Laju aliran dan erosi permukaan di lahan hutan tanaman kayu putih (melaleuca cajuputi roxb) dengan berbagai tindakan konservasi tanah dan air (studi kasus rph sukun, bkph sukun, kph madiun perum perhutani unit II Jawa Timur)

(1)

LAJU ALIRAN DAN EROSI PERMUKAAN DI LAHAN

HUTAN TANAMAN KAYU PUTIH

(Melaleuca cajuputi ROXB) DENGAN BERBAGAI

TINDAKAN KONSERVASI TANAH DAN AIR

(Studi Kasus RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun, Perum

Perhutani Unit II Jawa Timur)

YULIATNO BUDI SANTOSO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

YULIATNO BUDI SANTOSO. E14061300. Laju Aliran dan Erosi Permukaan di Lahan Hutan Tanaman Kayu Putih(Melaleuca cajuputi ROXB) dengan Berbagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air (Studi Kasus RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur). Dibimbing oleh

HENDRAYANTO dan CORRYANTI.

Erosi tanah (soil erosion) adalah proses perpindahan partikel tanah yang disebabkan oleh energi alami seperti angin serta air hujan dan merupakan gejala alam yang wajar dan terus berlangsung. Erosi alam melaju seimbang dengan laju pembentukan tanah sehingga tanah mengalami peremajaan secara berkesinambungan. Penggunaan lahan oleh manusia dapat meningkatkan laju erosi melebihi laju pembentukan tanah. Erosi tersebut perlu dikendalikan dengan tindakan konservasi tanah dan air (KTA).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tindakan KTA yang terbaik dalam penanaman kayu putih ditinjau dari laju aliran dan erosi permukaan. Penelitian ini dilakukan di BKPH Sukun, KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur selama bulan Desember 2010 hingga Maret 2011. Data yang dikumpulkan berupa data curah hujan harian, aliran permukaan, erosi permukaan, berat jenis tanah, karakteristik lahan dan penggunaannya.

Hasil pengukuran aliran dan erosi permukaan menunjukkan bahwa laju aliran dan erosi permukaan di lahan bertanaman kayu putih, yang dicampur dengan tanaman kacang tanah dan kedelai (plot 4) > lahan bertanaman kayu putih dengan menggunakan teras bangku (plot 1) > lahan bertanaman kayu putih, yang dicampur dengan tanaman jagung dan kemlandingan (plot3) > lahan bertanaman kayu putih, dan jagung dengan menggunakan teras gulud (plot2). Aliran dan erosi permukaan selama pengamatan 44 hari hujan di plot 4, plot 1, plot 3 dan plot 2 masing-masing adalah 2971,221 m3/ha dan 6,2352 ton/ha, 2929,378 m3/ha dan 6,0226 ton/ha, 2799,582 m3/ha dan 1,8167 ton/ha, 1384,071 m3/ha dan 1,2843 ton/ha.

Berdasarkan uji beda dua nilai rata-rata laju aliran permukaan di keempat plot tersebut tidak berbeda nyata, sedangkan erosi permukaan di plot 4 tidak berbeda nyata dengan plot 1, tetapi berbeda nyata dengan plot 3 dan plot 2. Erosi di plot 3 tidak berbeda nyata dengan plot 2.

Berdasarkan hasil pendugaan aliran dan erosi permukaan selama satu tahun menggunakan pendekatan regresi, laju aliran dan erosi permukaan di plot 4, plot 1, plot 3, dan di plot 2 masing-masing adalah 17370,97 m3/ha/thn dan 36,03 ton/ha/thn, 17295,72 m3/ha/thn dan 35,46 ton/ha/thn, 16291,23 m3/ha/thn dan 10,59 ton/ha/thn, 8269,77 m3/ha/thn dan 7,43 ton/ha/thn. Laju erosi permukaan tersebut berdasarkan kriteria tingkat bahaya erosi dengan solum tanah adalah 90 cm termasuk ringan dan sedang.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa penanaman kayu putih yang dicampur dengan jagung dan menggunakan teras gulud berjarak 1–2 meter atau penanaman kayu putih dengan menggunakan tanaman jagung yang rapat dan kemlandingan merupakan praktik penggunaan lahan kayu putih terbaik dibandingkan dengan yang lainnya.


(3)

SUMMARY

YULIATNO BUDI SANTOSO. E14061300. Surface Run Off and Surface Erosion on Forest Land Melaleuca cajuputi ROXB With Various Soil and Water Conservation Measures at RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun Perum Perhutani Unit II of East Java. Under supervised by HENDRAYANTO and CORYYANTI.

Soil erosion is the process of soil particles movement caused by natural agents such as wind and rain. Soil erosion is a natural phenomena, and naturally the soil loss is almost balance with the soil development. Human activities on land use may accelerate the erosion, and the rate of erosion may faster than the soil rate formation. Therefore, soil and water conservation measures are needed to control soil erosion.

The purpose of this research is to find out the best soil and water conservation measures on eucalyptus plantation base on the surface run off and surface erosion. This research was conducted in BKPH Sukun, KPH Madiun Perum Perhutani Unit II, East Java during December 2010 - March 2011. The measured datas are daily rainfall, surface runoff, surface erosion, soil density, and characteristics of land and landuse.

The results of this measurements indicate that the surface run off and surface erosion on eucalyptus land which is mixed with peanut and soybean crops (plot 4) > eucalyptus landuse using bench terraces (plot 1) > eucalyptus landuse mixed with corn and kemlandingan (plot3) > eucalyptus landuse mixed with corn crops and using terrace gulud (plot2). The value of surface runoff and surface erosion during 44 days daily rainfall observation in plot 4, plot 1, plot 3 and plot 2 are 2971,221 m3/ha and 6,2352 ton/ha, 2929,378 m3/ha and 6,0226 ton/ha, 2799,582 m3/ha and 1,8167 ton/ha, 1384,071 m3/ha dan 1,2843 ton/ha.

The two sample test shows that the surface run off in the four plots are not significantly different, whereas the surface erosion in plot 4 is not significantly different from plot 1, but significantly different from plot 3 and plot 2. Erosion in plot 3 is not significantly different from plot 2.

The result of estimation for surface run off and surface erosion during a year using regression approachment shows that the surface run off and surface erosion in plot 4, plot 1, plot 3 and plot 2 are 17370,97 m3/ha/year and 36,03 tons/ha/year, 17295,72 m3/ha/year and 35,46 ton/ha/year, 16291,23 m3/ha/year and 10,59 ton/ha/year, 8269,77 m3/ha/year and 7,43 ton/ha/year. Surface erosion rate based on the criterian level with solum soil erosion hazard is 90 cm, including light and medium.

This research concludes that eucalyptus landuse mixed with corn corps and using terraces gulud with interval 1 – 2 meters or eucalyptus landuse with the corn corps which is planting nearly and kemlandingan is the best practice landuse than others.

Key words : Surface erosion, Surface run off, Soil and Water Conservation, Eucalyptus plantations.


(4)

Laju Aliran dan Erosi Permukaan Di Lahan Hutan Tanaman

Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB) Dengan Berbagai

Tindakan Konservasi Tanah Dan Air

(Studi Kasus RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun, Perum

Perhutani Unit II Jawa Timur)

YULIATNO BUDI SANTOSO

E14061300

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Laju Aliran dan Erosi Permukaan di Lahan Hutan Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB) Dengan Berbagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air (Studi Kasus RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga lainnya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.


(6)

Judul Skripsi : Laju Aliran dan Erosi Permukaan di Lahan Hutan tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB) dengan Berbagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air (Studi Kasus RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)

Nama : Yuliatno Budi Santoso

NIM : E14061300

Departemen : Manajemen Hutan

Menyetujui:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr Dr. Ir. Corryanti, M.Si NIP. 1961126 1986011 001 NIP. 196600103 198603 2 004

Mengetahui :

Ketua Departemen Manajemen Hutan,

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401199403 1 001


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Juli 1988 dari ayah Moch. Djawas dan Ibu Martiyanti. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah SDN 09 Jakarta dengan tahun kelulusan 2000 kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 85 Jakarta dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 47 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan organisasi di universitas, antara lain menjadi staf divisi acara Cookies-IPB 2006, staf divisi Publikasi, dokumentasi dan dekorasi Gebyar Nusantara 2006. Selain itu penulis aktif menjadi pengurus Divisi Hubungan Luar Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2007-2008, ketua Divisi Keprofesian Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2008-2009, panitia Bina Corps Rimbawan (BCR) BEM Fakultas Kehutanan dan ketua divisi publikasi, dokumentasi dan dekorasi Temu Manajer (TM) Departemen Manajemen Hutan tahun 2008, ketua panitia E-Green tahun 2009 dan menjadi asisten mata pelajaran Hidrologi Hutan tahun 2010.

Penulis pernah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Baturraden dan Cilacap, Jawa Tengah Juli-Agustus 2008. Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan di Tanggeung (KPH Cianjur), Jawa Barat Juli 2009. Praktik Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Sylvia Ery Timber selama periode Juni-Agustus 2010.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Laju Aliran dan Erosi Permukaan di Lahan Hutan Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB) dengan berbagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air (Studi Kasus RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur). Dibawah bimbingan Dr. Ir. Hendrayanto,M.Agr dan Dr. Ir. Corryanti,M.si.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departement Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian dengan judul “Laju Aliran dan Erosi Permukaan di Lahan Hutan Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB) dengan Berbagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air (Studi Kasus RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)” yang disajikan dalam skripsi ini memuat mencari bentuk tindakan terbaik konservasi tanah dan air pada tegakan kayu putih. Metode konservasi tanah dan air digunakan untuk mengurangi laju aliran dan erosi permukaan serta mempertahankan agregat tanah sehingga tanah tidak mengalami kerusakan. Kerusakan oleh tanah terjadi karena hilangnya unsur hara, penjenuhan tanah oleh air dan erosi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan penelitian selanjutnya.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua Moch. Djawas dan Martiyanti, kedua kakak Jayanto berserta keluarga (Ecin dan Azka ) dan Hernowo berserta keluarga (Anita, Tama dan Aina) dan keluarga besar atas dukungan, motivasi, kasih sayang dan doanya. 2. Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr dan Dr. Ir. Corryanti, MSi selaku pembimbing

pertama dan pembimbing kedua atas keikhlasannya dalam membimbing, memberikan ilmu, dan nasehatnya. Semoga ilmu ini bermanfaat bagi penulis. 3. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, MSc selaku penguji dari Departemen Teknologi

Hasil Hutan.

4. Ir. Ahmad Hajib, MS selaku ketua sidang dari Departemen Manajemen Hutan. 5. Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. selaku Ketua Departemen Manajemen Hutan,

serta seluruh keluarga besar Departemen Manajemen Hutan.

6. Bapak Asep, Bapak Lojiyanto, Bapak Wito, Nensi, Sanca, Bambang serta staf pekerja di BKPH Sukun yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. 7. Bapak Prasojo, Bapak Muhadi, Bapak Angga, Edy Purwanto, Adam, Rizal,

Desto, Wina Serta teman-teman Rimbawan, Arkan, Pras, Golden dll. Terima kasih atas persahabatan yang terjalin selama penelitian.

