Penanganan Terhadap Kasus Malapraktek di Indonesia

10. 24 Juni 2004, Ngatmi penderita kanker payudara di Jakarta, yang tangannya membesar mengadukan dokter yang menanganinya di RS Persahabatan. 11. 30 Juni 2004, Dody Sudrajat melaporkan dokter di RS Persahabatan terhadap dugaan malapraktek berdasarkan tidak diberikannya isi rekam medik istrinya yang meninggal pasca operasi caesar di rumah sakit tersebut.

E. Penanganan Terhadap Kasus Malapraktek di Indonesia

Banyaknya kasus malapraktek yang sering terjadi di Indonesia, membuat masyarakat atau khususnya pasien menjadi tidak percaya akan kredibilitas seorang dokter, hal tersebut diakibatkan karena kesalahan, kekurang hati-hatian, kelalaian atau pun kealpaan yang dilakukan oleh seorang dokter dalam memberikan pelayanan medis. Kasus malapraktek ini bukan hanya sekali dua kali terjadi, tetapi sudah sangat sering terjadi di Indonesia, bahkan telah memakan banyak korban jiwa. Banyak masyarakat yang berobat bukan menjadi sembuh, tetapi menjadi cacat seumur hidup, bahkan meninggal dunia. Sistem hukum Indonesia, diantaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi tidak mengenal bangunan hukum “malapraktek”. Kalau ditinjau dari budaya hukum Indonesia, malapraktek kedokteran merupakan sesuatu hal yang asing, karena batasan pengertian malapraktek yang diketahui dan dikenal belumlah seragam atau sama antara tiap-tiap kalangan, baik kalangan mediskedokteran, hukum dan kalangan lainnya. Untuk itu masih perlu ada pengkajian khusus guna Universitas Sumatera Utara memperoleh suatu rumusan pengertian dan batasan istilah malapraktek kedokteran itu sendiri. Namun pada dasarnya malapraktek kedokteran sudah sangat mengkhawatirkan dengan mengingat akibat yang ditimbulkan olehnya. Segala kerugian yang ditimbulkan oleh karena adanya suatu kesalahan yang dilakukan oleh seseorang, dapatlah dikatakan suatu kejahatan. Oleh karena itu dengan melihat akibat yang ditimbulkan atas malapraktek maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai kejahatan. Tentang suatu tindakan kejahatan, Indonesia memiliki suatu sistem hukum yang dapat memberikan saksi pada pelaku kejahatan tersebut. Malapraktek kedokteran adalah merupakan suatu kejahatan yang dapat dipidanakan atau dengan kata lain dapat di jatuhkan sanksi pidana bagi pelaku kejahatan itu sendiri, yakni dokter itu sendiri yang telah melakukan suatu tindakan medik yang tidak sesuai dengan standar profesi dan menimbulkan kerugian bagi orang lain. Sebagai individu yang sama di muka hukum dengan individu lainnya, maka sudah sepatutnya seorang dokter yang telah melakukan suatu tindak pidana harus dapat dijatuhkan sanksi pidana atau dengan kata lain di pidanakan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dan juga karena dokter adalah seseorang yang sehat, baik fisik maupun mental, dapat dimajukan ke muka persidangan apabila memang memiliki andil dalam melakukan suatu kesalahan, khususnya malapraktek, dan tidak ada suatu penghapusan pidana bagi dokter tersebut. Namun kenyataannya pada saat ini dokter berada pada posisi “beyond the law” karena selalu berlindung di balik norma-norma medis yang sangat intrepetatif pemahamannya. Faktor lainnya yang juga menyebabkan hal tersebut adalah karena sulitnya membuktikan adanya kesalahan seorang dokter yang dianggap Universitas Sumatera Utara melakukan malapraktek. Dalam hal untuk membuktikan adanya kesalahan tesebut maka dibutuhkan keterangan dari seorang yang ahli dalam bidang kedokteran, namun disinilah sulitnya untuk memajukan seseorang yang ahli dalam bidang kedokteran untuk maju di muka persidangan. Hal ini terkait dengan begitu tingginya esprit de corps semangat melindungi korps dari para dokter. Sepanjang sejarah praktek kedokteran di Indonesia, hanya ada satu dokter yang izinnya dicabut karena terbukti melakukan malapraktek. 