jalan yang berungsi

untuk menutup perkerasan dengan retak yang sedikit, meremajakan lapis perkerasan, lapisan

kedap air untuk gradasi terbuka, lapisan anti licin serta memperbaiki nilai tahanan kekesatan.

Kekesatan permukaan perkerasan jalan merupakan parameter yang penting dalam mengevaluasi kinerja perkerasan. Berkurangnya kekesatan pada perkerasan jalan dapat mengakibatkan selip pada ban kendaraan, baik pada kondisi kering maupun basah, sehingga dapat menyebabkan

kecelakaan dan mengancam jiwa manusia. Penelitian ini bertujuanmengevaluasi aplikasi slurry

seal pada beberapa ruas jalan di Kabupaten Cilacap sehingga dapat diketahui nilai skid

resistance yang tersisa. Mengevaluasi LHR serta volume beban lalu-lintas yang melintas, hubungannya dengan kekesatan yang dihasilkan. Mengevaluasi dan mendesain komposisi dari

jenis bahan yang digunakan untuk pembuatan slurry seal ditinjau dari nilai skid resistance yang

dihasilkan sehingga akan meningkatkan skid resistance.

Penelitian ini menganalisis nilai kekesatan permukaan jalan yang dilapisi bubur aspal

emulsi (slurry seal) Uji kekesatan menggunakan British Pendulum Tester (BPT) dengan satuan

British Pendulum Number (BPN). Untuk menganalisi data pengukuran menggunakan uji normalitas (chi Kuadrat) serta analisis statistik. Pengukuran dilakukan di 14 ruas jalan di kota Cilacap, yaitu Jalan Perintis kemerdekaan, S.Parman, Suprapto, Katamso dan Sudirman yang dilapis tahun 2007, Jalan Ahmad Yani, Sutoyo, Tidar yang dilapis tahun 2008, Jalan Martadinata, Sugiyono, Kauman dan Tendean yang dilapis tahun 2009, dan yang dilapis tahun 2010, Jalan Juanda serta Gatot Subroto. Nilai kekesatan di analisa berdasarkan umur layanan jalan, LHR dan pergerakan volume lalu-lintas serta komposisi campuran bahan. Untuk

mengevaluasi jenis bahan, dibandingkan beberapa kualitas job mix slurry seal yaitu job mix

standart laboratorium, standar Cilacap, standart Yogyakarta serta menganalisis job mix standart

modifikasi. Job mix modifikasi dirancang untuk mengatasi berbagai kerusakan permukaan jalan

yang berakibat mengurangi nilai kekesatan slurry seal, yaitu dengan penambahan additive 0,5%,

Penggunaan abu batu kapur sebagai filler 3%, dan penambahan latek di aspal emulsi 1,5% Hasil pengukuran menunjukan bahwa rata-rata nilai kekesatan pada 14 ruas jalan yang ada, masih memenuhi standart yang disyaratkan yaitu sebesar 55 BPN. Nilai kekesatan awal diprediksi sebesar 84,625 BPN. Pengelompokan rata-rata nilai kekesatan, tahun 2007 adalah sebesar 57.68 BPN, tahun 2008 adalah sebesar 62,79 BPN, tahun 2009 adalah sebesar 58,93 BPN sedang tahun 2010 adalah sebesar 56,98 BPN. Nilai penurunan kekesatan tertinggi perbulan terjadi pada jalan Juanda, terendah pada Jalan Katamso. LHR serta beban gandar standar yang melintas berpengaruh terhadap penurunan nilai kekesatan walaupun tidak

signifikan. Nilai kekesatan pada slurry seal tergantung pada komposisi campuran, jenis bahan

dan kualitas bahan, serta proses dan cara pencampuran. Pada komposisi campuran modifikasi

diperoleh nilai kekesatan tertinggi pada job mix modifikasi yang menggunakan abu batu kapur

sebagai filler.


(5)

commit to user viii

ABSTRACT

Routine maintenance of road pavement through increasing the thickness of layer using a thin surfacing mixture, is the right solution for road maintenance at this time. Slurry seal is one of a pavement maintenance techniques to repair the pavement with a little crack, revitalize pavement, water-resistant layer of existing pavement, and improve the skid resistance. Skid resistance at road pavement surface is an important parameter to evaluate the loss skid resistance that can caused tire slippage on the vehicle, either dry or wet conditions, resulting in accidents that

threaten human life.This research was aims to evaluate the application of slurry seal on some

streets in Cilacap district, so that can know the remaining value of skid resistance. Evaluating the LHR and the volume of traffic load passing relationship with the resulting roughness. Evaluating and designing the composition of the type of materials used to making slurry seal in terms of skid resistance value generated thus will improve skid resistance.

This research was analyzes the value of road surface roughness of slurry seal. Test of roughness using the British Pendulum Tester (BPT) with a unit of British Pendulum Number (BPN). To analyze the measurement of data using the test for normality (chi squared) and statistical analysis. Measurements were taken in 14 roads in the town of Cilacap, namely Perintis Kemerdekaan, S. Parman, Suprapto, Katamso and overlaid in 2007 Sudirman, Ahmad Yani, Sutoyo, Tidar and overlaid in 2008, Martadinata , Sugiyono, Kauman and Tendean that overlaid in 2009, and which overlaid the year 2010, Juanda and Gatot Subroto. Roughness values were analyzed by age road service, LHR and the movement of traffic volume and composition of the mixture of ingredients. To evaluate the type of material, compared to some of the quality of the job mix slurry seal, that is the standard laboratory job mix, the standard of Cilacap, Yogyakarta, and analyze the job mix standard modifications. Job mix modifications design for overcome the damage that resulted in reducing the roughness value of slurry seal, namely with the addition of 0.5% additive, use of limestone as a filler ash 3%, and the addition of latex in the asphalt emulsion 1.5%

The measurement results show that average of value of roughness on the 14 existing road, still meet the standard requirement, ie, by 55 BPN. Predicted value of initial roughness of 84.625 BPN. Grouping average of roughness value, the year 2007 amounted to 57.68 BPN, the year 2008 amounted to 62.79 BPN, in 2009 amounted to 58.93 BPN is the year 2010 amounted to 56.98 BPN. The highest roughness value monthly decline occurred in Juanda road, and lowest Katamso Road. LHR and passing standard axle loads affect the decline in value of roughness, although not significant. Roughness values on the slurry seal mixture depends on the composition, type of material and quality of materials, and processes and ways of mixing. In the mixed composition modification highest roughness values obtained on the job mix modification using limestone ash as a filler.


(6)

commit to user ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah aza Wazalla, karena tanpa nikmat, rahmat dan hidayahNya, semua proses dan tahapan dalam penyusunan tesis ini tidak akan dapat terselesaikan. “Penggunaan Slurry Seal Sebagai Pemeliharaan Permukaan Perkerasan Jalan” adalah judul yang diberikan pada tesis ini, serta dibuat sebagai salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan studi Program Pascasarjana pada Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tesis ini mengupas permasalahan kekesatan permukaan pada jalan raya, khususnya pada jalan raya yang lapis permukaannya menggunakan Slurry Seal dan terutama pada ruas-ruas jalan yang ada di Kabupaten Cilacap, sehingga dapat diketahui umur pelayanan jalan berdasarkan kekesatannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini, masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan serta jauh dari kesempurnaan oleh karena itu penulis sangat mengharapakan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kebaikan dan kesempurnaan tesis ini. Akhir kata semoga tesis ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan

Surakarta, Februari 2011


(7)

commit to user

vi

ABSTRAK

Pemeliharaan rutin perkerasan jalan, melalui penambahan ketebalan lapisan menggunakan campuran dengan ketebalan yang tipis, merupakan solusi yang tepat untuk pemeliharaan

jalan saat ini. Slurry seal merupakan salah satu teknik pemeliharaan perkerasan jalan yang

berungsi untuk menutup perkerasan dengan retak yang sedikit, meremajakan lapis perkerasan, lapisan kedap air untuk gradasi terbuka, lapisan anti licin serta memperbaiki nilai

tahanan kekesatan. Kekesatan permukaan perkerasan jalan merupakan parameter yang

penting dalam mengevaluasi kinerja perkerasan. Berkurangnya kekesatan pada perkerasan jalan dapat mengakibatkan selip pada ban kendaraan, baik pada kondisi kering maupun basah, sehingga dapat menyebabkan kecelakaan dan mengancam jiwa manusia. Penelitian

ini bertujuan mengevaluasi aplikasi slurry seal pada beberapa ruas jalan di Kabupaten

Cilacap sehingga dapat diketahui nilai skid resistance yang tersisa. Mengevaluasi LHR

serta volume beban lalu-lintas yang melintas, hubungannya dengan kekesatan yang dihasilkan. Mengevaluasi dan mendesain komposisi dari jenis bahan yang digunakan untuk

pembuatan slurry seal ditinjau dari nilai skid resistance yang dihasilkan sehingga akan

meningkatkan skid resistance.

Penelitian ini menganalisis nilai kekesatan permukaan jalan yang dilapisi bubur

aspal emulsi (slurry seal) Uji kekesatan menggunakan British Pendulum Tester (BPT)

dengan satuan British Pendulum Number (BPN). Untuk menganalisi data pengukuran

menggunakan uji normalitas (chi Kuadrat) serta analisis statistik. Pengukuran dilakukan di 14 ruas jalan di kota Cilacap, yaitu Jalan Perintis kemerdekaan, S.Parman, Suprapto, Katamso dan Sudirman yang dilapis tahun 2007, Jalan Ahmad Yani, Sutoyo, Tidar yang dilapis tahun 2008, Jalan Martadinata, Sugiyono, Kauman dan Tendean yang dilapis tahun 2009, dan yang dilapis tahun 2010, Jalan Juanda serta Gatot Subroto. Nilai kekesatan di analisa berdasarkan umur layanan jalan, LHR dan pergerakan volume lalu-lintas serta komposisi campuran bahan. Untuk mengevaluasi jenis bahan, dibandingkan beberapa

kualitas job mix slurry seal yaitu job mix standart laboratorium, standar Cilacap, standart

Yogyakarta serta menganalisis job mix standart modifikasi. Job mix modifikasi dirancang

untuk mengatasi berbagai kerusakan permukaan jalan yang berakibat mengurangi nilai

kekesatan slurry seal, yaitu dengan penambahan additive 0,5%, Penggunaan abu batu kapur

sebagai filler 3%, dan penambahan latek di aspal emulsi 1,5%

Hasil pengukuran menunjukan bahwa rata-rata nilai kekesatan pada 14 ruas jalan yang ada, masih memenuhi standart yang disyaratkan yaitu sebesar 55 BPN. Nilai kekesatan awal diprediksi sebesar 84,625 BPN. Pengelompokan rata-rata nilai kekesatan, tahun 2007 adalah sebesar 57.68 BPN, tahun 2008 adalah sebesar 62,79 BPN, tahun 2009 adalah sebesar 58,93 BPN sedang tahun 2010 adalah sebesar 56,98 BPN. Nilai penurunan kekesatan tertinggi perbulan terjadi pada jalan Juanda, terendah pada Jalan Katamso. LHR serta beban gandar standar yang melintas berpengaruh terhadap penurunan nilai kekesatan walaupun

tidak signifikan. Nilai kekesatan pada slurry seal tergantung pada komposisi campuran,

jenis bahan dan kualitas bahan, serta proses dan cara pencampuran. Pada komposisi

campuran modifikasi diperoleh nilai kekesatan tertinggi pada job mix modifikasi yang

menggunakan abu batu kapur sebagai filler.