8. Melita terima kasih atas senyum, canda, tawa serta semangatnya kepada penulis.

9. Teman-teman Laboratorium Hidrologi (Yayat, Rangga, Maria, Popy, Hangga, Nina, Candra, Adnan, Asep, Ajo, Finy, Sony, Rahma, Ilham, dll). Terima kasih atas diskusi terkait hidrologi.

10.Keluarga besar Manajemen Hutan angkatan 43.

11.Teman-teman di Fakultas Kehutanan, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas segala pembelajaran hidup dan kebersamaannya selama ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan menambah ilmu pengetahuan khususnya pada bidang kehutanan.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……….. ... i

UCAPAN TERIMA KASIH……… ... ii

DAFTAR ISI……….. .. iii

DAFTAR TABEL……….. ... v

DAFTAR GAMBAR……… ... vi

DAFTAR LAMPIRAN……… ... vii

BAB I PENDAHULUAN……….. .. ……… 1

I.1 Latar belakang ... 1

I.2 Tujuan penelitian ... 2

I.3 Manfaat penelitian ... 2

I.4 Hipotesis penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….. ... 3

2.1Aliran permukaan dan erosi ... 3

2.2 Jenis-jenis erosi ... 4

2.3 Dampak penggunaan lahan ... 5

2.3.1 Sawah ... 5

2.3.2 Ladang ... 5

2.3.3 Tumpang sari ... 6

2.4 Dampak aliran dan erosi permukaan ... 7

2.5 Metode pengukuran erosi ... 8

2.5.1 Kotak penampung tanah tererosi ... 8

2.5.2 Petak percobaan lapangan ... 8

2.5.3 Pengukuran kandungan sendimen sungai (aliran permukaan) .... 8

2.5.4 Tongkat pengukur ... 9

2.6 Metode pendugaan erosi ... 9

2.6.1 Universal Soil Loss Equation (USLE) ... 9

2.6.2 Water Erosion Prediction Project (WEPP) ... 10

2.6.3 Soil Water Assessment Tool (SWAT) ... 11

2.6.4 Model AGNPS (Agricultural Non Point Source) ... 11

2.7 Prediksi erosi dan erosi yang masih dibiarkan... 12

2.8 Konservasi tanah dan air ... 12


(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 16

3.1 Lokasi dan waktu ... 16

3.2 Alat dan bahan ... 16

3.3 Jenis data dan metode pengumpulan data... 18

3.3.1 Jenis data ... 18

3.3.2 Metode pengumpulan data ... 18

3.4 Pengolahan data ... 21

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 25

4.1 Letak geografis dan administrasi ... 25

4.2 Iklim ... 25

4.3 Keadaan lapangan dan hidrologi ... 26

4.4 Jenis tanah ... 26

4.5 Penggunaan lahan... 26

4.6 Tutupan lahan... 26

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 28

5.1 Hasil ... 28

5.1.1 Curah hujan ... 28

5.1.2 Aliran dan erosi permukaan hasil pengukuran ... 29

5.1.3 Analisis regresi hubungan hujan dengan aliran dan erosi permukaan ... 30

5.1.4 Aliran dan erosi permukaan dugaan selama setahun ... 33

5.1.5 Tingkat bahaya erosi………... 33

5.2 Pembahasan ... 34

5.2.1 Aliran dan erosi permukaan ... 34

5.2.2 Hubungan antara curah hujan dengan aliran dan erosi permukaan ... 38

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

6.1 Kesimpulan ... 39

6.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA………. ... 40


(12)

Halaman

DAFTAR TABEL

No

1. Pola penggunaan lahan………. ... 26

2. Komposisi kelas hutan BKPH Sukun ... 27

3. Parameter statistik curah hujan selama pengamatan dan curah hujan satu tahun Kecamatan Pulung... ... 28

4. Statistik aliran dan erosi permukaan ... 30

5. Model pendugaan aliran dan erosi permukaan ... 31

6. Pendugaan regresi dan hari hujan…….. ... 33


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Bak A plot erosi……… 17

2. Bak B dan bak C plot erosi……… ... 17

3. Ombrometer Manual……….… 17

4. Sketsa pemasangan bak penampung di plot erosi……… 17

5. Sketsa penggunaan lahan di plot 1……… ... 18

6. Sketsa penggunaan lahan di plot 2……… 19

7. Sketsa penggunaan lahan di plot 3……… ... 19

8. Sketsa penggunaan lahan di plot 4……… 20

9. Histograf hujan selama pengamatan (03 Desember 2010 sampai 02 Februari 2011)...………... 28

10. Kejadian hujan dan aliran permukaan selama pengamatan……… 29

11. Kejadian hujan dan erosi permukaan selama pengamatan………. 29

12. Hubungan aliran permukaan dengan curah hujan plot 1………. 32

13. Hubungan aliran permukaan dengan curah hujan plot 2……… 32

14. Hubungan aliran permukaan dengan curah hujan plot 3………. 33

15. Hubungan aliran permukaan dengan curah hujan plot 4……….… 33

16. Hubungan erosi permukaan dengan curah hujan plot 1……….. 33

17. Hubungan erosi permukaan dengan curah hujan plot 2……….. 33

18. Hubungan erosi permukaan dengan curah hujan plot 3……….……….... 33

19. Hubungan erosi permukaan dengan curah hujan plot 4………. 33

20. Bentuk penggunaan lahan kayu putih dengan teras bangku (plot 1) .... .... 34

21. Bentuk penggunaan lahan kayu putih yang dicampur tanaman kacang tanah dan kedelai (plot 4)………... 35

22. Bentuk penggunaan lahan kayu putih yang dicampur tanaman jagung dan kemlandingan (plot 3) ……….. 36

23. Bentuk penggunaan lahan kayu putih dengan tanaman jagung dan teras gulud (plot 2) ………... 37


(14)

Halaman

DAFTAR LAMPIRAN

No

1. Data aliran dan erosi permukaan selama pengamatan ... 43

2. Curah hujan selama pengamatan dan curah hujan sisa ... 45

3. Berat volume dan berat jenis tanah plot erosi ... 45

4. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 1 (teras bangku) ... 45

5. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 2 (teras gulud dan jagung)………. ... 45

6. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 3 (jagung dan kemlandingan)………. ... 46

7. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 4 (kacang tanah dan kedelai)……… ... 46

8. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 1 (teras bangku) ... 46

9. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 2 (teras gulus dan jagung)……… ... 46

10. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 3 (tanaman jagung dan kemlandingan) ... 46 11. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 4 (tanaman kacang tanah dan kemlandingan)... 47

12. Uji kesamaan antara curah hujan pengamatan dengan curah hujan di Kecamatan Pulung………... 47 13. Nilai t hitung dalam uji t aliran permukaan antar plot erosi ... 47 14. Nilai t hitung dalam uji t erosi permukaan antar plot erosi ... 47


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Erosi tanah (soil erosion) adalah proses perpindahan tanah yang disebabkan oleh energi alami seperti angin dan air hujan dan merupakan gejala alam yang wajar dan terus berlangsung. Erosi alam melaju seimbang dengan laju pembentukan tanah sehingga tanah mengalami peremajaan secara berkesinambungan. Erosi tanah akan menjadi bahaya jika laju erosi berlangsung lebih cepat dari laju pembentukan tanah. Erosi yang mengalami percepatan secara berangsur akan menipiskan tanah, bahkan akhirnya dapat menyingkap bahan induk tanah atau batuan dasar ke permukaan tanah. Erosi semacam ini tidak hanya merusak daerah yang terkena erosi langsung (on-site), akan tetapi juga berbahaya bagi daerah hilirnya (off site).

Bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang perlu mendapat perhatian dalam upaya pelestarian fungsi DAS mengingat pengelolaan sumberdaya alam di daerah hulu ini akan berdampak terhadap daerah di hilirnya. Usaha-usaha penggunaan lahan di bagian hulu DAS haruslah diupayakan mengadopsi teknologi-teknologi yang mangacu pada prinsip-prinsip konservasi tanah dan air, karena penggunaan lahan yang tidak memperhatikan konservasi tanah dan air akan berdampak negatif, seperti peningkatan aliran permukaan dan erosi, dan dampak-dampak negatif lain yang berkaitan dengan degradasi lahan.

Erosi yang diendapkan di daerah hilir akan berakibat buruk pada bangunan atau tubuh alam tempat penyimpanan atau penyalur air sehingga menimbulkan pendangkalan yang berakibat kapasitas tampung atau salurannya menurun dengan cepat serta merusak lahan usaha dan pemukiman. Oleh karenanya, usaha penanggulangan atau pengendalian erosi harus menjadi bagian yang utama dari setiap penggunaan lahan (landuse).

Konservasi tanah dan air dalam arti luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti yang sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya


(16)

untuk mencegah kerusakan lahan (Arsyad 2010). Konservasi tanah dan air (KTA) merupakan salah satu tindakan untuk menanggulangi masalah tersebut. Dengan menerapkan konservasi tanah dan air diharapkan bisa menanggulangi erosi, menyediakan air dan mengurangi hilangnya unsur hara dalam tanah serta menjadikan lahan tidak kritis lagi.

Praktik pembangunan hutan di Perum Perhutani diduga kurang memperhatikan kaidah KTA sehingga dapat meningkatkan laju aliran dan erosi permukaan yang akhirnya dapat menurunkan tingkat produktivitas lahan. Untuk mengetahui dampak dari praktek pembangunan hutan terutama dalam kegiatan penanaman yang dilakukan oleh Perhutani perlu dilakukan penelitian laju aliran dan erosi permukaan dari lahan dengan praktek penanaman dan penggunaan tindakan KTA tertentu. Penelitian ini mengambil kasus penanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB).

I.2 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tindakan konservasi tanah dan air dilahan hutan tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB) terbaik ditinjau dari laju aliran dan erosi permukaan.

I.3 Manfaat penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan Perum Perhutani dalam pengambilan keputusan penggunaan tindakan pengendalian aliran dan erosi permukaan.

2. Sebagai bahan informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

I.4 Hipotesis penelitian


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aliran permukaan dan erosi

Bagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah yang disebut suplai air permukaan tanah, akan mengalir dipermukaan tanah atau masuk kedalam tanah. Air yang mengalir dipermukaan tanah disebut aliran permukaan (run off), dan air yang masuk kedalam tanah disebut infiltrasi (infiltration). Aliran permukaan (run off) adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah atau bumi. Bentuk aliran inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi (Arsyad 2010).