36 Malapraktek juga dikatakan suatu kesalahan diagnosis, salah diagnosis tersebut bisa berakibat salah terapi. Salah terapi bisa berakibat fatal. Banyak pasien meninggal di tangan dokter, dan ironisnya di Indonesia belum ada hukum yang mengatur standar profesi kedokteran dalam melakukan kesalahan profesi. Sehingga sulit membedakan antara malapraktek dengan kelalaian, kecelakaan dan kegagalan. Apalagi seperti dikatakan diatas pemahaman malapraktek masih belum seragam. Sehingga kerap pasien menuding terjadi malapraktek, sedangkan dokter membantahnya. Kenyataan diatas membuat masyarakat ‘ngeri’ dengan dokter. Ketakutan masyarakat tersebut bahkan bisa mengarah menjadi suatu ketidakpercayaan masyarakat terhadap dokter di Indonesia. Ketakutan tersebut makin bertambah dengan kenyataan sulitnya menyeret seorang Dokter ke meja hijau karena tidak adanya keseragaman tentang pemahaman malapraktek, karena ketiadaan hukum yang mengatur standar profesi kedokteran. Korban Malapraktek saat ini lebih banyak melaporkan kasus mereka ke aparat penegak hukum dengan upaya hukum gugatan perdata. Dikarenakan profesi dokter yang dapat dikatakan 36 M.Y.P. Ardianingtyas SH., LLM., dan Dr. Charles M. Tampubolon, Kesalahan Diagnosis Dokter: Tergolong Malapraktek atau Kelalaian Medik?, www.hukumonline.com , 17 April 2004. Universitas Sumatera Utara tak tersentuh hukum, dalam arti pihak kepolisian ataupun pengadilan akan lebih mengarahkan hal tersebut ke perdata daripada pidana. Bahwa tuntutan ganti rugi korban malapraktek tetap tunduk kepada Pasal 1365 KUHPerdata “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Pasal 1365 KUHPerdata adalah “pasal keranjang sampah” yang lebih berfokus kepada kerugian materiil, tidak mengatur sama sekali unsur-unsur kerugian khususnya seperti “kehilangan rahim, kehilangan ginjal, dan lain-lain akibat malapraktek, yang jumlah ganti rugi tidak isa dihitung dari kerugian materiil berdasarkan nilai kwitansi pengobatan. Di Indonesia yang banyak menjadi korban malapraktek dari kalangan masyarakat bawah, tetapi tidak tertutup kemungkinan masyarakat kalangan menengah ke atas pun dapat terkena. Masyarakat yang terkena malapraktek berfikir mereka telah mengalami kerugian yang besar baik materiil maupun immateriil, kerugian karena tindakan malapraktek tersebut menjadikannya harus mengeluarkan biaya pengobatan yang sangat besar dan proses yang berkepanjangan. Seringkali dari pihak dokter danatau rumah sakit berani untuk memberikan ganti kerugian berupa uang yang sangat besar kepada korban. Mereka berani, karena pihak dokter atau rumah sakit tidak mau reputasinya sebagai dokter atau rumah sakit tersebut jatuh, yang akan menyebabkan karirnya akan menurun, dikarenakan masyarakat akan ragu untuk pergi berobat ke dokter dan atau rumah sakit tersebut. Sistem Hukum Indonesia dan Praktek Pengadilan Indonesia lebih menitikberatkan”Kerugian Materiil” dengan cara menghitung dari jumlah Universitas Sumatera Utara kerugian financial untuk pengobatan berdasarkan kwitansi, sedangkan kerugian immateriil misalnya kerugian karena kehilangan rahim sehingga tidak dapat mempunyai anak belum diakomodir, walaupun kadang-kadang Pengadilan Indonesia mengabulkan ganti rugi immateriil dengan ganti rugi penghukuman pidana penjara. Dengan adanya laporan polisi mengenai tindak pidana malapraktek maka pihak kepolisian akan memulai penyidikan atas adanya tindak pidana malapraktek yaitu memeriksa perkara dengan menangkap dan menahan tersangka, ia tidak bisa menghentikan penyidikan itu dengan diam-diam begitu saja, kasus malapraktek yang marak saat ini seringkali mengalami jalan buntu pada saat proses penyidikan, dianggap masih grey area, karena kurangnya kuatnya bukti-bukti yang ada, Pada proses pidana bukanlah perkara gampang karena polisi harus bersinggungan dengan istilah-istilah medis atau kedokteran Yang akhirnya membutuhkan waktu yang cukup panjang dan melelahkan. Karena jika jalur pidana yang dipakai, hal tersebut akan ditentang oleh dokter.Dokter tidak mau disamakan sebagai pelaku pembunuhan. Bila proses pidana harus benar-benar ada bukti yang kuat. Dalam kasus malapraktek kedokteran bukti- bukti yang ada selalu disanggah oleh dokter, dan sanggahan tersebut juga dikuatkan oleh saksi ahli yang merupakan bagian dari ikatan dokter Indonesia, atau dengan kata lain sulit untuk menghadirkan saksi ahli dalam penyelesaian kasus malapraktek itu sendiri. Dimana kasus tersebut menyebabkan penyidikan terhenti. Akhirnya korban pun memilih untuk melakukan gugatan perdata dengan dasar perbuatan melawan hukum. Universitas Sumatera Utara Pemerintah mengeluarkan payung hukum yaitu Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran yang berguna dan bermanfaat untuk menyelesaikan persengketaan antara dokter, pasien maupun RS. Karena beberapa prinsip seperti aspek registrasi, bagaimana menjaga kinerja tenaga dokter, mengawasi praktek serta mengadili jika terjadi