(8)

commit to user

vii

ABSTRACT

Routine maintenance of road pavement through increasing the thickness of layer using a thin surfacing mixture, is the right solution for road maintenance at this time. Slurry seal is one of a pavement maintenance techniques to repair the pavement with a little crack, revitalize pavement, water-resistant layer of existing pavement, and improve the skid resistance. Skid resistance at road pavement surface is an important parameter to evaluate the loss skid resistance that can caused tire slippage on the vehicle, either dry or wet conditions, resulting

in accidents that threaten human life.This research was aims to evaluate the application of

slurry seal on some streets in Cilacap district, so that can know the remaining value of skid resistance. Evaluating the LHR and the volume of traffic load passing relationship with the resulting roughness. Evaluating and designing the composition of the type of materials used to making slurry seal in terms of skid resistance value generated thus will improve skid resistance.

This research was analyzes the value of road surface roughness of slurry seal. Test of roughness using the British Pendulum Tester (BPT) with a unit of British Pendulum Number (BPN). To analyze the measurement of data using the test for normality (chi squared) and statistical analysis. Measurements were taken in 14 roads in the town of Cilacap, namely Perintis Kemerdekaan, S. Parman, Suprapto, Katamso and overlaid in 2007 Sudirman, Ahmad Yani, Sutoyo, Tidar and overlaid in 2008, Martadinata , Sugiyono, Kauman and Tendean that overlaid in 2009, and which overlaid the year 2010, Juanda and Gatot Subroto. Roughness values were analyzed by age road service, LHR and the movement of traffic volume and composition of the mixture of ingredients. To evaluate the type of material, compared to some of the quality of the job mix slurry seal, that is the standard laboratory job mix, the standard of Cilacap, Yogyakarta, and analyze the job mix standard modifications. Job mix modifications design for overcome the damage that resulted in reducing the roughness value of slurry seal, namely with the addition of 0.5% additive, use of limestone as a filler ash 3%, and the addition of latex in the asphalt emulsion 1.5%

The measurement results show that average of value of roughness on the 14 existing road, still meet the standard requirement, ie, by 55 BPN. Predicted value of initial roughness of 84.625 BPN. Grouping average of roughness value, the year 2007 amounted to 57.68 BPN, the year 2008 amounted to 62.79 BPN, in 2009 amounted to 58.93 BPN is the year 2010 amounted to 56.98 BPN. The highest roughness value monthly decline occurred in Juanda road, and lowest Katamso Road. LHR and passing standard axle loads affect the decline in value of roughness, although not significant. Roughness values on the slurry seal mixture depends on the composition, type of material and quality of materials, and processes and ways of mixing. In the mixed composition modification highest roughness values obtained on the job mix modification using limestone ash as a filler.


(9)

commit to user x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR NOTASI ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan dan Manfaat ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Batasan Masalah ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka ... 6

2.2. Landasan Teori ... 9

2.2.1. Aspal Emulsi ... 10

2.2.2. Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) ... 10

2.2.2.1 Jenis Slurry Seal ... 10

2.2.2.2 Tipe Slurry Seal ... 11


(10)

commit to user xi

2.2.2.4 Pengaplikasian Slurry Seal ... 12

2.2.2.5 Pertimbangan Pemakaian Slurry Seal ... 13

2.2.2.6 Komposisi Bahan Pembuat Slurry Seal ... 13

2.2.2.7 Job mix Standart Slurry Seal ... 14

2.2.2.8 Penentuan Proporsi Campuran ... 18

2.2.2.9 Berbagai Komposisi Campuran(Job Mix) Yang Diaplikasikan ... 19

2.2.3 Kekesatan Permukaan Jalan (Skid Resistance) ... 21

2.2.3.1 Pengertian Skid Resistance ... 21

2.2.3.2 Efek Jalan Licin (Slippery raods) ... 25

2.2.4 Alat Penguji Kekesatan ... 25

2.2.4.1 BPT (British Pendulum Tester) ... 25

2.2.5 Analisis Data ... 29

2.2.5.1 Metode Statistik ... 29

2.2.5.2 Uji Normalitas Data Dengan Chi Kuadrat ... 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian ... 31

3.2. Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.2.1 Data Primer ... 31

3.2.1. Data Sekunder ... 32

3.3. Teknik Analisis Data ... 33

3.4. Pengujian Laboratorium Dan Pengujian Lapangan ... 33

3.4.1. Alat Pengujian ... 33

3.4.2. Benda uji ... 34

3.4.3. Prosedur Pembuatan Benda Uji Di Laboratorium ... 34

3.4.4 Prosedur Pengujian ... 35

3.5. Bagan Alir Penelitian ... 39

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Data ... 41

4.1.1. Penggunaan Slurry Seal ... 41


(11)

commit to user xii

4.1.3 Uji Normalitas Data ... 44

4.1.4. Data Modifikasi Job mix Formula Slurry seal ... 44

4.1.4.1. Dasar Modifikasi ... 44

4.1.4.2. Modifikasi dengan Penambahan Additive( job mix I ) ... 46

4.1.4.3. Modifikasi Dengan Penggantian Filler(job mix II) ... 46

4.1.4.4 Modifikasi Dengan Penambahan Latex(job mix III) ... 47

4.2 Hasil Uji Kekesatan Lapangan ... 48

4.2.1. Analisis Hasil Pengukuran ... 50

4.2.2. Penurunan Nilai Kekesatan ... 51

4.2.3. Hubungan Antara Nilai Kekesatan Dengan Beban Gandar Standar dan LHR ... 52

4.2.4. Faktor Penyebab Pengaruh Beban gandar Standar Terhadap Nilai Kekesatan ... 56

4.3. Hasil Pengujian Kekesatan Terkait Komposisi Bahan Slurry Seal . 56 4.3.1 Hasil Pengukuran Terhadap Job mix Modifikasi ... 57

4.3.2. Hasil Perbandingan Nilai Kekesatan Antara Beberapa Job mix Modifikasi ... 58

4.3.3 Faktor Penyebab Perbedaan Nilai Kekesatan ... 59

4.3.4. Hasil Perbandingan Nilai Kekesatan Antara Job mix Cilacap dan Yogyakarta ... 60

4.3.5. Hasil Perbandingan Nilai Kekesatan Antara Job mix Standart Aplikasi Lapangan Dan Standart Laboratorium ... 64

4.3.6 Faktor Penyebab Perbedaan Nilai Kekesatan ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN


(12)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Prasarana transportasi merupakan prasarana dasar untuk mendukung aktifitas kehidupan masyarakat, oleh karena itu diperlukan keberadaan prasarana yang memadai. Salah satu prasarana yang dibangun untuk mendukung transportasi darat adalah jalan. Tingkat kemantapan jalan sangat ditentukan oleh kondisi struktural dan fungsional jalan dalam menerima beban lalu lintas yang ada sehingga tercipta rasa aman dan nyaman. Lapisan perkerasan direncanakan berdasarkan umur rencana tertentu. Untuk menjaga agar fungsi jalan tetap optimal diperlukan sistem pemeliharaan dan rehabilitasi yang tepat.

Keberadaan prasarana dan sarana transportasi berkembang seiring dengan perkembangan ekonomi suatu daerah. Karakteristik lalu lintas yang melewati ruas jalan pada suatu daerah berbeda satu sama lain sehubungan dengan perbedaan basis ekonomi sektoral yang berkembang. Semakin tinggi volume dan bauran kendaraan yang ada, dampak terhadap perkerasan akan semakin besar, sehingga umur layanan jalan semakin pendek. Salah satu parameter yang menentukan penurunan kondisi perkerasn jalan adalah kerusakan permukaan.

Retak, lubang, amblas, alur, dan pengelupasan permukaan merupakan jenis-jenis kerusakan yang sering dijumpai pada permukaan jalan. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh faktor lalu lintas, yaitu repetisi beban kendaraan yang melintasi suatu ruas jalan. Penyebab lain kerusakan perkerasan jalan adalah kondisi tanah dasar yang tidak stabil, tebal lapisan perkerasan yang tidak memenuhi syarat, drainase jalan yang tidak baik, serta kualitas pelaksanaan pemeliharaan yang tidak optimal.

Kegiatan pemeliharaan jalan baik pemeliharaan rutin atau berkala, kegiatan rehabilitasi, maupun kegiatan peningkatan senantiasa dilakukan untuk mempertahankan


(13)

umur layanan jalan dan mengantisipasi terjadinya kerusakan dini. Pemeliharaan rutin yang sering dilakukan hanya merupakan solusi untuk meningkatkan kualitas berkendaraan (Riding Quality) tanpa meningkatkan kekuatan struktural (Anonim, 1990).

Pemeliharaan rutin melalui penambahan lapisan tipis (thin surfacing) pada permukaan jalan merupakan salah satu solusi untuk melindungi struktur perkerasan, memperbaiki dan meningkatkan kekesatan permukaan yang diharapkan mampu memperpanjang umur perkerasan sampai tindakan permanen dilakukan. Teknik pemeliharaan yang biasa dilakukan antara lain overlay hot mix dengan tebal <40 mm, recycling hot in place <40 mm, micro surfacing, slurry seal, surface treatment, restoractive seal, dan texturing (Anonim, 2008a).

Lapisan permukaan jalan adalah bagian permukaan jalan paling atas (Miswandi, R. 2008), yang berfungsi sebagai:

a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan roda selama masa pelayanan.

b. Lapisan kedap air, air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.

c. Lapisan aus, lapisan ulang yang langsung menderita gesekan roda kendaraan.

d. Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain dengan daya dukung yang lebih jelek.

