5.3 Analisis Hasil Temuan
Kemampuan untuk bertahan hidup didalam satu kondisi atau keadaan, itulah yang  dilakukan  oleh  semua  orang  pada  umumnya.  Pertahanan  hidup  juga  bisa
diartikan  sebagai  teknik,  cara  atau  langkah  dalam  menghadapi  berbagai  persoalan terhadap pertahanan kelangsungan hidup. Dikalangan penggiat kegiatan alam bebas,
pertahanan  dimaknai  sebagai  kemampuan  dan  teknik  bertahan  terhadap  kondisi yang  membahayakan  kelangsungan  hidup  yang  terjadi  di  alam  terbuka  dengan
mempergunakan  perlengkapan  seadanya,  hal  ini  dapat  dilihat  dari  pemulung  yang menggunakan perlatan memulung yang sangat sederhana dan jauh dari kata aman.
Strategi  bertahan  hidup  adalah  suatu  tindakan  yang  dilakukan  oleh  setiap orang  untuk  dapat  mempertahankan  hidupnya  melalui  pekerjaan  apapun  yang
dilakukannya.  Strategi  bertahan  pada  hakikatnya  adalah  suatu  proses  untuk memenuhi syarat dasar agar dapat melangsungkan hidupnya.
Manusia  sebagai  makhluk  sosial  yang  hidup  dengan  makhluk  sosial  lainnya harus bertingkahlaku sesuai tuntutan lingkungan tempat dimana manusia itu tinggal,
dan  tuntutan  itu  tidak  hanya  berasal  dari  dirinya  sendiri.  Masalah  ekonomi merupakan masalah yang sangat penting bagi setiap manusia, karena permasalahan
ekonomi  merupakan  problema  yang  menyangkut  pada  kesejahteraan  dan pemenuhan kebutuhan hidup orang banyak.
Pendapatan  yang  diterima  pemulung  tidak  menentu  setiap  harinya, pendapatan  yang  masih    rendah  dengan  curahan  jam  kerja  yang  sudah  digunakan
pemulung  belum    sebanding  dengan  yang  diperolehnya.  Maka  dari  itu    pemulung dalam pemenuhan kebutuhan pokok masih mengalami kesulitan sehingga pemulung
mempunyai    strategi  dalam  bertahan  hidup  yaitu  dengan  cara  melibatkan  anggota keluarga  untuk  bekerja,  berhemat  dalam  hal  konsumsi,  menabung  dan  meminta
Universitas Sumatera Utara
bantuan kepada orang terdekat, dengan demikian dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Rata-rata  informan  masih  merasakan  bahwa  upah  yang  diterima  dari pekerjaan  memulung  yang  mereka  lakukan  kurang  dan  tidak  dapat  memenuhi
karena tidak cukup dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari apalagi dengan biaya kebutuhan  pokok  yang  semakin  naik  harganya  dan  juga  biaya  pendidikan  anak
seperti ongkos, buku dan uang jajan anak yang harus dipenuhi setiap harinya. Sebagian  besar  dari  mereka  mengikutsertakan  anak-anak  mereka  untuk
menambah  penghasilan  keluarga.  Dalam  upaya  pemenuhan  kebutuhan  dari pendapatan yang diterima dari pekerjaan mereka dipengaruhi juga oleh tanggungan
dalam setiap keluarga. Dalam mengatur pola makan keluarga, pemulung bisa makan sebanyak  3  kali  dalam  sehari  dan  terkadang  2  kali.  Keluarga  pemulung  merasa
kebutuhan gizinya telah terpenuhi dengan menu makanan mereka sehari-hari hal ini dibuktikan dengan frekuensi keluarga mereka yang sangat jarang menderita sakit.
Berdasarkan  status  kepemilikan  rumah  hampir  semua  informan  belum memiliki  tempat  tinggal  sendiri,  rumah  tersebut  mereka  tempati  dengan  menyewa
rumah orang lain. Berdasarkan kondisi fisik rumah tempat tinggal informan terbuat dari  papan,  dan  batu  sementara  atap  dari  rumah  tersebut  semuanya  terbuat  dari
bahan  seng.  Biaya  sewa  kontrak  yang  harus  dikeluarkan  sesuai  dengan  keadaan rumah yang ditempati.