Aliran permukaan memiliki sifat yang dinyatakan dalam jumlah, kecepatan, laju, dan gejolak aliran permukaan. Sifat-sifat ini mempengaruhi kemampuan untuk menimbulkan erosi. Jumlah aliran permukaan menyatakan jumlah air yang mengalir di permukaan tanah untuk suatu masa hujan atau masa tertentu, dinyatakan dalam tinggi kolam air (mm atau cm) atau dalam volume air (m³). Kecepatan aliran permukaan adalah waktu yang dilalui oleh suatu titik pada aliran dalam menempuh jarak tertentu, dinyatakan dalam m per detik. Kecepatan aliran permukaan dipengaruhi oleh dalamnya aliran atau radius hidrolik, kekerasan permukaan dan kecuraman lereng. Laju aliran permukaan adalah banyaknya atau volume air yang mengalir melalui suatu titik persatuan waktu, dinyatakan dalam m³ per detik atau m³ per jam. Laju aliran permukaan juga dikenal dengan istilah debit air. Rasio debit maksimum (Qmax) terhadap minimum

(Qmin) menunjukkan keadaan DAS yang dilalui sungai tersebut. Semakin kecil

Qmax / Qmin semakin baik keadaan vegetasi dan tata guna lahan suatu DAS, dan

semakin besar rasio tersebut, maka semakin buruk keadaan vegetasi dan penggunaan lahan tersebut. Gejolak atau turbulensi yang terjadi sewaktu air mengalir di permukaan tanah merupakan peristiwa yang sangat berpengaruh sebagai penyebab erosi (Arsyad 2010).

Sedangkan menurut Rahim (2006), limpasan permukaan atau aliran permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah. Jumlah air yang menjadi limpasan sangat bergantung kepada jumlah air hujan per satuan waktu, keadaan penutup tanah, topografi (terutama kemiringan


(18)

lahan), jenis tanah, ada atau tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya. Limpasan permukaan dengan jumlah dan kecepatan yang besar sering menyebabkan pemindahan atau pengangkutan massa tanah secara besar-besaran.

Aliran permukaan mengandung bahan yang terlarut, bahan padat yang tersuspensi, dan bahan kasar yaitu pasir serta kerikil dan batuan yang terletak di dasar sungai (bed load). Bahan terlarut dan tersuspensi dalam aliran permukaan dapat diketahui dengan mengambil contoh air kemudian diuapkan sehingga seluruh bahan padat yang didapat dinamai jumlah bahan padat atau sendimen. Banyaknya erosi dari suatu bidang tanah atau dari DAS dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi sedimen dengan jumlah aliran permukaan pada suatu kejadian hujan atau suatu jangka tertentu (Arsyad 2010).

2.2. Jenis - jenis erosi

Menurut Suripin (2002), erosi dibedakan dalam erosi lembar, erosi alur, erosi parit, erosi tebing sungai, longsor dan erosi internal. Erosi lembar (sheet erosion) adalah pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu permukaan tanah. Kekuatan butir-butir hujan dan aliran permukaan yang merata diatas permukaan tanah merupakan penyebab erosi. Erosi alur (rill erosion) adalah pengangkutan tanah dari alur-alur tertentu pada permukaan tanah yang merupakan parit-parit kecil dan dangkal. Erosi alur terjadi karena air mengalir di permukaan tanah tidak merata tetapi berkonsentrasi pada alur tertentu sehingga pengangkutan tanah terjadi pada tempat aliran permukaan terkonsentrasi. Kecenderungan terjadinya erosi alur lebih dipengaruhi oleh cara bertanam dan sifat fisik tanah dari pada air hujan.

Erosi parit (gully erosion) proses terjadinya sama dengan erosi alur, tetapi alur yang terbentuk sudah demikian besarnya sehingga tidak dapat lagi dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa. Erosi parit dapat berbentuk V atau U, bergantung pada kepekaan erosi substratanya. Bentuk V adalah bentuk yang umum terdapat pada daerah-daerah yang substratanya mudah lepas dan umumnya berasal dari batuan sendimen. Erosi tebing sungai (River bank erosion) terjadi sebagai akibat pengikisan tebing sungai oleh terjangan aliran sungai yang kuat pada belokan sungai. Erosi tebing akan terjadi lebih hebat, jika vegetasi penutup


(19)

tebing tidak ada atau jika pengelolaan tanah dilakukan sampai ke pinggir tebing sungai (Arsyad 2010).

Longsor (Landslide) adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan atau gerakan tanah terjadi pada saat bersamaan dalam volume besar. Berbeda dari bentuk erosi lainnya, pada tanah longsor pengangkutan tanah dalam volume besar terjadi sekaligus. Longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan kedap air serta tanah yang jenuh. Erosi internal adalah terangkutnya butiran-butiran tanah ke bawah ke dalam celah-celah atau pori-pori tanah, sehingga tanah menjadi kedap air dan udara. Erosi internal mungkin tidak menyebabkan kerusakan berarti karena sebenarnya bagian-bagian tanah tidak terangkut keluar tempat tersebut, dan tanah akan baik kembali setelah dilakukan pengolahan tanah (Arsyad 2010).

2.3. Dampak penggunaan lahan 2.3.1. Sawah

Sawah adalah suatu bentuk usaha tani di atas lahan yang digenangi air dan ditanami dengan padi. Sumber air dapat berasal dari irigasi atau air hujan (Arsyad 2010). Salah satu fungsi sawah adalah sebagai penyaring sedimen karena sebagian tanah yang terangkut tersebut akan terendapkan (Sinukaban 1994 dalam Kundarto 2005). Dalam proses erosi di lahan sawah, proses pelepasan tanah terutama terjadi saat pembajakan, dan proses pengangkutan pada pelumpuran merupakan penyebab erosi terbesar. Proses pengendapan sedimen terutama terjadi pada petak-petak yang berada di bawah dan dekat dengan petak yang diolah (Kundarto 2005). Masalah erosi pada sawah telah dipecahkan dengan sempurna yaitu dengan dibangunnya teras bangku dan penghayutan lumpur keluar tertutup oleh lumpur yang dibawa air masuk ke sawah (Arsyad 2010)

2.3.2. Ladang

Menurut Arsyad (2010), ladang adalah jenis usaha tani yang berpindah-pindah dari satu bidang lahan ke bidang lain dalam siklus tertentu yang mengandalkan sumber air dari curah hujan. Ancaman terhadap kelestarian lingkungan masih cukup tinggi karena peladangan berpindah masih terjadi, teknologi “bakar” masih dilakukan secara luas dan peranan ternak dalam kegiatan


(20)

usaha tani masih terbatas, sedangkan gangguan hewan ternak terhadap usaha tani masih cukup tinggi (Kundarto 2005). Jika tanah bekas ladang tidak ditanami tanaman tahunan akan tetapi dikembalikan kepada alam agar vegetasi alam tumbuh kembali maka setelah 15 atau 20 tahun baru tanah tersebut dibuka kembali (Arsyad 2010)

Sistem ladang hanya dapat dipertahankan jika kepadatan penduduk masih memungkinkan waktu yang cukup untuk pertumbuhan kembali hutan. Pencegahan erosi merupakan bagian utama dalam pengelolaan tanah perkebunan. Usaha-usaha ditunjukan untuk mencegah erosi, memelihara kesuburan tanah dan tata air, yang diterapkan sejak mulai pembukaan tanah dan berlangsung selama perkebunan berdiri (Arsyad 2010).

2.3.3. Tumpang sari

Tumpang sari merupakan pola tanam antara tanaman pohon (hutan) dengan tanaman pertanian, mampu menutup tanah dengan sempurna sehingga berpengaruh efektif terhadap pengendalian erosi dan peningkatan pasokan air tanah (Wongso 2010). Keuntungan dari sistem ini didapat oleh kedua pihak, pihak petani mendapat kesempatan berusaha tani dalam areal yang terbatas dan bahaya perusakan hutan dapat diatasi. Keuntungan Departemen Kehutanan atau perhutani adalah penghematan biaya pembersihan tanah, penanaman dan pengamanan oleh karena dibebankan oleh petani (Arsyad 2010). Tajuk tanaman dan pepohonan yang relatif rapat sepanjang tahun pada pola tumpang sari menyebabkan sebagian besar air hujan yang jatuh tidak langsung ke permukaan tanah sehingga tanah terlindungi dari pukulan air yang bisa memecahkan dan menghancurkan agregat menjadi partikel-partikel yang mudah hanyut oleh air selain itu kandungan bahan organik di lapisan atas melaui pelapukan serasah yang jatuh ke permukaan tanah sepanjang tahun dapat memperbaiki struktur dan porositas tanah serta lebih lanjut dapat meningkatkan laju infiltrasi dan kapasitas menahan air (Ananda 2010).

Seperti yang dilakukan Perhutani dalam rangka pelaksanaan program pembangunan hutan, menerapkan pola agroforestry dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan untuk ikut berpartisipasi, seperti program pembangunan hutan bersama masyarakat (PHBM). Selain itu, penghijauan di lahan petani (pembangunan hutan rakyat) sangat efektif dilakukan melalui pola agroforestry,


(21)

karena petani tertopang kebutuhan hidupnya dari usaha pertaniannya sekaligus sebagai upaya penghijauan (Wongso 2010).

2.4. Dampak aliran dan erosi permukaan

Erosi dan sendimentasi menjadi penyebab utama berkurangnnya produktivitas suatu lahan pertaniaan dan berkurangnnya kapasitas saluran atau sungai akibat pengendapan material hasil erosi (Hardiyatmo 2006). Menurut Sihite (2001), banyak dampak yang terjadi dapat diamati pada badan-badan air yang ada seperti sungai, danau, atau waduk sehingga dampak yang ditimbulkan disebut dampak instream. Sedangkan dampak yang lain dapat terjadi sebelum partikel-partikel tanah tersebut mencapai badan-badan air atau sesudahnya seperti dijumpai pada kejadian banjir, penggunaan air untuk kebutuhan domestik, irigasi, atau yang lain sehingga dampak yang ditimbulkan disebut sebagai dampak off-stream.

Dampak erosi tanah di tapak (on site) merupakan dampak yang dapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan produktivitas. Hal ini berdampak pada kehilangan produksi, peningkatan penggunaan pupuk dan kehilangan lapisan olah tanah yang akhirnya mengakibatkan timbulnya tanah kritis. Dampak erosi tanah di luar penggunaan lahan (off site) merupakan dampak yang sangat besar pengaruhnya. Sendimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang terbawa bersama sendimen dapat menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Bentuk dampak di luar penggunaan lahan antara lain adalah : (i) pelumpuran dan pendangkalan waduk; (ii) tertimbunnya lahan pertanian dan bangunan; (iii) memburuknya kualitas air dan (iv) kerugian ekosistem perairan (Sihite 2001).

Menurut Arsyad (2010), hilangnya satu atau beberapa unsur hara dari daerah perakarannya menyebabkan merosotnya kesuburan tanah, sehingga tanah tidak mampu menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang untuk mendukung pertumbuhan tanaman secara normal. Tanah yang dikatakan rusak kalau lapisan bagian atasnya atau top soil (ketebalan 15 - 35 cm) memang telah banyak terkikis dan atau dihanyutkan oleh arus air hujan, sehingga lapisan tersebut menjadi tipis atau bahkan hilang (Kartasapoetra 1986).