sengketa . Sangat sulit bagi pasien untuk memenangkan gugatan perdatapidana sebab si dokter tergugat telah lebih dahulu melengkapi dirinya dengan bukti keputusan hasil persidangan “Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran” yang memenangkan pihak dokter karena merupakan produk teman sejawat. Di Indonesia yang diperlukan adalah suatu Undang Undang Pasien yang akan melindungi pasien dari praktek kedokteran, Undang-Undang Praktek Kedokteran justru diarahkan untuk membuat profesi dokter jadi lebih spesial di depan hukum. Dengan beberapa fakta diatas, akhirnya masyarakat umum, khususnya kalangan berduit memilih untuk berobat ke luar negeri seperti Singapura, Malaysia, atau Australia, bahkan sampai ke negeri Cina. Hal tersebut tentunya tidak hanya merugikan masyarakat yang akan mendorong biaya pelayanan kesehatan kian meningkat tajam dan akhirnya merugikan sebagian besar masyarakat sebab harus membayar mahal biaya pelayanan kesehatan serta premi asuransi kesehatan. Malapraktek merupakan suatu tindakan medis yang melanggar standar prosedur. Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu tidak sampai menimbulkan kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan, bahkan merenggut nyawa orang Universitas Sumatera Utara lain, maka diklasifikasikan sebagai kelalaian berat culpa lata, serius dan kriminal. Dikatakan oleh J Guwandi S.H. mengatakan malapraktek lebih baik tidak dianggap sinonim dengan kelalaian. Menurutnya malapraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Kelalaian memang termasuk dalam arti malapraktek, tetapi di dalam malapraktek tidak selalu terdapat unsur kelalaian. Setiap kasus kesalahan diagnosis dokter yang mencelakakan pasiennya yang selama ini terjadi di Indonesia selalu dibawa ke Majelis Kehormatan Etik Kedokteran di bawah naungan IDI, baik di pusat maupun di tingkat cabang. KODEKI akan mencamtumkan tindakan apa yang harus dilakukan oleh seorang Dokter dalam menjalankan profesinya. Namun penerapan sanksi apabila terjadi pelanggaran atas KODEKI tidak diatur secara jelas. Hanya sanksi etika dan moral yang melekat dalam setiap pelanggaran KODEKI. Beberapa upaya yang diambil oleh pemerintah dalam menanggulangi banyaknya kasus dugaan malapraktek kedokteran khususnya adalah upaya represif. Yang dimaksud dengan upaya represif adalah segala upaya yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadinya kejahatan atau tindak pidana. 37 Penanganan terhadap kasus malapraktek kedokteran dapat ditempuh melalui 2 dua upaya hukum, upaya hukum pidana dan upaya hukum perdata. Yang termasuk tindakan represif adalah penyidikan, penyidikan lanjutan, penuntutan dan seterusnya sampai dilaksanakannya pidana. Langkah ini lebih menitikberatkan penegakan hukum atau penindakan oleh para aparat penegak hukum di Indonesia. 37 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Jakarta, Penerbit: Alumni, 1981, hlm. 117-118. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran diatur bahwa penanganan terhadap kasus malapraktek kedokteran, baik dari penerimaan pengaduan sampai dengan pemberian keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi ditangani oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia MKDKI. Namun hal tersebut sama sekali tidak menghilangkan hak setiap orang atau khususnya pasien yang dirugikan untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang danatau menggugat kerugian perdata ke pengadilan. Selain beberapa hal diatas, kasus malapraktek kedokteran juga dapat dimintakan pendapat atau bantuan hukum kepada Lembaga Independent yang terdapat di daerah setempat, misalkan Lembaga Bantuan Hukum LBH Kesehatan. LBH Kesehatan sebagai badan yang independent dalam mengangani kasus malapraktek ini tidak semata-mata hanya berfokus kepada keadilan, namun keutamaan yang ingin diperoleh adalah kesehatan bagi pengadu atau pasien itu sendiri. Dengan kata lain kesehatan pasien lah yang diutamakan, setelah itu baru menjalankan proses hukum baik litigasi atau non litigasi. Terhadap pelaku kejahatan malapraktek kedokteran sanksi yang dapat dikenakan adalah pemberian peringatan tertulis, pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktek dan juga dapat berupa re-schooling atau kewajiban untuk mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran. Universitas Sumatera Utara BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan