Gambaran Umum Kota Surakarta

commit to user

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kota Surakarta

1. Aspek Geografis Kota Surakarta adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kota ini juga dikenal dengan nama Solo, Sala, dan Surakarta yang berada di dataran rendah dengan ketinggian ± 92 m dari permukaan laut. Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang dan Purwokerto. Kota Solo mempunyai slogan The Spirit Of Java. a. Kondisi Geografis Secara geografis wilayah Kota Surakarta berada antara 110º4515 - 110º45 35 BT dan 7º36 00 - 7º56 00 LS dengan luas wilayah 44,06 km² dengan batas-batas sebagai berikut: Batas Utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali Batas Selatan : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar Batas Timur : Kabupaten Sukoharjo Batas Barat : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar commit to user Gambar 4.1 Peta Kota Surakarta b. Luas Daerah Luas wilayah Kota Surakarta mencapai 44,06 km² yang terbagi dalam 5 kecamatan, yaitu: Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres dan Banjarsari. Sebagian lahan dipakai sebagai tempat pemukiman sebesar 61,68. Sedangkan untuk kegiatan ekonomi juga memakan tempat yang cukup besar yaitu berkisar antara 20 dari luas lahan yang ada. c. Keadaan Iklim Suhu udara rata-rata di Kota Surakarta berkisar antara 24,9ºC sampai dengan 28,6ºC. Sedangkan kelembaban udara commit to user berkisar antara 66 sampai dengan 86. Hari hujan terbanyak jatuh pada bulan Januari dengan jumlah hari hujan sebanyak 25. Sedangkan curah hujan terbanyak sebesar 735 mm jatuh pada bulan Oktober. Sementara itu rata-rata curah hujan saat hari hujan terbesar jatuh pada bulan November sebesar 33.1 per hari hujan. 2. Aspek Demografis a. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk yang besar di suatu wilayah merupakan unsur penting bagi pembangunan. Penduduk yang besar jika dibina dan dikembangkan dengan baik dan terpadu akan menjadi potensi dan Sumber Daya Manusia SDM yang tangguh dalam mendukung pembangunan. Jumlah penduduk Kota Surakarta dari tahun ke tahun terus bertambah. Penduduk merupakan Sumber Daya Manusia SDM yang secara potensial dan dinamis mampu mengolah Sumber Daya Alam SDA dan sumber daya buatan yang ada untuk mencapai tingkat produktivitas yang optimal sehingga akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas. Meningkatnya jumlah penduduk disebabkan oleh urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan untuk di Jawa Tengah Kota Surakarta termasuk dalam kota yang cukup maju dan berkembang dibandingkan kota-kota lainnya. commit to user Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 2000 – 2009 Tahun Laki- Laki Perempuan Jumlah Total Rasio Jenis Kelamin 2000 238.158 252.056 490.214 94.49 2003 242.591 254.643 497.234 95.27 2004 249.278 261.433 510.711 95.35 2005 250.868 283.672 534.540 88.44 2006 254.259 258.639 512.898 98.31 2007 246.132 269.240 515.372 91.42 2008 279.324 286.529 565.853 97.49 2009 286.681 294.168 580.849 97.45 Sumber: BPS 2010. Surakarta Dalam Angka 2009 Jumlah penduduk Kota Surakarta pada tahun 2009 adalah 580.849 jiwa terdiri dari 286.681 laki-laki dan 294.168 perempuan. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2000 yang sebesar 490.214 jiwa, berarti dalam sembilan tahun terakhir Kota Surakarta mengalami kenaikan sebanyak 90.635 jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk disebabkan oleh urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan untuk di Jawa Tengah Kota Surakarta termasuk dalam kota yang cukup maju dan berkembang dibandingkan kota-kota lainnya. b. Jumlah Penduduk Menurut Umur Dengan melihat komposisi penduduk menurut umur di Surakarta, dapat diketahui besarnya angka ketergantungan Dependency Ratio yang ada. Angka ketergantungan menunjukan banyaknya penduduk yang bekerja dan yang sudah tidak bekerja, yang menggantungkan hidupnya baik secara ekonomi, sosial dan medis terhadap penduduk yang produktif. Untuk mengetahui angka commit to user ketergantungan penduduk di Surakarta dapat dilihat dengan melalui pembagian komposisi penduduk sebagai berikut : 1 Penduduk golongan usia muda belum produktif 2 Penduduk golongan usia kerja usia produktif 3 Penduduk golongan usia tua sudah tidak produktif Jumlah penduduk Surakarta menurut jenis kelamin dan kelompok umur seperti terlihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Penduduk Surakarta Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009 jiwa Kelompok Usia Jenis Kelamin Jumlah Laki- laki Perempuan 0 – 4 17.492 17.004 34.496 5 – 9 18.955 22.355 41.310 10 – 14 21.872 18.943 40.815 15 – 19 18.710 25.031 43.741 20 – 24 27.213 27.214 54.427 25 – 29 23.568 20.413 43.981 30 – 34 17.247 20.412 37.659 35 – 39 18.224 23.563 41.787 40 – 44 17.004 24.294 41.298 45 – 49 20.656 18.949 39.605 50 – 54 15.551 19.926 35.477 55 – 59 12.873 12.873 25.746 60 – 64 5.832 8.743 14.575 65+ 14.090 19.195 33.285 Jumlah 249.287 278.915 528.202 Sumber: BPS 2010. Surakarta Dalam Angka 2009 Pada tabel 4.2 terlihat bahwa di Surakarta penduduk yang berusia antara 20–24 tahun merupakan kelompok penduduk dengan jumlah terbesar, yaitu sebesar 54.427 jiwa. Kelompok umur 60–64 tahun merupakan kelompok dengan jumlah penduduk commit to user terkecil dengan jumlah 14.575 jiwa. Selain itu dari tabel di atas juga dapat dilihat mayoritas penduduk di Surakarta berada dalam usia produktif. Dalam hubungan ini muncul teori tentang beban ketergantungan yaitu penduduk tergantung dari hasil produksi angkatan kerja atau sebaliknya beban tanggungan yang dipikul oleh angkatan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi penduduk secara menyeluruh. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : Angka ketergantungan = ...4.1 Dari hasil perhitungan dengan memasukkan angka – angka dari tabel 4.2 kedalam rumus diatas, maka akan diperoleh angka – angka ketergantungan sebagai berikut : [110.465 + 33.896] : 381.573 = 0,37 Ini berarti bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 37 jiwa yang tidak produktif. c. Kepadatan Penduduk Geografis Kepadatan penduduk dapat terjadi secara alamiah karena adanya tingkat kelahiran yang lebih tinggi dibanding tingkat kematian. Selain itu, kepadatan juga dapat disebabkan adanya faktor penarik yang dimiliki oleh suatu daerah. Faktor penarik itu misalnya adalah lapangan usaha yang luas dan kelayakan commit to user penghidupan akibat adanya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pada tahun 2009 jumlah penduduk di Surakarta mencapai 580.849 jiwa yang tersebar dalam 5 lima kecamatan, yaitu: i Laweyan, ii Serengan, iii Pasar Kliwon, iv Jebres, dan v Banjarsari. Dengan total luas daerah 44,04 km 2 , maka tingkat kepadatan penduduk kota Surakarta mencapai 13.189 jiwakm 2 . Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pada tahun 2009 tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Serengan yang mencapai angka 19.899 jiwakm 2 . Sedangkan tingkat kepadatan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Jebres dengan tingkat kepadatan mencapai 11.835 jiwakm 2 . Tabel 4.3 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat Kepadatan Tiap Kecamatan Di Kota Surakarta Tahun 2009 Kecamatan Luas Wilayah Jumlah Penduduk Rasio Jenis Kelamin Tingkat Kepadatan Laki-laki Perempuan Jumlah Laweyan 8,64 54.132 56.423 110.555 95,94 12.796 Serengan 3,19 31.378 32.281 63.659 97,20 19.956 Pasar Kliwon 4,82 43.276 44.768 88.044 96,67 18.266 Jebres 12,58 71.001 72.318 