Salah satu permasalahan yang terjadi pada lapis aus adalah terjadinya efek licin karena tekstur permukaan jalan yang terlalu halus, oleh karena itu diperlukan tahanan kekesatan (skid resistance) yang berfungsi sebagai penahan agar roda kendaraan tidak selip pada permukaan perkerasan. Kekesatan permukaan adalah merupakan salah satu parameter yang penting dalam mengevaluasi kinerja perkerasan, terutama pada ruas jalan yang direncanakan dilalui kendaraan dengan kecepatan tinggi. Berkurangnya kekesatan pada permukaan perkerasan dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

Kekesatan permukaan jalan sangat tergantung pada mikro dan tekstur-makro permukaan perkerasan. Tekstur-mikro berkaitan dengan tekstur agregat pada perkerasan yang bekerja mengendalikan kontak antara roda karet dengan permukaan


(14)

perkerasan, sedangkan tekstur-makro berkaitan dengan tekstur yang dihasilkan oleh susunan agregat dalam permukaan perkerasan yang bekerja mengendalikan keluarnya air yang ada di bawah roda karet karena dengan bertambahnya kecepatan akan mengurangi tahanan kekesatan permukaan. Kekesatan permukaan selalu berubah sepanjang waktu, secara tipikal akan bertambah pada dua tahun pertama setelah perkerasan tersebut selesai dibangun, kemudian terus menurun sepanjang umur rencananya sehingga agregat tersebut menjadi licin (Anonim, 2009b).

Pemeliharaan jalan melalui penambahan tebal lapis permukaan (overlay) membutuhkan biaya yang cukup besar. Penggunaan campuran panas (hot mix) yang sering dilaksanakan dinilai lebih banyak membutuhkan biaya karena kebutuhan material, tenaga, serta penggunaan alat cukup banyak dan bervariasi. Selain itu proses pemanasan dengan suhu tinggi akan menghasilkan zat-zat polutan, yang sangat mengganggu lingkungan, dan bertentangan dengan himbauan pemerintah untuk mengurangi limbah industri pada saat ini.

Bubur aspal emulsi atau slurry seal merupakan salah satu jenis campuran aspal dingin yang diformulasikan secara tepat sebagai bahan pemeliharaan, perawatan permukaan perkerasan jalan, atau sebagai penambahan tebal lapis permukaan yang terbatas. Penambahan slurry seal akan meningkatkan kerataan perkerasan dengan mengurangi ketidakrataan (roughness) dan alur (rutting), melapisi permukaan perkerasan, meningkatkan kekesatan tanpa harus melakukan retexturing (Anonim, 2008a).

Kabupaten Cilacap merupakan kota, dimana beberapa jalan perkotaanya mengunakan pelapisan slurry seal sebagai solusi pemeliharaan permukaan perkerasan jalan. Berdasarkan sifat slurry seal yang mampu mengatasi kelicinan permukaan jalan dengan meningkatkan tahanan kekesatan maka penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan slurry seal melalui uji kekesatan permukaan perkerasan jalan.

1.2. Rumusan Masalah


(15)

a. Berapa nilai kekesatan (skid resistance) pada tipe slurry seal yang digunakan di Cilacap sebelum dan sesudah dihamparkan?

b. Bagaimana pengaruh volume pergerakan lalu-lintas terhadap nilai skid resistance pada pemeliharaan jalan yang menggunakan slurry seal?

c. Bagaimana menentukan komposisi yang tepat pada campuran slurry seal untuk mengatasi efek Licin (slippery) pada jalan raya?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Mengevaluasi aplikasi slurry seal pada beberapa ruas jalan di Kabupaten Cilacap sehingga dapat diketahui nilai skid resistance yang ada pada ruas jalan tersebut. b. Mengevaluasi dari data LHR sehingga dapat diketahui volume beban lalu-lintas yang

melintas dalam hubungannya dengan kekesatan yang dihasilkan.

c. Mengevaluasi jenis bahan yang digunakan untuk pembuatan slurry seal ditinjau dari nilai skid resistance yang dihasilkan serta mendesain bahan untuk pembuatan slurry seal sehingga akan meningkatkan skid resistance.

1.4.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

a. Hasil penelitian dapat diaplikasikan sebagai alternatif pemeliharaan jalan yang efektif.

b. Mengurangi efek slippery pada jalan raya sehingga pengguna jalan merasa aman dan nyaman.

c. Pengaplikasian slurry seal sebagai solusi bahan pemeliharaan permukaan perkerasan yang lebih efektif dan efisien.

1.5. Batasan Masalah

Agar permasalahan ini tidak menyimpang serta meluas dari permasalahan di atas, penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

a. Penelitian dititik beratkan pada tinjauan teknis di lapangan serta pengujian karakteristik bahan.


(16)

b. Untuk fungsi dan kegunaan serta pengaplikasian di lapangan lebih banyak menggunakan data sekunder.

c. Peninjauan masalah hanya kepada pemeliharaan perawatan permukaan perkerasan jalan yang berhubungan dengan skid resistance.

d. Tinjauan bahan dan pengujian hanya dilakukan kepada slurry seal, serta tidak menganalisis terhadap reaksi kimia yang terjadi dalam pencampuran bahan.


(17)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Skid resistance pada permukaan perkerasan jalan merupakan kondisi ketahanan antara permukaan jalan dengan ban sehingga kendaraan tidak tergelincir, pada saat permukaan basah maupun kering. Hasil pengukuran skid resistance pada permukaan jalan sudah pernah dilakukan dengan menggunakan Wessex Tester selip (Wessex Skid Tester) oleh Suwardo (2003). Analisis statistik dibuat untuk mengevaluasi tingkat ketahanan tergelincir pada perkerasan jalan dengan membandingkan tingkat ketahanan selip di antara tiga jenis struktur perkerasan jalan pada beberapa lokasi pengukuran. Tiga jenis pengukuran tersebut dilakukan di Yogyakarta, yaitu pengukuran pada aspal beton (AC) di Jalan Kaliurang, blok beton (concrete block) di Jalan Teknika Selatan sampai Jalan Kesehatan, dan pengukuran pada HRS (Hot Roller Sheet) di Jalan Yacaranda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketahanan selip aspal beton, blok beton dan HRS berturut-turut adalah 45,29 (standar deviasi 3,55), 48,18 (standar deviasi 3,57), dan 60,05 (standar deviasi 6,66). Hal itu mengindikasikan bahwa jenis lapis perkerasan beton aspal (AC) mempunyai nilai kekesatan paling rendah dibandingkan blok beton (concrete block) dan HRS.

Kekesatan perkerasan AC lebih rendah karena memiliki tekstur permukaan yang lebih halus dibandingkan perkerasan concrete block. Permukaan halus memiliki kenyamanan yang tinggi bagi kendaraan tetapi bila licin akan mudah menimbulkan selip bagi kendaraan yang permukaan bannya sudah halus. Permukaan concrete block memiliki tekstur lebih kasar sehingga kekesatan tinggi, akibatnya pola profil permukaan ban kendaraan lebih cepat aus dan kenyamanannya rendah bagi kendaraan, berbeda sebaliknya dengan perkerasan beton aspal, Secara umum lapis perkerasan lentur


(18)

(campuran beraspal) memiliki permukaan lebih halus daripada perkerasan kaku (beton semen, termasuk concrete block) sehingga kekesatan perkerasan lentur lebih rendah daripada perkerasan kaku. Perkerasan HRS (campuran beraspal bergradasi seragam) pada Jalan Yacaranda memiliki kekesatan lebih tinggi daripada concrete block. Hal ini terjadi karena pada waktu dilakukan pengamatan dan pengukuran kondisi perkerasan di Jalan Yacaranda mengalami kerusakan ringan yang tersebar sepanjang ruas jalan serta banyak tambalan dan tidak rata sehingga akan berbeda pengukuran apabila jalan tersebut sudah dilakukan penambahan tebal lapis perkerasan (overlay) karena permukaan akan lebih rata dan halus.

Pola distribusi besarnya suhu udara dan suhu permukaan sepanjang ruas pengukuran menunjukkan bahwa pada perkerasan lentur bila suhu udara dan suhu permukaan turun maka angka kekesatannya meningkat. Kekesatan perkerasan kaku (beton semen, termasuk concrete block) berbeda dengan perkerasan lentur dikarenakan sifat beton semen tidak secara langsung berubah sifat fisiknya akibat perubahan suhu. Permukaan beton semen yang kering dan bersih mempunyai kekesatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan permukaan beton semen yang basah, yang mudah berlumut dan bersifat licin (Suwardo, 2003).

Penelitian terhadap terhadap ketiga permukaan perkerasan yaitu, AC, HRS dan concrete block seperti yang telah dilakukan oleh suwardo belum memperhatikan usia permukaan perkerasan jalan atau lama pelayanan jalan, semenjak perkerasan tersebut selesai dibangun, kondisi pergerakan volume lalu-lintas serta perkiraan terhadap berat beban yang melintas pada ruas jalan tersebut. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan dibeberapa Negara Bagian Ohio bahwa nilai kekesatan permukaan akan menurun seiring dengan meningkatnya suhu permukaan perkerasan (Bazlamit, 2005). Skid resistance dipengaruhi oleh beberapa faktor disamping suhu permukaan perkerasan, kondisi permukaan perkerasan jalan, permukaan jalan yang licin saat hujan. Hilangnya skid resistance menjadi perhatian besar bagi otoritas keselamatan di jalan. Beberapa statistik menunjukkan bahwa jumlah kecelakaan meningkat hingga dua kali lipat selama kondisi hujan, jalan dengan skid resistance rendah akan mempengaruhi kemampuan pengemudi untuk mengendalikan kendaraannya, disamping


(19)

memeperpanjang jarak pengereman, skid resistance yang lebih rendah mengurangi skid steering controllability, yang berarti bahwa pengemudi perlu mengubah kebiasaan mengemudi mereka ketika menghadapi kondisi berkendara basah. Skid resistance juga dipengaruhi oleh bahan konstruksi perkerasan, kekasaran perkerasan dan kondisi permukaan. Sejauh kondisi permukaan bagus, daya gelincir akan bekerja pada skid resistance permukaan perkerasan basah yang berhubungan dengan efek dari keberadaan air hujan sebagai pelumas antara roda dan permukaan. Faktor yang berpengaruh pada skid resistance akan berbeda pada setiap lokasi pengamatan pengujian. Kecepatan kendaraan, jenis kendaraan, kepadatan lalu lintas, lingkungan sekitarnya, pemeliharaan kendaraan dan lainya. Perihal lain yang juga berpengaruh, dimana pada suatu daerah terdapat curah hujan yang tinggi, angka kecelakaan akibat tergelincir atau selip juga akan tinggi, hal ini menunjukan bahwa dengan adanya keberadaan air pada permukaan jalan secara kontinyu akan menghilangkan skid resistance pada sebuah permukaan (Tyfour, 2009).

