Kronologis Kasus Malapraktek Di Indonesia Kasus MESDIWANDA SITEPU vs BIDAN HERAWATI

yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara guna kepentingan pemeriksaan. Dalam hal pasien menggugat ganti rugi akibat tindakan dokter dan atau rumah sakit, pengadilan harus membuktikan terlebih dahulu apakah perbuatan dokter dan atau rumah sakit dalam memberikan pelayan medis terdapat kesalahankekuranghati-hatian sehingga tindakanperbuatan tersebut dikategorikan perbuatan melawan hukum. Untuk membuktikannya, tentunya memerlukan orang yang dapat menjelaskan dan mengerti benar tentang ilmu kedokteran yaitu dokter ahli. Dalam prakteknya tidak mudah untuk membuktikan adanya kesalahan dokterrumah sakit dalam kasus malpraktek. Seorang dokter maupun dokter ahli yang diminta pendapatnya atas dugaan terjadinya malpraktek seringkali tidak mau memberikan keteranganpenjelasan yang sesungguhnya, baik secara tertulis maupun hadir sebagai saksi di depan persidangan. Hal ini mungkin disebabkan adanya rasa tidak enak, sungkan atau adanya solidaritas profesi sesama dokter.

C. Kronologis Kasus Malapraktek Di Indonesia Kasus MESDIWANDA SITEPU vs BIDAN HERAWATI

Andreas Puska Vinindo seorang anak laki-laki berumur 3 tiga tahun 11 sebelas bulan adalah Anak Kandung Mesdiwanda Sitepu Penggugat. Sewaktu Penggugat dikatakan positif hamil. Beliau ditangani dan diperiksa kesehatannya di Rumah Sakit Pasar Rebo. Sewaktu umur kandungan penggugat berusia 7-8 bulan, kondisi janin dinyatakan sehat sesuai dengan hasil USG dan dperkirakan akan lahir tanggal 19 April 2001. Pada tanggal 21 April 2001, penggugat di vacuum Universitas Sumatera Utara hingga 3 tiga kali melahirkan seorang bayi laki-laki yang dikeluarkan Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo, ternyata bayi tersebut tidak menangis dan langsung dibawa ke ruang perawatan anak. Dokter mengatakan bahwa kepala anak penggugat banyak cairan dan terjadi pendarahan pada otak akibat luka sewaktu dilakukannya vacuum. Dokter spesialis anak di Rumah Sakit Pasar Rebo menganjurkan untuk menjalankan operasi, berhubung di Rumah Sakit Pasar Rebo tidak mempunyai dokter spesialis syaraf, maka si bayi tersebut dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, sesampainya disana penggugat tidak bertemu dokter syaraf karena sedang pendidikan ke luar negri sesuai dengan yang disarankan oleh dokter Rumah Sakit Pasar Rebo. Kemudian RS Ciptomangunkusumo merujuk kembali untuk ke RS Gatot Subroto untuk menjalankan operasi, tetapi RS Gatot Subroto meminta uang muka sebesar Rp 10.000.000 sepuluh juta rupiah. Karena ketidak mampuan biaya, maka penggugat kembali ke RS Pasar Rebo, dan RS Pasar Rebo merujuk lagi ke Rumah Sakit Harapan Bunda utuk melakukan CT SCAN. Berdasarkan hasil CT SCAN telah terjadi pendarahan diluar tengkorak saraf otak anak penggugat. Dokter di Rumah Sakit Pasar Rebo menyarankan anak penggugat untuk melakukan penyedotan pada bagian kepala anak penggugat. Dan penggugat disuruh untuk membeli alat sedot dan resep untuk menyedot cairan di kepala anak penggugat, namun dokter di Rumah Sakit Pasar Rebo tidak mempergunakan alat sedot yang telah dibeli oleh penggugat. Setelah itu, tanggal 10 Mei 2001 anak penggugat pulang ke rumah dengan tetap mengalami pendarahan diluar tengkorak saraf otak yang menyebabkan anak penggugat cacat seumur hidup. Bahwa berdasarkan fakta diatas, sudah jelas dan Universitas Sumatera Utara nyata Bidan Herawati dan Rumah Sakit Pasar Rebo telah melakukan perbuatan melawan hukum pada saat dan pasca melakukan tindakan medik dan pengobatan terhadap anak penggugat dimana akibat dari tindakan medik yang dilakukan oleh Bidan Herawati dan Rumah Sakit Pasar Rebo telah mengakibatkan anak penggugat mengalami pendarahan diluar tengkorak syaraf otak yang menyebabkan anak penggugat cacat seumur hidup. Bahwa di dalam hal melihat aspek hukum malapraktek, maka pedoman yang harus diperhatikan adalah adanya penyimpangan dari standar profesi medis, kesalahan yang dilakukan, baik berupa kesengajaan maupun kelalaian, akibat yang terjadi disebabkan oleh tindakan medis yang menimbulkan kerugian baik materiilimmateriil atau fisik luka, kematian atau mental.

D. Data Kasus Malapraktek di Indonesia Grafik 3.1