143.319 98,18 11.393 Banjarsari 14,81 86.894 88.378 175.272 98,32 11.835 Jumlah 44,04 286.681 294.168 580.849 97,45 13.189 Sumber: BPS 2010. Surakarta Dalam Angka 2009 d. Penduduk dan Mata Pencaharian Keadaan mata pencaharian penduduk suatu daerah dipengaruhi oleh sumber daya yang dimiliki dan kondisi sosial ekonomi seperti ketrampilan, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan yang tersedia dan modal kerja. commit to user Untuk mengetahui karakterisitik penduduk menurut lapangan usaha utama di Kota Surakarta berdasarkan usia 15 tahun ke atas dapat dilihat dalam tabel 4.4 berikut: Tabel 4.4 Penduduk Usia 15 Tahun Ke atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Di Kota Surakarta Tahun 2009 Jiwa Lapangan Usaha Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan Pertanian 1.400 1.208 2.608 Pertambangan dan Penggalian Industri 22.599 19.466 42.065 Listrik, Gas dan Air 700 0 700 Bangunan 8.956 261 9.217 Perdagangan 53.755 52.671 106.426 Angkutan dan Komunikasi 12.565 4.250 16.815 Keuangan dan Jasa Perusahaan 5.943 3.214 9.157 Jasa-jasa 33.313 26.467 59.780 Jumlah 139.231 107.537 246.768 Sumber: BPS 2010. Surakarta dalam angka 2009 Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2009 total penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja sebanyak 246.768 jiwa. Dari jumlah tersebut, penduduk laki-laki yang bekerja sebanyak 139.231 jiwa, sedangkan penduduk perempuan yang bekerja sebanyak 107.537 jiwa. Pada tahun 2009, penduduk Kota Surakarta paing banyak bekerja di sektor perdagangan. Hal ini sangat beralasan karena letak Kota Surakarta yang diapit oleh daerah-daerah produsen berbagai Sumber Daya Alam SDA, seperti Kabupaten Karanganyar, Kabupaten commit to user Boyolali, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sukoharjo. Daerah- daerah tersebut banyak memasok produk yang dihasilkannya untuk kemudian diperdagangkan di Kota Surakarta. Sektor yang paling kecil menyerap tenaga kerja adalah sektor pertambangan dan penggalian serta sektor listrik, gas dan air. 3. Kondisi Perekonomian Kota Surakarta Struktur perekonomian suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Keadaan perekonomian suatu daerah dapat dilihat melalui angka Produk Domestik Regional Bruto PDRB, karena hingga saat ini PDRB masih digunakan sebagai ukuran kesejahteraan ekonomi atau tingkat perkembangan ekonomi suatu daerah. Dengan melihat Produk Domestik Regional Bruto PDRB dapat diketahui besarnya kontribusi masing-masing sektor yang ada. Kontribusi suatu sektor adalah suatu peranan yang diberikan oleh masing-masing sektor terhadap Produk Domestik Regional Bruto PDRB. Dari masing-masing sektor dapat digunakan untuk mengetahui indikator perubahan struktur ekonomi. Produk Domestik Regional Bruto PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang ditimbulkan dari semua unit produk dalam suatu wilayah tertentu dalam jangka waktu yang tertentu pula. Sektor–sektor penyusun Produk Domestik Regional Bruto PDRB dapat dikelompokan dalam tiga kelompok jenis lapangan usahannya yaitu kelompok primer yang terdiri dari berbagai jenis sektor pertanian, commit to user pertambangan dan penggalian. Kelompok sekunder yang terdiri dari sektor industri, listrik, gas dan air bersih, serta kelompok bangunan. Dan kelompok tersier terdiri dari sektor pengangkutan dan komunikasi, perdagangan, hotel dan restoran, keuangan, sewa dan jasa perusahaan, serta sektor jasa. Produk Domestik Regional Bruto PDRB Kota Surakarta menurut lapangan usahanya dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini. Tabel 4.5 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Di Kota Surakarta Tahun 2005– 2009 Jutaan Rupiah Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 Pertanian 