Polishing dari batuan sebagai bahan jalan merupakan faktor utama dalam mempertahankan Skid Resistance, karena alasan ini permukaan jalan memainkan peran penting dalam pemeliharaan keselamatan lalu lintas, pemeliharaan jalan serta pembangunan jalan. Informasi tentang kekasaran serta analisis kerusakan jalan sangat penting untuk mendiagnosis pada perencanaan pemeliharaan jalan yang tepat. Ban adalah elemen kontak antara mobil dan permukaan perkerasan jalan, gesekan antara perkerasan jalan dan permukaan ban menjadikan sesuatu yang penting untuk keamanan lalu lintas. Daerah gesekan antara ban dan permukaan jalan, dapat diperkuat oleh kekasaran permukaan jalan serta tapak geometri ban (Liu,et all 2004)

Kekasaran permukaan jalan seperti geometri permukaan jalan, puncak dan lembah dari profil permukaan adalah salah satu sifat permukaan perkerasan yang relevan, yang merupakan proyek dasar sebuah jalan. Tekstur permukaan jalan memiliki pengaruh yang relevan pada perilaku sambungan gesek permukaan ban dengan adanya transfer kekuatan melalui gesekan. Sambungan gesek yang baik mengarah ke peningkatan pengendalian kendaraan, dengan demikian meningkatkan keamanan lalu- lintas dengan memperpendek jarak pengereman. Pengaruh kekasaran permukaan


(20)

perkerasan dan material jalan di pegang antara karet dan jalan disebut pegangan (grip). Dalam struktur jalan, pegangan perkerasan (Pavement Grip) mendefinisikan transmisi tenaga antara ban dan jalan basah (Stimolo, 2003).

Tahanan gelincir dalam desain perkerasan jalan aspal, adalah salah satu yang dijadikan dasar untuk pengujian laboratorium untuk memastikan bahwa sebuah agregat memiliki ketahanan gesek dan ketahanan yang dibutuhkan untuk polishing roda kendaraan, serta untuk menentukan kedalaman minimum tekstur permukaan perkerasan, yang digunakan untuk menyediakan drainase permukaan perkerasan yang memadai, sehingga jalan aman untuk dilalui pada kondisi basah (Fwa,et all 2003).

Skid resistance memainkan peran penting dalam perancangan program desain permukaan perkerasan, Tanpa skid resistance cukup, gesekan antara permukaan ban kendaraan dan permukaan perkerasan basah tidak dapat di antisipasi lagi, sehingga menyebabkan hydroplaning. Ketika hydroplanes ban kendaraan tidak lagi di bawah kontrol pengemudi dan situasi seperti ini dapat mengakibatkan kecelakaan. Meskipun berbagai faktor, seperti kualitas ban dan keterampilan pengemudi juga dapat mempengaruhi potensi untuk kendaraan selip, responsibility dari suatu perencanaan untuk memastikan bahwa skid resistance dapat dipertahankan pada tingkat yang memadai selama umur rencana perkerasan jalan (Thomas, 2001).

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Aspal Emulsi

Aspal Emulsi adalah aspal semen yang didispersi pada air. Dalam hal pelapisan dengan slurry, emulsi yang digunakan bisa anionik atau kationik namun yang paling umum adalah jenis kationik. Emulsi yang digunakan pada slurry seal adalah jenis slow setting (SS) atau Quick Setting (QS).

Jenis Aspal Emulsi antara lain:

1) CSS, Tipe slow setting atau tipe pengikatan lambat (menurut ASTM dikenal dengan tipe SS, CSS).

2) CMS, Tipe Medium setting atau tipe pengikatan sedang (menurut ASTM dikenal dengan tipe MS, CMS).


(21)

3) CQS, Tipe Rapid setting atau tipe pengikatan Cepat (menurut ASTM dikenal dengan tipe RS,CRS).

Aspal emulsi diformulasikan secara khusus untuk kesesuaian dengan agregat dan memenuhi persyaratan campuran. Spesifikasi emulsi didasarkan pada karakteristik standar emulsi seperti kestabilan, kadar aspal, system setting. Polimer dapat ditambahkan pada emulsi karena memberikan ketahanan pada batuan terutama daya lekatnya, mengurangi kerentanan terhadap termal, memperbaiki pada titik lembek sehingga meningkatkan ketahanan terhadap retak.

Emulsi dapat juga dimodifikasi dengan polimer alam seperti latek, dimana emulsi membentuk partikel karet, latek tidak bercampur tapi membentuk struktur tiga dimensi bersama butiran aspal (Anonim, 2008a).

2.2.2. Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal)

Slurry seal adalah campuran aspal emulsi tanpa pemanasan, dengan kandungan agregat bergradasi halus, mineral filler, air dan bahan tambahan lainnya dicampur secara merata dan dihampar diatas permukaan perkerasan sebagai bubur aspal atau slurry. Sistem slurry seal direncanakan untuk membentuk mortar dengan aspal yang pekat, di lapangan, slurry seal dihampar dengan ketebalan yang cukup tipis, dengan ketebalan maksimum 10 mm dimaksudkan untuk menghindari deformasi permanen akibat dilalui oleh beban lalu-lintas disebabkan karena struktur mineral biasanya tidak cukup kuat dengan gaya saling kunci yang terbatas dari butiran agregatnya. slurry seal merupakan Surface Treatment tipis permukaan jalan yang dihampar hanya setebal batuan agregat pada gradasi agregat campuranya (Anonim, 2008a).

2.2.2.1 Jenis Slurry Seal

Berdasarkan jenis aspal emulsi yang digunakan adalah anionik atau kationik. Kemudian berdasarkan agregat di bedakan antara tipe I, tipe II, dan tipe III Jenis campuran slurry seal dapat diolah dengan atau tanpa memakai emulsi polimer modified, serta dapat diikat dengan aspal slow setting, atau quick seting, emulsi yang umum digunakan adalah emulsi kationik, walaupun jenis anionik dimungkinkan juga untuk digunakan. Sistem setting yang lambat disebabkan oleh penguapan, sedang system quick setting, disebabkan oleh reaksi physio-chemically dengan permukaan agregat. Emulsi


(22)

quick setting ini menentukan tingkat pencahayaan secara kimiawi, untuk jenis kationic maupun anionic, pemecahan curing tergantung pada kondisi lingkungan, tingkat takaran, serta tingginya temperatur (anonim, 2008).

2.2.2.2 Tipe Slurry Seal

Agregat yang digunakan pada slurry seal harus agregat yang bergradasi rapat hasil dari pemecah batu. Gradasi ada beberapa jenis yaitu tipe I, tipe II, tipe III. Perbedaan utamanya adalah ukuran agregat terbesarnya, yang menunjukan jumlah residual pada campuran dan kegunaan dimana slurry yang tepat untuk dipasang

1) Slurry Tipe I

Adalah yang paling halus dan digunakan untuk lalu-lintas ringan atau misalnya untuk tempat parkir.

2) Slurry Tipe II

Lebih kasar dari tipe I dan disarankan untuk digunakan untuk jalan yang mengalami raveling dengan lalu-lintas yang ringan sampai yang berat.

3) Slurry Tipe III

Mempunyai gradasi yang paling kasar dan cocok untuk mengisi perbaikan pada jalan yang raveling dan oksidasi dan memperbaiki kekesatan permukaan jalan, misalnya digunakan untuk jalan arteri dan jalan bebas hambatan (Anonim, 2008a). 2.2.2.3 Kegunaan Slurry Seal

Slurry seal sebaiknya dihamparkan pada perkerasan yang kuat yang menunjukan kondisi baik dengan sedikit retak. Slurry seal tidak dipasang pada perkerasan yang menunjukan retak atau rutting yang parah.

Permukaan dimana slurryseal akan dihamparkan harus mempunyai karakteristik yang merata, slurry seal tidak cocok untuk kerusakan raveling yang parah, retak atau alur yang parah.

a. Bermacam-macam kegunaan slurryseal adalah untuk: 1) Melapis perkerasan teroksidasi.

2) Memperbaiki tekstur permukaan jalan dengan memberikan permukaan yang kesat.


(23)

4) Memperbaiki raveling.

5) Memberikan permukaan baru dengan berat sendiri yang ringan, seperti pelapis diatas jembatan.

6) Memberikan permukaan baru dimana ketinggian terbatas merupakan masalah seperti pada persimpangan jalan.

b. Slurry seal tidak digunakan untuk: 1) Meratakan profil permukaan. 2) Mengisi lubang.

3) Mengisi retakan, baik dengan atau tanpa modifikasi polimer. 4) Keruntuhan pada base untuk setiap jenis.

5) Lapisan perkerasan yang menunjukan deformasi plastis. (Anonim, 2008a).

2.2.2.4 Pengaplikasian Slurry Seal

Saat ini slurry seal digunakan untuk berbagai aplikasi seperti jalan, lapangan parkir, pelabuhan udara, jalan lingkungan dan lainnya, dan slurry seal tidak mempunyai nilai struktur karena hanya lapis tipis dengan tebal maksimum 10 mm dengan fungsinya sebagai :

a. Lapisan Penutup (sealing layer)

1) Menutup perkerasan yang retak agar air tidak masuk kedalam lapis permukaan atau lapis pondasi.

2) Meremajakan perkerasan, sehingga kerusakan lebih lanjut dapat diatasi. 3) Sebagai lapisan kedap air untuk lapisan bergradasi terbuka.

4) Untuk menutup landasan (runway) pada Bandar udara. b. Lapisan Anti Licin (slippery)

Slurry seal digunakan untuk memperbaiki nilai skid resistance sehingga tidak membahayakan keselamatan manusia (Anonim, 2008a).

2.2.2.5 Pertimbangan Pemakaian Slurry Seal

Kegunaan utama pelapisan material slurry seal adalah untuk pemeliharaan perkerasan sebagai bagian dari program pemeliharaan periodik sebelum kerusakan akan terjadi.


(24)

Kriteria utama pemilihan pekerjaan menggunakan slurry seal adalah: a. Perkerasan kuat dengan drainase baik, untuk permukaan atau bahu jalan b. Bebas dari kerusakan, termasuk lubang dan retak

Adapun Kriteria penggunaan slurry seal ditampilkan pada Tabel 2.1 Tabel 2.1. Kriteria Pemilihan Pekerjaan Dengan Slurry Seal

Kegunaan Agregat Tipe I Agregat Tipe

II

Agregat Tipe III

Pengisian Rongga Slurry Slurry

Lapisan Aus LHR < 100 Slurry Slurry

Lapisan Aus LHR 100 – 1000 Slurry Slurry

Lapisan Aus LHR 1000 – 20.000 Slurry

Perbaikan bentuk minor 10 – 20 mm Slurry

Tingkat pemakaian Kg/m2 4,3 - 6,5 6,5 – 10,8 9,8 – 16,3

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, 2008.

2.2.2.6 Komposisi Bahan Pembuat Slurry Seal

Bahan untuk pembuatan slurry seal terdiri dari agregat, aspal emulsi, air dan additive, bahan ini dicampur dengan perbandingan tertentu, berdasarkan tes laboratorium.

Peranan agregat sangat penting karena merupakan mineral pembentuk slurry sekitar 75 %, agregat harus bersih keras dan terbuat dari batu pecah, seragam dengan gradasi yang sesuai.