(22)

2.5. Metode pengukuran erosi

Berbagai cara dapat digunakan untuk mengukur besarnya tingkat erosi. Beberapa metode digunakan mengukur perubahan permukaan tanah dan yang lainnya mengukur banyaknya tanah yang terbawa oleh air dari suatu areal tererosi. Adapun perhitungan erosi adalah sebagai berikut :

2.5.1. Kotak penampung tanah tererosi

Menurut Ellison (1949) dan Osborn (1953) dalam Arsyad (2010) kotak penampung adalah kotak kecil untuk menampung tanah tererosi dapat berupa alat yang dinamakan vertical splash board (papan penampung vertical). Metode ini digunakan untuk erosi yang terjadi pada setiap kejadian hujan, namun dapat juga digunakan untuk menampung erosi jangka waktu yang lebih lama (Arsyad 2010).

2.5.2. Petak percobaan lapangan

Ukuran petak yang standar mempunyai panjang 22 m dan lebar 1,8 m namun tetap dimungkinkan untuk membuat petak dengan ukuran yang berbeda. Pembatas petak dapat terbuat dari logam, kayu, atau material lain yang tidak merembes air dan tidak berkarat. Pembatas tersebut minimal mempunyai ketinggian 15 – 20 cm diatas permukaan tanah. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya percikan air maupun partikel tanah keluar/masuk ke dalam petak. Bagian awal pembatas ditanam ke dalam tanah dengan kedalaman yang cukup sehingga stabil dan kemungkinan terjadinya rembesan air dari dan/atau keluar petak yang diminimalkan. Di ujung bawah petak dipasang talang untuk mengalirkan air dari petak ke bak penampung. Bak penampung harus tertutup untuk menghindari masuknya air hujan maupun percikan tanah langsung (Suripin 2002). Pengukuran erosi menggunakan petak percobaan demikian ini ditujukan untuk mengukur erosi setiap kejadian hujan, yang kemudian dijumlahkan untuk waktu atau tahun sehingga didapat data erosi tahunan (Arsyad 2010).

2.5.3. Pengukuran kandungan sendimen sungai (aliran permukaan)

Pengukuran erosi dan aliran permukaan dari DAS kecil yang berukuran antara 2 sampai 5 ha digunakan untuk mempelajari pengaruh berbagai tindakan konservasi tanah dan jenis tanaman terhadap aliran dan erosi permukaan


(23)

(Arsyad 2010). Pengukuran aliran permukaan dilakukan dengan memasang

Parshall flume dan pengukur tinggi air otomatis untuk DAS yang agak datar atau menggunakan H flume dan pengukur tinggi air otomatis untuk DAS yang berlereng lebih curam sedangkan pengukuran hasil sendimen dilakukan dengan mengambil contoh air dalam interval tertentu.

Pengukuran sedimen suspensi dilakukan dengan cara mengambil sampel/contoh air dan membawa ke laboratorium untuk dapat diketahui konsentrasi sedimen dalam satuan mg/liter atau ppm (part per million), selain itu dalam analisa laboratorium dapat diketahui Berat Jenis (BJ) dan besaran ukuran butir. Data yang didapat dari pengukuran konsentrasi sendimen air sungai dikalikan dengan debit sungai sesuai dengan waktu pengukuran akan memberikan gambaran hasil sendimen dalam suatu waktu yang panjang, seperti sebulan atau setahun (Arsyad 2010).

2.5.4. Tongkat pengukur

Tongkat pengukur yang ditancapkan kedalam tanah dapat digunakan untuk mengukur besarnnya erosi yang terjadi untuk suatu masa tertentu. Tongkat pengukur dapat berupa batangan besi atau kayu, yang diberi tanda batas permukaan tanah pada waktu dibenamkan dan setelah waktu tertentu penurunan permukaan tanah dari keadaan semula menunjukkan kedalaman erosi yang terjadi. Dalamnya tongkat yang dibenamkan sekitar 30 cm, dapat juga lebih pendek jika tanahnya dangkal atau lebih dalam jika tanahnya lepas (Arsyad 2010).

2.6. Metode pendugaan erosi

2.6.1. Universal soil loss equation (USLE)

Menurut Ispriyanto (2001) menyebutkan bahwa : model kotak kelabu

untuk sebidang tanah : Universal Soil Loss Equation (USLE); USLE memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu bidang tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau sedang digunakan. USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar atau alur di bawah keadaan tertentu. Perkiraan jumlah erosi yang akan terjadi pada suatu lahan bila


(24)

pengolahan lahan tidak mengalami perubahan dilakukan dengan menggunakan rumus USLE :

A = R  K x Ls  C  P dimana :

A : Jumlah erosi (ton/ha/tahun) R : Faktor erosivitas hujan K : Faktor erodibilitas tanah

LS : Faktor panjang dan kemiringan lereng C : Faktor tanaman (penggunaan tanaman) P : Faktor teknik konservasi tanah

Berdasarkan hasil perbandingan besarnya erosi hasil pengukuran pada petak erosi standar (Wischmeter plot) dan erosi hasil pendugaan diketahui bahwa model USLE memberikan dugaan yang lebih tinggi untuk tanah dengan laju erosi rendah, dan erosi dugaan yang lebih rendah untuk tanah dengan laju erosi tinggi. Berdasarkan beberapa kelemahan tersebut, model USLE disempurnakan menjadi RUSLE (Revised USLE) dan MUSLE (Modifed USLE) dengan menggunakan teori erosi modern dan data-data terbaru, tetapi masih tetap berbasis plot (Kundarto 2005). USLE menggunakan curah hujan sebagai indikator energi perusak agregat tanah, MUSLE dan RUSLE menggunakan jumlah aliran permukaan untuk mensimulasi erosi dan hasil sendimen. Subsitusi ini memberikan beberapa keuntungan : ketepatan prediksi model tersebut meningkat, keperluan menggunakan rasio pelepasan dihilangkan dan hasil sendimen untuk satu peristiwa hujan dapat dihitung (Arsyad 2010).

2.6.2 Water erosion prediction project (WEPP)

Water Erosion Prediction Project (WEPP) merupakan teknologi prediksi erosi baru yang didasarkan pada fundamental perumusan iklim, teori infiltrasi, hidrologi, ilmu tumbuhan, hidrolika, mekanika erosi (Flanangan 1995 dalam Arsyad 2010). Sedangkan menurut (Ananda 2010), WEPP merupakan suatu model yang menghasilkan perhitungan harian dari keadaan tanah dan biomassa pada suatu lahan. Apabila hujan turun, run off dihitung. Apabila terjadi run off, maka sebaran, angkutan dan deposit sedimen dapat dihitung pada lereng. Perhitungan itu termasuk generator iklim, komponen hidrologi, model


(25)

pertumbuhan tanaman, dan iklim tanah penutup lahandan database tanaman untuk kondisi yang umum yang terjadi di Amerika.

Model erosi WEPP menghitung kehilangan tanah sepanjang suatu lereng dan hasil sendimen yang terdapat diujung bawah lereng tersebut. Erosi tanah pada areal berlereng dinyatakan dalam dua komponen, yaitu pelepasan butir-butir tanah oleh tumbukan butir-butir hujan dan pengangkutan butir-butir tanah oleh aliran permukaan dangkal, yang dikenal dengan komponen erosi antara alur (interrill erosion), dan pelepasan butir-butir tanah oleh tegangan geser (shear sress) serta pengangkutan oleh aliran terkonsentrasi yang dikenal dengan komponen erosi alur (rill erosion) (Arsyad 2010).

2.6.3. Soil water assessment tool (SWAT)

Soil Water Assessment Tool (SWAT) adalah model prediksi untuk skala DAS, SWAT dikembangkan untuk memprediksi dampak praktek pengelolahan lahan (land management practices) terhadap air, sendimen dan bahan kimia pertanian yang masuk kesungai atau badan air pada suatu DAS yang kompleks dengan tanah, penggunaan tanah dan pengelolahannya yang bermacam-macam sepanjang waktu yang lama jadi SWAT adalah untuk memprediksi hasil untuk suatu kejadian hujan atau suatu peristiwa banjir (Arsyad 2010).

2.6.4. Model AGNPS (Agricultural Non Point Source)

Model AGNPS dikembangkan USDA-ARS (United States Departement Of Agricultural) Nort Central Soil Conservation Service yang berkerja sama dengan USDA-SCS, MDC (Minnersota Polution Conteal Agency) (Young 1987 dalam Ananda 2010). Model ini terus berkembang dan telah diterapkan di berbagai negara untuk menentukan langkah-langkah kebijakan dan evaluasi dalam kegiatan konservasi seperti Amerika, Kanada dan negara lain.

Kelebihan dari model ini adalah parameter-parameter model yang terdistribusi diseluruh areal DAS sehingga nilai-nilai parameter model benar-benar mencerminkan kondisi biofisik DAS pada setiap satuan luas di dalam DAS. Selain erosi model ini juga mampu menghasilkan keluaran seperti volume dan laju puncak aliran permukaan, laju sendimen dan kehilangan hara N, P dan COD (Young 1987 dalam Ananda 2010).


(26)

2.7. Prediksi erosi dan erosi yang masih dibiarkan

Prediksi erosi pada sebidang tanah adalah metode untuk memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang digunakan dalam suatu penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu. Jika laju erosi dapat dibiarkan atau ditoleransikan dapat ditetapkan, maka dapat ditentukan kebijakan penggunaan lahan dan tindakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah sehingga tanah dapat digunakan secara produktif dan lestari (Arsyad 2010). Erosi sangat menentukan berhasil tidaknya suatu pengelolaan lahan. Oleh karena itu, erosi merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan penggunaan lahan dan pengelolaannya. Karena rumitnya sistem erosi tanah dengan berbagai faktor yang berinteraksi, maka pendekatan yang paling memberi harapan dalam pengembangan metode dan prediksi adalah dengan merumuskan model konseptual proses erosi itu (Arsyad 2010).

Adapun faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penetapan laju erosi yang dibiarkan adalah kedalaman tanah, ciri-ciri fisik dan sifat-sifat tanah lainya, yang mempengaruhi perkembangan akar, pencegahan terbentuknya erosi parit, penyusutan kandungan bahan organik, kehilangan hara dan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sedimen di lapangan (Arsyad 2010)

2.8. Konservasi tanah dan air

Konservasi tanah mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air (Arsyad 2010). Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Konservasi tanah memiliki hubungan yang erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan memperngaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya (Arsyad 2010)

Teknik konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara vegetatif dalam bentuk pengelolaan tanaman berupa pohon atau semak, baik tanaman tahunan maupun tanaman setahun dan rumput-rumputan (Hardiyatmo 2006). Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karana memiliki sifat ; (1) memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah, (2) penutupan lahan oleh serasah


(27)

dan tajuk mengurangi evaporasi, (3) disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah sehingga memperbesar laju infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.

Sedangkan metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Metode mekanik dalam konservasi tanah berfungsi (a) memperlambat aliran permukaan, (b) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, (c) memperbaiki atau memperbesar infiltrasi air kedalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah, dan (d) penyedia air bagi tanaman. Termasuk dalam metode mekanik dalam konservasi tanah dan air adalah (1) pengolahan tanah, (2) pengolahan tanah menurut kontur, (3) guludan, (4) parit pengelak, (5) teras, (6) dam penghambat, waduk, kolam, rorak, (7) perbaikan drainase, dan (8) irigasi (Arsyad 2010).

