2.500 gram kemungkinan beresiko mengalami ISPA 1,7 kali lebih besar dibandingkan bayi yang berat lahirnya
≥ 2.500 gram. Pada gambar dapat dilihat bahwa bayi yang lahir dengan BBLR hanya 1 orang
saja dan terkena ISPA sehingga tidak bisa dibandingkan karena penyebutnya hanya 1. Hal ini kemungkinan yang menyebabkan BBLR bukan sebagai faktor risiko kejadian
ISPA pada bayi meskipun nilai CI-nya menunjukkan bahwa BBLR merupakan faktor risiko kejadian ISPA.
6.2.4. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA Pada Bayi
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi ISPA pada bayi yang status gizinya tidak baik yaitu 50,0, sedangkan pada bayi yang status gizinya
baik yaitu 59,8 Tabel 5.17..
Gambar 6.5. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status Gizi Bayi Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi di Wilayah Kerja Kerja Puskesmas
Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2012
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,448 p0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
status gizi bayi dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2012.
Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Valentina di Kelurahan Glugur Darat I tahun 2011 dengan desain cross sectional didapatkan bahwa ada hubungan
antara status gizi dengan kejadian ISPA pada batita, dengan nilai p = 0,000 p0,05.
15
Ratio Prevalence ISPA pada bayi yang berstatus gizi tidak baik dan status gizi baik adalah 0,837 dengan CI: 0,510-1,373. Hal ini menunjukkan bahwa status gizi
bukan sebagai faktor risiko kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2012.
Proporsi bayi yang menderita ISPA paling tinggi pada kelompok yang status gizinya baik 59,80 dibandingkan bayi pada kelompok yang status gizinya tidak
baik 50. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena proporsi bayi berstatus gizi baik di wilayah kerja Puskesmas Pangaribuan ventilasi rumahnya tergolong tidak
baik 57,3, rumahnya tergolong padat 53,7, dan di rumahnya lebih banyak yang memakai obat anti nyamuk 84,1.
Hasil penelitian menunjukkan 1 orang bayi 1 berstatus gizi buruk. Ini sudah merupakan masalah yang harus segera diperhatikan dan ditangani karena 1
anak gizi buruk sudah dianggap Kejadian Luar Biasa KLB.
Universitas Sumatera Utara
6.2.5. Hubungan ASI Ekslusif dengan Kejadian ISPA Pada Bayi
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi ISPA pada bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu 60,8, sedangkan untuk bayi yang ASI
eksklusif yaitu 55,1 Tabel 5.18..
Gambar 6.6. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status ASI Eksklusif Bayi Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi di Wilayah Kerja Kerja
Puskesmas Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2012
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,565 p0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
status ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2012.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sirait di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010 dengan desain cross sectional didapatkan bahwa tidak
ada hubungan antara ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita, dengan nilai p = 0,447 p0,05.
17
Universitas Sumatera Utara
Ratio Prevalence ISPA pada bayi yang tidak ASI Eksklusif dan bayi yang ASI Eksklusif adalah 1,103 dengan CI: 0,789-1,543. Hal ini menunjukkan bahwa
ASI Eksklusif bukan sebagai faktor risiko kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2012.
Selain pemberian ASI Eksklusif faktor lain yang dapat menyebabkan ISPA dapat juga dilihat dari status imunisasinya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
karena proporsi bayi yang ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Pangaribuan lebih banyak yang tidak mempunyai status imunisasi lengkap 65,3.
6.2.6. Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA Pada Bayi