Karakteristik pokok agregat untuk dipakai pada campuran slurry ditentukan sebagai berikut :

a. Geologi

Penentuan Agregat agar compabillity dengan emulsi yaitu sifat adhesinya. b. Bentuk

Mempunyai bidang pecah sehingga memberikan gaya saling kunci antar butiran agregat sehingga mendapatkan campuran dengan kekuatan yang diinginkan.

c. Textur

Permukaan kasar sehingga lebih mudah melekat dengan emulsi d. Umur dan Reaktifitas


(25)

Agregat yang baru dipecah mempunyai muatan listrik permukaan yang lebih besar dari pada agregat yang telah lama dipecah karena lapuk, muatan listrik berperan utama pada tingkat reaksi kimia.

e. Kebersihan

Material kotor seperti lempung, debu atau lanau dapat menyebabkan kohesi yang jelek.

f. Ketahanan Soundness dan Abrasi.

Emulsi merupakan komponen utama slurry yang berfungsi sebagai pengikat agregat, serta pengikat slurry dengan perkerasan lama, saat ini emulsi yang dipakai pada slurry adalah bitumen yang telah dimodifikasi dengan elastomer, dengan hasil lebih tahan terhadap lalu lintas berat, berkurangnya keausan dan resiko terjadi bleeding dapat terkurangi.

Air berfungsi mengatur kekentalan Slurry sehingga mudah dikerjakan, air yang terdapat pada slurry berasal dari kandungan air agregat, air pada aspal emulsi, dan air yang ditambahkan untuk membasahi agregat, air juga akan mengatur konsistensi slurry, mencegah break dini dan segregasi. Air yang dipakai harus bersih dari bahan organik karena kandungan ion ca+ dan Mg++ yang tinggi akan menyebabkan break dan membuat

pencampuran bertambah sulit (Anonim, 2008a).

Additif adalah merupakan senyawa kimia yang komplek dan digunakan untuk mempermudah penyelimutan

2.2.2.7 Job Mix Standart Slurry Seal

Job mix Slurry seal yang dimodifikasi Latex untuk pemeliharaan permukaan jalan yang diterbitkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Teknik pada spesifikasi Khusus Interim SKh-1.6.7 tentang Pemeliharaan Permukaan Jalan Dengan Bubur Aspal Emulsi (slurry seal) Dimodifikasi Latek adalah sebagai berikut:

a. Bahan 1) Agregat

Terdiri dari batu alam atau hasil pemecah batu seperti granit, batu kapur, atau agregat berkualitas tinggi lainnya atau gabungan dari beberapa agregat yang memenuhi


(26)

persyaratan kualitas SNI 03-6819-2002 dan harus bebas dari kotoran, bahan organic, gumpalan lempung, debu atau material lainnya. Agregat sedikitnya mengandung 50 % volume batu pecah, sedangkan untuk jalan dengan LHR lebih besar dari 500 disyaratkan 100 % batu pecah persyaratan mutu agregat ditampilkan pada Tabel 2.2. dan Tabel 2.3.

Tabel 2.2. Persyaratan Mutu Agregat

No. Pengujian Metode Persyaratan

1. Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi

Los Angeles SNI 03-2417-1991 Max 35 %

2. Nilai Setara pasir SNI 03-4428-1997 Min 60 %

3. Kelekatan Agregat Terhadap Aspal SNI 03-2439-1991 Min 95 %

4. Penyerapan Air SNI 03-1970-1990 Max 3 %

5. Kekekalan Bentuk Agregat terhadap

larutan Natrium dan magnesium sulfat SNI 03-3407-1994 Max 20 %

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, 2008c.

Tabel 2.3. Gradasi agregat.

Ukuran Ayakan % Berat yang Lolos

Tipe I Tipe II Tipe III

3/8 (9,5 mm) 100

¼ (6,25 mm) 100 85 – 95

No. 4 (4,75 mm) 100 85 – 95 70 – 90

No. 8 (2,36 mm) 85 – 95 65 – 90 45 – 70

No. 16 (1,18 mm) 60 – 85 45 – 70 28 – 50

No. 30 (600 µ) 40 – 60 30 – 50 18 – 33

No.50 (330 µ) 25 – 45 18 – 35 12 – 25

No. 100 (150 µ) 15 – 30 10 – 25 7 – 17

No. 200 (75 µ) 12 – 20 7 – 15 5 – 10

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, 2008c.

Gradasi agregat tipe I cocok untuk pelaburan, pengisian rongga pada permukaan, perbaikan erosi permukaan yang parah akibat teroksidasi berat, meningkatkan ketahanan gelincir jalan. Diaplikasikan sebagai perkerasan bandar udara, jalan antar kota, perkotaan dengan lalu lintas sedang sampai berat.


(27)

Gradasi agregat tipe II cocok untuk memperbaiki kondisi permukaan yang terkelupas berat, meningkatkan ketahanan gelincir, membentuk permukaan aus yang baru, digunakan di daerah luar kota dengan lalu lintas padat.

Gradasi agregat tipe III memberikan manfaat seperti tipe II namun dengan tekstur makro yang lebih kasar.

Pasir dengan tekstur yang licin dengan penyerapan air lebih dari 1,25 % (SNI 03-1970-1990) tidak boleh digunakan lebih dari 50 % total gabungan agregat.

2) Bahan Pengisi ( Filler )

Bahan pengisi terdiri atas 2 jenis yaitu aktif dan tidak aktif secara kimiawi. Bahan pengisi aktif seperti semen portland, kapur tohor, aluminium sulfat, sedangkan yang tidak aktif diantaranya abu batu, abu batu kapur, abu arang batu, yang memenuhi persyaratan SNI 03-6723-2002 dengan volume 0,5-3% dari berat kering agregat dalam perencanaan campuran. Bahan pengisi aktif digunakan untuk membantu proses pencampuran sedangkan yang tidak aktif untuk memperbaiki gradasi agregat.

3) Air

Air bersih, tidak mengandung kotoran organik, garam-garam berbahaya, debu, atau lanau. Air harus diuji dan memenuhi persyaratan SNI 03-6817-2002. Prosentase air dalam perencanaan diperlukan untuk dapat menghasilkan kekentalan yang memadai. 4) Aspal Emulsi

Aspal emulsi harus homogen dan menunjukan tidak adanya pemisahan setelah dicampur, jenis emulsi yang digunakan antara lain:

a) Aspal Emulsi mutu SS-1h- memenuhi persyaratan SNI 03-6832-2002.

b) Aspal Emulsi CSS-Ih- dan CQS-Ih- memenuhi persyaratan SNI 03-4798-1998. c) Aspal Emulsi CQS-Ih ditetapkan jika waktu penutupan lalu lintas sangat terbatas. 5) Latex Modifier

Kadar latek adalah 1 – 3 % berdasarkan berat bitumen di dalam aspal emulsi yang disertifikasi oleh pemasok emulsi dan harus diaduk kedalam aspal emulsi.


(28)

Fungsi latex pada campuran aspal yaitu meningkatan stabilitas dan titik lembek, penurunan kepekaan terhadap temperatur, meningkatkan durabilitas terhadap pengelupasan dan deformasi (Yamin, 2005).

6) Aspal Emulsi yang dimodifikasi Latek

Setiap aspal emulsi yang dimodifikasi latek modifier harus diaduk sebelum proses emulsifikasi, serta harus sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Persyaratan mutu aspal dimodifikasi latex ditampilkan dalam Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Persyaratan Mutu Aspal Emulsi Dimodifikasi Latek

No. Pengujian Metode Persyaratan

1. Viskositas Aspal SSF ( detik ) SNI 03-6721-2002 15 -100

2. Sisa (Residu) minimum destilasi (%) SNI 03-3642-1994 Min 60

3.

Pengujian dari hasil pengujian destilasi

- Penetrasi

- Titik Lembek ( C)

- Daktilitas (cm)

SNI 06-2456-1991 SNI 06-2432-1991 SNI 06-2432-1991

40 – 8 Min 48 Min 50 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, 2008a.

7) Bahan Tambah

Bahan tambah dapat digunakan untuk mempercepat atau memperlambat setting campuran slurry.

b. Campuran

1) Komposisi Umum Campuran

Bubur Aspal Emulsi (Slurry seal) yang dimodifikasi latek terdiri dari agregat, Aspal, Emulsi, Air, Latex, Dan bahan tambah yang diperlukan untuk menjamin sifat-sifat campuran sehingga memenuhi ketentuan yang disyaratkan. Persayaratan campuran slurry seal ditampilkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Persyaratan Campuran Slurry Seal

Sifat-sifat Campuran Tipe I Tipe II Tipe III

Takaran Pemakaian (Kg/m²) Min

Max 5 8 8 12 11 12 Kadar Residu Aspal Emulsi dimodifikasi

Latex (%) Min Max 7,5 10,00 6,50 8,50 5,50 8,00


(29)

Sifat-sifat Campuran Tipe I Tipe II Tipe III

Bahan Pengisi (%) Min

Max 0,50 3,00 0,50 3,00 0,50 3,00

Kadar Latex (%) Min

Max 1,00 3,00 1,00 3,00 1,00 3,00 Kohesion (kg cm)

30 min 60 min 90 min Min Min Min 12 21 24 12 21 24 12 21 24

Abrasi Jalur Basah (gr/m2) Max 500 500 500

Sumber:SKh-1.6.7, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, 2008c

2.2.2.8 Penentuan Proporsi Campuran

Menentukan proporsi campuran agregat, bahan pengisi secara grafis sehingga menghasilkan gradasi yang sesuai dengan persyaratan SKh-1.6.7.2 pada Table 2.3 Gradasi Agregat, apabila digunakan bahan pengisi (Filler) jumlah diijinkan 1% – 3%. a. Penentuan Kadar Residu Aspal Emulsi Dimodifikasi Latex

Berdasarkan gradasi agregat campuran dengan rumus:

P = (0,05A + 0,1B + 0,5C) x 0,7 (2.1)

dengan:

P = Persen residu aspal emulsi dimodifikasi Latek perkiraan terhadap berat kering agregat;

A = Persen agregat tertahan saringan No.8 (2,36 mm);

B = Persen agregat lolos saringan No.8 (2,36 mm) dan tertahan saringan No.200 (0,75 mm);

C = Persen agregat lolos saringan No.200 (0,75 mm).

Bila kadar residu Aspal Emulsi perkiraan lebih kecil dan persyaratan minimum atau Iebih besar dan persyaratan maksimum maka, diambil kadar minimum atau kadar maksimum sesuai dengan persyaratan sebagai kadar residu Aspal Emulsi perkiraan, yang ditunjukan pada Tabel 2.4

Berdasarkan persen residu kadar aspal emulsi dimodifikasi latek perkiraan dihitung dengan rumus:

AE = ( p/R) x 100 (2.2)

dengan:

AE = Persen aspal emulsi dimodifikasi latek terhadap berat kering agregat


(30)

b. Penentuan kadar air untuk mencapai konsistensi optimum campuran

Kadar air campuran adalah yang memberikan nilai konsistensi optimum campuran dengan melakukan pengujian konsistensi campuran, seperti yang disyartakan dalam Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi No. 026/T/BM/1999.

c. Komposisi Campuran Benda Uji Laboratorium

Job mix design yang biasa digunakan untuk percobaan benda uji pada laboratorium dan sesuai dengan apa yang dipersyaratkan pada ketentuan pengujian percobaan campuran laboratorium menurut SKh-1.6.7.2, yaitu terdiri dari 100% berat kering agregat dan filler yang dicampur dengan 1 – 3% kandungan filler, untuk bahan yang lain seperti additive, aspal emulsi dan air dihitung berdasarkan volume berat kering agregat. Job mix standar benda uji laboratorium ditampilkan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Job MixSlurry Seal Standart Untuk Benda Uji.