Menurut Hardiyatmo (2006), teras bangku merupakan metode konservasi mekanik yang telah banyak diaplikasikan petani di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Metode ini sangat efektif untuk mencegah erosi dan aliran permukaan. Kelemahannya tidak dapat diterapkan pada semua kondisi lahan, misalnya pada tanah bersolum dangkal. Teknik konservasi ini juga tergolong mahal, sehingga sulit diterapkan petani tanpa disertai subsidi dalam pembuatannya.

Teras gulud adalah guludan bersalur yang dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau memotong lereng (Arsyad 2010). Semakin pendek jarak teras akan semakin kecil erosi yang terjadi pada lahan teras (Sinukaban 1994). Hasil penelitian tentang teras gulud sebelumnya, diantaranya oleh (Lestari 2004) menunjukkan bahwa luas guludan (Tinggi 15 cm dan lebar 20 cm) yang dilengkapi saluran (kedalaman 15 cm dan lebar 20 cm) dan lubang resapan (diameter 8 cm dan kedalaman 1 m) lebih efektif dalam menekan aliran dan erosi permukaan serta menyelamatkan unsur hara lebih banyak dari pada bedengan konvensional (lebar saluran 20 cm dan kedalaman saluran 15 cm).

2.9. Tanaman kayu putih (Melaleuca cajuputi ROXB)

Tanaman kayu putih (Melaleuca cajuputi) merupakan tumbuhan perdu yang mempunyai batang pohon kecil dengan banyak anak cabang yang menggantung


(28)

ke bawah. Tanaman kayu putih (Melaleuca cajuputi), merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Dari daunnya tumbuhan ini mengandung minyak atsiri sekitar 0,5-1,5% tergantung efektivitas penyulingan dan kadar minyak yang

terkandung terhadap bahan yang disuling (anonymous a 2010). Daunnya berbentuk

lancip dengan tulang daun yang sejajar. Bunga kayu putih berwarna merah, sedangkan kulit batang kayunya berlapis-lapis dengan permukaan terkelupas. Keistimewaan tanaman ini adalah mampu bertahan hidup di tempat yang kering, di tanah yang berair, atau di daerah yang banyak memperoleh guncangan angin atau sentuhan air laut.

Sistematika tumbuhan ini adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Kelas : Dicotiledonae Ordo : Myrtales Family : Myrtaceae Genus : Melaleuca

Spesies : Melaleuca Cajuputi

Tanaman ini tumbuh liar di daerah berhawa panas. Pohon kayu putih tumbuh baik di daerah air yang bergaram, angin bertiup kencang berhawa panas dan sedikit dingin. Pohon kayu putih paling baik tumbuh di daerah yang mempunyai ketinggian tempat kurang dari 400 meter dari permukaan laut. Tanaman kayu putih tidak memerlukan syarat tumbuh yang spesifik. Pohon kayu putih dapat mencapai ketinggian 45 kaki. Dari ketinggian antara 5 - 450 m di atas permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk berkembang (anonymous a 2010).

Pemungutan daun kayu putih sebaiknya dilakukan pada pagi hari. Alasannya, pada waktu pagi hari daun mampu menghasilkan rendemen minyak atsiri lebih tinggi dengan kualitas baik. Setelah pemungutan daun yang pertama, pohon kayu putih dipangkas agar bisa tumbuh tunas baru dan yang akan menghasilkan daun yang lebih banyak. Selanjutnya setiap kali pemungutan daun selalu diikuti dengan pemangkasan (anonymous a 2010).


(29)

Perum Perhutani (2006), Pohon Kayu Putih dapat tumbuh di atas tanah yang kering dan tandus, bahkan pohon kayu putih dapat tumbuh pada tanah yang berbatu, tanah-tanah yang buruk aerasinya. Perum Perhutani (2006), pohon kayu putih tidak memerlukan syarat tumbuh yang baik tentang tanahnya dan dapat tumbuh dengan baik pada tanah-tanah yang sifat dan fisiknya buruk sehingga dapat disebut tumbuhan jenis pioner. Pada tahun 1924 diadakan percobaan penanaman kayu putih yang berasal dari Pulau Buru, di daerah Sukun, Pulung dan Bondrang pada areal yang luasnya masing-masing 0,25 Ha.

Di Indonesia umumnya tanaman kayu putih berwujud sebagai hutan alam dan hutan tanaman. Hutan alam terdapat di Maluku (Pulau Buru, Seram, Nusa Laut dan Ambon), Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Irian Jaya, sedangkan yang merupakan hutan tanaman terdapat di Jawa Timur (Ponorogo, Kediri, Madiun), Jawa Tengah (Solo dan Gundih), Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Barat. Spesies yang dapat menghasilkan minyak kayu putih masih belum jelas, namun ada beberapa spesies yang sudah diketahui dapat menghasilkan minyak kayu putih dan telah dibudidayakan manusia diantaranya adalah Melaleuca leucadendron LINN, dengan ciri daun kecil, Melaleuca Cajaputi ROXB, dengan ciri daun lebar dan Melaleuca viridiflora CORN, dari ketiga jenis ini yang banyak digunakan untuk industri minyak kayu putih adalah

Melaleuca leucadendron LINN, tanaman ini dikembangkan dengan stek akar batang maupun biji. (anonymous a 2010).

Menurut hasil penelitian Sinukaban (2007), laju aliran dan erosi permukaan yang terjadi di lahan kayu putih umur 3 tahun tumpangsari dengan kacang merah pada tanah Typic eutrandept lereng 60 % sebesar 1,24 mm/ha dan 100,8 kg/ha. Permukaan daun yang halus dan licin serta kedudukan yang cenderung vertikal menyebabkan air dengan mudah lepas dan jatuh sebagai hujan lolos tajuk atau mengalir ke ranting dan batang sehingga suplai air ke permukaan tanah menjadi cukup tinggi dan pada gilirannya akan mengurangi daya kemampuan tanaman untuk menahan aliran permukaan dan erosi.


(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan waktu

Penelitian dilaksanakan di lahan hutan tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB), Petak 34, RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian dilakukan selama 4 bulan yang terdiri dari 2 tahap, yaitu pengambilan data di lapangan bulan Desember 2010 sampai Februari 2011 dan tahap analisis tanah tererosi di laboratorium yang dilakukan pada bulan Februari 2011 sampai Maret 2011 di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Perum Perhutani, Cepu, Jawa Tengah.

3.2. Alat dan bahan

Alat dan Bahan yang digunakan adalah : 1. Empat plot erosi ukuran (22 x 8 x 0,2) m,

2. Bak ukur erosi ukuran (0,59 x 0,3 x 0,2) m (bak A) (Gambar 1) dan dua drum masing-masing berukuran (r = 0,59 m, t = 0,68 m) (bak B dan bak C) (Gambar 2) dipasang di setiap plot erosi,

3. Alat penakar hujan manual (ombrometer) (Gambar 3), 4. Gelas Ukur 100 ml,

5. Botol air mineral berukuran 500-600 ml, 6. Oven manual,

7. Kertas saring,

8. Timbangan digital dengan ketelitian 10-3 gram, 9. Meteran, Hypsometer,

10.Ring sampel tanah,

11.Penggaris, alat tulis dan kalkulator, 12.Plastik bening,

13.Perangkat lunak Minitab 14.0 dan Microsoft Office Excel 2010.


(31)

Berikut ini adalah gambar sketsa plot erosi, bak A, bak B dan bak C, serta

ombrometer manual.

Gambar 1. Bak A plot erosi Gambar 2. Bak B dan bak C plot erosi


(32)

Gambar 4. Sketsa pemasangan bak penampung di plot erosi

3.3. Jenis Data dan Metode pengumpulan data 3.3.1. Jenis Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari : 1. Informasi karakteristik plot erosi

2. Curah hujan harian dan curah hujan tahunan, aliran dan erosi permukaan 3. Bobot isi tanah

3.3.2. Metode pengumpulan data 1. Penggunaan lahan

Penggunaan lahan di 4 plot adalah sebagai berikut:

a. Plot 1 (Lahan kayu putih dengan teras bangku), berupa lahan yang ditanami kayu putih sebanyak 42 buah dengan jarak tanam 3 x 1 m dan menggunakan teras bangku sebanyak 10 buah dengan tinggi teras 20-30 cm dan lebar teras 120 – 280 cm dengan kelerengan 20 % (teras bangku). Sketsa teras bangku disajikan pada Gambar 5.


(33)

Gambar 5. Sketsa penggunaan lahan di plot 1

b. Plot 2 (Lahan kayu putih dengan teras bangku dan jagung), berupa lahan yang ditanami tanaman kayu putih sebanyak 32 buah dan tanaman jagung sebanyak 206, dan menggunakan teras gulud sebanyak 18 guludan dengan jarak antar gulud 1-1,5 meter dengan kelerengan 20 % (teras gulud dan tanaman jagung). Sketsa plot 2 disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Sketsa penggunaan lahan di plot 2

c. Plot 3 (Lahan kayu putih dengan tanaman kemlandingan dan jagung), berupa lahan yang ditanami kayu putih sebanyak 36 pohon dan tanaman jagung


(34)

sebanyak 187 serta tumbuhan bawah kemlandingan yang ditanam menyebar di dalam plot dengan kelerengan 20 %. Sketsa plot 3 disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Sketsa penggunaan lahan di plot 3

d. Plot 4 (Lahan kayu putih dengan tanaman kacang tanah dan kedelai), berupa lahan yang ditanami kayu putih sebanyak 32 pohon dan kacang tanah hampir setengah plot serta kacang kedelai sisanya dengan kelerengan 20 %. Sketsa plot 4 disajikan dalam Gambar 8.

Gambar 8. Sketsa penggunaan lahan di plot 4

2. Curah hujan, aliran dan erosi permukaan

Mengukur curah hujan harian (mm/hari) di plot erosi, diukur satu kali pada pagi hari (setiap pukul 07.00 WIB) dengan alat ombrometer manual selama


(35)

pengamatan. Curah hujan harian selama satu tahun diperoleh dari instansi sekitar lokasi pengamatan yang telah mengukur curah hujan minimal selama satu tahun.

Pengukuran erosi dan aliran permukaan menggunakan bak ukur erosi. Bak ukur erosi terdiri dari plot ukur erosi yang memiliki panjang 22 m, tinggi 20 cm dan lebar 8 meter. Plot dihubungkan dengan bak penampung berukuran panjang 59 cm, tinggi 20 cm dan lebar 20 cm (Bak A) dan bagian terendah bak ini dilubangi 5 buah lubang. Lubang ke-3 atau lubang tengah dihubungkan ke bak penampung (Bak B) yang dihubungkan dengan pipa paralon sepanjang 50 cm dan Bak B diberi lubang sebanyak 8 buah lubang, dan lubang pertama disalurkan dengan pipa paralon sepanjang 50 cm menuju bak penampung (Bak C).