Berbagai  cara  atau  strategi  bertahan  hidup  dilakukan  untuk  dapat mempertahankan  kelangsungan  hidupnya.  Seperti  pemulung  yang  ada  di  TPA
Terjun  Kelurahan  Paya  Pasir,  mereka  akan  melakukan  apa  saja  demi mempertahankan  kelangsungan  hidup  keluarga,  baik  dengan  cara  memanfaatkan
jaringan  yaitu  meminjam  uang  atau  meminta  bantuan  kepada  orang  yang  dirasa
Universitas Sumatera Utara
dekat  dengan  pemulung  seperti  tetangga,  atau  karib  kerabat.  Selain  itu,  pemulung juga  melibatkan  anggota  keluarga  seperti  istri  dan  anak    untuk  ikut  bekerja  demi
menambah pendapatan. Jika ditinjau dari keadaan yang dialami, kemiskinan merupakan suatu keadaan yang
ditandai  dengan  kelaparan  atau  setidaknya  kekurangan  makanan,  pakaian  dan perumahan yang tidak memadai, tingkat pendidikan yang rendah. Sementara s
ebagai suatu  proses,  kemiskinan  merupakan  proses  menurunnya  daya  dukung  terhadap
hidup  seseorang atau  sekelompok  orang sehingga  pada  gilirannya ia atau kelompok tersebut  tidak  mampu  memenuhi  kebutuhan  hidupnya    dan  tidak  pula  mampu
mencapai  taraf  kehidupan  yang  di  anggap  layak  sesuai  dengan  harkat  dan martabatnya sebagai manusia.
Seperti juga yang terjadi pada keluarga pemulung di Lingkungan 1 Kelurahan Paya  Pasir  ketidakmampuan  mereka  dalam  memenuhi  kebutuhan  hidup  keluarga
dikarenakan  minimnya  penghasilan,  selain  itu  tidak  memiliki  pekerjaan  lain  selain memulung  karena  sempitnya  lahan  pekerjaan  yang  disebabkan  karena  rendahnya
pendidikan.  Disamping  itu,  pemulung  yang  tidak  memiliki  tempat  tinggal  yang memadai  hal  ini  dilihat  dari  kondisi  tempat  tinggal  mereka  yang  kumuh  karena
dipenuhi sampah-sampah. Memang  sulit  memperoleh  informasi  yang  jelas  mengenai  indikasi-indikasi
seperti  apa  yang  dapat  digunakan  untuk  melihat  bahwa  seorang  individu  ataupun kelompok  masyarakat  itu  miskin  atau  tidak  miskin.  Namun  demikian  Emil  Salim,
dalam  Kemiskinan  dan  Solusi  2012:23  menunjukkan  adanya  karakteristik kemiskinan:
1. Mereka  yang  hidup  di  bawah  kemiskinan  pada  umumnya  tidak  memiliki
faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai,
Universitas Sumatera Utara
ataupun  keterampilan  yang  memadai  untuk  melakukan  suatu  aktivitas ekonomi  sesuai  dengan  mata  pencahariannya.  Hal  ini  sama  seperti  yang
terjadi  pada  pemulung  di  Lingkungan  1  Kelurahan  Paya  Pasir  yang  tidak memiliki  keterampilan  lain  untuk  mencari  pekerjaan  di  sektor  formal
sehingga  mereka  terpaksa  harus  bekerja  di  sektor  informal  seperti  sebagai pemulung  karena  tidak  membutuhkan  keahlian,  serta  mereka  juga  tidak
memiliki modal untuk membangun usaha sendiri. 2.
Tingkat  pendidikan  pada  umumnya  rendah,  misalnya  tamat  SD  atau  tamat SMP.  Kondisi  seperti  ini  akan  berpengaruh  terhadap  wawasan  mereka.
Beberapa  penelitian  menyimpulkan  bahwa  waktu  mereka  pada  umumnya habis tersita hanya semata-mata untuk mencari nafkah sehingga tidak ada lagi
waktu  belajar  atau  meningkatkan  keterampilan.  Hal  ini  sama  seperti  yang dialami  keluarga  pemulung  di  Lingkungan  1  Kelurahan  Paya  Pasir,  mereka
pada  umumnya  hanya  tamatan  SD  maupun  SMP  sehingga  pengetahuan mereka  tentang  bagaimana  hidup  dan  bersaing  dikota  pun  minim,  mereka
hanya  bisa  bekerja  sebagai  pekerja  kasar  seperti  pemulung  sehingga  waktu mereka kebanyakan mereka habiskan untuk bekerja mencari penghasilan dan
terkadang anak mereka juga ikut dalam proses tersebut. Kondisi  lingkungan  pemulung  yang  kumuh  dapat  memperparah  kehidupan
mereka,  karena  bisa  saja  sewaktu-waktu  mereka  terserang  penyakit,  serta pengetahuan  dan  keterampilan  mereka  yang  minim  membuat  mereka  tidak  bisa
mendapat  pekerjaan  di  sektor  formal  sehingga  mereka  harus  tetap  bertahan  dalam pekerjaannya yaitu sebagai pemulung. Dengan pekerjaan yang mereka geluti saat ini
pun belum bisa untuk memenuhi kehidupan mereka karena pendapatan yang mereka
Universitas Sumatera Utara
dapatkan lebih sedikit dari pengeluaran mereka serta jam kerja yang mereka habiskan lebih lama dan lebih melelahkan.
5.4 Analisis Strategi Bertahan hidup