Bahan Persentase

Agregat 98 %

Cemen Portland 2%

Additive 0,5%

Water Max Ph 7 15%

Aspal Emulsi CSS-1H Polymer 15%

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, Depatemen Pekerjaan Umum, 2008c

2.2.2.9 Berbagai Komposisi Campuran (job mix) Yang Diaplikasikan a. Komposisi Job Mix Cilacap

Penggunaan slurry seal di Kabupaten Cilacap menurut pihak produksi aspal emulsi, sebagai satu-satunya produsen slurry seal saat ini, menggunakan jobmix dengan komposisi yang hampir sama dari tahun ke tahun, sehingga mutu diharapkan mempunyai kualitas pelayanan yang sama dari spesifikasi agregat pemakaian slurry seal di Cilacap menggunakan Tipe II dengan kandungan maksud untuk memperbaiki kondisi permukaan yang terkelupas berat, meningkatkan ketahanan gelincir, membentuk permukaan aus yang baru. Job mix yang digunakan ditampilkan dalam Tabel 2.7.


(31)

Tabel 2.7. Proporsi campuran slurry seal Cilacap

Bahan Persentase

Agregat 68,50 %

Cemen Portland 1,0%

Additive 0,5%

Water Max Ph 7 15%

Aspal Emulsi CSS-1H Polymer 15%

Sumber : PT. Hutama Prima Cilacap, 2010a.

Kandungan aspal emulsi pembuatan slurry seal yang telah digunakan dan diaplikasikan untuk pembuatan slurry seal di Cilacap, ditampilkan dalam Tabel 2.8. sedangkan job mix komposisi agregat slurry seal Cilacap ditampilkan dalam Table 2.9.

Tabel 2.8. Kandungan Aspal Emulsi CSS-1H

Bahan Persentase

Aspal Murni 60/70 61%

HCL (Pelarut) 0,4%

Indulin W5 (Pengemulsi) 0,6%

Indulin AA SBT 0,6%

Latex 2%

Air 35,4%

Sumber : PT. Hutama Prima Cilacap, 2010a.

Tabel 2.9. Komposisi Agregat Job MixSlurry Seal Cilacap

Ukuran Ayakan % berat yang Lolos

Saringan

Spesifikasi Persyaratan

Min Max

3/8 (9,5 mm) 100 100 100

No. 4 (4,75 mm) 93,7 85 95

No. 8 (2,36 mm) 66,21 65 90

No. 16 (1,18 mm) 56,62 45 70

No. 30 (600 µ) 40,89 30 50

No.50 (330 µ) 29,65 18 35

No. 100 (150 µ) 18,60 10 25

No. 200 (75 µ) 12,45 7 15

Sumber : PT. Hutama Prima Cilacap, 2010a.

b. Komposisi Job Mix Yogyakarta

Job mix yang serupa dengan kualitas slurry seal di cilacap adalah job mixslurry seal Yogyakarta dengan produsen yang sama, dengan komposisi campuran yang sama namun karena perbedaan struktur geografi tanah, yang berbeda maka jenis bahan dari


(32)

ukuran, mutu serta kualitas agregat pun berbeda, job mixslurry seal yang diaplikasikan di Yogyakarta ditampilkan dalam Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Komposisi Agregat Job Mix Slurry Seal Yogyakarta.

Ukuran Ayakan % berat yang Lolos

Saringan

Spesifikasi Persyaratan

Min Max

3/8 (9,5 mm) 100 100 100

No. 4 (4,75 mm) 94,78 85 95

No. 8 (2,36 mm) 72,78 65 90

No. 16 (1,18 mm) 49,48 45 70

No. 30 (600 µ) 33,18 30 50

No.50 (330 µ) 26,1 18 35

No. 100 (150 µ) 15,3 10 25

No. 200 (75 µ) 11,9 7 15

Sumber : PT. Hutama Prima Cilacap, 2010a.

2.2.3 Kekesatan Permukaan Jalan (Skid Resistance)

Kekesatan permukaan perkerasan jalan dapat mempengaruhi keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan. Syarat utama lapis perkerasan jalan adalah aman, nyaman, dan ekonomis. Aman berarti perkerasan jalan harus cukup kuat memikul berat kendaraan serta menahan gaya gesek dan keausan karena roda kendaraan serta tahanan kekesatannya tinggi. Nyaman berarti permukaan jalan harus rata sehingga tidak menimbulkan goncangan bagi pengguna jalan. Ekonomis berarti bahan pembuat lapisan perkerasan jalan mempunyai nilai ekonomis baik untuk segi pemeliharaan dan perawatan.

Kekasaran permukaan (surface roughness), kekesatan (skid resistance), kemiringan permukaan dan sifat pemantulan sinar merupakan syarat fungsional permukaan lapis perkerasan. Lapisan permukaan juga berfungsi sebagai lapis aus dan kedap (wearing course) agar jalan tahan terhadap kerusakan akibat air dan hujan (Suwardo, 2008).

2.2.3.1 Pengertian Skid Resistance

Tahanan geser yaitu kekesatan yang di berikan oleh perkerasan jalan sehingga kendaraan yang melintas tidak mengalami selip baik dikondisi basah (hujan) maupun kondisi kering. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien gesek antara permukaan jalan dengan roda kendaraan. Tahanan geser ini tingginya dipengaruhi oleh :


(33)

a. Penggunaan agregat dengan permukaan kasar.

b. Penggunaan Kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding. c. Penggunaan agregat berbentuk kubus.

d. Penggunaan agregat kasar yang cukup.

Permukaan jalan memiliki kekesatan cukup bila tahanan gesek antara ban dan permukaan jalan tersedia cukup dan permukaan tidak licin sehingga pada kondisi kering atau basah tidak mengakibatkan ban yang halus mudah selip. Permukaan perkerasan yang basah lebih berbahaya bagi kendaraan dengan permukaan ban halus daripada kondisi permukaan kering (Suwardo, 2008) nilai resistensi gesek minimum yang disarankan ditampilkan pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11. Nilai Resistensi Gesek Minimum yang Disarankan Pada Kondisi Basah.

Kategori Tipe Lokasi Kekesatan

A

Lokasi yang sulit seperti :

- Bundaran

- Belokan berjari-jari < 150 m pada jalan bebas hambatan.

- Kemiringan 1 : 20 atau lebih curam, dengan panjang > 100 m

- Lengan Pendekat simpang bersinyal pada jalan bebas hambatan

65

B Jalan utama/cepat, menerus dan jalan kelas 1 dan jalan berlalulintas

berat diperkotaan ( > 2000 kendaraan per hari) 55

C Lokasi-lokasi lainnya 45

Sumber : Majalah Media Teknik Universits Gajah Mada, 2008

Pada waktu kering semua jalan mempunyai tahanan gesek yang besar, sedangkan pada musim dingin bila permukaan jalan tertutup lapisan lumpur, salju, es, atau lainnya maka tahanan gesek tidak tersedia cukup. Tahanan gesek juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti variasi bentuk profil permukaan dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan, kondisi cuaca dan kondisi mengemudi. Tahanan gesek diperlukan untuk memberikan tambahan gaya traksi, gaya pengereman, kendali arah dan tahanan gaya ke samping. Kekesatan permukaan jalan bergantung juga pada jenis tekstur perkerasan. Tekstur yang kasar memberikan kekuatan yang lebih dibandingkan permukaan yang licin. Perkerasan jalan perlu direncanakan dengan memperhatikan tekstur permukaan agar tersedia


(34)

kekesatan yang memadai (Suwardo, 2008) pengaruh tekstur permukaan terhadap penurunan kekesatan di tampilkan dalam Tabel 2.12.

Tabel 2.12. Pengaruh Tekstur Permukaan Terhadap Penurunan Kekesatan.

Kedalaman Tekstur Penurunan kekesatan dengan perubahan

kecepatan dari 50 km/jam - 130 km/jam (%)

Perkerasan Lentur

Perkerasan Kaku 2,0

1,5 1,0 0,5

0,8 0,7 0,5 0,4

0 10 20 30 Sumber : Majalah Media Teknik Universitas Gajah Mada, 2008

Permukaan perkerasan jalan, harus memiliki nilai kekasaran permukaan, untuk memfasilitasi gesekan antara roda mobil dan permukaan perkerasan. Skid resistance adalah ukuran ketahanan permukaan perkerasan jalan atau pergerakan kendaraan yang diartikan sebagai hubungan antara gaya vertikal dan gaya horisontal dikembangkan sebagai slide ban di sepanjang permukaan jalan. Tekstur permukaan perkerasan dan kemampuannya untuk melawan efek polishing lalu lintas sangat penting dalam memberikan perlawanan pergerakan roda kendaraan. Polishing terhadap agregat adalah pengurangan microtexture, yang mengakibatkan smoothing dan pembulatan agregat terbuka. Proses ini disebabkan oleh pemakaian partikel pada skala mikroskopis (Ibrahim, 2005).

Skid resistance adalah gaya yang menahan ban untuk terjadinya selip pada sepanjang permukaan jalan, Skid resistance merupakan merupakan sesuatu hal sebagai parameter untuk mengevaluasi perkerasan karena :

a. Kurangnya skid resistance akan mengarah kepada insiden yang lebih tinggi yaitu kecelakaan yang diakibatkan oleh selip.

b. Skid resistance dapat digunakan untuk mengevaluasi berbagai jenis bahan dan praktek konstruksi.

Skid resistance mengalami perubahan dari waktu ke waktu, Biasanya meningkat dalam dua tahun pertama setelah pembangunan konstruksi jalan, setelah aus oleh lalu lintas dan permukaan agregat kasar menjadi terbuka, kemudian menurun sepanjang


(35)

umur sisa perkerasan karena agregat menjadi lebih halus. Skid resistance biasanya lebih tinggi pada musim gugur dan musim dingin dan lebih rendah di musim semi dan musim panas. Variasi musiman ini sangat signifikan dan dapat mempengaruhi data pengukuran kekesatan (Anonim, 2002).