Proses pengumpulan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Mengukur tinggi muka air didalam bak A, bak B dan bak C di setiap plot menggunakan penggaris atau meteran untuk mengetahui volume aliran permukaan.

2. Mengaduk air dan tanah yang berada dalam bak penampung secara merata. 3. Mengambil contoh air dari bak A, bak B dan bak C masing-masing sebanyak

500-600 ml dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. 4. Mendiamkan contoh air sampel selama 24 jam.

5. Setelah 24 jam, contoh air tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring yang sebelumnya telah dioven selama 1 jam dalam suhu 105oC dan diketahui beratnya (berat awal).

6. Memasukkan contoh tanah yang disaring tersebut kedalam oven sampai memiliki berat yang konstan pada suhu 105oC.

7. Setelah dioven didiamkan sesaat kemudian ditimbang dan dicatat berat (berat akhirnya).

3. Data bobot isi tanah

Data bobot isi tanah di masing-masing plot erosi didapat dari data contoh tanah yang diambil dengan menggunakan ring sampel. Pengambilan sampel tanah dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada bagian hulu, tengah dan hilir plot erosi.

Ring sample dengan volume yang telah diketahui dibenamkan ke dalam tanah, kemudian diambil contoh tanah tersebut. Setelah diambil contoh tanah tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105ºC dan diukur berat sampelnya. Maka


(36)

didapat bobot isi tanah dengan pembagian antara berat kering tanah dan volume ring sampel.

3.4 Pengolahan data

1. Aliran dan erosi permukaan

Vaij* + (n(Vbij)) + (n x m(Vcij))

Vpij = …..…..……….(1)

A

(Vaij* x Caij*) + (n(Vbij x Cbij) + (n x m(Vcij x Ccij)

Epij = ………(2)

1000000 A Keterangan :

Vpij = Volume aliran permukaan (m3/ha) dalam plot erosi ke-i

Epij = Erosi permukaan (ton/ha) dari jenis tindakan konservasi tanah ke-i Vaij = Volume pada bak A (m3)

Vbij = Volume pada bak B (m³) Vcij = Volume pada bak C (m³)

Caij = Konsentrasi sendimen (gr/m3) bak A dari jenis tindakan konservasi tanah ke-i

Cbij = Konsentrasi sendimen (gr/m3) bak B dari jenis tindakan konservasi tanah ke-i

Ccij = Konsentrasi sendimen (gr/m3) bak C dari jenis tindakan konservasi tanah ke-i

A = Luas plot pengamatan erosi (ha) n = Banyaknya lubang bak A m = Banyaknya lubang bak B i = Plot ke-i, i = 1, 2, 3 dan 4

j = Hujan ke-j; j = 1,2,3,... dst (Jumlah hari hujan)

ket *) : Kontruksi pada bak A terlalu rendah sehingga hanya menampung sedimen hasil erosi tanpa disertai aliran permukaan. Dalam perhitungan aliran permukaan (Vpij) nilai aliran permukaan bak A (Vaij) tidak dimasukan, serta dalam perhitungan erosi permukaan (Epij) sendimen diambil dan dioven pada suhu ±105o C dan diukur berat keringnya.


(37)

Uji beda nilai rata-rata digunakan untuk mengetahui kesamaan aliran dan erosi permukaan antar plot erosi dilokasi pengamatan dan curah hujan di lokasi pengamatan dengan curah hujan Kecamatan Pulung dalam periode waktu yang sama dengan periode pengamatan dilakukan uji t dengan rumus :

X1 – X2

t hit = ………..(3)

S2gab √1/n1 + 1/n2

(n1 – 1)S21 + (n2 – 1)S22

S2 gab = ………...(4)

n1 + n2 - 2

Keterangan

t

hit : Nilai t hitung

X1 : Rata-rata kelompok 1

X2 : Rata-rata kelompok 2

S2gab : Varian dari kedua kelompok N1 : Jumlah sampel kelompok 1

N2 : Jumlah sampel kelompok 2

S21 : Varian kelompok 1

S22 : Varian kelompok 2

Bandingkan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel dengan kriteria pengujian adalah : H0: µ1 = µ2 (-tα/2 < thit < tα/2), Terima H0 bila nilai thitung < ttabel

H1: µ1 ≠ µ2 (thit < -tα/2 dan thit > tα/2), Tolak H0 bila nilai thitung > ttabel

3. Hubungan antara aliran dan erosi permukaan dengan hujan

Untuk mengetahui hubungan aliran permukaan dengan curah hujan serta hubungan erosi permukaan dengan curah hujan digunakan analisis regresi dengan curah hujan sebagai peubah bebas. Model yang dipilih merupakan model dengan koefisien determinasi (R2) terbesar serta logis dalam pendugaan aliran permukaan dan erosi permukaan. Sebelumnya, untuk membantu dalam pemilihan model, data aliran permukaan dan erosi permukaan terhadap curah hujan ditampilkan dalam


(38)

Dari tebaran data tersebut akan dapat dilihat bentuk penampilan penyebaran datanya, apakah mengikuti pola linier atau non linier, sehingga dapat membantu dalam pemilihan model dan melakukan Analisis Sidik Ragam / Analysis of Variance (ANOVA). Untuk mempermudah dalam melakukan analisis regresi, maka digunakanlah software Minitab 14.

Ada tidaknya hubungan antar peubah-peubah yang merupakan suatu hubungan regresi yang berpengaruh maka dilakukan uji regresi dengan uji F. Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel pada tingkat nyata tertentu.

Kriteria pengujian :

Ho : ß = 0, tidak ada satupun peubah bebas yang berpengaruh terhadap Y (Fhit < Ftabel)

H1 : ß = 0, setidaknya ada satu atau lebih peubah bebas yang berpengaruh

terhadap Y (Fhit > Ftabel)

4. Pendugaan aliran dan erosi tahunan

Pendugaan aliran dan erosi permukaan setahun dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu 1) menggunakan rasio jumlah hari hujan selama penelitian dengan jumlah hari hujan setahun, dan 2) menggunakan persamaan regresi dengan memasukan variable X (Curah hujan harian selama satu tahun) selanjutnya menjumlahkan variabel Y (Aliran permukaan atau erosi permukaan).

Pendugaan menggunakan rasio jumlah hari hujan dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

n

Vtpi = ∑ (Vpij)………..………..(5)

j=1

n

Etpi = ∑ (Epij)…..……….…………..………(6)

j=1

HHt

Vi = x Vtpi………...………..………...….(7)

HHp

HHt

Ei = x Etpi………..………(8)


(39)

Keterangan :

Vi : Volume aliran permukaan tahunan (m3/ha/tahun) dari plot ke-i Ei : Erosi tahunan (ton/ha/tahun) dari plot ke-i

Vtpi : Total volume aliran permukaan selama pengamatan (m3/ha) Etpi : Total erosi permukaan selama pengamatan (ton/ha)

HHt : Jumlah hari hujan selama satu tahun (hari/tahun) HHp : Jumlah hari hujan selama pengamatan (hari)

Vpij : Volume aliran permukaan (m3/ha) pada plot ke –i pada hari hujan ke-j Epij : Volume erosi permukaan (ton/ha) pada plot ke – i pada hari hujan ke-j i : Plot ke-i, i= 1,2,3dan 4


(40)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak geografis dan administrasi

Letak geografis BKPH Sukun adalah 111°17’04’’ - 111°52’16’’ Bujur Timur dan 7°49’01’’- 8°20’12’’ Lintang Selatan dengan batas-batasnya adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Barat : Kecamatan Siman dan Pal B 617 ke Utara sampai dengan Pal B 714 belok ke timur sampai dengan B 732 belok ke Utara sampai dengan B 756/B1

2. Sebelah Utara : Kecamatan Jenangan dan Pal B1 atau Kalimiring ke timur sampai kali Taeng / sampai dengan Pal BS.

3. Sebelah Timur : Kecamatan Pulung dan Pal B6 ke Selatan sampai pal B46 ke timur sampai dengan Pal B 58 belok ke selatan sampai dengan Pal B 75

4. Sebelah Selatan : Kecamatan Mlarak dan Alur B atau Pal B 56 ke barat sampai dengan Pal B 12 dan belok ke utara sampai dengan Pal B 617.

Sumber :RPHL Perum Perhutani, 2006

Sedangkan menurut administrasi pemerintah kawasan BKPH Sukun termasuk wilayah Kecamatan Pulung, Siman, Mlarak dan Jenangan, Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur. Wilayah hutan BKPH Sukun jangka 2006-2010 seluas 3.736,10 Ha yang terbagi dalam 5 RPH, yaitu RPH Tambaksari 856,4 ha, RPH Sukun 734,2 ha, RPH Ngelayang 856,4 ha, RPH Sidoharjo 692,8 ha dan RPH Depok 753,7 ha (Perum Perhutani 2006).

4.2. Iklim

Tipe iklim di wilayah BKPH Sukun menurut penentuan iklim Schmidt dan Ferguson yang ditetapkan berdasarkan data curah hujan, yaitu perbandingan jumlah Bulan Kering (BK) dan Bulan Basah (BB). Menurut segitiga Schmidt dan Ferguson wilayah BKPH Sukun termasuk dalam tipe Iklim C dengan nilai Q sebesar 43,9%. Curah hujan rata-rata selama 1 tahun adalah 2250 mm/thn dengan


(41)

suhu udara berkisar antara 18o s/d 31o celcius serta kelembapan berkisar antara 44-85% (Perum Perhutani 2006).

4.3. Keadaan lapangan dan hidrologi

Keadaan lapangan wilayah hutan BKPH Sukun secara umum bergelombang ringan dengan punggung yang membujur ke arah barat diantara punggung tersebut terdapat sungai-sungai yang mengalir dari timur ke barat antara lain : Sungai Jurang Awang sampai Cimanuk dan sungai Plosorejo. BKPH Sukun,KPH Madiun termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo dengan Sub Das Kali Madiun.

4.4. Jenis tanah

Keadaan tanah di BKPH Sukun terdiri dari tanah laterit agak miskin mineral tetapi mempunyai sifat fisik yang baik antara lain porositas dan daya tahan air sedangkan jenis tanahnya adalah latosol. Pohon kayu putih dapat tumbuh dengan baik di kawasan tersebut.

4.5. Penggunaan lahan

Penggunaan lahan yang ada di sekitar BKPH Sukun dimanfaatkan untuk sawah, ladang/tegalan. Pekarangan, berupa hutan negara atau penggunaan lainnya. Lahan yang ada sebagian besar berupa hutan negara, sedangkan penggunaan untuk sawah juga sedemikian luas dengan keberadaan hutan sedemikian luas tersebut merupakan potensi yang diharapkan masyarakat untuk dapat menambah lapangan pekerjaan. Adapun secara lengkap gambaran umum penggunaan lahan adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Pola penggunaan lahan

No Kecamatan

Penggunaan Lahan (Ha) Sawah Tegalan Perkarangan Hutan

Negara

Hutan

Rakyat Perkebunan Lainnya Jumlah 1 Siman 1562 87 1108 956 - - 82 3795 2 Jengan 2714 995 1395 524 58 45 213 5944 3 Mlarak 1361 812 825 596 - - 126 3720 4 Pulung 2392 1727 1505 7062 - - 69 12755

Jumlah 8029 3621 4833 9138 58 45 490 26214

4.6. Tutupan Lahan

Tegakan produktif yang ada di wilayah BKPH Sukun didominasi oleh tanaman kayu putih KU I, KU II, KU III dan KU IV sebagaimana disajikan pada


(42)

Tabel 2 dibawah ini. Kelas hutan produktif kayu putih hanya 62,3 % (2306,8 ha) dari total luas kawasan (3710 ha). Sedangkan kawasan dibagian hutan sukun yang seharusnya dapat dikelola sebagai areal produksi daun kayu putih seluas 3462,7 ha.

