Indonesia sangat jarang adanya kasus malpraktek dokter yang sampai ke pengadilan. Berbeda halnya di negara-negara yang sudah maju, seperti Amerika
Serikat. Disana, sungguhpun kemampuan, profesionalisme, dan peralatan kedokteran relatif cukup canggih, tetapi sangat banyak pula pasien yang tidak
puas yang pada akhirnya menggugat dokter ke pengadilan dengan tuduhan malapraktek tersebut.
Malapraktek dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu, malpraktek etika dan malapraktek yuridis, ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum
20
a. Malapraktek Etik
:
Yang dimaksud dengan malapraktek etik adalah dokter melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran. Sedangkan Etika
Kedokteran yang dituangkan di dalam KODEKI merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk dokter.
Malapraktek ini merupakan dampak negatif dari kemajuan teknologi, yang bertujuan memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pasien, dan
membantu dokter untuk mempermudah menentukan diagnosa dengan cepat, lebih tepat, dan lebih akurat sehingga rehabilitasi pasien bisa lebih cepat,
ternyata memberikan efek samping yang tidak diinginkan. Contoh konkritnya adalah di bidang diagnostik, misalnya pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan terhadap pasien kadangkala tidak diperlukan bilamana dokter mau memeriksa secara lebih teliti. Namun karena laboratorium memberikan janji
untuk memberikan “hadiah” kepada dokter yang mengirimkan pasiennya,
20
Ibid, hal.31-35.
Universitas Sumatera Utara
maka dokter kadang-kadang bisa tergoda juga mendapatkan hadiah tersebut. Dan di bidang terapi, seperti kita ketahui berbagai perusahaan yang
menawarkan antibiotika kepada dokter dengan janji kemudahan yang akan diperoleh dokter bila mau mengunakan obat tersebut, kadang-kadang juga bisa
mempengaruhi pertimbangan dokter dalam memberikan terapi kepada pasien. Albert R. Jonsen dkk, menganjurkan empat hal yang harus selalu
digunakan sebagai pedoman bagi para dokter untuk mengambil keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan moral, yakni menentukan
indikasi medisnya, mengetahui apa yang menjadi pilihan pasien untuk dihormati, mempertimbangkan dampak tindakan yang akan dilakukan
terhadap mutu kehidupan pasien. Yang terakhir adalah, mempertimbangkan hal-hal kontekstual yang terkait dengan situasi kondisi pasien, misalnya, aspek
sosial, ekonomi, hukum, budaya, dan sebagainya.
21
b. Malapraktek Yuridik
Dalam malapraktek yuridik ini Soedjatmiko membedakannya menjadi tiga bentuk, yaitu
22
1 Malapraktek Perdata Civil Malpractice
:
Malapraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian didalam transaksi
terapeutik oleh dokter atau tenaga kesehatan lain, atau terjadinya
21
Ibid, hlm.32-33.
22
Ibid, hal. 33-35.
Universitas Sumatera Utara
perbuatan melanggar hukum sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien. Untuk perbuatan atau tindakan yang melawan hukum haruslah
memenuhi beberapa syarat, seperti harus adanya suatu perbuatan baik berbuat maupun tidak berbuat, perbuatan tersebut melanggar hukum baik
tertulis atau tidak tertulis, adanya suatu kerugian, ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melanggar hukum dengan kerugian yang diderita.
Sedangkan untuk dapat menuntut penggantian kerugian karena kelalaian dokter, maka pasien harus dapat membuktikan adanya 4 empat unsur,
yaitu: a
Dengan adanya suatu kewajiban dokter terhadap pasien b
Dokter telah melanggar standard pelayanan medik yang lazim dipergunakan
c Pengugat pasien telah menderita kerugian yang dapat dimintakan
ganti ruginya d
Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standard.
Namun adakalanya seorang pasien penggugat tidak perlu membuktikan adanya kelalaian dokter tergugat. Dalam hukum ada kaidah yang
berbunyi “Res ipsa loquitor” yang artinya fakta telah berbicara. Misalnya karena kelalaian dokter, terdapat kain kasa yang tertinggal dalam perut
sang pasien. Akibat tertinggalnya kain kasa di perut pasien tersebut, timbul komplikasi paska bedah, sehingga pasien harus dilakukan operasi kembali.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal demikian dokterlah yang harus membuktikan tidak ada kelalaian pada dirinya.
2 Malapraktek Pidana Criminal Malpractice
Malapraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-
hati. Atau kurang cermat dalam melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut.
a Malapraktek pidana karena kesengajaan, misalnya, pada kasus-
kasus melakukan aborsi tanpa indikasi medis, euthanasia, membocorkan rahasia kedokteran, tidak melakukan pertolongan
pada kasus gawat padahal diketahui tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan dokter yang tidak
benar. b
Malapraktek pidana karena kecerobohan, misalnya melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan standard profesi serta mlakukan
tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis. c
Malapraktek pidana karena kealpaan, misalnya, terjadi cacat atau kematian terhadap pasien sebagai akibat tidakan dokter yang
kurang hati-hati atau alpa dengan tertinggalnya alat operasi didalam rongga tubuh pasien.
3 Malapraktek Administratif Administrative Malpractice
Universitas Sumatera Utara
Malapraktek administratif terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lain melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi
negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek dokter tanpa izin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan izinnya,
menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.
F. Metode Penelitian