commit to user
5. Teori Laba
Ada beberapa penjelasan mengenai mengapa laba itu terjadi Downey dan Steven, 1992. Pertama, laba merupakan imbalan atas
keberanian resiko dalam bisnis. Kalau pemilik harta pribadi mempercayai sumber daya perorangan pada proyek bisnis, pengembalian atas modal
yang ditanam return on invesment tidak dijamin. Selalu ada kemungkinan bahwa proyek akan gagal dan semua atau sebagian modal
yang ditanam akan hilang. Makin besar resiko yang terlibat, maka besar laba yang bisa diperoleh jika usaha berhasil. Kenyataannya, pengharapan
akan keuntungan yang lebih besar merupakan kekuatan motivasi di belakang usaha yang sangat beresiko.
Kedua, laba dihasilkan oleh pengendalian atas sumber daya yang langka. Di Amerika hampir semua harta dimiliki dan dikendalikan oleh
masing-masing warga negara. Kalau seorang warga negara memiliki sumber daya yang diinginkan orang lain, maka pihak yang menginginkan
akan menawarkan harga yang lebih tinggi sehingga pemilik akan mendapatkan laba. Makin besar permintaan akan sumber daya, makin
tinggi harga dan makin besar laba bagi pemilik atau para pemilik. Ketiga, laba bisa diperoleh karena orang-orang tertentu bisa
mendapat informasi yang tidak tersebar luas. Pemilik sumber yang mempunyai pengetahuan khusus seperti cara pemprosesan yang bersifat
rahasia, rumus-rumus dan resep, dapat menggunakan informasi ini secara eksklusif sehingga bisa sangat unggul dalam persaingan. Semua konsep
mengenai hak paten dan hak cipta berkembang sebagai bagian dari usaha
commit to user
formal untuk mendorong daya cipta dengan adanya jaminan bahwa pencipta akan mendapatkan laba atas gagasan-gagasannya.
Keempat, ada laba yang bisa diperoleh hanya karena beberapa bisnis dikelola lebih efektif daripada bisnis lain. Para manajer dari bisnis
semacam itu seringkali merupakan perencana dan pemikir yang kreatif yang organisasinya sehari-hari berjalan dengan sangat efisien. Tambahan
untuk pelaksanaan kerja yang lebih baik ini biasanya adalah laba. Akuntan dan ekonom sama-sama berbicara tentang laba, akan
tetapi keduanya mempunyai cara pandang yang berbeda. Akuntan memandang laba sebagai saldo penghasilan setelah semua biaya aktual
yang dapat diukur dikurangkan. Akan tetapi, para ekonom menentukan laba dengan menguji penggunaan alternatif untuk sumber daya yang ada
dalam badan usaha. Perbedaan pendapat antara akuntan dan ekonom tersebut sebenarnya disebabkan oleh adanya konsep biaya oportunitas.
Biaya oportunitas sendiri adalah jumlah penerimaan yang dikorbankan bisnis karena tidak memilih serangkaian alternatif dalam penggunaan
sumber daya. Laba ekonomi didefinisikan sebagai laba akuntansi dikurangi biaya
oportunitas. Sebelum menanamkan sejumlah uang dalam menentukan alternatif penggunaan sumber daya, manajer harus dapat memperkirakan
biaya oportunitas. Perkiraan ini juga membantu para manajer untuk memutuskan apakah setiap penggunaan sumber daya yang berupa waktu
dan uang merupakan peluang terbaik yang tersedia. Akan tetapi konsep laba ekonomi juga memiliki kelemahan, yaitu:
commit to user
a. Banyak nilai yang terkandung yang ternyata sulit untuk
diperhitungkan. b.
Pengukuran nilai penyesuaian ke dalam bentuk uang terkadang sulit dilakukan.
c. Perbedaan tipe penanaman modal mungkin sulit untuk dibandingkan
langsung satu sama lain dengan satu cara yang benar-benar memenuhi konsep biaya oportunitas.
Di dalam kegiatan usaha, perusahaan akan selalu berusaha memaksimalkan laba yang diperoleh. Berikut adalah prinsip-prinsip
pemaksimalan laba tersebut: a.
Biaya Marjinal Pendapatan Marjinal Biaya marjinal adalah tambahan biaya untuk memproduksi
satu unit tambahan produksi, sedangkan pendapatan marjinal adalah tambahan penghasilan yang diperoleh dari penjualan satu unit
tambahan produksi. Prinsip dasar ekonomi menyatakan bahwa laba akan dimaksimalisasi dengan meningkatkan produksi sampai biaya
marjinal sama dengan pendapatan marjinal. BM = PM
Prinsip ini mengandung gagasan bahwa masukan input hanya boleh ditambahkan pada proses produksi sampai pada titik di mana
biaya-biayanya persis sama dengan tambahan pendapatan yang dihasilkan sebagai keluaran output.
commit to user
b. Tingkat Substitusi Marjinal Rasio Kebalikan Harga
Pada bidang usaha tertentu seringkali ada kemungkinan untuk memproduksi jumlah keluaran yang sama dengan berbagai kombinasi
masukan. Dengan demikian, produsen yang memaksimalkan laba akan mengusahakan kombinasi masukan dengan biaya terendah untuk
menghasilkan jumlah keluaran yang sama. Atau dengan kata lain: Tingkat subsitusi marjinal = rasio kebalikan harga
TSM = RKH c.
Pengembalian Marjinal yang Sama Kriteria penting lainnya dalam keputusan produksi berkaitan
dengan apa yang harus diproduksi. Seringkali perusahaan dapat memproduksi banyak ragam produk tetapi keterbatasan masukan atau
anggaran produksi akan menjadi kendala. Prinsip produksi akhir ini menyatakan bahwa produksi berbagai perusahaan harus dilaksanakan
sampai pengembalian marginal dari produk-produk tersebut sama, atau masukan variabel harus digunakan pada pemanfaatan marjinal
tertinggi sampai tercapai pengembalian yang sama.
6. Pengertian Pedagang