Tabel 2. Ko mposisi kelas hutan BKPH Sukun

Kelas Hutan Luas (Ha) Persen (%)

1 2 3

Produktif

KU I 407,9 KU II 682,7 KU III 525,7 KU IV 257,6 KU V 0 KU VI 0 KU VII 162,4 KU VIII 202,5 KU XI 68

Jumlah Produktif 2306,8 62,3 Tak Produktif

LTJL 0 TPR 135,5 TKL 105,3 TKPBK 915,1

Jumlah Tak Produtif 1155,9 31,2 Bukan Untuk Produksi

TBP 32,3 LDTI 31,2 HL 174,8

Jumlah Bukan Untuk Produksi 238,3 6,4 Jumlah Seluruh 3701


(43)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil

5.1.1. Curah hujan

Histograf curah hujan selama pengamatan disajikan dalam Gambar 9.

Gambar 9. Histograf hujan selama pengamatan (03 Desember 2010 sampai 02 Februari 2011)

Gambar 9 menunjukkan bahwa selama 63 hari pengamatan terjadi 44 hari hujan. Hujan maksimum sebesar 71,69 mm/hari dan minimum sebesar 0,50 mm/hari. Statistik curah hujan di lokasi plot selama pengamatan (CHp) dan curah hujan 1 tahun di Kecamatan Pulung (CHt) disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Parameter statist ik curah hujan selama pengamatan dan curah hujan satu tahun Kecamatan Pulung

Maksimum (mm) Minimum (mm) Rata-rata (mm) Simpangan baku

CHp 71,69 0,50 15,74 15,74

CHt 119,00 1,00 17,74 20,15

Hasil uji t antara curah hujan di lokasi pengamatan dengan curah hujan di

Kecamatan Pulung pada waktu yang sama dengan periode pengamatan 0 10 20 30 40 50 60 70 80

C

u

ra

h

h

u

ja

n

(

m

m

/

h

a

ri

)

Tanggal


(44)

(03 Desember 2010 sampai 02 Februari 2011) menunjukkan bahwa CHp dan CHt pada waktu yang sama tidak berbeda nyata. Hasil pengujian selengkapnya disajikan di (Lampiran 12). Hal ini menunjukkan bahwa hujan menyebar merata di Kecamatan Pulung pada saat pengamatan, namun curah hujan selama pengamatan tidak mewakili variasi hujan selama satu tahun, yang ditunjukkan oleh hujan rata-rata harian dan simpangan baku yang cukup berbeda.

5.1.2. Aliran dan erosi permukaan hasil pengukuran

Gambar 10 dan Gambar 11 merupakan kejadian hujan dan aliran permukaan dan kejadian hujan dengan erosi permukaan selama pengamatan.

Gambar 10. Kejadian hujan dan aliran permukaan selama pengamatan.


(45)

Dari Gambar 10 dan Gambar 11 dapat dilihat bahwa selama pengamatan, tidak semua hujan dapat menyebabkan aliran dan erosi permukaan. Ch minimum yang dapat menyebabkan aliran dan erosi permukaan adalah 4,5 mm/hari. Parameter statistik aliran dan erosi permukaan selama pengamatan disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Statist ik aliran dan erosi permukaan Parameter

Statistik

Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4

Ap (M3/ha)

Ep (Ton/ha)

Ap (M3/ha)

Ep (Ton/ha)

Ap (M3/ha)

Ep (Ton/ha)

Ap (M3/ha)

Ep (Ton/ha)

Minimum 0,155 0,0005 0,077 0,0001 0,077 0,0003 0,077 0,0001

Maksimum 465,782 0,9582 353,994 0,5354 409,887 0,4526 453,361 1,6236

Rata-rata 86,158 0,1771 41,941 0,0389 82,341 0,0534 87,388 0,1834

Simpangan baku

144,123 0,2996 77,623 0,0170 129,142 0,1038 1339,926 0,3859

Jumlah 2929,378 6,0226 1384,071 1,2843 2799,582 1,8167 2971,221 6,2352

Keterangan : Ap = Aliran permukaan Ep = Erosi permukaan

Hasil uji kesamaan dua nilai rata-rata (uji t) aliran dan erosi permukaan (Lampiran 13 dan Lampiran 14) menunjukkan bahwa nilai tengah rata-rata aliran permukaan lahan bertanaman kayu putih yang dicampur dengan tanaman kacang tanah dan kedelai (plot 4) = lahan bertanaman kayu putih dengan menggunakan teras bangku (plot 1) = lahan bertanaman kayu putih yang dicampur dengan tanaman jagung dan kemlandingan (plot 3) = lahan bertanaman kayu putih dan tanaman jagung dengan menggunakan teras gulud (plot 2), sedangkan nilai tengah rata-rata erosi permukaan plot 4 = plot 1 > plot 3 = plot 2. Penggunaan lahan bertanaman kayu putih yang dicampur dengan tanaman kacang tanah dan kedelai (plot 4), memiliki laju aliran dan erosi permukaan terbesar yaitu sebesar 2971,221 m3/ha dan 6,2352 ton/ha, sedangkan penggunaan lahan bertanaman kayu putih dan tanaman jagung dengan menggunakan teras gulud (plot 2) merupakan plot yang memiliki nilai aliran dan erosi permukaan terkecil yaitu 1384,071 m3/ha dan 1,2843 ton/ha.

5.1.3. Analisis regresi hubungan hujan dengan aliran dan erosi permukaan Berdasarkan hasil uji regresi non linier (polynomial) menunjukkan terdapat pengaruh antara variabel bebas (curah hujan) terhadap varibel terikat


(46)

(aliran dan erosi permukaan). Model pendugaan aliran dan erosi permukaan disajikan dalam Tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5. Model pendugaan aliran dan erosi permukaan

Nama Plot Model Persamaan R-Sq (%) F Hit

F Tabel (95%) Plot 1 Ap1= - 77,564 + 8,325Ch + 19x10

-4

Ch2 86,5% 99,22

3,30

Ep1=- 0,1692 + 0,0189 Ch – 3,6x10 -5

Ch2 77,5% 53,54

Plot 2 Ap2= - 11,845 + 0,7355 Ch + 0,0608 Ch

2

95,8% 346,82

Ep2= 0,0315 – 0,0043 Ch + 1x10 -4

Ch2 84,9% 84,66

Plot 3 Ap3 =- 82,369 + 9,4688 Ch – 0,0322 Ch

2

84,1% 81,84

Ep3 = - 0,0127 + 0,0001Ch + 8x10 -5

Ch2 82,1% 71,24

Plot 4 Ap4 = -81,864 + 9,2309Ch – 0,0175 Ch 2

85,0% 87,81

Ep 4= - 0,0381 + 0,0032Ch + 3x10 -4

Ch2 67,5% 32,22 Keterangan : Ap = Aliran permukaan (m3/ha/hari)

Ep = Erosi permukaan (ton/ha/hari) Ch = Curah hujan (mm/hari)

Dalam Tabel 5 dapat diketahui nilai koefisien determinasi menunjukkan bahwa masing-masing regresi mempunyai nilai positif, dengan demikian apabila nilai curah hujan meningkat maka akan menyebabkan peningkatan aliran dan erosi permukaan. Dari tabel ANOVA didapat nilai F hitung > F tabel, artinya terdapat pengaruh nyata antara curah hujan dengan aliran permukaan dan curah hujan dengan erosi permukaan.

Grafik regresi hubungan antara curah hujan dengan aliran permukaan masing-masing disajikan dalam gambar berikut ini.


(47)

Gambar 12. Hubungan aliran permukaan Gambar 13. Hubungan aliran dengan curah hujan plot 1 permukaan dengan curah hujan plot 2

Gambar 14. Hubungan aliran permukaan Gambar 15. Hubungan aliran dengan curah hujan plot 3 permukaan dengan curah hujan plot 4

Sedangkan grafik hubungan antara erosi permukaan dengan curah hujan disajikan pada gambar dibawah ini


(48)

Gambar 16. Hubungan erosi permukaan Gambar 17. Hubungan erosi permukaan dengan curah hujan plot 1 dengan curah hujan plot 2

Gambar 18. Hubungan erosi permukaan Gambar 19. Hubungan erosi permukaan dengan curah hujan plot 3 dengan curah hujan plot 4

5.1.4. Aliran dan erosi permukaan dugaan selama setahun

Pendugaan laju aliran dan erosi permukaan tahunan menggunakan rasio jumlah hari hujan selama satu tahun dan menggunakan model regresi disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Pendugaan regresi dan hari hujan

Nama Plot Pendugaan dengan Rasio Jumlah Hari Hujan

Pendugaan dengan Regresi Ap

(m3/ha/thn)

Ep (Ton/ha/thn)

Ap (m3/ha/thn)

Ep (Ton/ha/thn) Plot 1 13445,94 27,64 17295,72 35,46 Plot 2 6353,02 5,89 8269,77 7,43 Plot 3 12850,16 8,34 16291,23 10,59 Plot 4 13637,85 28,62 17370,97 36,03

Keterangan : Ap = Aliran permukaan Ep = Erosi permukaan

Tabel 6 menunjukkan bahwa pendugaan aliran dan erosi permukaan setahun menggunakan hari hujan (cara-1) dan regresi (cara-2) memiliki selisih

y = -4E-05x

2

+

0,018x - 0,169

R² = 0,775

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

0 50 100

E

ro

s

i

p

e

rm

u

k

a

a

n

Curah huj an …

PLOT 1

y = 0,000x

2

-0,004x + 0,031

R² = 0,849

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

0 50 100

E

ro

s

i

p

e

rm

u

k

a

a

n

Curah huj an …

PLOT 2

y = 8E-05x

2

+ 0,001x …

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

0 50 100

E

ro

s

i

p

e

rm

u

k

a

a

n

(

to

n

/

h

a

)

Curah huj an …

PLOT 3

y =

0,000x

2

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

0 50 100

E

ro

s

i

p

e

rm

u

k

a

a

n

Curah huj an …

PLOT 4


(1)

(2)

