Malapraktek Kedokteran Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Disatu pihak, pasal 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran mengatakan bahwa Undang-Undang ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien sebagaimana disebutkan didalam pasal 3 huruf a, dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi pasal 3 huruf c. Tapi, di pasal berikutnya tidak ada pasal yang mengatur perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat.

3. Malapraktek Kedokteran Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

Persoalan mengenai Kesehatan di negara kita diatur dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan, yang besar artinya bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan sebaai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakikatnya pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Pengaturan mengenai malapraktek serta akibat hukum yang ditimbulkan bagi pelaku malapraktek medis didalam Undang-Undang Kesehatan ini 27 27 Praktek Kedokteran Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 dilengkapi dengan Undang-Undang Nomor23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Bandung, Penerbit: Fokusmedia, 2004, hlm. 82-83. , dapat dilihat dari pasal: Universitas Sumatera Utara a. Pasal 53 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yang berbunyi: Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. b. Pasal 54 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yang berbunyi: 1 Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian data melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin. 2 Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan. Berdasarkan kententuan penutup yang terdapat pada pasal 85 Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, maka pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan dokter dan dokter gigi dinyatakan tidak berlaku lagi. c. Pasal 55 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yang berbunyi: 1 Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan 2 Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mempermasalahkan seorang dokter dan perawatnya karena pasien meninggal akibat kelalaian dalam memberikan dosis obat yang terlalu tinggi. Dalam hal ini pengadilan akan berpendapat bahwa dokter tersebut bersikap kurang hati-hati dan kurang mengadakan kontrol. Dengan diundangkannya Universitas Sumatera Utara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka ancaman pidana terhadap kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh dokter yang mengakibatkan pasien menderita cacat atau luka-luka, dimuat dalam Pasal 80 – Pasal 82: a. Pasal 80 ayat 3 tiga Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yang berbunyi: Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau transfuse darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000 tiga ratus juta rupiah. b. Pasal 81 ayat 1 satu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yang berbunyi: Barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja: a. melakukan transplantansi organ dan atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat 1; b. melakukan implan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1; c. melakukan bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 1; dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 140.000.000 seratus empat puluh juta rupiah. c. Pasal 82 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yang berbunyi: Barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja: a. melakukan pengobatan dan atau perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 4 b. melakukan transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat 1 c. melakukan implan obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1 Universitas Sumatera Utara d. melakukan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 1 e. melakukan bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan atau pidana paling banyak Rp 100.000.000 seratus juta rupiah. Universitas Sumatera Utara BAB III INFORMED CONSENT DAN PEMBUKTIAN DALAM KASUS MALAPRAKTEK DI INDONESIA Pada saat ini informed consent atau persetujuan tindakan medik telah mendapat perhatian yang cukup besar sekali, baik dari kalangan profesi kedokteran, profesi hukum maupun masyarakat awam. Hal ini sebagai konsekuensi logis dari perkembangan yang ada dalam masyarakat, terutama meningkatnya kesadaran hak-hak masyarakat di bidang pemeliharaan kesehatan. Akhir-akhir ini banyak dibicarakan di media massa masalah dunia kedokteran yang dihubungkan dengan hukum. Salah satu tujuan dari hukum atau peraturan atau kode etik kesehatan adalah untuk melindungi kepentingan pasien dan kepentingan tenaga kesehatan, merupakan salah satu penunjang keberhasilan pembangunan sistem kesehatan. Mengenai informed consent persetujuan masih diperlukan pengaturan hukum lebih lengkap. Karena tidak hanya untuk melindungi pasien dari kesewenangan dokter, tetapi juga diperlukan untuk melindungi dokter dari kesewenangan pasien yang melanggar batas-batas hukum dan perundang-undangan malapraktek.

A. Tinjauan Umum Informed Consent