Makrotekstur permukaan perkerasan dianggap sebagai faktor utama dalam ketahanan selip pada kecepatan, lebih dari 65 kilometer per jam. makrotekstur permukaan perkerasan dipengaruhi oleh perubahan gradasi, Perubahan mikroteksture, juga merupakan faktor pendukung dalam ketahanan selip, Hasil penelitian menunjukkan bahwa makrotekstur tidak berubah sebagai akibat dari perubahan praktik perencanaan campuran. Ukuran maksimum nominal agregat menjadi faktor kunci dalam perubahan makroteksture perkerasan permukaan. Melajunya sebuah kendaraan sehingga tidak mengalami selip sangat tergantung pada karakteristik permukaan perkerasan, geometrik permukaan jalan, kecepatan mengemudi, dan variable kendaraan seperti tekanan ban, jenis tapak, dan beban roda. karakteristik permukaan jalan sangatlah penting seperti mikrotekstur, makrotekstur permukaan jalan serta pendukung fungsi jalan seperti drainase. Perubahan mikroteksture, yang mengarah pada tekstur permukaan, partikel agregat dan partikel pasir berukuran kecil pembentuk permukaan aspal, dan makrotekstur, yang didefinisikan oleh bentuk, ukuran, dan pengaturan partikel secara keseluruhan akan sangat signifikan mempengaruhi ketahanan selip. Skid resistance diartikan sebagai gaya gesekan yang melawan geser ban pada permukaan, ketika ban yang dicegah untuk berputar. Hasil pengukuran skid resistance dari beberapa metode biasanya dilaporkan menggunakan istilah (SN) skid number. SN pada kecepatan rendah ditentukan oleh fungsi mikrotekstur permukaan jalan, pada kecepatan yang lebih tinggi, makroteksture sangat mendominasi perlawanan selip. Perubahan dalam struktur dan gradasi agregat dapat mempengaruhi satu atau kedua parameter ini. sehingga dapat mengubah karakteristik baik makrotekstur dan mikroteksture permukaan perkerasan yang akan mengubah perlawanan selip. Nilai skid resistance permukaan jalan basah atau lembab dapat secara substansial lebih rendah dari permukaan yang sama ketika kering, dan lebih tergantung pada kondisi permukaan material (Mary,et all 2001).


(36)

2.2.3.2 Efek Jalan Licin (Slippery raods)

Jalan licin adalah istilah teknis untuk efek kumulatif dari salju, es, air, material lepas dari permukaan jalan akibat gesekan yang dihasilkan oleh roda kendaraan. Jalan licin dapat diukur baik dalam hal gesekan antara roda yang berputar bebas dengan tanah, atau jarak henti pengereman kendaraan serta terkait dengan koefisien gesekan antara ban dan permukaan jalan. Masalah keamanan selip jalan, khusus Split gesekan atau µ (mu) – split, secara signifikan gesekan berbeda antara pergerakan kiri dan kanan roda. Kondisi jalan licin mungkin tidak dianggap berbahaya ketika kendaraan berjalan pelan atau tidak membutuhkan pengereman secra cepat. Tetapi sebaliknya dalam keadaan darurat jika sebuah kendaraan berjalan cepat dan membutuhkan pengereman mendadak, kendaraan akan memutarkan roda dan permukaan jalan memberikan tahanan yang tinggi maka gesekan dapat mengakibatkan roda kendaraan tidak terkendali maka terjadilah selip. Selip pada gesekan dapat disebabkan oleh kurangnya perawatan jalan, tekstur jalan, permukaan jalan yang berlebihan aspal. Suatu cara untuk mengukur permukaan jalan yang licin, yaitu dengan cara pengujian gesekan dan pengujian menghentikan gesekan. Pengujian gesekan dapat menggunakan penguji gesekan permukaan atau penguji portabel, serta memungkinkan sebuah objek yang diuji biasanya roda, bergerak dengan bebas, untuk melawan permukaan, dengan mengukur resistensi yang dialami oleh roda, gesekan antara roda tanah dan dapat diketahui. Pengujian menghentikan gesekan, menghasilkan jarak untuk hasilnya, dimana suatu obyek kendaraan dapat berhenti mendadak, kemudian diukur jarak pengeremannya, pengukuran dapat dilakukan, baik dari seberapa panjang tergelincir roda dengan adanya tanda yang ditinggalkan oleh roda kendaraan, atau oleh alat penanda, pada metode chalk-to-gun dimana rem tersambung ke pistol kecil diisi dengan bubuk kapur, yang menandakan saat di mana pengereman terjadi maka pistol akan menyembur, sehingga bisa diketahui untuk mengukur jarak berhenti penuh kendaraan, serta mengukur jarak selip dari titik di mana rodammulaimmengunci (Anonim, 2010).

2.2.4 Alat Penguji Kekesatan


(37)

BPT merupakan alat uji jenis bandul (pendulum) dinamis, digunakan untuk mengukur energi yang hilang pada saat karet di bagian bawah telapak bandul menggesek permukaan yang diuji, alat ini dimaksudkan untuk pengujian pada permukaan yang datar di lapangan atau laboratorium, dan untuk mengukur nilai pemolesan (polishing value) pada benda uji berbentuk lengkung, sehingga dengan alat ini bisa diukur nilai kekesatan permukaan perkerasan. Dengan BPT dapat diukur sifat-sifat kekesatan benda uji, baik mikrotekstur maupun makrotekstur permukaan yang diuji di lapangan atau di laboratorium. Pengujian ini dapat digunakan untuk menentukan efek relatif teknik pemolesan (polishing) pada suatu bahan atau kombinasi bahan (Anonim, 2008b).

Sudah menjadi prosedur umum untuk uji laboratorium pengukuran bidang gesekan kecepatan rendah maupun untuk bahan permukaan jalan dengan menggunakan alat BPT. Telah diakui secara luas bahwa gesekan dengan kecepatan rendah dipengaruhi oleh mikrotekstur permukaan jalan, BPT adalah sebuah alat yang menjadi bentuk tidak langsung dalam pengukuran gesekan yang terjadi pada mikrotekstur pada permukaan. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengukuran gesekan kecepatan rendah oleh BPT terpengaruh oleh uji makrotekstur permukaan. Kondisi agregat sangat berpengaruh dalam uji laboratorium. Laboratorium pengukuran cenderung mendeteksi ketahanan gelincir permukaan jalan akan lebih besar jika jarak permukaan agregat lebih lebar dari jarak dari sampel laboratorium (Liu,et all 2004).

BPT mempunyai satuan nilai kekesatan yang dinyatakan dalam BPN (British Pendulum Number) yaitu nilai yang diperoleh dari hasil uji kekesatan pada permukaan perkerasan, baik untuk permukaan uji datar atau nilai pemolesan untuk benda uji lengkung. Nilai ini mempresentasikan sifat-sifat hambatan atau gesekan (frictional), serta Nilai Pemolesan (Polishing Value) yaitu Kekesatan yang diperoleh dari pengujian kekesatan menggunakan alat BPT terhadap permukaan benda uji berupa batu atau susunan batu yang diikat oleh semen atau aspal, dengan bentuk dan ukuran tertentu (Anonim, 2008)

BPT adalah merupakan penguji jenis pendulum yang dipasang karet peluncur standar untuk menentukan sifat-sifat hambatan atau gesekan (frictional) atau kekesatan permukaan perkerasan yang diuji. Sebelum pengujian, permukaan yang diuji


(38)

dibersihkan dan dibasahi dengan air secukupnya. Pendulum dipasang karet peluncur pada posisi menyentuh bidang kontak permukaan perkerasan yang akan diuji. Batang pendulum diangkat dan diletakkan pada posisi terkunci. Batang pendulum dilepaskan dan biarkan karet peluncur menggesek atau menyinggung permukaan yang diuji, dan segera tangkap kembali pada saat bandul kembali berayun ke arah sebaliknya. Jarum indikator menunjuk angka berskala yang tertera pada piringan skala ukur dengan satuan BPN. Makin kesat permukaan yang diuji makin besar pembacaan BPN (Anonim, 2008) visualisasi British Pendulum Tester di tampilkan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Alat Uji British Pendulum Tester (BPT) a. Ketelitian dan Bias pengukuran Pada BPT

Ketelitian dan bias seperti yang disyaratkan oleh SNI 4427 : 2008 bahwa dari hasil pengukuran,dan pengujian yang berulang-ulang menunjukkan bahwa deviasi standar untuk pengujian yang menggunakan:

1) karet peluncur karet alam (karet British) : 1,0 BPN, 2) karet peluncur sesuai AASTHO M261 : 1,2 BPN.

Kedua nilai deviasi standar tersebut telah mewakili nilai percentile ke 75 (upper quartile) nilai-nilai deviasi standar hasil pengukuran yang menggunakan peralatan pengukuran yang berfungsi baik, karena tidak terdapat korelasi yang nyata antara deviasi standar dengan nilai rata-rata aritmatik yang dihasilkan dari berbagai kelompok


(39)

pengujian, maka nilai-nilai deviasi standar tersebut dapat digunakan tanpa dipengaruhi oleh tingkat kekesatan rata-rata yang sedang diukur.

Hubungan antara kekesatan yang diamati yang dinyatakan dalam BPN dengan nilai tingkat kekesatan yang sebenarnya (true value), kalaupun ada, belum dipelajari atau bahkan tidak dapat dipelajari. Karena itu, ketelitian dan bias pada pengukuran ini, yang berhubungan dengan nilai yang sebenarnya dari kekesatan yang diukur tidak dapat di evaluasi, dan hanya pengulangan pengujian (repeatability) yang disajikan pada bagian ini, kesalahan pengukuran dapat dinyatakan sebagai berikut:

t(σ)

n

dengan:

E = adalah Kesalahan pengukuran;

t = nilai variable normal yang berhubungan dengan tingkat keyakinan 95 % yaitu 1,96 ( atau dibulatkan menjai 2);

σ

= deviasi standart BPN; n = jumlah pengujian

Agar kesalahan pengukuran tidak melebihi 1,0 BPN dengan tingkat keyakinan 95 % (atau dengan t = 1,96 atau dibulatkan t = 2 ), diperlukan jumlah pengujian (n) minimum sebagai berikut:

a)) Untuk karet alam (karet British) : 4

b)) Untuk karet peluncur sesuai dengan AASHTO M 261 : 5 b. Koreksi Suhu Pada BPT

Dikarenakan bahwa nilai kekesatan dipengaruhi oleh suhu permukaan perkerasan maka digunakan koreksi suhu seperti yang disyaratkan dalam SNI 4427 : 2008 yaitu ditampilkan pada Tabel 2.13.

Tabel 2.13. Koreksi Nilai BPN.

Temperatur (°C) Koreksi

< 27 0

27 - 32 + 1

32 - 37 + 2

> 37 + 3

E =

(2.3)


(40)

2.2.5 Analisis Data

2.2.5.1 Metode Statistik

Metode statistika adalah prosedur-prosedur yang digunakan dalam pengumpulan dan penyajian analisis dan penafsiran data. Metode tersebut dikelompokka menjadi dua, yaitu statistik deskriptif adalah metode yang menjelaskan atau menggambarkan berbagai karakteristik data seperti berapa rata-rata, median, standar deviasi ,modus, seberapa jauh data bervariasi,sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistik Induktif (Inferensi) adalah semua metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data (sampel) kemudian sampai pada kesimpulan mengenai keseluruhan data induknya (Suciptawati, 2009).

Gambaran sifat sekumpulan data dapat disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Parameter statistik digunakan untuk analisis data adalah:

1) Rata-rata (Mean, ); Sejumlah n data kuantitatif dapat dinyatakan dengan variabel X1, X2, X3, X4, …, Xn. Simbol rata-rata untuk sampel adalah (baca :

eks bar). Rumus :

(2.4)

2) Rentang data (Range, R); Ukuran variasi yang paling mudah ditentukan adalah rentang data dengan rumusnya : R = nilai maksimum – nilai minimum.

3) Simpangan Baku (Standard Deviation, S) ; Untuk sampel digunakan simbol S. Jika terdapat sampel berukuran n dengan data X1, X2, X3, X4, …, Xn dan

rata-rata ,maka dapat dihitung besarnya variansi S² dengan rumus :

(2.5)

Simpangan baku S adalah harga akar positif dari variansi. Rumusnya adalah;

(2.6) X

X

S =

Σ

(

Xn - 1 ₁ - X

)

²

X = X1+X2+X3+……+Xn.

n

X

Σ

(

X₁ -

)

²

n - 1

X S² =


(41)

(2.7)

2.2.5.2 Uji Normalitas Data dengan Chi Kuadrat

Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk mengetahui apakah perbedaan dari proporsi sampel pertama dengan yang dari sampel kedua, sampel ketiga dan yang seterusnya itu disebabkan oleh faktor kebetulan saja (chance). Chi kuadrat juga untuk uji Kecocokan (goodness of fit), membandingkan antara frekuensi observasi dengan frekuensi teoretis atau harapan. Apakah frekuensi hasil observasi menyimpang dari frekuensi harapan. Jika nilai (chi square) kecil, berarti kedua frekuensi tersebut sangat dekat, mengarah pada penerimaan kepada hipotesa nol (Ho). Ho adalah hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan diantara perlakuan atau karakteristik yang akan diuji.

Uji statistik :

= atau (2.8)

= (2.9)

Di mana :

Oi = fo = Frekuensi Observasi

Ei = fe = frekuensi Harapan atau Teoretis

V = Derajat kebebasan atau Degrees of Freedom = k – 1

Uji Chi Kuadrat menggunakan table derajat kebebasan untuk faktor penentunya, dengan nilai akhir yang dikatakan jika nilai uji X ² < Nilai Tabel X² maka kesimpulannya distribusi frekwensi adalah normal/dapat diterima.

S =

n - 1

Σ

X - ² i

(

Σ

Xi

)

²

n

=

i =1

k (o-ei)² ei =

i =1

k (fo-fe)²


(1)

4.3.5. Hasil Perbandingan Nilai Kekesatan Antara Jobmix Standar Aplikasi Lapangan Dan Standart Laboratorium

Hasil perbandingan yang diperoleh pada uji kekesatan antara job mix

laboratorium dengan spesifikasi bahan standart dengan job mix standart yang diaplikasikan di lapangan, mempunyai selisih nilai kekesatan yang agak tinggi yaitu 18 BPN. Kandungan kekesatan pada slurry agegat standart ditampilkan pada Tabel 4.15., Visualisasi perbedaan nilai kekesatan ditampikan pada gambar 4.20

Tabel 4.15 Nilai Kekesatan Pada Slury SealJob mix Standar No Nama Sample Rentang

Kekesatan Rata-rata Rata-rata Standar Rata-rata Suhu

Permukaan

Suhu

Udara Deviasi 1

Agregat Cilacap Standart

Lapangan

80 94 84,6 22,1⁰C 24⁰C 5,76

2

Agregat Cilacap Standar

Laboratorium

62 76 66,6 22,1⁰C 24⁰C 5,76

Gambar 4.20 Visualisai Perbedaan Nilai Kekesatan Antara jobmix Standar Laboratorium dan Standart Aplikasi Lapangan

84.625 66.625 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Jo b m ix st an d ar t L ap . Jo b m ix S ta n d ar t L ab N il a i K e k e sa ta n ( B P N )


(2)

Evaluasi pada jenis bahan yang digunakan tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan. Beberapa kemungkinan terjadinya selisih nilai kekesatan karena, pada pembuatan benda uji laboratorium alat pencampur job mix menggunakan bejana yang cara pengadukannya manual menggunakan tangan, sedangkan job mix yang diaplikasikan di lapangan alat pencampurnya menggunakan pan mixer besar yang digerakkan menggunakan mesin sehingga kecepatan mencampur bahan berbeda sehingga bahan campuran lebih bersifat homogen, suhu pencampuran juga tidak ada kesamaan sama.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap pengujian kekesatan slurry seal, baik di laboratorium maupun di lapangan di Kabupaten Cilacap, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. Nilai kekesatan permukaan pada ruas jalan kota yang menggunakan slurry seal di Kabupaten Cilacap masih memenuhi standar sesuai yang disyaratkan yaitu sebesar 55 BPN. Hasil pengukuran nilai kekesatan yang masih tersisa di beberapa ruas jalan dikelompokkan berdasarkan tahun pelaksanaan pelapisan, adalah 57,68 BPN atau 68,2% dari prediksi kekesatan awal, untuk ruas jalan yang dilapis slurry seal pada tahun 2007. 62,79 BPN atau 74% dari prediksi kekesatan awal, untuk ruas jalan yang dilapis slurry seal tahun 2008. 58,93 BPN atau 69 % dari prediksi kekesatan awal, untuk ruas jalan yang dilapis slurry seal tahun 2009 kemudian 56,98 BPN atau 67 % dari prediksi kekesatan awal untuk ruas jalan yang dilapis slurry seal tahun 2010. Penurunan nilai kekesatan yang paling tinggi adalah terjadi di Jalan Juanda, sebesar 7,25% perbulan dari prediksi nilai kekesatan awal sedangkan yang paling rendah terjadi di Jalan Katamso yaitu sebesar 0,74% Perbulan dari prediksi kekesatan awal. Kekesatan awal yang digunakan adalah sebesar 84.625 BPN dari hasil uji kekesatan pada job mix standart yang digunakan dilapangan.

b. Nilai kekesatan rata-rata dan nilai penurunan kekesatan perbulan dipengaruhi oleh volume pergerakan lalu-lintas atau LHR dan beban gandar standart yang melintas, namun nilainya tidak signifikan. Dari hasil visualisasi grafik yang menggambarkan tentang pengaruh hubungan antara penurunan nilai kekesatan dan nilai beban gandar standart yang melintas digambarkan hanya 0,055 sedangkan 0,945 dipengarui factor


(4)

kelompok tahun 2007 sebesar 0,949 sedangkan 0.051 dipengaruhi factor lain, kemudian dikelompok tahun 2008, sebesar 0,87 nilai kekesatan terpengaruh LHR sedangkan 0,13 dipengaruhi factor lain, kemudian dikelompok tahun 2009, nilai kekesatan terpengaruh LHR sebesar 0,949 sedangkan 0,051 dipengaruhi factor lain, kelompok tahun 2010 tidak divisualisasikan dalam grafik karena variabelnya 2. c. Hasil pengujian kekesatan terkait komposisi bahan pembuat slurry seal adalah:

1) Dengan memodifikasi job mix standart, dengan abu batu kapur sebagai Filler

menghasilkan nilai kekesatan yang lebih tinggi, dibandingkan dengan ke 3 benda uji modifikasi pada job mix standart yang lainya.

2) Evaluasi terhadap agregat pembuat slurry seal, untuk job mix standar Cilacap dan Yogyakarta, menghasilkan nilai kekesatan yang lebih tinggi untuk job mix

standart Yogyakarta, dengan kenyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Tingkat abrasi agregat, serta tingkat kebersihan agregat mempengaruhi nilai kekesatan permukaan perkerasan.

3) Evaluasi nilai kekesatan terhadap benda uji job mix standart lapangan dan laboratorium, menghasilkan nilai kekesatan yang lebih tinggi terhadap job mix standart lapangan, dengan kenyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa cara pencampuran bahan yang tidak sama, serta suhu pencampuran bahan juga bisa mempengaruhi nilai kekesatan permukaan perkerasan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dari analisis dan kesimpulan pada penelitian tentang kekesatan permukaan perkerasan slurry seal serta komposisi bahan pembuatnya maka disarankan:

a. Menggunakan slurry seal adalah solusi yang tepat untuk pemeliharaan permukaan perkerasan jalan, terbukti setelah umur masa pelayanan mencapai 3 tahun nilai kekesatanya masih dapat dipertahankan melebihi standart yang disyaratkan. Untuk hasil yang lebih sempurna dalam mempertahankan nilai kekestan permukaan jalan, ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan antara lain ;


(5)

1. Menjaga kualitas dari campuran atau job mix pelaksanaan di lapangan sehingga akan lebih mempertahankan mutu kekesatan lapisan perkerasan permukaan.

2. Memilih penggunaan bahan yang tepat, serta yang disyaratkan dalam aturan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas, seperti agregat, filler bahan tambah dan lainya.

b. Dari hasil evaluasi bahan perlu membuat Job mix dan diadakan trial ( uji gelar lapangan), untuk membuat slurry seal dengan nilai kekesatan yang diharapkan dengan persyaratan sebagai berikut :

1. Agregat

a)) Mempunyai Nilai Kandungan pasir (sand equivalent) yang tinggi, min 55% yang disarankan, berarti kandungan lumpurnya lebih sedikit. Agregat yang bersih akan membuat lapisan aspal tidak cepat mengalami keretakan karena ikatan antara aspal dengan agregat kuat. b)) Nilai abrasinya rendah max 55% dari berat agregat, sehingga

mikrotexture permukaan perkerasan tidak cepat mengalami aus karena

gesekan.

c)) Jumlah gradasi agregat yang lolos saringan sesuai dengan standar yang disarankan.

2. Bahan Lain

a)) Aspal Emulsi dengan kandungan latex yang tidak melebihi atau kurang dari batas standart yang diijinkan.

b)) Penambahan Additive sesuai dengan campuran yang disyaratkan serta dipilih untuk fungsi kegunaanya.

3. Pencampuran Bahan

a)) Cara pencampuran bahan harus dilakukan menggunakan mesin pencampur slurry seal sehingga campuran tercampur merata dan lebih homogen.

c. Mencoba abu batu kapur sebagai Filler pada uji gelar lapangan, agar dapat diketahui secara pasti kualitasnya, setelah permukaan perkerasan tersebut


(6)

kestabilan dan kekutan perkerasan, jika dilihat dari nilai ekonomis, abu batu kapur lebih mempunyai nilai ekonomis dibandingkan dengan Portland cement