Lampiran 1 . Data aliran dan erosi permukaan selama pengamatan

No Tanggal CH Aliran Permukaan (M3/ha) Erosi permukaan (Ton/ha) Plot 1 Plot 2 Plot 3 Pot 4 Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 1 03/12/2010 9 0,388151 0,155261 1,552605 0,232891 0,001686 0,001325 0,003104 0,002517 2 04/12/2010 12 22,90093 24,84168 23,28908 19,40756 0,018643 0,050317 0,02449 0,025934 3 05/12/2010 8 0,310521 0,155261 0,388151 0,155261 0,001663 0,000405 0,002284 0,00411 4 06/12/2010 16 20,18387 1,164454 27,17059 39,59143 0,010232 0,004689 0,00891 0,028809 5 07/12/2010 22,8 93,15631 51,54649 124,2084 51,54649 0,128319 0,031476 0,07292 0,193732 6 08/12/2010 17 46,57815 10,09193 52,78857 50,92545 0,038957 0,012245 0,030076 0,213137 7 10/12/2010 71,69 465,7815 353,994 360,2044 453,3607 0,958211 0,535434 0,452571 1,623638 8 11/12/2010 15 8,151177 0,155261 9,315631 7,763026 0,007056 0,000382 0,005409 0,046937 9 12/12/2010 48 453,3607 173,8918 409,8878 428,519 0,641701 0,155202 0,387383 1,298936 10 13/12/2010 5,28 0,621042 0,07763 0,776303 0,465782 0,000995 0,000207 0,00232 0,001736 11 15/12/2010 31,6 74,52505 80,73547 80,73547 80,73547 0,437951 0,083389 0,073387 0,251448 12 17/12/2010 10,5 0,776303 0,155261 1,164454 0,388151 0,000782 8,07E-05 0,000996 9,55E-05 13 18/12/2010 15,3 6,986723 6,21042 16,6905 18,63126 0,003991 0,010494 0,009367 0,031478 14 21/12/2010 19,5 0,776303 0,621042 1,164454 1,552605 0,003368 0,00129 0,012299 0,010876 15 24/12/2010 6,3 0,388151 0,232891 0,310521 0,621042 0,002152 0,00115 0,002846 0,001854 16 26/12/2010 13,6 1,552605 0,388151 2,328908 6,21042 0,004478 0,001786 0,004943 0,023159 18 27/12/2010 4,6 0,155261 0,155261 0,07763 0,07763 0,001993 0,000145 0,000683 0,00169 19 28/12/2010 1

20 29/12/2010 7,6 0,621042 0,07763 0,776303 0,388151 0,002264 0,000205 0,001432 0,006306 21 30/12/2010 0,5

22 01/01/2011 6,2 0,621042 0,388151 0,388151 0,000945 0,001765 0,001831 23 02/01/2011 23,35 48,13076 8,539328 58,99899 130,4188 0,124047 0,011123 0,025481 0,085435 24 03/01/2011 27,9 273,2585 86,94589 242,2064 198,7335 0,91374 0,046228 0,127204 0,940338 25 04/01/2011 2,8

26 08/01/2011 1,8

27 09/01/2011 18,27 1,940756 0,388151 0,388151 1,164454 0,008383 0,001011 0,002029 0,024745 28 10/01/2011 0,8

29 11/01/2011 6,3 0,543412 0,310521 0,388151 0,465782 0,002105 0,002273 0,000664 0,003591 30 12/01/2011 1,01


(3)

Lampiran 1. Data Aliran dan Erosi Permukaan Selama Pengamatan (lanjutan)

No Tanggal Ch Aliran Permukaan Erosi Permukaan

Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 31 14/01/2011 4,5 0,310521 0,155261 0,232891 0,232891 0,001777 0,000279 0,000306 0,001447 32 15/01/2011 11 1,164454 0,543412 0,776303 1,397345 0,002913 0,0015 0,004171 0,01043 33 16/01/2011 10,15 1,164454 0,388151 1,397345 1,164454 0,001629 0,000683 0,003598 0,010517 34 17/01/2011 7,1 0,776303 0,388151 1,164454 1,009193 0,001006 0,000135 0,001534 0,002813 35 18/01/2011 9,6 0,698672 0,310521 0,543412 0,698672 0,000543 0,00059 0,000571 0,001428 36 20/01/2011 31,9 167,6814 49,68336 161,4709 229,7856 0,475787 0,023779 0,055512 0,24813 37 21/01/2011 31,1 229,7856 80,73547 273,2585 248,4168 0,637878 0,038616 0,079169 0,102346 38 22/01/2011 1,32

39 23/01/2011 4,56

40 24/01/2011 11,09 6,21042 3,881513 26,39429 21,73647 0,005307 0,007087 0,00806 0,018149 41 25/01/2011 34,8 267,0481 111,7876 298,1002 279,4689 0,191815 0,054919 0,120208 0,083283 42 26/01/2011 42,45 372,6252 161,4709 235,996 422,3086 0,672469 0,159905 0,177555 0,763246 43 01/02/2011 6,09

44 02/02/2011 54,33 360,2044 173,8918 385,0461 273,2585 0,71782 0,045967 0,113448 0,171111 Jumlah 683,69 2929,378 1384,07 2799,58 2971,22 6,022606 1,284316 1,816694 6,235231 Rata-rata 15,89977 86,15817 41,94151 82,34059 87,38884 0,177135 0,038919 0,053432 0,183389


(4)

Observasi

Rata-rata

Maksimum Minimum Simpangan

Baku

CH 1 tahun (selama

pengamatan)

41

17,71

113

1

20,09

CH 1 tahun

(Sisanya)

161

17,75

119

1

20,23

Lampiran 3. Berat volume dan berat jenis tanah plot erosi

Kode BV BJ Porositas tanah g/cm3 %

P1 Hulu 0,76 2,26 66,55 P2 Hulu 0,77 2,24 65,4 P3 Hulu 0,74 2,21 66,55 P4 Hulu 0,75 2,19 65,87 P1 Hilir 0,8 2,14 62,63 P2 Hilir 0,84 2,14 60,68 P3 Hilir 0,76 2,18 65,06 P4 Hilir 0,8 2,19 63,42 P1 Tengah 0,82 2,13 60,63

P2 Tengah 0,8 2,21 63,66 P3 Tengah 0,77 2,24 65,79 P4 Tengah 0,86 2,25 61,7

Ket : P = Plot

BV = Berat Volume BJ = Berat Jenis

Lampiran 4. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 1 (teras bangku)

Sumber

db

Jk

RKJ

F hit

F tabel

0,05

0,01

Regression 2

592807

296403

99,22

3,30

5,34

Residual

error

31

92609

2987

Total

32

685416

Lampiran 5. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 2 (teras gulud dan

jagung)

Sumber

db

Jk

RKJ

F hit

F tabel

0,05

0,01

Regression 2

184873

92436,60 346,44

3,30

5,34

Residual

error

30

8005

266,80


(5)

kemlandingan)

Sumber

db

Jk

RKJ

F hit

F tabel

0,05

0,01

Regression 2

462449

231225

81,84

3,30

5,34

Residual

error

31

87585

2825

Total

33

550034

Lampiran 7. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 4 (kacang tanah

dan kedelai)

Sumber

db

Jk

RKJ

F hit

F tabel

0,05

0,01

Regression 2

549319

274659

87,81

3,30

5,34

Residual

error

31

96970

3128

Total

33

646288

Lampiran 8. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 1 (teras bangku)

Sumber

db

Jk

RKJ

F hit

F tabel

0,05

0,01

Regression 2

2,29

1,14

53,54

3,30

5,34

Residual

error

31

0,66

0,02

Total

33

2,96

Lampiran 9. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 2 (teras gulus dan

jagung)

Sumber

db

Jk

RKJ

F hit

F tabel

0,05

0,01

Regression 2

0,26

0,13

84,66

3,30

5,34

Residual

error

30

0,05

0,01

Total

32

0,31

Lampiran 10. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 3 (tanaman

jagung dan kemlandingan)

Sumber

db

Jk

RKJ

F hit

F tabel

0,05

0,01

Regression 2

0,29

0,14

71,24

3,30

5,34

Residual

error

31

0,06

0,01


(6)

Lampiran 11. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 4 (tanaman

kacang tanah dan kemlandingan)

Sumber

db

Jk

RKJ

F hit

F tabel

0,05

0,01

Regression 2

3,31

1,65

32,22

3,30

5,34

Residual

error

31

1,59

0,05

Total

33

4,91

Lampiran 12. Uji kesamaan antara curah hujan pengamatan dengan curah hujan di

Kecamatan Pulung

Parameter Statistik

Curah Hujan

Pengamatan (CHp)

Curah Hujan di

Kecamatan Pulung (CHt)

Rata-Rata

15,70

17,70

Simpangan Baku

15,70

20,10

Observasi

44,00

41,00

t-value

-0,51

0

p-value

0,615

Tn

0

Ket: P = Taraf Nyata

** Berbeda Sangat Nyata (P < 0,01) * Berbeda Nyata (P 0,01 – 0,05)

Tn

Tidak Berbeda Nyata (P > 0,05)

Lampiran 13. Nilai t hitung dalam uji t aliran permukaan antar plot erosi

t-Value

Plot 1

Plot 2

Plot3

Plot 4

Plot 1

1,57

0,12

-0,04

Plot 2

-1,56

-1,65

Plot 3

-0,15

Plot 4

Ket : =

Tidak ada nilainya T-tabel (0,05) : 1,697

Lampiran 14. Nilai t hitung dalam uji t erosi permukaan antar plot erosi

t-value

Plot1

Plot2

Plot3

Plot4

Plot 1

2,55

2,28

-0,07

Plot 2

-0,59

-2,11

Plot 3

-2,90

Plot 4

Ket : =

Tidak ada nilainya T-tabel (0,05) : 1,697


Dokumen yang terkait

Potensi Ekowisata pada Kegiatan Pemuliaan Pohon di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madiun

0 35 67

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendron.L) SUKUN DI KPH MADIUN PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

5 77 18

Keanekaragaman Binatang Tanah Pada Berbagai Macam Tegakan Hutan (Studi kasus di RPH Cibatu,BKPH Cibatu, KPH Garut, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat

1 10 81

Laju Infiltrasi pada Berbagai Jenis Penutupan Laban Hutan Di RPH Tenjowaringin, BKPH Singaparna, KPH Tasikmalaya Perum Perhutani Unit III Jawa Barat

0 12 73

Pengaruh Berbagai Penutupan Lahan Terhadap Tingkat Erosi dan Aliran Permukaan (Studi Kasus di RPH Tanggulun, BKPH Kalijati, KPH Purwakarta)

1 9 76

Efektivitas kolaborasi antara perum perhutani dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 32 102

Studi laju degradasi hutan jati (Tectona grandis) KPH Bojonegoro perum perhutani unit II Jawa Timur

0 10 100

Laju aliran dan erosi permukaan di lahan hutan tanaman jati (tectona grandis, l.f) dengan berbagai tindakan konservasi tanah dan air (studi kasus : rph getas, bkph monggot, kph gundih, perum perhutani unit I Jawa Tengah)

2 18 143

Peran Perempuan dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Studi Kasus di Desa Bareng, RPH Alasgung, BKPH Bareng, KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)

0 4 135

Kuantifikasi Kayu Sisa Penebangan Habis Jati di RPH Panggung BKPH Dagangan KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

1 10 106