3.502 3.760 4.259 4.726 5.007 Pertambangan dan Galian 2.227 2.304 2.525 2.945 2.994 Industri Pengolahan 1.475.697 1.554.314 1.681.790 1.838.499 1.592.356 Listrik, Gas dan Air Bersih 144.699 166.228 186.120 203.337 227.937 Bangunan 720.012 809.243 924.664 1.140.846 1.314.189 Perdagangan 1.330.461 1.507.159 1.711.786 1.984.698 2.223.561 Pengangkutan dan Komunikasi 643.368 729.036 802.106 884.951 986.323 Keuangan dan Jasa Perusahaan 638.280 697.231 763.887 863.921 976.355 Jasa-jasa 627.525 720.834 831.953 977.959 1.192.017 PDRB 5.585.776 6.190.112 6.909.094 7.901.886 8.880.692 Sumber: BPS 2010. Surakarta Dalam Angka 2009 Pada tabel 4.5 Produk Domestik Regional Bruto PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2009 mencapai 8.880.692 juta, jumlah ini meningkat sebesar 978.806 juta dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2009 sektor yang paling banyak menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto PDRB adalah sektor perdagangan dengan nilai sebesar 2.223.561 juta. Hal ini menunjukkan pentingnya peranan sektor commit to user perdagangan bagi Kota Surakarta, karena selain berperan sebagai penyerap tenaga kerja paling tinggi juga berperan sebagai sektor penyumbang Produk Domestik Regional Bruto PDRB terbesar. Sektor kedua yang menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto PDRB terbesar adalah sektor industri pengolahan yang mampu menghasilkan sumbangan sebesar 1.592.356 juta. Sedangkan sektor yang paling kecil menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto PDRB adalah sektor pertambangan dan galian dengan nilai sebesar 2.994 juta. Tabel 4.6 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Di Kota Surakarta Tahun 2005 – 2009 Jutaan Rupiah SEKTOR Tahun Rata-Rata Pertumbuhan 2005 2006 2007 2008 2009 Pertanian 2821 2855 2899 2866 2900 0.70 1.21 1.54 -1.14 1.19 Pertambangan dan Galian 1790 1786 1828 1905 1862 1.02 -0.22 2.35 4.21 -2.26 Industri Pengolahan 1105952 1134134 1173422 1200606 1235953 2.82 2.55 3.46 2.32 2.94 Listrik, Gas dan Air Bersih 83995 91764 96867 103020 111392 7.32 9.25 5.56 6.35 8.13 Bangunan 455657 482295 528770 583069 625624 8.26 5.85 9.64 10.27 7.30 Perdagangan 990436 1059091 1126471 1211208 1288067 6.79 6.93 6.36 7.52 6.35 Pengangkutan dan Komunikasi 381852 404594 428864 449073 484827 6.16 5.96 6.00 4.71 7.96 Keuangan dan Jasa Perusahaan 378286 401749 425590 449992 481987 6.25 6.20 5.93 5.73 7.11 Jasa-jasa 457375 489257 519573 546699 585264 6.36 6.97 6.20 5.22 7.05 PDRB 3858169 4067529 4304287 4549342 4817877 5.71 5.43 5.82 5.69 5.90 Sumber: BPS 2010. Surakarta Dalam Angka 2009 commit to user Pada tabel 4.6 Produk Domestik Regional Bruto PDRB atas dasar harga konstan tahun 2009 mencapai 4.817.877 juta. Pada tahun 2009 sektor yang paling banyak menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto PDRB adalah sektor perdagangan dengan nilai sebesar 1.288.067 juta. Sektor kedua yang menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto PDRB terbesar adalah sektor industri pengolahan yang mampu menghasilkan sumbangan sebesar 1.235.953 juta. Sedangkan sektor yang paling kecil menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto PDRB adalah sektor pertambangan dan galian dengan nilai sumbangan sebesar 1.862 juta. Produk Domestik Regional Bruto PDRB tahun 2009 mengalami pertumbuhan sebesar 5,90 dari nilai PDRB tahun dasar. Pertumbuhan ini lebih tinggi dari tahun 2008 yang hanya tumbuh sebesar 5,69 dari tahun dasar. Sektor yang mengalami rata-rata pertumbuhan tertinggi antara tahun 2005-2009 adalah sektor bangunan dengan pertumbuhan sebesar 8,26. Sektor listrik, gas dan air bersih menmpati posisi kedua dengan nilai rata-rata pertumbuhan mencapai 7,32. Sektor perdagangan yang menjadi penyerap tenaga kerja dan penghasil Produk Domestik Regional Bruto PDRB terbanyak menempati urutan ke-3 tiga dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,79. Sementara sektor yang paling kecil rata-rata pertumbuhannya adalah sektor pertanian dengan pertumbuhan hanya mencapai 0,70. commit to user 4. Pasar Windujenar Surakarta Sektor informal menjadi bagian penting dalam perumusan kebijakan ketenagakerjaan. Hal ini disebabkan kemampuan sektor informal dalam menyerap tenaga kerja yang jumlahnya tidak sedikit. Bahkan ditengah krisis justru sektor inilah yang mampu bertahan dan menjadi solusi bagi perekonomian untuk keluar dari krisis tersebut. Salah satu contoh dari sektor informal adalah pasar tradisional. Pasar Windujenar Surakarta merupakan salah satu pasar tradisional yang telah direnovasi untuk menghilangkan sisi buruk dari pasar tradisional, seperti tempat yang kumuh dan kurang nyaman. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat keberhasilan para pedagang barang antik di Pasar Windujenar yang diukur dengan laba, digunakan variabel independen berupa modal, tingkat pendidikan, pengalaman berdagang, waktu usaha dan hambatan. Pasar Windujenar berada di Jalan Diponegoro, dimana barang yang dijual berupa barang antik dan onderdil otomotif. Pasar ini telah direnovasi menjadi salah satu asset pasar yang menarik di Surakarta. Dahulu Pasar Windujenar bernama Pasar Ya’ik, berubah menjadi Pasar Triwindu karena menjadi arena peringatan 3 windu jumenengnya Mangkunegoro VII, dan kemudian nama pasar ini di rubah kembali menjadi Pasar Windujenar. Toko-toko terjejer diantara gang yang tidak terlalu lebar, sejumlah koleksi barang antik berkesan etnik dan antik bertebaran di kios-kios. Pasar Windujenar ini sudah ada sejak tahun 1945. Pasar ini commit to user dapat dikatakan pasar yang eksklusif karena menjual barang-barang antik sehingga hanya dikunjungi oleh kolektor dan peminat barang- barang antik. Aneka koleksi barang-barang antik ini antara lain topeng, lampu, radio dan stoples kue, hingga arca pun juga ada. Koleksi barang antik yang dijual di Pasar Windujenar ini kebanyakan bukan barang asli dari jaman dulu, melainkan hanya bentuknya mencontoh yang asli atau reproduksi. Pembeli dapat langsung datang ke pasar Windujenar untuk membeli barang antik atau dapat memesan lewat email atau telepon. Pasar Triwindu adalah hadiah ulang tahun dari GRAy, Nurul Khamaril, putri Mangkunegoro VII kepada masyarakat Kota Surakarta. Selain nama Pasar Triwindu Tri = Tiga, Windu = Delapan pasar ini juga dikenal dengan nama Pasar Windujenar. Dahulu lokasi pasar windu jenar sangat tertutup dan tidak teratur, karena disekitar atau lebih tepatnya didepanya terdapat kios elektronik dan kios buku-buku, namun pada pemerintahan Walikota Bapak Joko Widodo, Pasar Windujenar direnovasi sehingga tertata dengan rapi, dengan tujuan mempercantik Kota Solo dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kios - kios elektronik dan kios buku dipindahkan kedalam bangunan Ngarsopuro. Pembangunan Pasar Windujenar dilaksanakan 2 dua tahap : Tahap I dilaksanakan pada tahun 2008 yaitu pembangunan pasar blok selatan dan blok utara, terdiri dari 2 dua lantai, dengan luas bangunan lantai 1 satu seluas 1.826 m 2 dan Lantai 2 dua seluas 1.454 m 2 dan tahap II dilaksanakan pada tahun 2009 yaitu pembangunan pasar pada blok timur terdiri dari 2 dua lantai dengan luas bangunan dan lantai 1 commit to user satu seluas 272 m 2 lantai 2 dua seluas 272 m 2 . Tahun 2009 Pasar Triwindu direlokasi di depan sayap kanan Pura Mangkunegaran dengan luas tanah 2.384 m 2 dan diresmikan oleh walikota Surakarta pada tanggal 25 September 2009 dengan upacara prosesi boyongan pedagang pasar Windujenar.

B. Karakteristik Pedagang